You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang tumbuh subur di Indonesia. Pada saat krisis pangan atau langkanya komoditas beras, singkong merupakan alternatif pengganti beras walau hanya dimanfaatkan oleh masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah. Sepanjang tahun 2006 sampai 2007 komoditas singkong yang telah diubah menjadi tepung tapioka harga/ton terus mengalami kenaikan dari harg Rp 100.000 menjad Rp 300.000. Saat ini hasil olahan singkog menjadi makanan kemasan berupa kripik singkong, telah mampu merebut pangsa pasar masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas, hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan kripik singkog dalam kemasan. Makanan kripik singkong dalam kemasan, diaharapkan kedepanpanya mampu menggantikan makana kripik kentang yang bahan bakunya lebih mahal dan sulit didapat. Permintaan akan komoditas singkong tidak hanya pada sektor pangan. Krisis energi yang terjadi bebrapa tahun belakangan ini, menjadikan masyarakat dunia harus mampu mencari pengganti bahan baku energi yang terbaharukan seperti biodiesel. Singgkong adalah salah satu komoditas pertanian yang menjadi bahan baku energi terbaharukan untuk dibuat biodiesel. Terkait dengan program pemerintah dengan pencampuaran bahan baku biofuel dengan bahan baku minyak pada tahun 2009, komoditas singkong menjadi salah satu komoditas yang diaharapkan mampu mensuplai bahan baku biofuel tersebut. Produktivitas dari komoditas singkong di Indonesia masih sangat renadah, apabila dibandingakan dengan potensi dari singkong sendiri. Rata-rata nasional, produktivitas singkong/ha masih pada angka 20-30 ton. Rendahnya produktivitas dari tanaman singkong masih diperparah dengan semakin menyempitnya lahan untuk bertanam singkong.

Sementara itu, berdasarkan survey, 58 % lahan tanaman singkong hanya tersebar di Jawa, hal terseut tentu bertolak belakang dengan padatnya pulau jawa dengan penduduk. Sempitnya lahan tersebut secara umum disebabkan masih rendahnya minat dari masyarakat

untuk bertanam singkong. Rendahnya minat masyarakat secara umum disebabkan masih minimya pengetahuan atau informasi tentang tanaman singkong sendiri. 1.2 Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis sistem saluran pemasaran singkong. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh sistem saluran pemasaran terhadap motivasi usahatani singkong. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat pengelolaan petani atas usahataninya sehubungan dengan keadaan pemasaran singkong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Maslow 91984) bahwa dalam diri manusia terdapat lima tingkat kebutuhan yaitu physical comfort, security, social acceptance, personal-esteem, dan self realization or fulfillment. Jika kebutuhan telah dipenuhi yaitu: pangan, sandang dan papan (physical comfort), maka seseorang akan ingin memenuhi kebutuhan hidup bermasyarakat (social acceptance), kebutuhan akan harga diri/penghormatan (personal esteem). Didasari kebutuhan-kebutuhan inilah seseorang akan melakukan kegiatan yang terdorong oleh motivasi dirinya. Untuk memotivasi seseorang guna memenuhi tiap tingkat kebutuhannya dapat dilakukan dengan pemberian imbalan, tetapi bentuk itu untuk tiap tingkat berbeda. Onong Uchjana (1983) menyatakan bahwa, motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan. Untuk temotivasi satu atau lebih kebutuhan harus dipenuhi. Pernyataan ini memberi arti bahwa seseorang akan mau melakukan sesuatu apabila ada yang ingin diperolehnya. Dalam motivasi terkandung tiga unsur pokok yaitu: kebutuhan, dorongan dan tujuan. Ketiga unsur ini bersama-sama akan menentukan motivasi seseorang yang tidak berbeda dengan petani dalam melaksanakan usahatani yang dalam hal ini adalah singkong. Dengan demikian konsep motivasi merupakan fokus dalam penelitian ini sehubungan dengan tujuan melaksanakan usahatani yang tidak lain adalah meningkatkan penghasilan/pendapatan petani ke arah pelasanaan aktivitas pada usahatani tersebut. Petani memiliki karakteristik yang melekat pada dirinya yang mempengaruhi sikap dan perilaku dalam melaksanakan usahataninya. Hasil ini merupakan sesuatu yang sifatnya intrinsic pada diri petani berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Sikap dapat diartikan sebagai kesiapan bertindak dalam kondisi tertentu baik karena pengaruh dari dalam maupun dari luar diri petani, sikap dan perilaku biasanya ditentukan oleh motivasi Marat (1984).

Selanjutnya setiap petani dalam pengelolaan usahataninya mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Ada yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang disebut usahatani subsisten, dan yang bertujuan mencari keuntungan yang disebut usahatani komersial. Petani singkong umumnya bertujuan untuk mencari keuntungan dalam meningkatkan

penghasilan/pendapatannya bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Adiwilaga (1982), bahwa ditinjau dari kebutuhan si pengusaha pertanian, yang dijadikan tujuan dari usaha ialah untuk memperoleh keuntungan. Sehubungan dengan ungkapan tersebut maka analisis perilaku atau tindakan petani terutama petani singkong pada dasarnya tidak berbeda dengan analisis perilaku atau tindakan seorang manajer perusahaan. Petani selalu berhadapan dengan masalah pengambilan keputusan tentang bagaimana petani harus mengoperasikan ushataninya, sehingga diperoleh hasil dan kepuasan maksimal. Sebelum mengambil keputusan maka petani dalam malaksanakan usahatani umumnya mengadakan perhitungan penerimaan dan biaya, betapapun primitif atau majunya metode bertani. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan Mubyarto (1986) yang menyatakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan (revenue) dengan biaya (korbanan) yang harus dikeluarkannya. Dengan demikian, petani perlu memutuskan apakah produknya dijual atau tidak, pada tingkat harga yang berlaku. Selanjutnya menurut Mubyarto (1986), harga adalah nilai dari suatu barangbarang dan jasa-jasa. Adanya harga disertai denga ketentuan harga pasar yang berlaku akan mempengaruhi sesuatu usaha. Swasta (1986) menyatakan bahwa, keputusan untuk menetapkan harga menyangkut jalannya usaha, apakah dengan harga tersebut barang dan jasa dapat dijual. Jika dijual apakah menguntungkan atau merugikan, bila menguntungkan maka usaha dapat dijalankan dan akan terus dikembangkan, tetapi bila merugikan maka pada suatu saat usaha tersebut akan berhenti, paling tidak mengalami kemunduran (adanya siklus produksi). Kembali pada masalah harga singkong, maka memang sulit bagi petani untuk menentukan harga singkong atas keinginannya sendiri karena harga tidak dapat terjadi satu pihak, tetapi ditentukan oleh kekuatan antara permintaan dan penawaran (equilibrium demand and supply). Dalam hal ini petani singkong bertindak sebagai produsen atau supplier dan pedagang atau pembeli sebagai demander atau konsumen. Konsumen ini, baik sebagi konsumen akhir maupun masih sebagai pedagang perantara, pengumpulan atau lainnya, sifatnya menimbulkan permintaan produk. Secara umum petani sebagai produsen menginginkan agar harga tinggi, sedangkan konsumen mengharapkan harga serendah mungkin. Jika terdapat kesepakatan terjadilah jual beli. Dalam kenyataannya sering pihak petani yang dirugikan, karena berada dalam posisi tawar-menawar yang lemah. Sehubungan dengan usahatani singkong, jika harga di tingkat petani singkong tidak menguntungkan petani, maka tujuan petani untuk meningkatkan penghasilannya tidak tercapai dan mengakibatkan turunnya gairah petani melaksanakan usahatani singkong.

BAB III PEMBAHASAN

a. Penawaran dan permintaan Tinginya permintaan suatu produk, tentu akan diukuti dengan meningkatnya harga dari produk tersebut. Demikian juga apabila terjadi penurunan permintaan, akan diikuti dengan penurunan harga. Hukum ekonomi tersebut, juga berlaku pada permintaan dan penawaran komoditas singkong dipasaran dunia. Permintaan singkong dunia, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005, total ekspor singkong dunia sebesar 92, 908 ton, sedangkan pada tahun 2006 total ekspor meningkat sejumlah 139, 906 ton. Peningkatan ekspor singkong basah, juga dikiuti dengan peningkatan ekspor singkong olahan, dimana pada tahun 2006 sebesar 14 juta ton dan tahun 2007 menjadi 31 juta ton. Diperkirakan untuk beberapa tahun kedepan, permintaan singkong akan terus meningkat seiring dengan gencarnya program pemkaian bahan bakar nabati (biofuel). Selain permintaan luar negri, diperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan dalam negeri. Hal tersebut didukung dengan program pemerintah tentang pencampuran biofuel dengan BBM (bahan bakar minyak) pada awal tahun 2009 yang salah satu bahan bakunya dari komoditas singkong. Tingginya permintaan singkong baik dari dalam maupun luar negri,tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas singkong nasional. Berdasarkan survey, rata-rata produktivitas singkong per ha nasional Indonesia hanya 20-30 ton. Hal tersebut diperparah dengan semakin sempitnya lahan produksi. Dilihat dari semakin meningkatnya permintaan komoditas singkong, baik dari dalam maupun luar negri, prospek usaha dibidang produksi singkong di masa mendatang sungguh sangat menjanjikan keuntungan. Selain itu secra agroklimat dan ketersedian lahan, proses produksi singkong di Indonesia juga sangat mendukung.

b. Harga Pasar Harga dari komoditas singkong dalam beberapa waktu belakangan ini terus meningkat. Sebelum gencarnya penggunaan bahan baku biodiesel dari singkong atu ubi kayu harga singkong per kg hanya berkisar antar Rp 125 samapi Rp 300. Saat ini, ketika masalah krisis energi menjadi suatu kendala bagi tiap-tiap negra dunia, harga singkong segar naik menjadi Rp 500 samapi Rp 600 per kg. Dalam melihat peluang bisnis di produksi singkong besar, peluang terbesar yang belum dimaksimalkan ialalah produktivitas yang masih sangat rendah antara 20- 30 ton/ha. Padahal produktivitas singkong segar mempunyai potensi sampai 100 ton/ha. Apabila potensi terseut bisa didekati sampai angka 50 ton/ha, keutungan yang akan diperoleh tentu sangat besar. Kondisi resesi seperti saat ini memang menurunkan komsumsi komoditas singkong, terutama untuk pembuatan biodiesel. Hal tersebut diakibatkan karena semakin turunya harga minyak dunia yang tentu akan menurunkan komsumsi biofuel. Diperkirakan kondisi tersebut tidak akan berlangsung lama mengingat semakin menipisnya cadangan minyak dunia. Selain itu walau pemakaian komoditas singkong untuk biofuel menurun, pemakaian singkong sebagai bahan baku olahan untuk sektr pangan tentu akan terus meningkat, mengingat sector panngan adalah kebutuhan primer.

c. Perkembangan pasar singkong. Perkembangan pasar singkong diperkirakan akan terus berkembang selayaknya komoditas kelapa sawit. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah pabrik-pabrik biodiesel yang menggunkan bahan baku singkong. Seperti PLN sebagai salah satu BUMN vital pemerintah, untuk mencukupi kebutuhan energinya, akan memanfaatkan biodiesel dari bahan baku singkong. Dilihat dari semakin meningkatnya ekspor ubi kayu dari tahun ke tahun dan belum banyaknya bermunculan pesaing, maka prospek usaha produksi singkong di massa mendatang akan sangat cerah dengan sekmen pasar yang akansemakin meningkat.

d. Rantai jalur pemasaran. Rantai jalur pemasaran komoditas singkong pada lahan milik petani melibatkan banyak pihak. Dalam ranati pemasaran tersebut pihak petani bertindak price taker atau penerima harga dari para tengkulak. Kondisi tersebut, sampai saat ini masih bertahan diakibatkan lemahnya posisi tawar dari petani. Dalam banyak kasus dengan kondisi lahan yang sempit dan rendahnya produksi, petani akan melepas hasil produksi dengan harga berapapun sesuai penawaran para tengkulak. Meskipun komoditas singkong saat ini banyak dibutukan oleh banyak industry baik dalam maupun luar negri. Panjangnya rantai pemasran membuat semakin kecilnya margin keuntungan yang diterima produsen singkong dan menjadi hambatan terhadap ekspor singkong. Hamabtan dalam ekspor yang sering menjadi ganjalan ialah kurangnya mutu dari singkong yang akan diekspor.

Luas Lahan Tanaman Pangan

Ekspor Singkong

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan Penjualan atau pemasaran singkong didominasi pedagang atau tengkulak sehingga harga yang berlaku di tingkat petani tidak wajar/rendah. Sistem saluran pemasaran tidak memberikan insentif ekonomis pada petani maka petani tidak termotivasi untuk meningkatkan produksi singkong. Semakin banyak informasi (informasi pasar, informasi harga, informasi teknis) yang diterima petani, semakin tinggi motivasi petani untuk melaksanakan usahatani singkong. Semakin banyak faktor produksi (modal, tenaga kerja, keterampilan yang dimiliki petani, makin tinggi motivasi petani untuk melaksanakan usahatani singkong.

DAFTAR PUSTAKA

Alma Buchari, 1998. Manajemen Pemasaaran dan Pemasaran Jasa. Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.. Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. 2002. Kebijakan Pengembangan Pangan Lokal dan Makanan Tradisional Khas Nusantara Dalam Pemantapan Ketahanan Pangan. Lokakarya Penumbuhan Pusat Kajian Pangan Lokal dan Makanan Tradisional Khas Nusantara, Semarang 4 Nopember 2002.. Direktorat Gizi- Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Aksara, Jakarta. Kotler, P. 1987. Dasar-Dasar Pemasaran. Penerbit Intermedia. Cetakan I, Jakarta. Mowen J.C. dan Minor M., 2002. Perilaku Konsumen. Penerbit Erlangga, Jakarta. Peter J.P. dan Olson J.C., 2000. Consumer Behavior. Penerbit Erlangga, Jakarta. Pratiwi, A.R. 2002. Kelayakan dan Prospek Pangan Lokal dan Makanan Tradisional di Jawa Tengah. Makalah Apresiasi/WorkShop Kajian Pangan Lokal dan Tradisional . Badan Bimas Ketahanan Pangan, Propinsi Jawa Tengah. Sapuan. 2000. Evaluasi dan Strategi Pengembangan Pemasaran Makanan Tradisional . Jurnal Makanan tradisional Indonesia. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB, UGM dan Unibraw. Volume 2. No. 4 p : 1 7. Soekartawi. 1993. Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Modern. Cetakan Pertama. Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

You might also like