You are on page 1of 35

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penyakit infeksi jamur paru atau yang disebut dengan mikosis paru selama

ini masih merupakan penyakit yang relatif jarang dibicarakan. Akan tetapi akhir-akhir ini perhatian terhadap penyakit ini semakin meningkat dan kejadian infeksi jamur paru semakin sering dilaporkan.1 Hal ini mungkin akibat dari meningkatnya kesadaran dan usaha penemuan infeksi jamur dengan berbagai cara menggunakan teknik yang tepat, bertambahnya kecepatan tumbuh jamur sebagai akibat cara pengobatan modern, terutama penggunaan antibiotik, berspektrum luas, atau kombinasi dari berbagai antibiotik, penggunaan kortikosteroid dan obat imunosuppressif lainnya serta penggunaan sitostatika, terdapatnya faktor predisposisi yaitu penyakit kronik yang berat termasuk penyakit kegananasan, dengan meningkatnya umur harapan hidup akan meningkatkan insiden penyakit jamur paru, mobilitas dari manusia tinggi sehingga kemungkinan memasuki daerah endemis fungi patogen semakin tinggi. Walaupun masih relatif jarang bila dibandingkan dengan infeksi bakterial atau virus, infeksi jamur paru penting karena dapat diobati dan keterlambatan pengobatan dapat berakibat fatal.8 Permasalahannya ialah bahwa baik gambaran klinik maupun radiologik penderita mikosis paru tidak khas. Jamur paru sering tidak lekas didiagnosa secara dini. Pasien baru tertegakkan diagnosanya sebagai penderita jamur paru dalam keadaan sudah lanjut atau terlambat, sehingga pengobatan sering tidak berhasil. Infeksi jamur paru dapat sebagai infeksi primer maupun sekunder. Timbulnya infeksi sekunder pada paru disebabkan terdapatnya kelainan atau kerusakan jaringan paru seperti pada TB paru berupa kavitas, bronkiectasis, destroyed lung dan sebagainya Gejala umum infeksi jamur paru sama dengan infeksi mikroba lainnya, antara lain batuk-batuk, batuk darah, banyak dahak, sesak, demam, nyeri dada dan bisa juga tanpa gejala. Oleh karena infeksi jamur paru sering menyertai penyakit lain dan tidak ada gejala yang khas sehingga infeksi jamur paru sering
1

tidak terdiagnosa, sehingga pengobatan terhadap infeksi jamur paru sering terlambat diberikan.
1.2

Tujuan Penulisan mengenai gambaran radiologinya.

1. Mengetahui dan memahami penyakit infeksi jamur pada paru, terutama

2. Memenuhi sebagian syarat penilaian pada stase Radiologi RSUD

Dr.Moewardi Solo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Definisi dan Etiologi Ada 3 pembagian utama jamur, yaitu: 1. Infeksi jamur superfisial (superfisial mycoses), menyerang kulit dan selaput mukosa (pityriasis versicolor, dermatophytosis, superficial candidosis). 2. Infeksi jamur subkutan (subcutaneus mycoses), menyerang jaringan subkutan dan struktur sekitarnya termasuk kulit dan tulang (mycetoma, chromomycosis, sporotricosis). 3. Infeksi jamur sistemik (sistemic mycoses), menyerang jaringan organ di dalam tubuh (deep viscera). Infeksi jamur sistemik adalah infeksi jamur yang menyerang organ dalam misalnya paru, hati, limpa, traktus gastrointestinal dan menyebar lewat aliran darah atau getah bening. Penyakit jamur paru, termasuk kelompok infeksi jamur sistemik. Dapat disebabkan oleh 2 kelompok jamur, yaitu:8

1. Jamur patogen sistematik Jamur ini dapat menginovasi dan berkembang pada jaringan host normal tanpa adanya predisposisi. Jumlahnya lebih sedikit Infeksi jamur patogen sistemik pada paru yang sering terjadi adalah:

Histoplasmosis, disebabkan Histoplasma capsulatum. Koksidioidornikosis, disebabkan oleh Coccidioides immitis. Parakoksidioidornikosis, disebabkan oleh Paracoccidioides brasiliensis.
18,23

Blastomikosis, disebabkan oleh Blastomyces dermatitidis. Kriptokokosis, disebabkan oleh Cryptococcus neoformans.

2. Jamur Oportunistik Organisme Oportunistik artinya dalam keadaan normal sifatnya non patogen tetapi dapat berubah menjadi patogen bila keadaan tubuh melemah, dimana mekanisme pertahanan tubuh terganggu. lnfeksi jamur oportunistik temyata lebih sering terjadi dibandingkan infeksi jamur patogen sistemik. lnfeksi ini umumnya terjadi pada penderita defisiensi sistem pertahanan tubuh atau pasien-pasien dengan keadaan umum yang lempah patient.4 lnfeksi jamur paru oportunistik yang sering terjadi adalah: 1. Kandidiasis paru. 2. Aspergilosis paru. 2.2 Epidemiologi Meskipun beberapa jamur cenderung untuk berada atau tumbuh pada suatu daerah geografis tertentu, seperti misalnya di Inggris jamur yang paling banyak dijumpai ialah aspergillus, kandida, actinomyces dan cryptococcus. Demikian pula jamur-jamur seperti histoplasma, coccidioides dan blastomyces distribusinya secara geografis amat terbatas, namun transportasi yang semakin lancar dan arus perpindahan penduduk yang makin cepat menyebabkan inteksi jamur yang tadinya langka disesuatu daerah menjadi tidak langka lagi, dan ini berarti resiko terinfeksi jamur bagi mereka yang berkecimpung dalam pekerjaan di laboratorium akan semakin meningkat pula.8 Kecuali aktinomikosis dan kandidiasis, penyakit jamur paru umumnya terjadi akibat menghirup spora jamur. Hampir seluruh jamur merupakan organisme yang hidup di atas tanah (soil)8 Beberapa dari jamur tersebut untuk pertumbuhannya memerlukan kondisi-kondisi khusus. Pada umumnya jamur memilih hidup dan tumbuh di daerah yang basah atau lembab. H capsulatum dan B dermatitides misalnya suka hidup di rawa-rawa dekat sungai-sungai, sedangkan H. capsulatum dan Cryptococcus neoformans tumbuh subur pada tanah yang telah terkontaminasi kotoran burung ataupun kotoran kelelawar (seperti di gua-gua yang banyak kelelawarnya). Satu-satunya

jamur yang memilih hidup subur di tanah yang padat dan kering ialah Coccidioides immitis. Berbeda dengan kebanyakan jamur pada umumnya, maka Kandida dan actinomyces hidup komensal di dalam rongga pipi (buccal cavity) manusia. Infeksi pada paru oleh kedua jenis jamur ini hanya terjadi apabila daya tahan tubuh menurun. Oleh adanya kedua jamur tersebut yang hidup komensal di rongga mulut, maka seseorang yang sputumnya akan diambil untuk atau sebagai spesimen bagi pemeriksaan jamur, diharuskan berkumur-kumur beberapa kali dengan air bersih sebelum sputumnya diambil.5 Sesuatu yang unik namun menarik perhatian ialah bahwa meskipun spora jamur mudah menyebar kemana-mana, namun sangat jarang terjadi penularan penyakit jamur paru dari seseorang ke orang lain. Satu-satunya yang pernah dilaporkan ialah epidemi koksidioidomikosis yang mengenai 6 kasus dan diduga terjadinya melalui penularan orang ke orang.5 Tidak terdeteksinya adanya penularan pada jamur paru boleh jadi karena penyakit ini rnemberi gambaran subklinis artinya dengan gejala yang tidak khas dan tak menonjol. Baik Actinomyces israeli dan Candida albicans masing-masing menyebabkan candidiasis dan actinomycosis. Sebagaimana telah dikemukakan keduanya bersifat parasitik yang obligatoir dan mengadakan simbiose dengan tuan rumahnya sampai suatu saat terjadi atau terdapat faktor-faktor predisposisi tertentu terutama proses-proses devitalisasi (mendapat terapi antibiotika, atau steroid atau radiomimetik jangka panjang, ataupun menderita penyakit-penyakit kronis berat). Pada keadaan-keadaan tersebut mekanisme pertahanan tubuh yang dalam keadaan normal mampu mengontrol pertumbuhan dan patogenitas jamur menjadi berkurang; dan dalam hal seperti ini jamur candida yang tadinya bersifat saprofit menjadi patogen, dan terjadilah suatu infeksi opportunistik.8,26 Telah dibuktikan adanya antibodi terhadap C albicans dalam darah manusia sejak usia 6-8 bulan dan bahwa faktor atau antibodi tersebut menurun pada keadaan menderita leukemi akut, stadium akhir leukemi kronik, retikulosis maligna; multiple myeloma dan mieiosis oritremik. Spora dari jamur-jamur yang menyebabkan histoplasmosis, coccidioidomycesis, kriptokokosis dan aspergilosis dihasilkan di permukaan

tanah (soil) terbawa dan tersebar kemana-mana oleh angin, lalu terhirup manusia dan menimbulkan infeksi. Hingga saat ini hanya 2 jenis jamur yang menimbulkan infeksi paru yang tidak dijumpai hidup diatas permukaan tanah, yaitu Blastomyces dermatitidis dan Paracoccidioides brasiliensis. Distribusi geografis jamur Coccidioides imitis dibatasi oleh kondisi iklim. lnfeksi oleh jamur ini biasa dijumpai di Amerika Serikat bagian Barat Daya, Mexico dan Venezuela, yaitu daerah-daerah yang kering, sebab sebagaimana dikemukakan diatas tadi jamur ini suka hidup di permukaan tanah yang padat dan kering. Penderita infeksi jamur ini banyak dari suku-suku Indian Amerika yang diam di daerah-daerah tersebut.8 Sebagaimana juga telah disebutkan Histoplasma capsulatum dan Cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang tercemar kotoran burung atau kelelawar. Histoplasma capsulatum menimbulkan penyakit infeksi jamur dengan gejala mirip influenzae pada penyelidik-penyelidik di Venezuela dan Afrika Selatan sehingga disebut juga dengan penyakit "Cave disease". Diperlukan masa bertahun tahun sejak seseorang terinfeksi dengan jamur Histoplasma capsulatum sampai terjadinya penyakit muncul dengan gejala klinis yang jelas.5 Kriptokokosis atau penyakit yang disebut infeksi jamur cryptococus neoformans terjadi bila seseorang termakan buah-buahan atau terminum susu yang telah tercemari atau terkontaminasi dengan kotoran burung yang mengandung jamur tersebut. Mastitis pada lembu bisa pula akibat infeksi jamur Cryptoccus neoformans, sehingga terminum susu lembu yang mengidap mastitis bisa pula mengundang infeksi jamur tersebut. 2.3. Insidensi lnsidensi atau kejadian infeksi jamur paru belum diketahui secara pasti. Yang jelas ialah bahwa kejadian infeksi jamur di paru semakin sering dengan makin meningkatnya penggunaan jangka panjang berbagai antibiotika. kortikosteroid, radiomimetik. Infeksi Candida albicans secara lokal seperti di mulut, esotagus, usus dan vagina nampak makin sering, sedangkan kandidiasis sistemik relatif masih jarang.8

Aktinomikosis

bisa

dijumpai

di

banyak

negara,

namun

sejak

diketemukannya penisilin penyakit ini makin jarang, terutama aktinomikosis yang kronis dengan pembentukan sinus-sinus, sudah semakin langka. Di daerah-daerah endemik koksidioidomikosis, hampir 100% populasi terinfeksi, namun hanya sekitar 25% yang memperlihatkan gejala klinis, dan sebagian besar hanya berupa mirip influensa saja dan hanya 0,2% menunjukkan histoplasmosis sistemik. Aspergillus fumigatus telah dilaporkan dijumpai pada sekitar 10% penderita dengan bronkhitis dan pada persentasi yang lebih banyak lagi dijumpai pada penderita asma. Jamur ini merupakan kontaminan yang sering dilaboratoriumlaboratorium, sehingga bila jamur ini berhasil di isolir dari suatu spesimen belum berarti bahwa jamur ini memang sebagai penyebab suatu penyakit atau kelainan, namun bila dijumpai kultur berulang-ulang tetap hasilnya positif, maka hal ini suatu sugestif, dan memang bukti-bukti menyatakan bahwa Aspergilosis bronkopulmonal lebih sering dari yang diperkirakan sebelumnya. Angka kekerapan mikosis paru di dunia dan di Indonesia belum diketahui secara pasti. Walaupun infeksi jamur lokal seperti pada mulut, esofagus, usus dan vagina cukup sering, namun yang bersifat sistemik termasuk di paru tidak sebanyak itu. Begitu pula, walaupun pada daerah endemik infeksi oleh koksidioidomikosis dapat mencapai 100%, tapi yang sakit secara klinik mungkin hanya 20%.8,27 Masalah lain adalah karena sulitnya mendiagnosis mikosis paru. Sediaan apus sputum, biakan jamur, pemeriksaan histologik paru dan uji serologikpun kadang hasilnya membingungkan. Dan penyakit-penyakit infeksi jamur paru tersebut yang banyak diketemukan di Indonesia adalah Kandidiasis paru, namun belum diketahui berapa besar prevalensinya.8 Namun demikian adanya kecenderungan peningkatan beberapa penyakit jamur paru akibat berbagai situasi di Indonesia harus diantisipasi berdasarkan hal-hal sebagai berikut:6 1. Masih tingginya kekerapan TB paru yang dengan obat anti TB dapat disembuhkan namun sering meninggalkan lesi sisa seperti kavitas, bronkiektasis,"destroyed lung" dsb.

2. Penggunaan steroid sistemik dan aerosol yang merupakan pengobatan utama pada penderita asma dapat menimbulkan infeksi jamur sekunder. 3. Masih tingginya kekerapan bronkiektasis yang sering mendapat terapi antibiotika berulang. 4. Meningkatnya kasus kanker paru akhir-akhir ini disertai penurunan daya tahan tubuh memudahkan tumbuhnya jamur. 5. Keadaan-keadaan "immunocompromized" akibat penyakit lain, meningkatkan resiko infeksi jamur sistemik atau lokal di paru. Aspergilosis primer sangat jarang ditemukan, yang banyak ditemukan adalah Aspergilosis sekunder akibat adanya kelainan pada paru seperti TB paru, bronkiektasis, asma bronkial, PPOM, asbestosis, kanker paru, kelainan sistemik seperti leukemia, anemia plastik, DM,AIDS, transplantasi organ.2 Di Indonesia data angka kejadian penyakit jamur paru belum ada hanya beberapa laporan mengenai infeksi jamur paru telah dilaporkan. Namun demikian adanya kecenderungan peningkatan kekerapan penyakit jamur paru akibat berbagai situasi di Indonesia harus diantisipasi berdasarkan masih tingginya kekerapan TB paru yang dengan obat anti tuberkulosa dapat disembuhkan namun meninggalkan lesi sisa seperti kavitas, bronkiektasis, destroyed lung, dan sebagainya. Suryatenggara dan kawan-kawan melaporkan hasil penelitian pemeriksaan jamur pada bilasan bronkus di Bagian Paru RS HUSADA Jakarta tahun 1994/1995 mendapatkan 30 penderita (45%) dengan jamur positif dari 66 penderita yang diperiksa ke arab penyakit jamur. Dari 30 penderita yang positip jamur terdiri dari Candida sp 27, Aspergillus fumigatus 2 dan Aspergillus sp 1 penderita Suryatenggara dan kawan-kawan juga telah melakukan penelitian retrospektif di UPF Paru RSVP Persahabatan Jakarta pada 28 penderita penyakit paru yang dicurigai kemungkinan menderita infeksi jamur paru. Diteliti kebelakang mulai tahun 1994 sampai Januari 1993 , penderita yang dilakukan pemeriksaan jamur baik pemeriksaan sputum, bilasan bronkus, biopsi, hasil reseksi maupun pemeriksaan serologis darah dll,didapatkan hasil 23 penderita. (82,1 %) positif jamur. Kebanyakan yang positif adalah penderita dengan TB paru, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif lagi. Hal ini

disebabkan adanya kerusakan jaringan paru atau saluran nafas akibat penyakit tuberkulosisnya hingga memudarkan terjadinya infeksi sekunder dengan jamur.6 Azhar Tanjung dkk selama 3 tahun ( 1980 -1983 ) melakukan penelitian jamur pada dahak penderita, dari 131 bahan dahak telah dapat diisolasi 95 (72,51%) biakan. Frekwensi terbanyak adalah Candida sp ( 40,45% ) diikuti berturut turut oleh Aspergillus sp (19,84%), Zygomycetes (6,87%), Nocardi sp (2,29%), Geotrichum sp (1,52% )dan lain-lain 1,55%.9 Terjadinya infeksi sekunder dengan jamur akan menimbulkan keluhan yang mirip gejala klinis TB paru sehingga walaupun masa pengobatan TB sudah selesai masih ada keraguan untuk menghentikan pengobatan, yang menyebabkan pengobatan TB menjadi berkepanjangan. Hal ini tentunya dapat dihindari bila infeksi jamur paru terdiagnosa dan diberikan pengobatan. Diagnosis penyakit jamur biasanya diduga dari gambaran klinis dan lesi-lesi yang terjadi. Diagnosa pasti hanya dapat ditegakkan secara laboratoris dengan menemukan jamur penyebab penyakit pada lesi atau eksudat yang berasal dari penderita. Untuk pembiakan jamur membutuhkan waktu 1-5 minggu. 2.4 Patogenesis Mikosis Paru Seluruh infeksi jamur dari jenis apapun pada umumnya menimbulkan aneka ragam reaksi keradangan, yang dalam hal ini bisa dijumpai hiperplasia epitel, granuloma histiositik, arteritis trombotik, campuran reaksi radang piogenik dan granulomatous, granuloma pengkejuan, fibrosis dan kalsifikasis. Hampir dapat dikatakan bahwa jamur apapun bila menginfeksi baik diparu atau pada jaringan manapun didalam tubuh menimbulkan gambaran granuloma yang secara patologik sulit dibedakan dengan granuloma yang terjadi pada TBC ataupun sarkoidosis. Meskipun dikemukakan bahwa diagnosa patologik ditegakkan dengan isolasi organisme jamur dari jaringan yang terlibat, namun ini masih mempunyai problem yaitu bahwa beberapa jamur seperti H Capsulatum, Sporothricum Schenkii, Torulapsis glabrata, Blastomyces clan Coccidioides mempunyai sel-sel berbentuk mirip ragi (Yeast like cells) yang secara histologik sukar dibedakan satu dengan lainnya. Diagnosa pasti dengan demikian memerlukan pemeriksaan kultur (biakan) dan pemeriksaan serologik.

lnfeksi jamur paru ternyata lebih sering disebabkan oleh infeksi jamur oportunistik kandidia dan aspergilus. Sebagai infeksi oportunistik jamur ini terdapat dimana-mana dan sering menginfeksi pada penderita dengan pemakaian obat antibiotik secara luas atau dalam jangka waktu yang cukup lama, kortikosteroit, disamping munculnya faktor predisposisi seperti penyakit kronis dan penyakit keganasan. Timbulnya infeksi skunder pada jamur paru disebabkan terdapatnya kelainan paru seperti kavitas tuberkulosa, bronkiektasis, krasinomabronkus yang sering menurunkan daya tahan tubuh. Jamur kandida albikans merupakan flora normal dalam rongga mulut, saluran cerna dan vagina pada individu normal dan dapat menginvasi penderita dengan imunokompromi atau keadaan netropenia yang lama. Koloni akan meningkat pada penderita dengan mendapat pengobatan antibiotika secara luas yang menekan flora normal dan penyakit yang menimbulkan defek anatomi maupun defek imunologi. Kandidiasis paru dapat disebabkan oleh invasi langsung infeksi pada bronkopulmoner atau terjadi secara endogen karena jamur telah ada dalam tubuh penderita terutama di usus, selanjutnya mengadakan invasi ke alat-alat dalam diseluruh tubuh melalaui aliran darah. Perkembangan penyakit kandidiasis ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara patogenisitas internal organisme tersebut dan mekanisme pertahanan pejamu. Mekanisme pertahanan pejamu yang berperan adalah imun dan non Imun. Faktor imun yang berperan dalam pertahanan terhadap jamur yaitu respon imun humoral dan seluler. Faktor imun seluler diperkirakan mempunyai peranan yang lebih penting. Bukti-bukti ini didapat dari pengalaman pada kandidiasis mukokutaneus kronik dan infeksi HIV, adanya defek imunitas selurer tersebut menyebabkan kandidiasis superfisialis yang luas, walaupun sistem imunitas humoral normal. Faktor non imun yang berperan antara lain interaksi dengan flora-flora mikrobial lain pada kulit dan mukosa yang merupakan efek protektif terhadap

10

pertumbuhan patogen jamur oportunistik, sekresi saliva dan keringat merupakan anti fungal alamiah. Pada penderita TB Paru dengan defek anatomi paru disertai pemberian obat anti tuberkulosa dalam waktu lama yang akan menekan flora normal sehingga pertumbuhan jamur oportunistik tidak terhambat. Penyakit granulomatous kronik juga merupakan predisposisi terhadap aspergilosi invasif paru. Terinhalasi spora jamur aspergilus dalam jumlah banyak dapat menimbulkan peneunitis akut, divus dan dapat sembuh dengan sendirinya. Aspergilus dapat membentuk kolonisasi pada bronkus dan kavitas paru dengan latar belakang penyakit TB. Paru. Bola jamur bisa terdapat pada rongga kista atau kavitas yang disebut aspergiloma, biasanya terdapat pada logus atas paru dengan diameter beberapa sentimeter dan dapat terlihat pada foto dada.
2.5

Penyakit-Penyakit Mikosis Paru & Gambaran radiologis Beberapa keadaan yang mempredisposisi terjadinya kandidiasis sistemik menurut Winner dan Hurley ialah kehamilan, trauma lokal seperti bekas bekas garukan akibat alergi pada kulit, berbagai gangguan endokrin (DM, Adison Disease, hipoparatiroid, hipotiroid), pancreatitis, malnutrisi, malabsorbsi, penggunaan antibiotika dan steroid yang lama, kelainan kelainan darah (leukimia, anemia plastik, agranulusitosis), berbagai penyakit keganasan dan paska bedah.8 Kandida albikans merupakan species kandida yang paling sering menyebabkan kandidiasis pada manusia, baik kandidiasis superfisialis maupun sistemik. Pada media agar khusus akan terlihat struktur hyphae, pseudohypae dan ragi. Kandida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita yang lemah atau sistem imunnya tertekan. 4 Kandida albikan merupakan flora normal rongga mulut, saluran cerna dan vagina pada individu normal dan hanya menginvasi penderita dengan imunokompromise atau kedaaan netropenia yang lama. Koloni meningkat pada penderita yang mendapat pengobatan antibiotika yang berspektrum luas, dan

2.5.1 Kandidiasis

11

pada penderita diabetes melitus. Kandida albikans merupakan species yang paling sering menginfeksi manusia yaitu sekitar 75%.2 Pada pasien yang menderita sesuatu penyakit yang berat dan kronis pernah dilaporkan terjadi pneuomouni akibat Kandida albikans. Dalam garis besarnya kandidiasis paru terdiri dari dua bentuk yaitu Kandidiasis bronkial dan Kandidiasis paru.8 Pada kandidiasis bronkial dinding mukosa bronkus tampak diselaputi oleh plak plak sama seperti yang menutupi mukosa mulut dan tenggorokan pada Kandidiasis mulut dan Kandidiasis tenggorokan. Pasien mengeluh batuk batuk keras, dahak sedikit dan mengental dan berwarna seperti susu. didalam dahak bisa dijumpai Kandida albikans namun perlu diingat bahwa Kandida albicans dalam keadaan normal bisa dijumpai sebagai saprofit dirongga mulut dan pipi. Pada sekitar 50% penderita Tb paru bisa dijumpai Kandida albikans dalam dahak mereka, sehingga untuk menetapkan bahwa seseorang menderita Kandidiasis bronkial harus diperiksa dan dijumpai kepositipan organisme ini di dahak secara berulang ulang. Jadi tidak cukup sekali pemeriksaan. Gambaran radiologik foto dada biasanya normal saja, ataupun paling dijumpai pengaburan berupa garis dilapangan tengah dan bawah paru. Pasien yang menderita Kandidiasis paru biasanya tampak lebih sakit, mengeluh demam dengan pernapasan dan nadi yang cepat. Batuk-batuk, hemaptoe, sesak dan nyeri dada. Pada foto dada biasa tampak pengaburan dengan batas tidak jelas terutama dilapangan bawah paru. Bayangan lebih padat atau bahkan efusi pleura bisa juga terjadi/dijumpai pada foto dada. Diagnosa dengan menemukan jamur Kandida di sputum serta kultur yang positip dengan medium agar Sabouraud pada pemeriksaan berulang-ulang. Kandidiasis (moniliasis, kandidosis) yaitu infeksi yang disebabkan oleh jamur kandida baik primer maupun sekunder terhadap penyakit lain yang telah ada (Suprihatin, 1982). Lesi kandidiasis paru secara radiologi umumnya memberikan gambaran berupa bronkopneumonia, tetapi dapat pula memberikan gambaran berupa infiltrat bulat seperti cotton ball, tunggal atau multipel, atau abses paru (Gambar 1 dan 2).

12

Gambar 1. Kandidiasis paru pada penderita dengan gejala radang paru yang tidak sembuh dengan pengobatan yang lazim. Tampak gambaran infiltrat yang bukan gambaran khas untuk kandidiasis.

Gambar 2. Kandidiasis paru sekunder + karsinoma paru

2.5.2 Aspergilosis Aspergillosis jarang sekali mengenai individu yang normal dan sehat. Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang memang sudah sakit parah dan lama (imunocompromised). Penyakit ini disebabkan oleh jamur kontaminan yang terdapat banyak ditumpukan sampah dan jerami. Diketahui ada tujuh spesies yang dapat

13

menginfeksi manusia namun penyebab infeksi paru-paru 90% adalah Asp fumigatus. Gambaran klinis bisa berupa pneumonitis brolootis. Dalam parenkim paru-paru terjadi lesi-lesi granulomatus, yang dapat sembuh dan terjadi kalsifikasi membentuk coin lesion". Sputum biasanya mukopurulen dan kadang-kadang terdapat bercak darah. Penyebaran secara hematogen biasanya keginjal dan organ-organ lain. Aspergilosis paru-paru biasanya adalah suatu secondary disease (superinfection) pada penderita dengan kelainan menahun seperti tuberkulosis, abses paru-paru, bronkiectasis, tumor paru dan kelainan bronkus. Aspergilosis fumigatus terbukti menghasilkan endotoksin yang mampu menghemolisa eritrosit manusia dan hewan. Jamur A fumigatus ternyata memang merupakan yang paling sering menimbulkan aspergilosis pada manusia. Jamur Aspergillus lain yang menyebabkan Aspergillosis pada manusia ialah Aspergillus niger, Aspergillus flavus dan Aspergillus nidulans. Temyata jamur Aspergillus clavatus bisa pula menyebabkan Alveolitis alergika. Aspergilosis fumigatus adalah yang paling sering ditemukan dari adanya kasus aspergilus invasive. Spesies selanjutnya yang sering ditemukan adalah aspergilus flavus, niger dan terreus. Beberapa center melaporkan yang paling sering ditemukan pada kasus aspergilus.

14

Gambar 3 Aspergilosis bronkopulmoner alergi dan plug mukoid pada seorang pria19 tahun dengan disertai asma dan demam intermiten selama 4 tahun, batuk, dan mengi. Sampel darah dan sputum menunjukkan adanya eosinofil, dan aspergilus yang terdapat pada spesimen sputum. Radiografi dada menunjukkan opasitas tebal finger in glove (panah) pada lobus atas kiri Tampak gambaran pasien dengan ABPA finger-in-glove appearance Karena terdapat mucus, hyfa dan debris pada bronchi (anak panah). Biasanya dengan berjalannya waktu akan terjadi bronkiektasis bilateral, setelah itu muncul fibrosis yang hebat dan akan terjadi destruksi.

Gambar 4 Aspergilosis bronkopulmoner alergi dan plug mukus pada wanita 26 tahun dengan riwayat asma dan pneumonia rekuren.
A. Radiografi dada menunjukkan adanya konsolidasi pada paru medial

kanan

15

B. Radiografi berikutnya menunjukkan adanya opasitas pada sebelah

kanan dan suatu opasitas yang baru pada sebelah kiri C. CT Scan resolusi tinggi pada thoraks menunjukkan adanya pneumonia. Dua massa tubuler yang melingkar pada lobus bawah kiri merupakan bronki yang terisi dengan mukus dan debris
D. Follow up CT Scan setelah pengobatan dengan steroid dan antibiotik

menunjukkan adanya plug mukus dan bronkiektasis varikose bilateral ( Shivananda PG, Kumar A, Mohanti LK, 1988). Ada empat jenis Aspergllosis Bronkhopulmonal 1. Allergic Bronkhopulnlonary Aspergillosis (ABPA) Penyakit ini umumnya ditemukan pada penyandang asma bronkhial dan asma pada penderita ini kambuh pada eksaserbasi demam. Aspergillosis proliferasi pada mukus yang pekat dan biasanya intiltrat terlihat pada rota rontgen "Mucous plug" diekspektorasikan dan eosinofili pada darah verner sering dijumpai. Eksaserbasi berulang Aspergillosis alergik secara bertahap akan merusak mukosa bronkhus clan menyebabkan terjadinya bronkiekatasis sekunder. 2. Bola jamur (fungus ball) atau Aspergiloma. Aspergillus dapat tumbuh pada kavitas yang berhubungan dengan saluran nafas. Kavitas ini umumnya merupakan lesi residu sekunder terhadap tuberkulosis, penyakif jamur, karsinoma atau bronkiektasis. Reaksi inflamasi terjadi disekitar kavitas, tapi jamur tidak menginvasinya, Gejala klinis umumnya adalah batuk darah. 3. Aspergilosis Nekrotikans. Bentuk ini adalah bentuk antara Aspergiloma dan Aspergillosis invasif. Infeksi umumnya terjadi pada penderita usia menengah atau perokok lama yang mengalami kerusakan jaringan paru akibat rokok. Jamur tumbuh pada rongga udara yang abnormal dan perlahan-perlahan menginvasi dan merusak paru menyebabkan terjadinya kavitas fibrotik yang biasanya terdapat pada lobus atas. 4. Aspergilosis lnvasif.

16

Aspergilosis dengan bentuk invasif ini sering dijumpai pada penderita dengan gangguan immun dan netropeni merupakan faktor predisposisi yang penting. Spora terinhalasi menyebabkan pneumonia jamur yang dapat menyebar ketempat-tempat yang jauh. Gambaran rontgen dapat berubah secara cepat dari normal menjadi abnormal. lnfiltrat biasanya bilaterlal, berbentuk bulat dan noduler. Area infiltrat ini dengan cepat mengalami kavitasi khususnya jika sumsum tulang pulih dan proses sitotoksit dan hitung lekosit darah tepi meningkat. Batuk darah dapat terjadi pada saat ini. Aspergilosis invasif merupakan penyakit progresif dan kematian akan terjadi dalam waktu 1-3 minggu. Reagresivitas tergantung dari beratnya supresi sistem immun dan mungkin saat dimulainya terapi antifungal. Aspergilosis invasif tidak sering terjadi pada penderita sakit paru yang menggunakan kortikosteroid, tapi harus dipikirkan bila terjadi pneumonia atau kavitas dengan infiltrate.

Gambar 5
A. CT Scan menunjukkan suatu nodul cavitas dengan disertai gambaran

air crescent (Panah)


B. CT Scan dengan pasien dalam posisi tengkurap menunjukkan adanya

gambaran air crescent (panah) bermigrasi sebagai fungus ball yang berpindah ke bagian tersendiri dari kavitas tersebut 5. Misetoma Misetoma adalah perkembangan saprofit dari koloni aspergilus pada kavitas yang terdapat di paru. Dan biasanya pada lobus atas. Kavitas, kista, dan ruang udara lainnya merupakan faktor predisposisi superinfeksi ini (kavitas dari

17

infeksi tuberculosis sebelumnya merupakan ruangan yang tersering terinfeksi). Kasus lainnya yang frekuensinya lebih sedikit adalah kista dan kavitas dari sarcoidosis, infeksi jamur kronis, bronkiektasis, bula, bekast tempat pembedahan sebelumnya seperti lobektomi dan pneumektomi, abses paru, dan kista bronchial. Pasien menderita batuk produktif kronis dan hemoptosis, yang dapat mengancam jiwa. Penebalan pleura kemungkinan menjadi tanda awal pada radiografi dada sebelum perubahan yang tampak lainnya pada suatu kavitas maupun kista. Pada dasarnya, suatu kavitas berisi massa melingkar yang mobile atau seperti bola jamur(gambar 5), namun temuan lain dari superinfeksi aspergilosis meliputi penebalan dinding kavitas atau kista, opasifikasi (gambar 6), atau formasi air fluid level dalam kista. Massa ini kemungkinan ada selama bertahun-tahun dan mengalami perkapuran atau mengeras. Patoligisnya, dindingnya terdiri dari jaringan fibrosa, sel-sel inflamasi dan pembuluh darah berlebihan yang kemungkinan menjadi sumber perdarahan. Anti jamur sistemik dan steroid telah terbukti dapat menghambat perkembangan misetoma. Terapi yang lain termasuk penanaman agen-agen anti jamur intrakavitas, embolisasi arteri bronchial untuk terjadinya perdarahan, dan reseksi bedah untuk kasus hemoptisis rekuren. Kurang lebih 10% dari kasus misetoma dapat sembuh spontan dengan sendirinya.

18

Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8

Gambar 6 Misetoma mobile dalam suatu nodul reumatoid pulmoner kavitasi pada pria 76 tahun dengan disertai artritis reumatoid dan batuk produktif. Sputum menunjukkan hasil positif adanya aspergilus

A. CT Scan menunjukkkan adanya nodul kavitasi dengan gambaran air

crescent (Panah)
B. CT Scan dengan pasien pada posisi tengkurap menunjukkan air

crescent (panah) bermigrasi sebagai fungus ball berpindah ke bagian tersendiri dari kavitas tersebut Gambar 7 Misetoma pada wanita 26 tahun dengan hemoptisis
A. CT Scan menunjukkan fibrosis apikal bilateral dan massa fokal pada

lobus atas kanan. Pada regio tengah bawah merupakan suatu misetoma dalam suatu kavitas yang dikonfirmasikan dengan tindakan reseksi

19

B. Bagian spesimen paru dari kasus yang sama menunjukkan suatu

misetoma yang sebagian menggantung pada dinding kavitas abses Gambar 8 Empyema aspergilus pada pria 50 tahun dengan AIDS dan meningitis cryptococcal. CT Scan menunjukkan efusi pleura kanan dengan penebalan pleura yang berhubungan dengan pneumonia nekrotik (konsolidasi dengan atenuasi rendah tengah). Kultur cairan didapat dari tindakan torakosintesis

20

Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11

Gambar 9 Pencitraan CT axial (a,b) menunjukkan nodul kavitas bilateral dengan gambaran air crescent pada pasien neutropenia 33 tahun dengan leukimia limfoblastik akut. Aspergilosis invasif terdiagnosa pada basis positivitas galactomannan Gambar 10 Pencitraan CT axial menunjukkan nodul kecil pada lobus bawah dan tengah kanan pada pasien neutropenia dengan leukimia limfoblastik akut. Kultur darahnya menunjukkan adanya candida albican Gambar 11 Pencitraan CT axial menunjukkan densitas ground glass bilateral pada lobus atas pada pasien neutropenia perempuan 51 tahun dengan penumonia pneumocystis jiroved

21

2.5.3 HISTOPLASMOSIS. Histoplasma capsulatum yang hidup diatas permukaan tanah (soil) pada daerah daerah geografis tertentu kalau terhirup sporanya akan menyebabkan gangguan pada sistem retikuloendotelial. Muncul dalam 2 bentuk yaitu Histoplasmosis primer yang relatif jinak dan histoplasmosis progresif. Infeksi jamur histoplasma capsulatum bersifat oportunistik sehingga orang orang tua yang sudah lama sakit mudah sekali terkena. Pada anak anak bila terinteksi mudah sekali berkembang kebentuk progresif.8 Histoplasmosis primer selalu tanpa gejala dan selalu diagnosa ditegakkan pada pemeriksaan foto atau uji kulit histoplasmin yang positif. Gambaran radiologi berupa pengaburan yang difus ataupun gambaran miliair dengan hilar limphadenopati. Histoplasmosis primer dengan gejala malaise, anoreksi, sakit dada, demam demam, batuk batuk dan hemoptisis. Keadaan ini bisa menyembuh cepat, bisa pula bertahan berbulan-bulan menyerupai gambaran bronkitis, pneumoni atau Tb kronis. Penyembuhan bisa berakibat seluruh lesi radiologik paru menjadi bersih total ataupun sesekali terjadi kalsifikasi dan fibrosis. 8

Gambar 12. Terlihat densitas milier pada kedua lapang paru dengan cavitas berdinding tipis dengan fluid level.

22

Pada Histoplasmosis progresif akut dijumpai gejala klinis badan yang makin kurus, demam, anemi, lekopeni, hepatosplenomegali serta adanya granuloma mukokutan (selaput lendir dan kulit) dan dimulut. Pada anak-anak baik klinis maupun radiologik amat mirip dengan Tb miliair. Prognosa Histoplasmosis, progresif akut ini pada anak anak selalu jelek meskipun kesembuhan masih mungkin diperoleh.

Gambar 13. Terdapat lesi kecil diffuse dan multiple yang merupakan karakteristik dari histoplasmosis akut yang parah Pada Histoplasmosis progresif kronis gambaran klinis maupun radiologik sangat mirip dengan Tb paru kronis sehingga banyak kasus yang justru disangkakan menderita Tb paru dan dirawat di Rumah sakit Tb di U.S.A. Gambaran kaverne dan fibrosis sangat sering dijumpai. Satu hal yang perlu dicatat ialah Histoplasmosis progresif ini selalu menjadi penyulit dari Tb paru dan sarkoidosis, retikulosis dan leukemia. Sekitar 0,1% penderita Histoplasma berkembang menjadi progresif. Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya organisme dalam sputum secra pulasan salngsung dan dikonfoirmasi dengan kultur. Pemeriksaan inokulasi bahan yang terinfeksi kepada tikus berakibat fatal (bagi tikus percobaan) dengan terjadinya infeksi retikuloendotelial

23

Gambar 14. Terlihat nodul single dari histoplasmosis

Gambar 15. CT scan paru menunjukkan classis snowstrom appereance pada histoplasmosis akut

24

Gambar 16. CT scan dada menunjukkan adanya nodul single pada paru. 2.5.4 KOKSIDIOIDOMIKOSIS Infeksi jamur Coccidioides terjadi akibat menghirup spora jamur ini yang terdapat didebu dengan ukuran 2 x 5 micron. Diparu spora ini dindingnya menebal sehingga ukuran menjadi berdiameter 20-80 micron yang dinamakan dengan sporangis atau spherules. Sporangis ini kemudian berisi endospora yang bila terbebas akan menjadi sporangis yang baru pula dijaringan. Ada 2 bentuk Koksidioidomikosis ini yaitu bentuk primer dan progresif. Koksidioidomikosis paru primer yang terjadi setelah 10-18 hari infeksi pertama dengan jamur ini biasanya tanpa gejala, namun kadang-kadang ada juga dengan gejala yang mirip influensa dan nasoparingitis. Pada sekitar 5% kasus dijumpai eritemanodosum dan eritemamultiforme. 13 Gambaran radiologik foto dada selalu berupa pengaburan berupa kelompokkelompok (Patchy opacities) yang tersebar luas dan selalu disertai bayangan hilar adenopathy yang bilateral. Efusi pleura bisa juga dijumpai.

25

Gambar 17 Gambaran radiografi dari seorang pasien dengan pneumonia komunitas , setelah pemberian azythromycin selama 5 hari dan levofloksasin selama 10hari (ternyata coccidioidomycosis).
(a)

CT scan dada menunjukkan konsolidasi beberapa lesi padat.


(b) (c)CT

scan dada dua hari kemudian menunjukkan perkembangan penyakit.

Hampir semua kasus Koksidioidomikosis primer sembuh tanpa cacat dalam masa 1 2 bulan. Kelainan radiologik bisa bertahan lebih lama dengan gambaran mirip infiltrat Tb paru atau mirip tumor ataupun tuberkuloma pa ru. Hanya sekitar 0,1% kasus dengan Koksidioidomikosis paru primer yang berlanjut menjadi Koksidioidomikosis paru progresif dan ini memakan masa

26

beberapa bulan kemudian setelah infeksi primer. Gejala klinis ialah demam, anoreksia, badan makin kurus serta adanya tanda bronkopneumoni. Progresifitas kearah bentuk miliair akut dan menyebar dapat berakibat fatal dalam 3 bulan. Yang lebih sering perjalanan penyakit menjadi kronis dan terjadilah reaksi granulasi dikulit, tulang dan paru serta kelenjar kelenjar limfe dan meningen ataupun otak. Gambaran radiologi paru berupa pengaburan yang berkumpul(confluent) ataupun tersebar (patchy), bayangan bayangan miliair serta rongga rongga (cavity) berdinding tipis. Diagnosa laboratorium ialah dijumpainya sporangis didahak, aspirasi bronkus ataupun bilasan lambung. Diagnosa cepat, juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan fluorescent antibodies. Uji Coccidioidin (mirip uji Tuberkulin) apabila posistif (umumnya 1 bulan setelah infeksi) menunjukkan infeksi baru atau telah pernah terinfeksi.8 2.5.5.BLASTOMIKOSIS Blastomikosis Amerika Utara disebabkan Blastomyces dermatitides, sedangkan Blastomikosis Amerika Selatan oleh Paracoccidioides brasiliensis. Gejala klinis pada keduanya tidak khas, bisa dijumpai gejala batuk-batuk kronis namun pada Blastomikosis Amerika Utara selalu juga dijumpai gejala mirip pneumoni sub akut dengan demam-demam yang tak seberapa tinggi, sesak dan batuk-batuk dengan sputum yang purulen dan kadang kadang bercampur darah. Gejala nyeri dada dan pleuritis dengan efusi bisa terjadi pada perkembangan selanjutnya dari penyakit ini.

27

Gambar 18. Foto thorax menunjukkan lesi opasitas fokal pada lingula

Gambar 19. Foto thorax: Blastomikosis yang parah

28

Gambar 20. A&B. Terlihat konsolidasi padat yang mencakup lobus kiri bawah dan kavitas

29

Gambar 21. CT scan dada menunjukan adanya opasifikasi berbentuk patch yang padat pada lobus medial kanan dan lobus bawah. Gambaran ini merupakan gambaran paling sering pada kasus blastomycosis. 2.5.6. KRlPTOKOKOSIS (Torulosis) Penyakit ini biasanya suatu infeksi jamur yang oportunistik dan bisa sub akut ataupun kronis pada paru, kulit dan tulang, yang paling disukai ialah otak, dan meningen. Kriptokokosis paru sering asimptomatik, ataupun gejalanya ringan saja seperti mirip flu tapi bisa juga nyeri dada demam dan batuk berdahak campur darah sehingga mirip Tb paru, Gambaran radiologik bervariasi, bisa berupa infiltrat seperti Tb paru ataupun bayangan padat seperti tumor paru.

Gambar 22. Infeksi Kriptococosis pada lobus kanan atas.

30

Gambar 23. (A) Foto thorax (B) CT scan menunjukkan massa soliter pada area paru atas (C) FDG-PET scan menunjukkan akumulasi positif pada massa soliter.

31

Gambar 24. CT scan dada dengan kontras axial pada pasien laki-laki berusia 61 tahun dengan kriptokokosis noduler paru, terlihat adanya lesi noduler bilateral.

BAB III

32

PENUTUP
3.1. Kesimpulan lnsidensi atau kejadian infeksi jamur paru belum diketahui secara pasti. Yang jelas ialah bahwa kejadian infeksi jamur di paru semakin sering dengan makin meningkatnya penggunaan jangka panjang berbagai antibiotika. kortikosteroid, radiomimetik. Sangat sulit untuk menentukan infeksi jamur di paru oleh karena sebagian besar gejalanya mula-mula tidak mencolok dan sering sekali seperti gejala flu biasa atau infeksi paru oleh sebab lain. Permasalahan lain dalam mendiagnosis infeksi oleh jamur yaitu kita harus dapat menentukan apakah jamur tersebut hanya bersifat koloni atau telah terjadi infeksi/patogenik. Timbulnya infeksi skunder pada jamur paru disebabkan terdapatnya kelainan paru seperti kavitas tuberkulosa, bronkiektasis, krasinomabronkus yang sering menurunkan daya tahan tubuh. Pemeriksaan radiologis dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa kasus-kasus mikosis jamur pada paru.

DAFTAR PUSTAKA
33

1. Mangunnegoro H., Suryatenggara W., infeksi nosokomial oleh jamur pada

paru. Dalam: Yunus F., Rasmin M., Hudoyo A. Mulawarman, Swidarmoko B, pulmonologi klinik: Balai penerbit FK UI. Jakarta. 1992; 109-11
2. Edward JE. Invasive candida infection : evolution of a fungal pathogen. N

Eng J med 1991; 324-1060-2 3. Suprihatin SD. Kandida dan kandidiasis pada manusia. Jakarta: Balm Penerbit FKUI, 1982; 3-22
4. Rolston KV, Rodriguez S, Dholakia N, Whimbey E, Raad I. Pulmonary

infections mimicking cancer: a retrospective, threeyear review. Support Care Cancer 1997; 5:90-3. McAdams HP, Rosado de Christenson M, Strollo DC, Patz EF.
5. Pulmonary mucormycosis: radiologic findings in 32 cases. Am J

Roentgenol 1997; 168:1541-8. 11. Jamadar DA, Kazerooni EA, Daly


6. Cheon JE, Im JG, Kim MY. Thoracic actinomycosis: CT findings.

Radiology 1998; 209:229-33.


7. Wilson LS, Reyes CM, Stolpman M, Speckman J, Allen K, Beney J. The

direct cost and incidence of systemic fungal infections. Value Health 2002;5:2634.
8. Dasbach EJ, Davies GM, Teutsch SM. Burden of aspergillosis-related

hospitalizations in the United States. Clin Infect Dis 2000;31:15241528.


9. Davies SF. Fungal pneumonia. Med Clin North Am 1994; 78:10491065 10. Harvey RL, Myers JP. Nosocomial fungemia in a large community teaching

hospital. Arch Intern Med 1987; 147: 21172120


11. Andriole VT. Infection with Aspergillus species. Clin Infect Dis 1993;

17(suppl):481486 12. Haron E, Vartivarian S, Anaissie E, et al. Primary candida pneumonia: experience at a large cancer center and review of the literature. Medicine 1993; 72:137142
13. Mohapatra LN, Pande JN. Pulmonary Mycotic Infections. In: Ahuja MMS,

Ed. Progress in Clinical Medicine in India, Heinemann A. New Delhi 1978; 235-39.

34

14. Goldberg B. Radiological Appearances in Pulmonary Aspergillosis.

Clinical Radiology 1962; 13:106-114.


15. Pennington JE. Opportunistic Fungal Pneumonias. In: Pennington JE Ed.

Respiratory Infection Diagnosis and Management. New York Raven Press 1994;533-49. Henderson AH. Allergic Aspergillosis - Review of 32 cases. Thorax 1968;32: 501-12.
16. Sahoo RC, Rao PVP, Shivananda PG, Kumar A, Mohanti LK. A Profile of

Aspergillus Lung Disease. J Assoc Phys Ind 1988;36: 711-12.


17. Singh P, Kumar P, Bhagi AP, Singh R. Pulmonary Aspergilloma-

Radiologic Observations. Indian J Chest Dis Allied Sci 1989; 31: 177-85.

35

You might also like