You are on page 1of 29

A.

Pemberian Hak Atas Tanah Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang memberikan suatu hak atas tanah negara, perpanjangan jangka waktu hak, pembaharuan hak dan perubahan hak. 1. Perpanjangan hak adalah penambahan jangka waktu berlakunya suatu hak atas tanah tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut, yang permohonannya dapat diajukan sebelum jangka waktu berlakunya hak atas tanah yang bersangkutan berakhir. 2. Pembaharuan hak adalah pemberian hak atas tanah yang sama kepada pemegang hak yang sama yang dapat diajukan setelah jangka waktu berlakunya hak yang bersangkutan berakhir. 3. Perubahan hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah jenis lainnya. Pemberian hak milik harus berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3). Tujuan diadakannya pemberian hak atas tanah adalah agar lebih mengarah kepada catur tertib dibidang pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib pemeliharaan pertanahan dan tertib Page 19 10 penggunaan pertanahan. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yaitu: 1. Hak atas tanah primer (originair) Hak atas tanah primer (originair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh negara kepada subyek hak seperti: a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan 2. Hak atas tanah sekunder Hak atas tanah sekunder adalah hak untuk menggunakan tanah milik hak lain. Misalnya: a. Hak Guna Bangunan b. Hak Pakai c. Hak Usaha Bagi Hasil d. Hak menumpang Dengan demikian hak atas tanah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini adalah hak milik. B. Pengertian Hak Milik Ketentuan tentang hak milik diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 pasal 20 - 27. Dalam Undang-undang ini pengertian hak milik seperti Page 20 11

yang dirumuskan pada pasal 20 ayat (1) adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Fungsi sosial disini berarti penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat daripada haknya, sehingga bermanfaat baik bagi masyarakat dan pemiliknya. Sifat-sifat Hak Milik Adapun sifat-sifat hak milik adalah sebagai berikut: a. Turun-temurun, adalah hak milik tidak hanya berlangsung selama hidup si pemilik akan tetapi dapat dilanjutkan oleh para ahli warisnya. b. Terkuat, adalah bahwa hak milik jangka waktunya tidak terbatas. c. Terpenuh, adalah memberikan wewenang kepada pemilik tanah yang paling luas dibandinghkan dengan hak-hak lain, menjadi induk hak-hak lain, peruntukannya tidak terbatas karena hak milk dapat digunakan untuk pertanian dan bangunan. Pemberian sifat hak milik tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli dulu. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lainnya yaitu untuk menunjukan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang hak miliklah yang ter (paling). Page 21 12 Ciri-ciri hak milik Ciri-ciri hak milik adalah sebagai berikut: a. Hak milik dapat dijadikan jaminan hutang b. Hak milik dapat digadaikan c. Hak milik dapat dialihkan kepada orang lain, melalui: jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar d. Hak milik dapat dilepaskan dengan sukarela e. Hak milik dapat diwakafkan ( PP No. 28 Tahun 1977 ) Yang Mempunyai Hak Milik Sesuai dengan pasal 21 ayat (2) yang dapat mempunyai hak milik adalah: 1. Warga Negara Indonesia 2. Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yaitu: a. Bank-Bank Pemerintah b. Bank-Bank Negara, seperti Bank Indonesia, Bank Dagang Negara, Bank Negara Indonesia. c. Koperasi Pertanian d. Badan-Badan Keagamaan e. Badan-Badan Sosial 3. Orang asing atau yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu tahun hak milik harus dilepaskan. Page 22

13 Terjadinya Hak Milik Terjadinya hak milik sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1960 pasal 22 yaitu: 1. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan pemerintah biasanya dengan jalan membuka tanah, artinya membuka hutan dijadikan lahan pertanian. Terjadinya hak milik menurut hukum adat sangat erat hubungannya dengan hak ulayat. Dalam hukum adat seseorang dapat membuka lahan dari hutan yang ada pada wilayah masyarakat hukum adat dengan persetujuan dari kepala adat. Terjadinya hak milik dengan cara ini memerlukan waktu yang cukup lama dan tentunya memerlukan penegasan hukum yang berupa pengakuann dari pemerintah. 2. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan ketentuan undang-undang. Terjadinya hak milik karena pemerintah yaitu, pemerintah memberikan hak milik atas tanah berdasarkan perubahan dari suatu hak yang sudah ada. Sedangkan terjadinya hak milik karena ketentuan undang-undang dapat dilihat dari UUPA yaitu, pada tanggal 24 September 1960 pada saat diundangkannya UUPA, maka hak-hak atas tanah dapat diubah menjadi hak milik jika hak atas tanah tersebut telah memenuhi syarat-syarat untuk mempunyai hak milik menurut aturan dalam UUPA. Page 23 14 Cara Memperoleh Hak Milik Cara memperoleh Hak Milik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH perd) pasal 584 yaitu: 1. Pengakuan (toeeigening) yaitu memperoleh Hak Milik atas benda yang tidak ada pemiliknya (res nullis). Res nullis hanya atas benda yang bergerak. Contoh: memburu rusa,di hutan, memancing ikan di laut. 2. Perlekatan (Natrekking), yaitu suatu cara memperoleh Hak Milik, dimana benda itu bertambah besar atau berlipat ganda karena alam. Contoh: tanah bertambah besar sebagai akibat gempa bumi, pohon berbuah. 3. Daluwarsa (verjaring), yaitu suatu cara untuk memperoleh Hak Milik atau membebaskan dari suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang ( KUH perd pasal 1946). Ada 2 macam daluwarsa: a. Acukuisitieve verjaring, adalah suatu cara memperoleh hak milik karena lewat waktu. b. Ektinctieve verjaring, adalah membebaskan seseorang dari suatu penagihan atau tuntutan hukum karena daluwarsa atau lewat waktu. Syarat-syarat adanya daluwarsa: - beziter sebagai pemilik - beziter itu harus dengan jujur (itikad baik) - bezit harus terus-menerus dan tidak terputus dan

Page 24 15 - bezit itu berusia 20 (dua puluh) tahun atau 30 (tiga puluh) tahun (KUH perd pasal 1963). Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga atau suatu piutang lain yang tidak harus di bayar atau tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya. 4. Pewarisan, yaitu suatu proses beralihnya hak milik atau harta warisan dari pewaris kepada ahli warisnya. 5. Penyerahan, yaitu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak milik kepada pihak lain. Hapusnya Hak Milik Hak milik hapus bila: 1. Tanahnya jatuh kepada negara, hal ini disebabkan: a. Karena pencabutan hak berdasarkan pada pasal 18 UUPA (untuk kepentingan umum) b. Karena penyerahan sukarela oleh pemiliknya c. Karena tanah tersebut ditelantarkan d. Karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) UUPA 2. Tanahnya musnah artinya, tanah tersebut hilang sifat dan fungsinya. Page 25 16 C. Pengertian Tanah Negara Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tanah negara di golongkan menjadi beberapa macam antara lain: 1. Tanah berasal dari penunjukan (yakni tanah negara) Untuk tanah ini biasanya yang dimaksud penunjukan yaitu, tanahtanah dimana pemerintah menunjuk sebagai ganti dari milik seseorang, karena tanah dimana orang tersebut berada/berdiam, kena proyek Pemerintah, atau kena perencanaan kota. Dapat juga tanah pembagian dari pemerintah untuk sesuatu instansi misalnya tanah yang dibagi untuk ABRI, atau tanah yang disediakan untuk aparat pemerintah dan sebagainya. Untuk tanah-tanah yang dimaksud ini jelas tanah negara kalau dimohonkan sertipikat keluarnya Hak Guna Bangunan (HGB), namun bagi seorang pribumi boleh minta dan sering dikabulkan menjadi sertipikat HM / Hak Milik tetap ada. 2. Tanah yang berasal dari kepunyaan orang asing Untuk tanah ini jelas tanah negara dan biasanya sudah ada bangunannya, ada juga tanah yang kosong, namun kebanyakan yang

dimaksud dengan bekas kepunyaan orang asing adalah dari kekuasaankekuasaan orang asing (Belanda atau yayasan-yayasan asing) yang karena peraturan Nomor 1 Tahun 1958, tanah-tanah tersebut langsung menjadi tanah Page 26 17 negara. Untuk tanah ini biasanya kalau keluar sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB). 3. Tanah yang sudah bersertipikat Yaitu tanah-tanah dari tanah penunjukan atau bekas tanah orang asing, tetapi sudah keluar sertipikatnya, dan untuk HGB/sertipikat HGB dapat juga dimohonkan menjadi HM (peningkatan hak) asal yang memohon adalah orang pribumi sebab seorang WNA (Warga Negara Asing) dilarang memohon Hak Milik. D. Dasar Hukum Pemberian Hak Milik Adapun dasar hukum dari pemberian hak milik adalah sebagai berikut: 1. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal 20: (1) Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. (2) Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 21: (1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. (2) Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya. Page 27 18 (3) Orang asing yang hilang kewarganegaraannya, setelah satu tahun hak milik harus dilepaskan. Pasal 22: (1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak milik terjadi karena: a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat yang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah. b. Ketentuan undang-undang Pasal 27 Hak milik hapus bila: (1) Tanahnya jatuh kepada Negara: (a) karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18

(b) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya (c) karena ditelantarkan (d) karena ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) (2) tanahnya musnah 3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 4. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. 5. Peraturan Pemerintah Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Page 28 19 6. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 584 Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak bebas terhadap kebendaan itu Pasal 1946 Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang Pasal 1963 Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa, dengan suatu penguasaan selama dua puluh tahun. Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selam tiga puluh tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya 7. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. 8. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Propinsi dan Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota. 9. Peraturan Perundangan lainnya maupun Peraturan-Peraturan Daerah yang menyatakan tentang Peraturan Pertanahan E. Subyek Hak atau Pemohon Subyek hak atau pemohon adalah perorangan atau Badan Hukum yang berdirinya sah sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal Kantor Pertanahan kabupaten Tegal dulu berada di Kota Tegal yang tepatnya sekarang menjadi Kota Tegal, tetapi sejak tahun 1994 Kantor pertanahan Kabupaten Tegal pindah ke Kota Slawi yang terletak di Kota Slawi yaitu di Jalan Raya Ahmad Yani Kabupaten Tegal. Pindahnya Kantor Pertanahan tersebut di latarbelakangi karena letaknya yang jauh dari daerahdaerah yang ternaung dalam Kabupaten Tegal, karena letaknya yang terlalu jauh sangat menghambat aktivitas kerja baik dalam pelayanan maupun proses kerja para pegawai. Atas dasar itu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat maka sejak tahun 1994 sampai sekarang Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal pindah ke Jl. Ahmad Yani Slawi agar masyarakat dalam melakukan pendaftaran maupun pengajuan permohonan yang menyangkut pertanahan dapat berjalan lancar dan baik. 2. Struktur Organisasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal Struktur organisasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal, meliputi: 1) Kepala Kantor Pertanahan sebagai pimpinan 2) Kepala Sub Tata Usaha membawahi: a) Kepala Urusan Keuangan Page 34 25 b) Kepala Urusan Umum 3) Kepala Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah membawahi: a) Kepala Sub Seksi Penataan Penguasaan dan Pemilikan Tanah. b) Kepala Sub Seksi Pengendalian Penguasaan dan Pemilikan Tanah. 4) Kepala Seksi Penatagunaan Tanah membawahi: a) Kepala Sub Seksi Data Penatagunaan Tanah b) Kepala Sub Seksi Rencana dan Bimbingan Penatagunaan Tanah 5) Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah membawahi: a) Kepala Sub Seksi Pemberian Hak-hak Atas Tanah b) Kepala Sub Seksi Pengadaan Tanah c) Kepala Sub Seksi Penyelesaian masalah Pertanahan 6) Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah membawahi: a) Kepala Sub Seksi Pengukuran, Pemetaan dan Konversi b) Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak dan Informasi c) Kepala Sub Seksi Peralihan Hak, Pembebanan Hak dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Pelaksanaan tugas dan fungsi dari struktur organisasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal adalah berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1989 tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Surat Keputusan Kepala BPN tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN di Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Tugas dan fungsi itu adalah sebagai berikut:

Page 35 26 Tugas dan Fungsi Kantor Pertanahan Sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1989, bahwa Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota yang selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal BPN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah BPN. Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal dipimpin oleh seorang kepala. Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN dalam lingkungan wilayah Kabupaten Tegal, khususnya dalam pembuatan Surat Keputusan Pemberian Hak Milik. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut Kantor Pertanahan mempunyai fungsi: a. Meyiapkan kegiatan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah. b. Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah. c. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Selain tugas dan fungsi dari Kantor Pertanahan diatas, adapun tugas dan fungsi dari susunan organisasi yang ada di kantor Pertanahan Kabupaten Tegal yaitu sebagai berikut: Page 36 27 1. Sub Bagian Tata Usaha Sub bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut sub bagian tata usaha mempunyai fungsi: a. Melakukan urusan keuangan dilingkungan kantor pertanahan. b. Melakukan urusan kepegawaian, perlengkapan dan rumah tangga kantor pertanahan. 2. Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah Seksi pengaturan penguasaan tanah mempunyai tugas menyiapkan dan melakukan kegiatan pengendalian penguasaan, pemilikan, pemanfaatan bersama, pengalihan hak atasa tanah, pembayaran ganti rugi dan penyelesaian masalah. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi pengaturan penguasaan tanah mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Menyiapkan dan melakukan kegiatan dibidang pengaturan penguasaan tanah, redistribusi, pemanfaatan bersama atas tanah dan konsolidasi tanah perkotaan maupun pedesaan. b. Menyiapkan dan melakukan kegiatan pengumpulan data, pengendalian penguasaan tanah, pembayaran ganti rugi tanah kelebihan maksimum absentee dan tanah partikelir, serta pemberian izin pengalihan dan

penyelesaian masalah. Page 37 28 3. Seksi Penatagunaan Tanah Seksi penatagunaan tanah mempunyai tugas mengumpulkan data dan menyiapkan rencana penatagunaan tanah, memberikan bimbingan penggunaan tanah kepada masyarakat, serta menyiapkan pengendalian perubahan penggunaan tanah. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi penatagunaan tanah mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data penatahunaan tanah. b. Menyiapkan penyusunan rencana penatagunaan tanah, memberikan bimbingan penggunaan tanah kepada masyarakat dan menyiapkan pengendalian perubahan penggunaan tanah. 4. Seksi Hak-hak Atas Tanah Seksi hak-hak atas tanah mempunyai tugas menyiapkan dan melakukan kegiatan dibidang hak-hak atas tanah, pengadaan tanah, dan penyelesaian masalah pertanahan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi hak-hak atas tanah mempunyai fungsi: a. Menyiapkan penyelesaian pengurusan hak-hak atas tanah b. Menyiapkan penyelesaian pengadaan tanah. c. Menyiapkan penyelesaian masalah pertanahan. 5. Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah Seksi pengukuran dan pendaftaran tanah mempunyai tugas melakukan pengukuran dan pemetaan serta menyiapkan pendaftaran, peralihan Page 38 29 pembebanan hak atas tanah serta bimbingan PPAT. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi pengukuran dan pendaftaran tanah mempunyai fungsi: a. Melakukan identifikasi, pengukuran, pemetaan dan menyiapkan pendaftaran konversi milik adat. b. Menyiapkan pendaftaran hak berdasarkan pemberian hak dan pengakuan hak, mengumpulkan data dan informasi guna penyusunan sistem informasi pertanahan serta memelihara daftar-daftar umum dan warkah dibidang pengukuran dan pendaftaran tanah. c. Menyiapkan peralihan hak atas tanah, pembebanan hak atas tanah dan bahan pembinaan PPAT serta menyiapkan sarana-sarana daftar isian dibidang pangukuran dan pendaftaran tanah. Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal sebagai sumber data pertanahan dan sumber pelayanan, untuk melaksanakan hal tersebut di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal sesuai dengan Instruksi Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1994, yaitu dengan sistem pelayanan loket yang diberikan kepada masyarakat. Adapun sistem pelayanan dan pelaksanaan dibidang pertanahan yang didasarkan dengan sisitem loket

sebagai berikut: Loket I : pelayanan informasi Pada loket ini memberikan informasi pertanahan yang berupa macam/jenis layanan yang ada, persyaratan, tata cara pengurusan dan biaya. Page 39 30 Loket II: pelayanan penerimaan dan penyerahan surat yang bersifat umum dan teknis Pada loket ini melayani permohonan masyarakat terhadap kegiatan pertanahan, antara lain: a. Permohonan pengukuran. b. Permohonan hak atas tanah. c. Permohonan peralihan hak yang berupa jual beli, hibah, tukar menukar dan warisan. d. Permohonan sertipikat melalui pelayanan/pengakuan hak. e. Pelayanan konversi, surat keputusan. f. Permohonan ijin lokasi. g. Permohonan perubahan penggunaan tanah. Loket III : pelayanan bendaharawan khusus penerima Pada loket ini melayani pembayaran terhadap semua jenis layana pertanahan yang ada. Loket IV : pengambilan sertipikat Pada loket ini melayani produk layanan pertanahan, antara lain sertipikat tanah, Sertipikat Hak Tanggungan (SKPT), Surat Keputusan Pendaftaran Tanah. B. Pembahasan 1. Tata Cara Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal Tata cara pemberian Hak Milik di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal, secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Milik Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Dalam tata cara pemberian hak milik pada umumnya seorang pemohon sebelum melakukuan permohonan hak atas tanah, tentu saja telah mengetahui secara pasti tentang status hukum tanah yang akan dimohon. Dalam penelitian ini status hukum tanah yang dimohon adalah Tanah Negara Bebas, yang dimaksud tanah negara bebas adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tidak ada pihak diatas tanah-tanah itu. Kewenangan teknis dalam permohonan untuk memperoleh hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal dilaksanakan oleh Seksi Hakhak Atas Tanah, sedangkan pelaksanaan tugasnya ditangani oleh Sub Seksi (Subsi) pemberian hak-hak atas tanah.

Adapun tata cara pemberian hak milik atas tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut: a. Syarat-Syarat Permohonan Hak Milik Syarat-syarat permohonan untuk hak milik adalah sebagai berikut: 1) Hak Milik dapat diberikan kepada: Page 42 33 a) Warga Negara Indonesia b) Badan-badan Hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku yaitu: Bank Pemerintah, Badan Keagamaan dan Badan Sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah. Karena pemberian Hak Milik untuk badan hukum ini hanya dapat diberikan atas tanah-tanah tertentu yang benar-benar berkaitan langsung dengan tugas pokok dan fungsinya. 2) Permohonan Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Negeri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, permohonan untuk memperoleh hak milik harus ditempuh sebagai berikut: a) Permohonan hak milik atas tanah negara diajukan secara tertulis. b) Permohonan hak milik atas tanah negara memuat: 1. Keterangan mengenai pemohon: a. apabila perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya. b. apabila badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang Page 43 34 penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data yuridis dan data fisik: a. Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya. b. Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar Situasi sebutkan tanggal dan nomornya).

c. Jenis tanah (pertanian/non pertanian). d. Rencana penggunaan tanah e. Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara). b. Syarat-syarat Pemberian Hak Milik 1) Mengenai pemohon: a. Jika perorangan Blanko permohonan hak yang telah diisi pemohon harus dilampiri: 1. Foto copy Kartu Penduduk Page 44 35 2. Surat bukti kepemilikan tanah 3. Surat pernyataan diatas segel atas penguasaan fisik atas tanah 4. Surat Keterangan Tanah dari Kepala Desa/Kelurahan 5. Foto copy SPPT-PBB tahun terakhir, serta menunjukan aslinya 6. Surat Ukur 7. Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanahnya yang telah dimilik pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon 8. Surat Ijin Mendirikan Bangunan b. Jika badan hukum Blanko permohonan hak yang telah diisi pemohonharus dilampiri: 1. Surat penunjukan dari Menteri (Sesuai PP No. 38 tahun 1963 tentang penunjukan Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah) 2. Foto copy Kartu Penduduk 3. Akte pendirian badan hukum (bila berbentuk yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri setempat) 4. Surat pengesahan badan hukum dari Menteri kehakiman Republik Indonesia) 5. Ijin lokasi 6. Surat bukti perolehan tanah 7. Surat Ijin Mendirikan Bangunan Page 45 36 8. Foto copy SPPT-PBB tahun terakhir, serta menunjukan aslinya 9. Rekomendasi surat persetujuan penanaman modal PMDN atau surat pemberitahuan persetujuan Presiden bagi PMA atau surat persetujuan prinsip dari Departemen Teknis bagi non PMA/PMDN 2) Mengenai tanahnya a) data yuridis: sertifikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, akta PPAT, akta pelepasan hak,

putusan pengadilan, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya. b) data fisik: surat ukur, gambar situasi dan IMB. c. Proses Penanganan dan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara Setelah semua berkas permohonan diterima, maka Kepala Kantor Pertanahan memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik, dari pihak pemohon hak atas tanah negara serta memeriksa kelayakan permohonan tersebut untuk dapat atau tidaknya diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam hal tanah yang dimohon belum ada Surat ukurnya, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran guna di terbitkannya gambar situasi bidang tanah yang dimohon. Page 46 37 Apabila semua persyaratan telah dipenuhi semua, kemudian permohonan Hak Milik tersebut diproses oleh panitia A yang terdiri dari: 1. Kepala Seksi Hak-hak Atas Tanah sebagai ketua merangkap anggota. 2. Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah sebagai wakil ketua merangkap anggota. 3. Kepala Seksi Pengaturan Penguasaan Tanah sebagai anggota. 4. Kepala Seksi Penatagunaan Tanah sebagai anggota. 5. Kepala Desa/lurah sebagai anggota. 6. Kepala Subsi Hak-hak Atas Tanah sebagai anggota. Adapun tugas dari Panitia A dalam pemberian hak milik antara lain: 1. Mengadakan penelitian tentang kelengkapan berkas-berkas permohonan. 2. Mengadakan peninjauan dan penelitian fisik secara langsung ke lapangan atas tanah yang dimohon. 3. Meminta keterangan dari pemegang hak atas tanah yang dimohon. 4. Menentukan sesuai atau tidaknya penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). 5. Memberikan pertimbangan hak tersebut yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah. Page 47 38 d. Kewenangan Dalam Pemberian Hak Milik 1. Kewenangan Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi yaitu: a. Pemberian hak milik untuk tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2HA (dua hektar). b. Pemberian hak milik untuk tanah non pertanian yang luasnya diatas 2000 M2 - 5000 M2 (dua meter persegi). 2. Kewenangan Kepala BPN Pusat yaitu:

Pemberian hak milik untuk tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5000 M2. 3. Kewenangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yaitu: a. Pemberian hak milik atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 2 HA (dua hektar). b. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2000 M2, kecuali mengenai tanha bekas Hak Guna Usaha. c. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program: 1) Transmigrasi 2) Redistribusi tanah 3) Konsolidasi tanah Page 48 39 4) Pendaftaran tanah secara massal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik Apabila semua keterangan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada keberatan dari pihak lain, maka dalam hal keputusan pemberian hak milik kewenangannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal, setelah mempertimbangkan pendapat kepala Seksi Hak Atas Tanah atau pejabat yang ditunjuk atau Tim Penelitian Tanah atau Panitia Pemeriksa Tanah A, kemudian Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal menerbitkan Sutar Keputusan pemberian hak milik atas tanah negara yang dimohon dengan kewajiban tertentu. Dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 pasal 103, kewajiban penerima hak atas tanah adalah: 1. Membayar Bea Perolehan hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan uang pemasukan kepada negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2002, Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional. 2. Memelihara tanda-tanda batas Adalah mencegah adanya perselisihan tentang tanda batas tanah pemohon. Page 49 40 3. Menggunakan tanah secara optimal Pemohon harus menggunakan tanah sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. 4. Mencegah kerusakan-kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah Adalah ikut serta dalam mensukseskan program K3 yaitu kebersihan, keindahan dan ketertiban di lingkungan sekitarnya.

5. Menggunakan tanah sesuai kondisi lingkungan hidup. Adalah agar pemohon ikut berpartisipasi dalam pembangunan baik yang ada di lingkungan Desa, Kecamatan, maupun yang ada di tingkat Kabupaten. 2. Hambatan-hambatan Yang di Hadapi Dalam Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal Dalam tata cara pemberian hak milik atas tanah negara terdapat beberapa hambatan antara lain: a. Hambatan yang berasal dari pemohon yaitu: 1. Kurangnya kelengkapan data dari pemohon baik data fisik maupun data yuridis tanahnya. 2. Belum diselesaikannya biaya yang dikenankan untuk pemasukan kas negara. 3. Adanya sengketa dari tanah yang dimohon. b. Hambatan yang berasal dari Kantor Pertanahan yaitu: 1. Menunda-nunda suatu pekerjaan yang ditanganinya. Page 50 41 2. Adanya pungutan-pungutan diluar biaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan berbagai macam alasan. 3. Keteledoran pegawai kantor pertanahan baik dalam pengisian data atau pemasukan data dalam menangani surat berkas permohonan. 3. Solusi-solusi Dari Hambatan Yang Dihadapi Dalam Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara Di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal a. Solusi hambatan yang berasal dari pemohon 1. Kurangnya kelengkapan data dari pemohon baik data fisik maupun data yuridis Untuk kasus ini maka dari pihak Kepala Kantor setelah menerima berkas hendaknya: a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data fisik. b) Mencatat dalam formulir isian. c) Memberikan tanda terima berkas permohonan. d) Memberikan kepada pemohon untuk melengkapi data yuridis atau data fisik melalui surat pemberitahuan. Jika pemohon telah melengkapi data yang dibutuhkan, maka permohonan dapat dilanjutkan sebaliknya bila pemohon belum melengkapinya maka permohonan tersebut dapat ditahan dahulu dan tidak boleh diteruskan, hal ini untuk mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan. Page 51 42 2. Belum diselesaikannya biaya yang dikenankan untuk pemasukan kas Negara Pemohon wajib untuk segera menyelesaikannya agar

permohonannya dapat diproses, karena biaya yang dikenankan tersebut akan diserahkan kepada kas negara. Dari Kantor akan mengajukan rencana anggaran biaya kepada negara, apabila dana sudah keluar maka permohonan tersebut diproses sehingga dapat diterbitkannya sertipikat. 3. Adanya sengketa dari tanah yang dimohon Untuk kasus sengketa yang berkenaan dengan tanah yang dimohon dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dalam hal ini pihak kantor Pertanahan dapat menjadi penengah dan menyarankan agar diselesaikannya sengketa tersebut. Sengketa terjadi apabila ada pihak yang tidak setuju dengan batas tanah yang tidak sesuai dengan yang dimohon. Apabila sengketa dapat di selesaikan maka permohonan tersebut diproses untuk selanjutnya diterbitkan sertipikat. b. Solusi hambatan yang berasal dari Kantor Pertanahan 1. Menunda-nunda suatu pekerjaan yang ditanganinya Untuk kasus ini biasanya dilakukan oleh pegawai-pegawai yang malas atau kurang disiplin. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan dari pegawai yang senang meremehkan tugas dan tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat. Cara mengatasinya yaitu dengan Page 52 43 memberikan sanksi yang berupa teguran baik secara lisan maupun tulisan, diberhentikan sementara atau diskors dan dapat juga diberhentikan atau dipecat selamanya karena tidak bisa lagi dipertahankan. Pemberian sanksi ini bertujuan agar mereka jera dan mempunyai semangat untuk dapat maju dengan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut. 2. Adanya pungutan-pungutan di luar biaya yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Dengan berbagai macam alasan pegawai atau petugas yang menangani proyek misalnya pengukuran sampai jadinya gambar ukur, mereka minta bayaran tambahan agar dalam pembuatan gambar tersebut segera diselesaikan. Tindakan ini berhubungan dengan mental dari pegawai itu sendiri. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pembinanaan-pembinaan baik pembinaan mental maupun bimbingan dan pengarahan dari para pemuka agama, pimpinan atau pusat kepada pegawai pertanahan agar tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak citra dari Kantor Pertanahan. 3. Keteledoran pegawai kantor pertanahan baik dalam pengisian data atau pemasukan data dalam menangani surat berkas permohonan Keteledoran pegawai kantor pertanahan dapat dicegah dengan berhati-hati dalam menangani berkas permohonan, jika masih terjadi dan tidak ada unsur kesengajaan maka dilakukan ralat tetapi jika ada Page 53

44 unsur kesengajaan maka akan dikenakan sangsi pada pegawai yang bersangkutan. Page 54 45 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Tata cara pemberian hak milik atas tanah Negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal secara umum diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Tegal Nomor 9 Tahun 1999, sedangkan pelimpahan kewenangan pemberian hak milik atas tanah negara diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999. 2. Tata cara pemberian hak milik atas tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal melalui beberapa tahap yaitu mulai dari mengajukan syaratsyarat permohonan hak milik sampai pada proses penerbitan Surat Keputusan pemberian hak milik serta memenuhi kewajiban dari penerima hak milik tersebut. 3. Hambatan yang dihadapi dalam pemberian hak milik atas tanah negara di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal adalah kurangnya kelengkapan data dari pemohon baik data fisik maupun yuridis tanah, belum diselesaikannya biaya yang dikenakan untuk pemasukan kas negara serta masihadanya sengketa dari tanah yang dimohon.

Konflik agraris di Labuhanbatu menjadi cerita yang masih terus dibahas dan dibincangkan. Sebab, permasalahan pertanahan takjarang mengakibatkan terjadinya konflik berkepanjangan. Bahkan, takjarang pula mengakibatkan terjadinya konflik fisik yang samasama menimbulkan kerugian dikedua belah pihak berseteru. Pun demikian, tidaksedikit pula persoalan itu yang dapat terselesaikan secara kekeluargaan. Meski banyak juga yang mesti diselesaikan dengan menempuh jalaur hukum.

Salahsatu contoh sengketa tanah yang perlu untuk disoroti dan menjadi sample dalam penyelesaian sengketa tanah lainnya di lapangan yang memakai pola musyawarah adalah Sengketa lahan yang selama ini terjadi sejak sekitar tahun 2000 antara PT Perkebunan Nusantara 3 (KMSTN) Kebun Marbau Selatan dengan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Cinta Damai. Lokasi konfliknya selama ini terletak di Dusun Suka Maju Desa Marbau Selatan Kecamatan Marbau Labuhanbatu. Akhirnya, menuai jalan damai. Syahdan, lahan yang sebelumnya telah ditanami dengan tanaman karet oleh pihak PTPN3 Kebun Marbau Selatan sejak tahun 1970 an ini, selanjutnya ditahun 1998 telah ditanam ulang (TU). Pada dekade tahun 2000-an, lahan tersebut diklaim warga sebagai lahan masyarakat. Sejak itu pulalah, semua kegiatan yang menyangkut dengan tanaman dan perawatan karet tersebut terhenti dari pihak PTPN3 Kebun Marbau Selatan. Mengingat lahan tersebut telah diduduki oleh warga masyarakat. Dan, pada lahan tersebut telah didirikan rumah-rumah warga seperti layaknya perkampungan masyarakat, dengan tidak mengganggu tanaman utamanya. Perjuangan panjang yang cukup melelahkan antara kedua belah pihak yang bertikai, akhirnya menuai jalan terang dengan diadakannya musyawarah antara PTPN3 Kebun Marbau Selatan dengan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Cinta Damai yang dilakukan, Kamis (6/3) di ruang kantor PTPN3 KMSTN. Pertemuan itu sebenarnya merupakan prakarsa dari IrSumarno Agus Setiawan Manager Kebun KMSTN. Selanjutnya, mendapat dukungan seluruh staf / karyawan, yang merupakan orang pertama di PTPN3 yang mampu untuk menyatukan beberapa kesepakatan antara fihak kebun dan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Cinta Damai yang telah menduduki lahan tersebut. Sementara dari perwakilan masyarakat Kelompok Tani Cinta Damai, diwakili oleh Sadi Cs yang didampingi lima rekannya. Dalam penjelasnya, masalah ini adalah masalah nasional bukan masalah intern didalam atau lainnya. Sadi Cs tetap pada pendiriannya agar masyalah tanah tersebut diselesaikan melalui jalur hukum, sesuai dengan hukum yang berlaku di negara kita Republik Indonesia (RI). Manager Kebun PTPN3 KMSTN Ir Sumarno Agus Setiawan, mengharapkan agar tanaman karet yang sejak lama ditanam tersebut dapat diambil produksinya (dideres) oleh kebun.Mengingat tanaman karet yang sudah ditanam diatas lahan sengketa itu sudah layak untuk dideres dan kondisinya sampai saat ini terlantar. Diawali dari pertemuan di lokasi lahan yang disengketakan, antara Manager bersama staf dan kelompok Sadi Cs, turut juga dihadiri Muspika Kecamatan Marbau, diantaranya Drs H Darwin Yusma Camat Marbau, AKP R Sihombing dari Kepolisian setempat, Kapten Infantri Asep Danramil dan R Harahap Ketua Polmas Marbau. Dalam pertemuan itu, meski belum membuahkan hasil dan kesepakatan yang dapat mengikat antara kedua belah pihak, disebabkan masih adanya terjadi tarik menarik kepentingan antara pihak perusahaan maupun warga.

Maka, oleh karenanya, atas nama Muspika Kecamatan Marbau, dalam hal ini Drs H Darwin Yusma selaku Camat, menyarankan agar kedua belah pihak dapat duduk bersama merundingkannya untuk saling memberi solusi terbaiknya. Beranjak dari saran itu, akhirnya pihak perusahaan dan kelompok tani, sepakat untuk duduk bersama dalam hal menyatukan tekad. Sehingga, dapat membuahkan beberapa kesepakatan diantara dua belah pihak. Setidaknya, dalam pertemuan kali itu, didapat titik terang yang saling menguntungkan.

Adapun kesepakatan tersebut adalah, penggambaran dan penyadapan dilakukan Kelompok Tani, Upah penderes sesuai standart harga buruh harian lepas (BHL) Kebun Marbau Selatan, Seluruh produksi di setor kepada perusahaan, Pengamanan produksi dilaksanakan bersama petani dan perusahaan. Sementara itu, untuk Perawatan dilaksanakan oleh petani dibawah pengawasan supervisi kebun. Pernyataan ini segera didukung dengan data-data pribadi berupa photo copy KTP, serta tanda tangan yang bersangkutan.

Rabu, 24 September 2008 Pengantar Pada 24 September 2008 ini, kaum tani Indonesia kembali memeringati Hari Tani Nasional ke-48. Peringatan ini dilaksanakan sebagai upaya mengingatkan kembali masyarakat, khususnya pemerintah Republik Indonesia (RI) yang saat ini dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla atas suatu tanggungjawab konstitusional yakni melaksanakan reforma agraria sejati yang merupakan amanat paling esensial dari UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA No. 5 tahun 1960). Peringatan tahun ini dilaksanakan pada saat kaum tani dan seluruh rakyat Indonesia sesungguhnya belum terbebas dari belenggu penjajahan baru dan dominasi kekuasaan sisasisa feodalisme yang bercokol luas di hampir seluruh penjuru tanah air. Belenggu penindasan dan penghisapan yang kian brutal ini telah menyebabkan Rakyat dan Bangsa Indonesia terjerumus dalam krisis ekonomi yang kian memburuk dan penuh kekerasan. Kaum tani, khususnya tani miskin dan buruh tani, yang merupakan komposisi terbesar dari 25 juta keluarga tani menjadi pihak yang paling menderita akibat cara produksi lama feodalisme yang terbelakang dan dominasi kontrol perusahaan-perusahaan monopoli atas tanah, bibit, obat-obatan, dan berbagai sarana produksi pertanian lainnya. Penindasan dan kesengsaraan kaum tani semakin berlipat manakala produksi pertanian komoditi menjadi sasaran spekulasi dan penipuan para pedagang perantara yang pada akhirnya menggerus habis pendapatan kaum tani. Liberalisasi impor komoditi panganyang menyebabkan membanjirnya produk-produk pangan imporyang diikuti dengan promosi pertanian skala besar dalam bentuk

perkebunan-perkebunan, persawahan besar, dan pertanian-pertanian korporasi yang dipaksakan pemerintah SBY-JK untuk meningkatkan ketersediaan pangan dalam negeri juga turut menyingkirkan jutaan kaum tani dari lahan-lahan garapannya. Membuang mereka ke dalam kubangan kaum-kaum tersingkir baik di perkotaan maupun pedesaan. Penderitaan yang sangat kronis dialami kaum tani, dalam berbagai bentuk; seperti ketiadaan lahan (landlessness), ketergantungan pada bibit-bibit dan obat-obatan komodiri, pupuk-

Page 2
2 pupuk kimia, dan system produksi yang tidak mengingdahkan keberlanjutan produksi pangan menjadi faktor-faktor yang menyebabkan Indonesia tidak memiliki kedaulatan pangan. Suatu keadaan yang sesungguhnya ironi bagi sebuah negeri yang menyatakan diri sebagai negeri agraris. Krisis umum imperialisme Persoalan-persoalan umum kaum tani Indonesia sesungguhnya terkait erat dengan krisis umum dalam tubuh kapitalisme monopoli internasional. Persoalan ini berbasis pada krisis overproduksi komodititermasuk komoditi pertaniandalam skala dunia sebagai buah dari monopoli dan anjloknya daya beli masyarakat dunia. Pada saat ini, krisis overproduksi telah berada pada tingkat yang paling buruk. Indikasi dari hal ini ditandai dengan beberapa kondisi. Salah satunya melalui buntunya perundingan WTO; yang mana kontradiksi antara kelompok negara-negara anggota telah semakin tajam dan kian tidak bisa terdamaikan. Kegagalan perundingan Putaran Doha WTO pada tahun ini sesungguhnya merupakan pengulangan dari kegagalan perundingan WTO pada tahun 2006 dengan kualitas permasalahan yang jauh lebih pelik. Upaya imperialisme Amerika Serikat dan Uni Eropa serta negara-negara maju untuk memaksa negara-negara berkembang membuka pasar pertaniannya berhadapan dengan benteng protes-protes rakyat, khususnya kaum tani, di berbagai belahan dunia. Bentengbenteng yang dibangun melalui aksi-aksi rakyat inilah yang memaksa pemerintah dari negara-negara berkembang untuk tidak dengan mudah menyepakati keinginan negaranegara maju. Aksi-aksi rakyat menentang perundingan WTO kian menemukan basisnya ketika dunia dikejutkan oleh krisis akibat inflasi harga komoditi-komoditi pangan penting. Krisis akibat inflasi harga pangan dunia ini ternyata semakin mengonsentrasikan keuntungankeuntungan perdagangan pertanian ke perusahaan-perusahaan monopoli produsen benih, pupuk, obat-obatan, dan perusahaan-perusahaan distributor pangan dunia seperti Monsanto, Cargill, Bayer, DuPont, dan lain-lain. Pesan utama dari kegagalan ini adalah bahwa pasar bebas yang dipaksakan melalui WTO ternyata tidak hanya menghancurkan system produksi pangan negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, melainkan telah pula gagal menjamin hak atas pangan bagi mayoritas penduduk dunia. Di tengah melorotnya legitimasi WTO, inisiatif SBY untuk mengaktifkan kembali perundingan WTO sesungguhnya tidak memiliki dasar dan semata-mata hanya mempertontonkan karakter aslinya sebagai rejim komprador pro-imperialisme. Krisis umum imperialisme juga mengambil bentuk dalam krisis energy, khususnya bahanbakar minyak berbasis fosil (fossil fuel). Krisis energi dunia telah memunculkan secara lebih vulgar sifat-sifat reaksioner imperialisme Amerika Serikat serta kakitangannya di berbagai negeri. Karakter ini terlihat dari meluasnya areal perang agresi imperialisme AS yang mulai menjalar ke berbagai penjuru dunia, khususnya di Asia. Karakter ini terlihat pula dari kebijakan SBY-JK dan rejim-rejim boneka imperialis di berbagai negeri yang menaikkan harga BBM dan memukul setiap gerakan rakyat yang berusaha menolak kebijakan antirakyat tersebut.

Page 3

3 Imperialisme bersikukuh dengan pernyataan bahwa krisis energy adalah fenomena alamiah akibat berkurangnya cadangan energy dunia. Namun, gejolak harga minyak yang fluktuatif sebagaimana terjadi saat ini menunjukkan bahwa krisis harga tidak semata-mata disebabkan oleh dinamika penawaran dan permintaan global. Dengan demikian, masalah utama yang menyebabkan adanya krisis energy adalah monopoli dalam produksi dan distribusi, serta spekulasi harga di pasar dunia. Lahan-lahan pertanian di negara-negara dunia ketiga hendak dijadikan alas untuk melampiaskan kebobrokkan system monopoli perdagangan energy dunia. Atas nama pemanasan global dan program pembaruan energy, jutaan hektar lahan yang sebagian berasal dari hutan-hutan tropis telah dihabisi untuk ditanami tanaman-tanaman penghasil energy (energy crops), baik dalam bentuk bioethanol maupun biodiesel. Amerika Serikat dan Uni Eropa menjadi promotor utama yang mendanai dan sekaligus mendorong pelipatgandaan lahan pembangunan perkebunan-perkebunan skala besar tanaman energy (agrofuel). Di Indonesia, tidak kurang 6 juta hektar telah ditanami tanaman kelapa sawit dengan produksi CP yang mencapai 46% dan menguasai 47% pasar CPO dunia. Jumlah ini akan bertambah menjadi 20 juta hektar lahan di masa-masa yang akan datang. Seluruh lahanlahan tersebut berasal dari hutan tropis dan areal pertanian skala kecil yang dirampas perusahaan-perusahaan perkebunan komprador yang beroperasi di Indonesia. Secara formal, SBY-JK hendak menjadikan program ini sebagai bagian untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biofuel di dunia. Selain untuk memenuhi pasar Eropa, program ini ditujukan untuk mendukung program mandatory biofuel untuk industry di Indonesia. Akan tetapi biofuel dan pemanasan global hanya dijadikan isapan jempol untuk membungkus keadaan yang sebenarnya. Insentif kebijakan yang diberikan rejim SBY-JK sesungguhnya hanyalah upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai bemper krisis ekonomi global. SBY-JK bertaruh untuk merengkuh peluang investasi asing langsung dunia di tengah gejolak finansial dunia penuh spekulasi dan ketidakpastian. Sebagaimana diketahui, di tengah krisis finansial dan ekonomi dunia yang meledak pada tahun ini, kecenderungan investasi mengarah pada sektor-sektor produksi bahan baku seperti perkebunan dan pertambangan. Tidak heran bila saham-saham dari perusahaanperusahaan perkebunan dan pertambangan menjadi saham-saham unggulan untuk menarik investasi. Namun mayoritas dana yang masuk ke sektor-sektor tersebut merupakan saham-saham jangka pendek dapat sewaktu-waktu hilang ketika trend perdagangan saham mengalami perubahan. Akibat hal ini, sebagian perusahaan berusaha menjaga nilai sahamnya dengan meningkatkan produksi dan pendapatan, yang secara riil diaktualisasikan dengan pencaplokkan perkebunan-perkebunan yang lebih kecil, pembabatan hutan, atau perampasan-perampasan lahan pertanian milik petani-petani produsen pangan skala kecil. Dengan demikian, trend investasi jangka pendek yang fluktuatif menyebabkan ekspansi perkebunan menjadi tidak lebih dari bentuk-bentuk spekulasi. Contoh dari hal ini terlihat ketika beberapa perkebunan besar tidak berhasil memenuhi target penanaman yang direncanakan akibat minimnya dana yang operasional. Contoh lain dari bentuk spekulasi akibat kecenderungan investasi ini diperlihatkan dalam kasus Asian Agri, di mana perusahaan tersebut terbukti telah melakukan penyelewengan pajak untuk menjaga marjin keuntungan pada level yang tinggi sehingga menarik bagi investasi meskipun merugikan rakyat dan negara.

Page 4
4 Politik Pangan dan Pertanian SBY-JK menyebabkan Ketiadaan-lahan dan Kelaparan karena Kemiskinan Pada awal kekuasaannya, rejim SBY-JK adalah klik yang secara vulgar mengeksploitasi

keadaan ekonomi kaum tani sebagai materi kampanye yang digembar-gemborkan. SBY sendiri, menjelang pemilihan presiden 2004, diangkat sebagai Doktor di bidang pertanian oleh sebuah perguruan tinggi ternama Indonesia, yakni Institute Pertanian Bogor (IPB). Pada tahun pertama kekuasaannya, SBY-JK meluncurkan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan atau biasa disingkat dengan sebutan Revitalisasi Pertanian dengan ambisi mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negeri agraris. Tidak hanya itu, pada tahun 2006, SBY-JK meluncurkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang digodok oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat. SBY-JK hendak membangun citra sebagai pemimpin yang berpihak kepada nasib kaum tani. Akan tetapi, kecanggihan politik SBY-JK tidak mampu menipu kaum tani. Program revitalisasi pertanian yang dicanangkan SBY-JK secara konseptual tidak memiliki landasan yang bisa disimpulkan sebagai bentuk-bentuk pembelaan terhadap kaum tani. Tumpuan program pada peningkatan produksi pertanian, dengan orientasi pasar dan mekanisasi pertanian tanpa perombakkan dalam struktur hubungan produksi sisa-sisa feodalisme di pedesaan dalam bentuk monopoli lahan, praktik sewa dan peribaan, serta keterbelakangan sarana produksi pertanian, menyebabkan revitalisasi pertanian tidak lebih dari revolusi hijau dengan bungkus baru. Sejak dicanangkan sampai saat ini, program revitalisasi pertanian tidak pernah memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Bukti konkret dari hal ini terlihat ketika hingga saat ini, Indonesia masih terjerat dalam ketergantungan impor pangan yang cukup besar. Efek ekonomi atas keadaan ini pun tidak kalah besar karena senantiasa memaksa Indonesia untuk menyediakan cadangan dana yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Tidak hanya itu, gejolak harga beberapa komoditi pangan penting seperti beras, minyak goreng, gula, dan kedelai juga masih belum menemukan solusi yang tepat dan terarah. Aksi bakar kebun dari petani tebu di Jawa Timur yang menolak program impor gula rafinasi dan protes petani padi di Desa Grabag Purworejo menunjukkan kenyataan bahwa secara politik, kebijakan pertanian SBY-JK semakin tidak berbasis pada pengakuan dan perlindungan hak bagi kaum tani. Aksi protes petani tebu di Jawa Timur menunjukkan bahwa skema inti-plasma dalam pertanian skala besar yang dirintis Orde Baru dan masih dipertahankan SBY-JK sesungguhnya tidak memihak pada penghidupan kaum tani. Demikian pula dengan skema corporate farming yang dikembangkan SBY-JK melalui perusahaan milik staf kepresidenan Heru Lelono melalui PT Sinar Harapan Indogroup produsen benih padi Supertoy HL-II yang justru memberikan harapan hampa bagi kaum tani produsen padi di Purworejo dan sebagian daerah di Jawa Timur. Kerugian-kerugian kaum tani skala kecil akibat kesalahan politik SBY-JK sesungguhnya merupakan penyumbang terbesar atas hilangnya akses kaum tani atas lahannya. Kerugiankerugian tersebut umumnya menyebabkan semakin terpuruknya kaum tani dalam jeratan utang dan peribaan yang kian buruk. Hilangnya akses kaum tani atas lahan adalah penyebab utama derasnya arus konversi lahan pertanian pangan menjadi lahan peruntukkan nonpertanian pangan. Hal ini tentu saja akan menyebabkan berkurangnya kemampuan Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan nasionalnya. Kembali lagi, jeratan impor pangan akan semakin besar dan fluktuasi harga akan kian tidak terkendali akibat monopoli, penimbunan, dan spekulasi. Khususnya terkait dengan fenomena padi Supertoy HL-2, kasus ini sesungguhnya erat dengan program konservasi lahan pertanian yang tengah diupayakan SBY-JK melalui RUU

Page 5
5 Pertanian Abadi yang digodok Departemen Pertanian RI. Program ini sesungguhnya akan mempromosikan pertanian pangan skala besar, salah-satunya persawahan besar, yang dikelola oleh korporasi-korporasi benih seperti PT SHI. Penggunaan benih-benih padi unggul seperti Supertoy HK-2 adalah salah satu bentuk

upaya untuk melipatgandakan hasil produksi di tengah menyempitnya lahan pertanian, khususnya pertanian pangan. Selain supertoy HL-2, program sejenis juga hendak dibangun SBY-JK di sektor tanaman kedelai skala besar yang rencananya akan dibangun di Kalimantan Tengah. Program ini untuk menggenjot produksi komoditi tersebut, khususnya ketika pasokan kedelai dunia dialokasikan untuk bahan-baku biofuel. Dengan kasus supertoy HL-2, bisa disimpulkan bahwa program menggenjot produktivitas pertanian itu telah gagal total. Promosi pertanian skala besar tentu saja membutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang juga besar. Tidak heran bila pada saat ini, rejim SBY-JK gemar menggalang dukungan finansial dari berbagai sumber untuk membangun bendungan-bendungan dan proyekproyek irigasi skala besar, seperti waduk Jatigede, Sumedang Jawa Barat, dan waduk-waduk lain di Indonesia. Promosi bendungan-bendungan besar juga dilakukan untuk mengatasi kelangkaan sumber air yang sebagian besar telah diprivatisasi dan dikomersialisasikan oleh perusahaan-perusahaan air-minum kemasan. Namun tidak sedikit dari proyek-proyek bendungan skala besar itu yang justru dengan rakus melahap areal pertanian pangan yang subur dan produktif seperti wilayah Jatigede, Sumedang, Jawa Barat. Selain itu, tidak sedikit pula waduk-waduk, bendungan-bendungan besar, yang mengalami kekeringan akibat turunnya debit air sebagai akibat dari berkurangnya areal resapan karena penggundulan atau konversi areal hutan. SBY-JK bermaksud mengompensasi seluruh kerugian tersebut dengan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Program yang dilihat oleh sementara kalangantermasuk oleh salah satu LSM yang dulunya penyokong kampanye pembaruan agrariasebagai celah sempit untuk melaksanakan land-reform di Indonesia sesungguhnya penuh dengan tipudaya dan tidak lebih dari land-reform palsu, land-reform berorientasi pasar, sebagaimana dikehendaki oleh Bank Dunia (WB) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) yang merupakan peralatan politik milik musuh rakyat di seluruh dunia dan Asia. Program yang diluncurkan tahun 2006 dan sempat tersendat akibat kisruhnya masalah birokrasi pertanahan Indonesia ini, rencananya akan direalisasikan pada tahun ini dalam bentuk sertifikasi hak milik di Jawa bagian Selatan. Namun program ini tidak ada artinya, selain karena merupakan land-reform palsu yang penuh tipu-daya, juga karena dilaksanakan di tengah arus keadaan sosial yang secara umum mendorong konsentrasi kepemilikan dan penguasaan lahan. Data kekerasan, penagkapan dan pengkriminalan petani misalkan menunjukkan peningkatan dan terus menerus terjadi, menurut data dari Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) selaku organisasi tani dalam kurun waktu periode Januari- Juli2008 telah terjadi 12 kasus konflik agraria dalam skala besar di Indonesia seperti yang terjadi di Banyuwangi, Malang, Bojonegoro, Wonosobo, Banyumas, Jogjakarta, Garut, Bogor, Sumatera Utara serta Kalimantan Barat dan dari sejumlah wilayah tersebut tidak kurang dari 66 orang anggotanya di tangkap, dikriminalkan dan ditahan di sel tahanan, belum lagi yang mengalami tindak kekerasan dan intimidasi serta bermacam bentuk teror lainnya. Muara dari seluruh kebijakan-kebijakan salah-kaprah SBY-JK adalah kemiskinan yang kian kronis. Kemiskinan yang melahirkan kejadian-kejadian miris yang menyakitkan, seperti yang tergambar dalam kasus tewasnya 21 perempuan miskin pada saat pembagian zakat di Pasuruan, Jawa Timur. Kemiskinan yang memaksa rakyat miskin di kota-kota besar makan

Page 6
6 makanan yang berasal dari tumpukkan sampah sisa makanan orang-orang kaya. Kemiskinan yang menyebabkan balita-balita mengalami kekurangan gizi. Kemiskinan yang menjadi endemi berbagai jenis penyakit yang kian menyusahkan rakyat. Reforma Agraria Sejati, Agenda Mendesak Kembali kami mengingatkan bahwa reforma agraria adalah kesimpulan umum yang semakin tegas pada saat ini. Reforma agraria adalah jawaban utama untuk mengatasi

masalah-masalah besar yang dialami bangsa Indonesia. Reforma agraria pun pada akhirnya tidak hanya berbicara tentang peningkatan taraf hidup kaum tani dan upaya-upaya praktis untuk mengangkat kaum tani dari masalah kemiskinan. Lebih dari itu, reforma agraria akan memberikan fondasi yang paling stabil untuk pembangunan secara menyeluruh menuju terbentuknya sebuah bangsa yang berdaulat secara ekonomi, politik, dan kebudayaan. Secara ekonomi, kemiskinan dan kesengsaraan masyarakat pedesaan yang terkungkung dalam relasi produksi yang berwatak feodalistik menjadi legitimasi historis yang semakin memperkukuh kemendesakkan reforma agraria. Secara politik, naiknya gerakan massa kaum tani di berbagai penjuru negeri dan tinggi kekerasan bersenjata dalam sengketa-sengketa agraria di Indonesia memberikan basis politik yang konkret untuk pelaksanaan reforma agraria. Reforma agraria secara hakiki merupakan program peningkatan kesejahteraan di kalangan kaum tani yang dilakukan secara bersenimbangunan. Program tersebut dimulai perombakan struktur agraria guna membuka dan memperkuat akses petani, khususnya petani miskin dan buruh tani (gurem) terhadap lahan pertanian yang merupakan sarana produksi utamanya sampai pada penataan produksi dan pengkoperasian hasil pertanian. Perombakan tersebut dilakukan dengan cara; pertama, melakukan pembatasan atau pencabutan hak milik yang monopolistik atas lahan dan mendistribusikannya secara adil kepada petani miskin dan buruh tani. Kedua, melakukan penurunan biaya sewa tanah dan mendorong peningkatan upah buruh tani dengan cara menetapkan sistem bagi hasil yang adil dan peningkatan upah kerja yang sesuai dengan hasil kerja buruh tani. Kedua cara tersebut secara esensial akan membawa dampak pada perubahan hubungan produksi di pedesaan. Dengan perombakan tersebut, akan terjadi keseimbangan antara partisipasi dan distribusi hasil produksi. Pihak-pihak yang sebelumnya memperoleh bagian terbesar hasil produksi namun dengan partisipasi dalam bentuk kerja yang paling minimum, akan dipaksa untuk menerima bagian sesuai dengan partisipasinya dalam kegiatan produksi di pedesaan. Sebab, dengan adanya perombakan struktur agraria, alas hak yang sebelumnya digunakan untuk memonopoli hasil produksi sudah tidak lagi eksis. Program reforma agraria tidak hanya sebatas perombakan struktur agraria dan distribusi adil terhadap kaum tani. Program reforma agraria harus segera dilanjutkan dengan upaya penataan produksi berupa kolektivisasi pertanian dan pembentukkan koperasi-koperasi pertanian untuk membentuk pola kerja pertanian yang lebih efisien dan terarah. Pada upaya ini, kaum tani diorganisasikan dalam unit-unit produksi yang ditentukan berdasarkan kepentingan ekonomi dan politik kaum tani. Sedangkan dibentuknya koperasi-koperasi pertanian dimaksudkan untuk memberikan landasan yang konkret untuk menopang kolektivisasi pertanian.

Page 7
7 Selain itu, kolektivisasi dan pembentukkan koperasi pertanian juga ditujukan untuk mengikis watak klas produsen skala kecil yang tersisa serta membentuk semangat kerja bersama berdasarkan prinsip-prinsip kerja bersama di kalangan kaum tani. Pada tahap inilah diperkenalkan teknologi-teknologi pertanian dengan mengutamakan teknologiteknologi yang berbasis pada pengetahuan dasar kaum tani. Maksud dari pengenalan teknologi ini adalah untuk merangsang tumbuhnya kekuatan produktif kaum tani agar secara dialektik dapat memberikan landasan yang lebih obyektif untuk peningkatan kesejahteraan kaum tani. Reforma agraria memiliki tiga tujuan besar yang satu dengan lainnya tidak terpisahkan. Pertama, aspek ekonomi untuk meningkatkan kemampuan ekonomi kaum tani di pedesaan. Hal ini, sebagaimana tertera di atas, merupakan implikasi langsung yang hendak dicapai melalui pelaksanaan reforma agraria. Perombakan struktur agraria pada gilirannya akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat untuk menggarap lahan dan

akan menciptakan keadilan dalam distribusi hasil pertanian. Dengan demikian, kedaulatan pangan akan tercipta secara lebih konkret dan masalah-masalah sosial seperti penyakit, kelaparan, gizi buruk, dan lain-lain akan lebih mudah diatasi. Menguatnya posisi politik kaum tani merupakan tujuan kedua yang dicapai setelah terjadinya perubahan relasi produksi di pedesaan. Perombakan struktur monopolistik atas tanah akan menjadi basis yang kokoh untuk terciptanya demokratisasi di pedesaan. Demokratisasi di pedesaan akan memberi jalan yang lebih lapang bagi terselenggaranya kehidupan demokratis di segala bidang. Pasalnya, penghambaan dan hubungan paternalistik yang dilembagakan oleh hubungan produksi setengah feodalisme sebagai penghambat utama demokratisasi tidak lagi memiliki sandaran material yang konkret. Ketiga, perubahan pada wilayah politik akan membawa dampak pada perkembangan kehidupan kebudayaan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menggiring pada perubahan kesadaran di kalangan masyarakat. Dalam pengertian ini, perombakan struktur hubungan produksi feodalisme memberikan dorongan bagi perubahan cara kerja yang pada gilirannya akan mengubah kesadaran kerja di kalangan kaum tani. Keterbukaan yang dihasilkan melalui perombakan sistem setengah-feodal yang disertai dengan meningkatnya kemampuan ekonomi dan politik di kalangan kaum tani akan menjadi basis yang menerbitkan kebudayaan baru masyarakat Indonesia yang lebih terbuka dan demokratis. UUPA 1960 telah memberikan landasan untuk penataan struktur agraria yang demokratis dan berkeadilan serta memberi jalan bagi pelaksanaan land reform di Indonesia. Landasan tersebut tertera dalam beberapa tujuan yang secara implisit maupun eksplisit tertuang dalam UUPA 1960. Menurut Mr Sadjarwo, yang menjabat Menteri Agraria pada dekade 1960-an, pemberlakuan UUPA 1960 bertujuan untuk; 1. Mengadakan pembagian yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, agar ada pembagian hasil yang adil pula. Usaha ini diselenggarakan dengan mengadakan batas-batas maksimum penguasaan tanah orang lain dan dengan melaksanakan prinsip tanah untuk tani. 2. mengakui hak milik tanah sebagai hak yang terkuat dan terpenuh yang berfungsi sosial. 3. memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi rakyat tani untuk mencapai taraf penghidupan yang lebih tinggi dan layak. 4. memperkembangkan usaha rakyat yang berbentuk koperasi pertanian dan mempertinggi produksi nasional dan pendapatan nasional. 5. mengakhiri sistem-sistem tuan tanah dan lain-lain sistem pemerasan seperti; a. penghapusan tanah-tanah partikelir (swasta). b. Meniadakan groot-grondbezit yang terang merugikan kepentingan rakyat. c. Meniadakan usaha-usaha pertanian yang bersifat monopoli.

Page 8
8 d. Mencegah adanya akumulasi tanah di satu tangan di satu pihak dan di lain pihak menjaga rakyat tani tidak menjerumus ke arah pauperisme atau kemiskinan yang fatal 6. UUPA nomor 5 tahun 1960 meletakkan dasar-dasar baru untuk mengubah struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi yang berdasarkan perkembangan industri dan agraris yang seimbang dan dengan demikian diletakkan juga salah satu sendi bagi masyarakat sosialis Indonesia.1 Dalam konteks itulah, UUPA 1960 telah secara maksimum memberikan landasan yang lebih konkret untuk dilaksanakannya reforma agraria sejati. Landasan itu berupa perintah dan kewajiban politik yang secara tegas kepada pemerintah yang berkuasa untuk secara aktif melakukan perombakan struktur agraria guna memberi jalan yang lebih lapang untuk pelaksanaan reforma agraria. Berdasarkan landasan ini, sudah semestinya pemerintah membentuk infrastruktur khusus untuk melaksanakan reforma agraria dan mengerahkan aparaturnya untuk melaksanakan reforma agraria sejati dengan berpayung pada UUPA

1960. Kemudian sebagai penjabaran UUPA, diterbitkan UU No.56 Prp tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian Sementara, sebagai pelaksanaan UU ini diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.224 tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Bahkan juga disususn UU Pengadilan Land Reform serta dibentuk Lembaga Pengadilan Land Reform untuk menyelesaikan berbagai sengketa pertanahan yang muncul. Namun demikian, semenjak digantikannya pemerintahan Soekarno oleh Rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Almarhum Jendral Suharto, UUPA No.5 Tahun 1960 hanya ditempatkan sebagai produk hukum formalitas semata. Di satu sisi UU tersebut tetap dipertahankan, akan tetapi disisi yang lain diterbitkan pula berbagai peraturan perundangan lainnya yang juga mengatur soal-soal agraria dan secara prinsipil bertentangan dengannya, seperti UU No.1 tahun 1967 tentang PMA, UU No.41 Tahun 1999 tentang pokok-pokok Kehutanan, UU No.18 tahun 2004 tentang perkebunan, Perpres No.36 tahun 2005 jo Perpres 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, UU Penanaman Modal No.25 tahun 2007, dll. Dengan demikian, rezim Orde Baru dan setelahnya, secara keseluruhan justru menempuh kebijakan agraria yang bertentangan dengan semangat yang terkandung dalam UUPA No.5 Tahun 1960 tersebut. Implementasi land reform berdasar UUPA yang sempat dijalankan oleh Pemerintahan Soekarno di hentikan dan digantikan oleh strategi pembangunan pertanian maupun pembangunan di sektor agraria pada umumnya dengan menempatkan kepentingan pertumbuhan ekonomi yang pro pada pasar, investasi asing serta terintegrasi secara bertahap dengan sistem kapitalisme monopoli internasional. Tidak hanya konsekuensi tersebut yang harus diterima oleh negara dan rakyat Indonesia, namun sistem sisa-sisa feodalisme yang sudah lama mencengkeram kehidupan sosial-ekonomi kaum tani maupun masyarakat pedesaaan tidak dapat dihapuskan. Sistem tersebut justru menjadi fondasi sosial bagi kapitalisme monopoli internasional dalam melangsungkan monopoli atas sumber-sumber agraria yang ada. Karenanya, dari waktu ke waktu, gejala monopoli atas sumber-sumber agraria semakin menunjukkan peningkatan secara significant. Akibatnya, berbagai tindak perampasan tanah rakyat yang disertai dengan serangkaian tindak kekerasan ataupun tindakan-tindakan yang mencerminkan anti demokrasi terhadap kaum tani semakin merajalela bak wabah yang mengancam perkembangan kekuatan produktif kaum tani. Monopoli sumber-sumber agraria melalui berbagai konsesi yang
Simak sambutan Menteri Agraria Mr. Sadjarwo dalam Mr. R. Soedargo. 1962. PerundangUndangan Agraria Indonesia. Bandung. NV Eresco.
1

Page 9
9 diberikan oleh Pemerintah RI pada zaman Orde Baru maupun Pemerintahan SBY-Jk saat ini, semakin mendesak dan mengucilkan pertanian perseorangan skala kecil. Lahan-lahan pertanian perseorangan skala kecil yang ada secara vulgar digantikan oleh perkebunan skala besar melalui pemberian Hak Guna Usaha (HGU), penetapan-penetapan kawasan hutan produksi melalui Hak Pengusahaan Hutan (HPH), kontrak karya pertambangan, pembangunan infrastruktur (bandara, PLTA, jalan tol, dll) serta berbagai sarana-prasarana militer. Oleh karenanya, sengketa agraria antara kaum tani dan rakyat secara keseluruhan dengan pemerintah dan swasta yang menjalankan monopoli atas sumber-sumber agaria dalam setiap periodenya mengalami peningkatan secara tajam. Dalam hal ini, tentu saja rakyat dan kaum tani merupakan pihak yang paling dirugikan serta menaggung beban atas situasi agraria yang berlangsung. Sementara, upaya-upaya dari kaum tani maupun rakyat secara keseluruhan untuk melindungi, mempertahankan serta mendapatkan hak atas tanah bagi penghidupannya seperti yang termaktub dalam UUPA No.5 tahun 1960 ataupun peraturan

penjabarannya yang lain selalu terhenti dan tidak menemukan solusi praktisnya. Dikalahkannya kepentingan kaum tani maupun masyarakat pedesaan pada umumnya, utamanya hak atas tanah sangat terkait secara erat dengan watak maupun orientasi dari sistem politik dan sistem ekonomi yang dikembangkan oleh pemerintahan pada masa Orde Baru maupun pemerintahan SBY-JK saat ini. Dimana pada periode tersebut, seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa karakter dari pemerintahan yang ada sepenuhnya tunduk dan menyerap berbagai konsepsi pembangunan sistem globalisasi-neoliberal (imperialisme dunia) dan dengan sangat baik memelihara sistem sisa-sisa feodalisme untuk menopang eksploitasi sumber-sumber agraria yang ada demi super profit yang terus diakumulasikan. Sementara disisi yang lain, jika timbul sengketa agraria akibat kebijakan yang ditempuh tersebut, meski UUPA No.5 tahun 1960 masih berlaku, akan tetapi secara praktis Undangundang tersebut tidak ditempatkan sebagai rujuan utama dalam penyelesaian sengketa yang ada. Bahkan, UU Pengadilan land reform dan lembaga pengadilan land reform yang sebelumnya merupakan lembaga yang dapat menjamin penyelesaian secara tuntas atas perkara-perkara yang ada telah dicabut dan dibubarkan. Demikiajn juga dengan kepanitiaan land reform yang pernah dibentuk pada masa Pemerintahan Soekarno saat itu, telah dibubarkan pada tahun 1970-an. Oleh karenanya, pada saat ini, jika timbul sengketa agraria antara rakyat dengan pihak pemerintah maupun pihak swasta sudah tidak ada lagi lembaga yang dapat dijadikan tempat rujukan dalam penyelesaian secara adil serta berpihak pada kepentingan kaum tani.. Disamping soal-soal tersebut di atas, kerumitan-kerumitan pada sejumlah kewenangan dari lembaga pemerintahaan, baik antar departemenen-departemen yang terkait maupun kewenangan antara pemerintahan pusat dan daerah menjadi kendala tersendiri dalam menyelesaikan sengketa agraria secara efekttif dan efisien. Berbagai perubahan pada tata pemerintahan maupun perubahan pada tata urutan perundangan serta terbitnya berbagai kebijakan yang mengatur sumber-sumber agraria di luar UUPA No.5 tahun 1960, semenjak rezim Orde Baru hingga pemerintahan SBY-JK saat ini turut memberi andil memicu keruwetan-keruwetan yang telah ada. Beberapa produk kebijakan yang dimaksud diantaranya, UU No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Akibat dari perubahanperubahan inilah kewenangan dalam hal meyelesaikan sengketa agraria yang timbul menjadi sangat rancu dan tidak jelas, baik antar departemen terkait maupun antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Tahun Penentuan Perjuangan

Page 10
10 Pada tahun ini, duet SBY-JK telah memasuki periode satu tahun terakhir masa kekuasaannya. Meski masih mendapatkan sokongan luas dari kalangan negara-negara imperialis, khususnya OECD dan G8, namun tetap saja, duet tersebut harus melampaui proses seleksi politik dalam pemilu 2009 untuk bisa memperpanjang kekuasaannya di periode 2009-2014. Oleh karenanya, sebagaimana sering diulas oleh media massa, periode ini merupakan periode kampanye, ketika SBY-JK akan dengan leluasa memanfaatkan kekuasaannya untuk menyebar berbagai program yang intinya hendak menjerat rakyat agar kembali memilihnya menjadi presiden dan wakil presiden. Pada tahun ini, kontradiksi antara SBY-JK dengan klik-klik lainnya akan memuncak meski kecil kemungkinannya untuk mengambil bentukbentuk yang brutal. Seluruh energy, baik dari kubu SBY-JK maupun kubu lawan-lawan politik dan kontestan pemilu lainnya akan diarahkan untuk menggaet suara dan opini rakyat. Bagi gerakan rakyat, khususnya gerakan kaum tani Indonesia, periode ini merupakan periode penentuan, periode puncak kampanye untuk mendesakkan tuntutan-tuntutan politiknya kepada duet SBY-JK. Tahun ini pun merupakan tahun evaluasi total untuk membongkar secara menyeluruh kinerja SBY-JK di bidang pertanian, agraria, serta

penegakkan dan perlindungan hak-hak kaum tani Indonesia. Berdasarkan eksaminasi politik yang terpapar dalam sub-judul sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa secara secara esensial seluruh program politik SBY-JK, khususnya di sektor pertanian pangan justru semakin melabrak tuntutan kaum tani mengenai hak atas tanah melalui implementasi land-reform sejati. Perjuangan menuntut implementasi landreform sejati masih belum berakhir. Kaum tani dan Rakyat Indonesia masih harus menyatukan gerak melawan arus penindasan yang kian intensif untuk menegakkan kedaulatan dan menjalankan land-reform di seluruh bumi Indonesia serta menghentikkan laju kekuasaan SBY-JK. Agenda-Agenda Mendesak Di bawah kesimpulan umum tentang mendesaknya pelaksanaan reforma agraria sejati, terdapat beberapa agenda mendesak kembali dituntut kepada Pemerintah SBY-JK. Agendaagenda tersebut terkait dengan pemenuhan kepentingan-kepentingan aktual kaum tani sebagai upaya penciptaan prasyarat-prasyarat pelaksanaan reforma agraria sejati. Agendaagenda yang tertuang di bawah ini adalah ujian atas komitmen pemerintah dalam agenda reforma agraria sejati. Agenda-tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, menghentikan dan menyelesaikan berbagai konflik dan sengketa agraria yang terjadi saat ini dengan mengembalikan seluruh lahan sengketa kepada kaum tani dan melegalisasi hak kaum tani atas tanah-tanah terlantar atau sengketa yang sudah diduduki atau digarap oleh kaum tani. Upaya penyelesaian ini harus dinyatakan secara tertulis yang mengikat semua pihak, khususnya pihak-pihak yang terlibat dalam kasus-kasus sengketa, serta secara konsisten dijalankan dan ditegakkan oleh seluruh jajaran pemerintah tanpa kecuali. Kedua, menuntut pembebasan seluruh kaum tani yang ditahan, dikriminalisasi, dan dipenjara akibat terlibat dalam gerakan menuntut pelaksanaan land-reform sejati di seluruh Indonesia.

Page 11
11 Ketiga, memberikan jaminan perlindungan atas kepentingan ekonomi kaum tani untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan kaum tani. Jaminan dan perlindungan tersebut berbentuk program-programkredit murah, perbaikan irigasi, subsidi pupuk, pembatasan impor produk pangan, dan bantuan sarana dan prasarana produksi lainnyayang disusun secara integral berdasarkan kepentingan-kepentingan pokok kaum tani. Keempat, memberikan jaminan dan perlindungan atas kepentingan politik kaum tani dalam bentuk kebebasan kaum tani untuk berserikat, berkumpul, dan menyuarakan kepentingannya secara bersama-sama di muka umum tanpa intimidasi, teror, atau bentukbentuk represi dan kekerasan lain terhadap gerakan kaum tani. Kelima, melaksanakan UUPA 1960 secara konsekuen dengan cara melakukan perombakan struktur kepemilikan sumber-sumber agraria yang timpang serta menghapuskan segala bentuk kepemilikan sumber-sumber agraria yang bersifat monopoli. Selain itu, menciptakan harmonisasi kebijakan di sektor agraria dengan secara prinsipil dan konkret berpijak kepada karakter pokok UUPA 1960 sebagai payung hukum UU Agraria guna memberikan landasan yang lebih kokoh bagi pelaksanaan reforma agraria sejati di Indonesia.## Jakarta, 24 September 2008 Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA)/Front Perjuangan Rakyat (FPR)

You might also like