You are on page 1of 83

I.

Skenario Bapak Budiman, 60 th, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak hebat sejak 1 hari yang lalu. Tiga hari sebelumnya Pak Budiman menderita demam tinggi, batuk dengan dahak kekuningan, nyeri dada disertai pilek. Dua hari sebelum ke RS Pak Budiman mengeluh sesak dan menjadi hebat sejak 1 hari yang lalu . Istrinya membawa berobat ke Puskesmas tetapi kondisinya semakin memburuk meskipun sudah diberikan obat. Pemeriksaan Fisik : Umum : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit berat, TD : 90/60 mmHg, HR : 120x/menit, reguler, RR : 38x/menit, T: 40c Khusus Thoraks : Inspeksi Palpasi : Pergerakan paru kiri tertinggal : Peningkatan stemfremitus lapangan kiri bawah Perkusi Auskultasi : Redup, nyeri ketok lapangan kiri bawah : Bronkhial Sound lapangan kiri bawah

Data tambahan : Laboratorium Hb : 12,8 gr/dl, WBC : 18.000/mm3, hitung jenis : 1/1/6/78/12/2, Sputum : Kuman Gram (+) Coccus Rontgen Thorax PA Perselubungan pada lapangan kiri bawah paru.

II.

Klarifikasi istilah 1. Sesak hebat 2. Stemfremitus 3. Bronchial sound : pernafasan yang sangat sukar. : getaran yang teraba pada palpasi (Fremitus) : Bunyi napas pokok, terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi tapi lumen bronkus atau bronkial masih terbuka. 4. Nyeri dada : nyeri pleuritik berupa nyeri tajam,

menusuk, pada umumnya terlokalisir ke suatu titik di toraks dan makin memburuk dengan bernapas dalam ataupun batuk. 5. Dahak kekuningan : dahak berwarna kuning ini disebabkan oleh
adanya sel darah putih, terutama neutrofil dan eosinphils.

6. Demam tinggi

: peningkatan suhu tubuh diatas normal (39,5 C)

8. Sakit berat

: sakit yang membuat penderita tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari.

III. Identifikasi Masalah 1. Bapak Budiman, 60 th, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak hebat sejak 1 hari yang lalu. 2. #Dua hari yang lalu Pak Budiman sudah mengalami sesak dan makin hebat sejak 1hari yang lalu. #Tiga hari yang lalu dia menderita : Demam tinggi Batuk dengan dahak kekuningan Nyeri dada disertai pilek 3. Pak Budiman sudah berobat ke Puskesmas tapi keadaannya semakin memburuk meskipun sudah diberi obat. 4. Hasil pemeriksaan fisik

Umum : Kesadaran kompos mentis, tampak sakit berat, TD : 90/60 mmHg, HR : 120x/menit, reguler, RR : 38x/menit, T: 40c Khusus Thoraks : Inspeksi Palpasi bawah Perkusi Auskultasi 5. Data tambahan Laboratorium Hb : 12,8 gr/dl, WBC : 18.000/mm3, hitung jenis : 1/1/6/78/12/2, Sputum : Kuman Gram (+) Coccus Rontgen Thorax PA Perselubungan pada lapangan kiri bawah paru. : Redup, nyeri ketok lapangan kiri bawah : Bronkhial Sound lapangan kiri bawah : Pergerakan paru kiri tertinggal : Peningkatan stemfremitus lapangan kiri

IV.

Analisis Masalah 1. Bagaimana AnFisHis saluran pernafasan ? Sintesis 2. Apa saja kemungkinan penyebab sesak hebat ? kadar CO2 dalam darah Alergen Inhalasi debu, asap, bahan kimia Obat-obatan Penyakit saluran nafas Penyakit parenkimal (pneumonia, gagal jantung kongestif) Emboli paru 3. Apa saja penyebab keluhan tambahan ? Demam tinggi Demam biasanya terjadi akibat infeksi virus (influenza), infeksi bakteri (tifus), atau karena efek samping dari imunisasi atau obat-obatan tertentu.

Demam yang tinggi itu sendiri biasanya terjadi akibat infeksi yang akut dan juga dipengaruhi oleh virulensi bakteri. Batuk dengan dahak kekuningan o Umumnya disebabkan oleh infeksi di saluran pernapasan bagian atas yang merupakan gejala flu. o Infeksi saluran pernapasan bagian atas (ISPA). o Alergi o Asma atau tuberculosis o Benda asing yang masuk kedalam saluran napas o Tersedak akibat minum susu o Menghirup asap rokok dari orang sekitar o Batuk Psikogenik. Batuk ini banyak diakibatkan karena masalah emosi dan psikologis. Nyeri dada disertai pilek o Gangguan mekanis: pneumotoraks, hematotoraks o Gangguan peradangan: infeksi, infark paru o Neoplasma paru: primer, metastasis o Penyakit skleroderma Sesak o Dyspnea metabolik terjadi pada asidosis metabolik, diabetes ketoasidosis, anemia, gagal ginjal, asidosis laktat. o Eksersional: aktivitas fisik. o Pulmoner: penyakit paru, penyakit pada otot atau tulang yang menyebabkan toraks, kelainan neurologis. o Orthopnea: gagal jantung. o Nocturnal: bronchospasme yang terjadi pada pagi hari. autoimun: SLE, artritis reumatoid,

4. Mengapa sesak semakin bertambah hebat ? Karena Pak Budiman belum mendapatkan pengobatan yang adekuat. Hal ini terlihat setelah ia berobat ke puskesmas tapi tidak sembuh sehingga proses peradangan di paru akibat infeksi bakteri masih terus berlangsung. 5. Apa kemungkinan penyebab kondisi Pak Budiman semakin memburuk meski telah diberi obat ? Kemungkinan orang puskesmas hanya memeberi obat simptomatik saja dan tidak pada kepenyakit yang diderita Pak Budiman, adanya resistensi terhadap obat atau antibiotik yang diberikan kepada Pak Budiman, atau Pak Budiman yang meminum obat secara tidak teratur.

6. Apa interpretasi pemeriksaan fisik umum dan khusus ? No. 1. Hasil Pemeriksaan Kesadaran kompos mentis 2. 3. 4. Tampak sakit berat Suhu 400C TD 90/60 mmHg 36,5-37,2 C 110-129/75-85 Demam tinggi (infeksi) Hipotensi (kompensasi dari takichardi) 5. 6. RR : 38x/menit HR : 120x/menit 16-24x/mnt 60-100x/menit Tachypnea takicardi Nilai Normal Interpretasi Sadar sepenuhnya

Thorax : Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Inspeksi Pergerakan paru kiri tertinggal Pergerakan paru kanan dan kiri sama. Palpasi Peningkatan Terjadi konsolidasi abnormal Normal Interpretasi

stemfremitus Perkusi Redup Sonor

pada bagian paru Adanya cairan, eksudat, atau massa abnormal di

Nyeri ketok lapangan paru bawah Auskultasi Suara bronchial lapangan paru

Tidak ada nyeri

paru Pleuritis,efusi pleura

Suara vesikuler

Terjadi gangguan pada alveolus

7. Bagaimana mekanisme dari temuan pemeriksaan fisik yang abnormal ? a. Hipotensi Sangat jarang ada kaitannya dengan penyakit ini. Kemungkinan ini akibat faktor lain seperti asupan gizi yang rendah pada bapak Budiman. Atau memang tensi pada Bapak ini memang cenderung rendah. b. Takikardi dan Takipneu Infeksi ke dalam alveoli respon inflamasi cairan, eritrosit, dan leukosit dari darah masuk ke dalam alveoli alveoli yang terinfeksi secara progresif terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi menyebar melalui perluasan bakteri dari alveolus ke alveolus penurunan ventilasi alveolus, sedangkan aliran darah yang melalui paru tetap normal penurunan luas permukaan total membran pernapasan dan menurunnya rasio ventilasi-perfusi hipoksemia dan hiperkapnia kompensasi tubuh takipneu dan takikardi c. Demam Infeksi mikroorganisme pengeluaran pirogen eksogen difagosit leukosit, makrofag, dan limfosit pengeluaran pirogen endogen (IL1) merangsang sel-sel endotel hipotalamus pengeluaran asam arakhidonat memicu pengeluaran prostaglandin (PGE2)

mempengaruhi kerja thermostat hipotalamus peningkatan titik patok suhu tubuh suhu tubuh meningkat demam d. Pergerakan paru kiri tertinggal Adanya gangguan pada paru kiri, terjadi konsolidasi sehingga lebih sulit untuk mengembang. e. Peningkatan stemfremitus lapangan kiri bawah Infeksi ke dalam alveoli respon inflamasi cairan, eritrosit, dan leukosit dari darah masuk ke dalam alveoli alveoli yang terinfeksi secara progresif terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi menyebar melalui perluasan bakteri dari alveolus ke alveolus dan sampai satu lobus (cairan merupakan penghantar getaran yang baik) peningkatan stemfremitus. f. Redup, nyeri ketok lapangan kiri bawah Terjadi konsolidasi pada lapangan kiri bawah paru. g. Bronchial sound lapangan kiri bawah Terdapat alveoli yang terisi eksudat atau konsolidasi tapi bronkus atau bronkial masih terbuka. lumen

8. Apa kesimpulan pemeriksaan laboratorium ?

Pemeriksaan Hb WBC

Nilai Hasil 12,8 gr/dl 18.000 mm


3

Nilai Normal 13,5-18 gr/dl 4500 10000 mm


3

Kesimpulan Anemia Leukositosis bakteri Infeksi

Diff. Count Basofil Eosinofil Netrofil batang Netrofil 78 50-70 Meningkat infeksi 1 1 6 0-1 1-3 2-5 Normal Normal Meningkat

segmen Limfosit Monosit 12 2 20-40 2-8

bakteri akut Menurun system imun Normal Ganggun

Sputum

Kuman gram (+) kokus

Infeksi kuman garam (+)

9. Bagaimana mekanisme dari temuan pemeriksaan laboratorium yang abnormal ? Hb menurun : infeksi bakteri gram (+) coccus yang bersifat hemolisin Leukositosis : infeksi Netrofil batang dan segmen yang meningkat akibat infeksi akut 10. Bagaimana gambaran yang didapat dari hasil rontgen ?

Perselubungan pada lapangan kiri bawah paru. Interpretasi :

Gambaran perselubungan pada hasil rontgen disebabkan oleh adanya eksudat alveolar. Eksudat alveolar ini terjadi karena adanya radang oleh bakteri yang menyebabkan kerusakan pada dinding alveoli. Eksudatnya dapat berupa serous, serosanguinus atau seropurulen, tergantung pada perkembangan penyakit.

11. Apa DD kasus ini ?

Kasus Demam Batuk Pilek Sesak Nafas Onset Febris + + + Acute ( <2 minggu) Nasal Flare Perkusi redup Vesikuler + + +

Pneumonia Febris + + + Acute ( <2 minggu) + + +

Bronkitis Akut Subfebris + + + Acute ( <2 minggu) + +

12. Bagaimana cara mendiagnosis (pemeriksaan tambahan yang diperlukan) ? Diagnosis a. Anamnesis Dapat ditemukan keadaan: Demam Menggigil Suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40oC, Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, Sesak napas,
9

Nyeri dada.

b. Pemeriksaan Fisik Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru; Inspeksi : ada bagian yang tertinggal waktu bernafas, Palpasi : fremitus dapat mengeras, Perkusi : redup, Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler sampai bronchial yang mungkin disertai ronki basah halus yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan penunjang a. Gambaran Radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh S. Pneumonia, P. Aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. b. Pemeriksaan Laboratorium Peningkatan jumlah luekosit biasanya lebih dari 10.000/uL Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.

10

Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

13. Apa WD dari kasus ini ? Pneumonia Komuniti. 14. Apa etiologi dan faktor resiko dari kasus ini ? 1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa):

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus Legionella Hemophilus influenzae

2. Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air) 3. Organisme mirip bakteri: Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-anak dan dewasa muda) 4. Jamur tertentu.

Factor resiko :

Peminum alkohol Perokok Penderita diabetes Penderita gagal jantung Penderita penyakit paru obstruktif menahun Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita kanker,penerima organ cangkokan)

Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS).

15. Apa epidemiologinya ?

11

Pneumonia merupakan suatu penyakit yang terjadi pada semua tempat di dunia. Merupakan salah satu kasus terbesar penyebab kematian pada semua kelompok umur.Pada anak-anak,mayoritas penyebab kematian yang terjadi pada saat kelahiran. Dengan lebih dari 2 juta kematian dalam setahun meliputi seluruh dunia. Organisasi kesehatan

dunia(WHO) memperkirakan 1 dari 3 kelahiran bayi meninggal akibat pneumonia.Kematian akibat pneumonia umumnya berkurang pada umur paling hingga masa dewasa.Orang lanjut usia,kadang-kadangada resiko khusus terhadap pneumonia dan dihubungkan dengan kematian. Lagi pula kasus pneumonia terjadi selama musim dingin daripada waktu lain sepanjang tahun. Pneumonia biasanya sering terjadi pada laki-laki daripada wanita, dan seringkali pada orang kulit hitam daripada kaukasian.Individu dengan penyakit utama seperti penyakit alzheimers,fibrosis kistik,emphysema,perokok

tembakau,alkoholisme atau masalah dengan sistem imun menambah resiko terjadinya pneumonia. Individu-individu ini juga mungkin dapat terjadi pneumonia yang berulang. Orang yang masuk rumah sakit dengan sedikit alasan juga resiko tinggi terhadap pneumonia.

16. Bagaimana Patogenesisnya ?

Bakteri secara khusus memasuki paru-paru ketika droplet yang berada di udara dihirup,tetapi mereka juga dapat mencapai paru-paru melalui aliran darah ketika ada infeksi pada bagian lain dari tubuh.Banyak bakteri hidup pada bagian atas dari saluran pernapasan atas seperti hidung,mulut,dan sinus dan dapat dengan mudah dihirup menuju alveoli.Setelah memasuki alveoli,bakteri mungkin menginvasi ruangan diantara sel dan diantara alveoli melalui rongga penghubung.Invasi ini memacu sistem imun untuk mengirim neutrophil yang adalah tipe dari pertahanan sel darah putih,menuju paru.Neutrophil menelan dan membunuh organisme yang berlawanan dan mereka juga melepaskan

12

cytokin,menyebabkan aktivasi umum dari sistem imun.Hal ini menyebabkan demam,menggigil,dan mual umumnya pada pneumoni yang disebabkan bakteri dan jamur.Neutrophil,bakteri,dan cairan dari sekeliling pembuluh darah mengisi alveoli dan mengganggu transportasi oksigen. Bakteri sering berjalan dari paru yang terinfeksi menuju aliran darah menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan fatal seperti septik syok dengan tekanan darah rendah dan kerusakan pada bagian-bagian tubuh seperti otak,ginjal,dan jantung.Bakteri juga dapat berjalan menuju area antara paru-paru dan dinding dada(cavitas pleura) menyebabkan komplikasi yang dinamakan empyema. Penyebab paling umum dari pneumoni yang disebabkan bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,bakteri gram negatif dan bakteri atipikal.Penggunaan istilah Gram positif dan Gram negatif merujuk pada warna bakteri(ungu atau merah) ketika diwarnai menggunakan proses yang dinamakan pewarnaan Gram.Istilah atipikal digunakan karena bakteri atipikal umumnya mempengaruhi orang yang lebih sehat,menyebabkan pneumoni yang kurang hebat dan berespon pada antibiotik yang berbeda dari bakteri yang lain. Tipe dari bakteri gram positif yang menyebabkan pneumonia pada hidung atau mulut dari banyak orang sehat. Streptococcus pneumoniae, sering disebutpneumococcus adalah bakteri penyebab paling umum dari pneumoni pada segala usia kecuali pada neonatus.Gram positif penting lain penyebab dari pneumonia adalah Staphylococcus aureus.Bakteri Gram negatif penyebab pneumonia lebih jarang daripada bakteri gram negatif.Beberapa dari bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumoni termasuk Haemophilus influenzae,Klebsiella pneumoniae,Escherichia coli,Pseudomonas aeruginosa,dan Moraxella catarrhalis.Bakteri ini sering hidup pada perut atau intestinal dan mungkin memasuki paru-paru jika muntahan terhirup.Bakteri atipikal yang menyebabkan pneumonia termasuk Chlamydophila pneumoniae,Mycoplasma pneumoniae,dan Legionella pneumophila

13

17. Bagaimana mekanisme pertahanan paru pada penyakit ini ? Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas. paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru. mekanisme pembersihan tersebut adalah : 1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :

Reepitelisasi saluran napas Aliran lendir pada permukaan epitel Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog" Faktor humoral lokal (IgG dan IgA) Komponen mikroba setempat Sistem transpor mukosilier Reflek bersin dan batuk Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme

pertahanan melalui barier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan baktri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia". 2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", meliputi :

Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan Sistem kekebalan humoral lokal (IgG) Makrofag alveolar dan mediator inflamasi Penarikan netrofil

14

Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk terjadi infeksi saluran napas atas yan berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah. 3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak gerakan silia.

4. Mekanisme pembersihan di "respiratory gas exchange airway" Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :

Cairan yang melapisi alveol :

a. Surfaktan Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A,

15

SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh makrofag. b.Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.

IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin) Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama

Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P. aeruginosa)

Mediator biologi

Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar, sitokin, leukotrien

18. Apa manifestasi klinis pada kasus ini ? a. Demam mendadak b. Sesak nafas c. Batuk produktif, sputum purulen d. Nyeri dada pleuritik e. Takipnea f. Peningkatan fremitus g. Dullness h. Suara nafas bronkial, rales i. Foto thoraks: infiltrat (lobar, multilobar, segmental) atau efusi pleura.

19. Bagaimana tatalaksananya ? Terapi simtomatik: - Sesak nafas: pasien diberi oksigen untuk mempertahankan PaO2 sebesar 60-70 mmHg dengan kenaikan minimal pada PaCO2. - Demam tinggi: analgesik antipiretik - Batuk: antitusif, mukolitik, hidrasi, dan ekspektoran

16

- Nyeri dada: indometasin 25 mg, oral, 3 kali sehari. Terapi kausatif:

17

Pada kasus ini Bapak Budiman sudah memenuhi beberapa karakteristi: Pria 60 tahun = T 40 C = RR 38x/menit =
0 0

60 15 20 95 + minimal karena dari dan faktor temuan

komorbid

penyakit

laboratorium belum diketahui Maka Pak Budiman masuk dalam kelas resiko IV sehingga direkomendasikan untuk rawat inap. Untuk pasien rawat inap nonICU maka diberi flurokuinolon respirasi atau beta-laktam ditambah makrolid. AB yang diberikan adalah AB spektrum luas, yang kemudian sesuai dengan hasil kultur dirubah menjadi AB spektrum sempit. Lama pemberian terapi ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta dan/atau bakteriemi, beratnya penyakit pada onset terapi dan perjalanan penyakit pasien. Umumnya terapi diberikan selama 7-10 hari. Pada Pak Budiman diduga termasuk dalam pneumonia komunitas (PK) karena sebelumnya Pak Budiman tidak sedang dirawat di rumah sakit maka pada terapi PK rawat inap, proses perbaikan akan terlihat 3 tahap yaitu tahap 1, pada saat pemberian AB IV selama 3 hari akan terlihat pasien stabil secara klinik; tahap 2, terlihat perbaikan keluhan dan tanda fisik serta nilai laboratorium; tahap 3, terlihat penyembuhan dan resolusi penyakit. Bila keadaan klinik membaik dengan
18

berkurangnya batuk, afebril dalam 2x8 jam berurutan, leukositosis menurun dan fungsi saluran cerna membaik, maka dilakukan alih terapi ke AB per oral yang dianggap cocok dengan patogen penyebabnya. Kepulangan pasien dari rawat inap tergantung juga kepada kondisi pasien dan adanya penyakit penyerta. Bila belum ada respon yang baik dalam 72 jam, lakukan evaluasi terhadap adanya kemungkinan patogen yang resisten, komplikasi atau penyakitnya bukan pneumonia.

20. Apa saja komplikasi dari kasus ini ? Kadang-kadang pneumonia berperan penting dalam penambahan masalah medis yang disebut komplikasi.Komplikasi yang paling sering disebabkan oleh pneumonia karena bakteri daripada pneumonia karena virus.Komplikasi yang penting meliputi : Gagal nafas dan sirkulasi Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup.Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome(ARDS).Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan. Syok sepsis dan septik Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia.Sepsis terjadi karena mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin.Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri;

19

streptoccocus pneumonia merupakan salah satu penyebabnya.Individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan intensif di rumah sakit.Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah.Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian. Effusi pleura,empyema dan abces Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan bertambahnya(effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru(rongga pleura).Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,kumpulan cairan ini disebut empyema.Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia,cairan ini sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa,tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini,sering memerlukan selang pada dada.Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan.Jika cairan tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tiak menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Jarang,bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan.Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri.Biasanya antibiotik cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah atau ahli radiologi.

21. Bagaimana prognosisnya ? Vitam : dubia et bonam Fungsionam : dubia et bonam o Dengan pengobatan, kebanyakan tipe bakteri

pneumonia dapat dibersihkan dalam waktu 2-4 minggu. Pneumonia yang disebabkan oleh virus mungkin dapat bertahan lebih lama, dan mycoplasma pneumonia bisa

20

memakan waktu 4-6 minggu untuk dapat sembuh total. Dalam kasus dimana pneumonia mengalami

progressivitas menjadi bakterimia, lebih dari 20% penderita akan mengalami kematian o Mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan

memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri

22. Bagaimana tindakan preventif dari kasus ini ? Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya infeksi pneumonia.Terapi tepat penyakit utama (seperti AIDS) dapat mengurangi resiko seseorang terhadap pneumonia. Berhenti merokok sangat penting tidak hanya membantu membatasi kerusakan paru tetapi juga karena asap rokok mengganggu sistem pertahanan tubuh alami terhadap pneumonia. Jaga kebersihan diri dan lingkungan. Asupan gizi yang cukup guna meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Vaksin penting untuk pencegahan pneumonia pada anak-anak dan dewasa.Vaksin terhadap haemophillus influenza dan streptoccocus pneumonia dalam tahun pertama kehidupan berperan dengan baik pada

21

masa anak-anak.Vaksin terhadap streptoccocus pneumonia juga dapat diberikan pada orang dewasa.

23. KDU 3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat.

V.

Kerangka Konsep
Bapak Budiman Laki-laki 60 th

Pemeriksaan Fisik

Menderita Pneumoni a

Pemeriksaan Tambahan

Pilek dgn Nyeri Dada

Dahak kekuning an

Takipneu

takikardi

Sesak hebat

Demam tinggi

VI.

Hipotesis Bapak Budiman, 60 tahun, menderita pneumonia komuniti karena terinfeksi kuman Streptococcus Pneumonia

22

VII.

Sintesis

A. Anatomi Sistem Pernafasan Anatomi saluran pernafasan atas terdiri dari nasal, faring, laring, trachea, bronkus, dan bronkiolus.

Hidung Rambut, zat mukus serta silia yang bergerak ke arah faring berperan sebagai sistem pembersih hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-pertikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mukus. Sistem turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih dari 4. Zat mukus yang disekresi hidung mengandung enzim lisozim yang dapat membunuh bakteri. Struktur konka nasalis yang unik memperluas permukaan mukosa hidung dan pleksus vena yang berdinding tipis di bawah mukosa, meningkatkan efektifitas fungsi pelembaban serta fungsi penghangatan udara oleh hidung. Disamping perannya pada pproses ventilasi, hidung juga berperan pada

23

fungsi pembauan. Pada bagian langit-langit dari rongga hidung terdapat mukosa olfaktoria yang merupakan lokasi dari reseptor hidung.

Faring (tekak) Merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernafasan bagian atas. Faring terbagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.

Laring (tenggorok) Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecila, dan didepan laringofaring dan bagian atas esopagus. Laring merupakan struktur yang lengkap terdiri atas: 1. Cartilago yaitu cartilago thyroidea, epiglottis, cartilago cricoidea, dan 2 cartilago arytenoidea 2. Membarana yaitu menghubungkan cartilago satu sama lain dan dengan os. Hyoideum, membrana mukosa, plika vokalis, dan otot yang bekerja pada plica vokalis Cartilago tyroidea berbentuk V, dengan V menonjol kedepan leher sebagai jakun. Ujung batas posterior diatas adalah cornu superior, penonjolan tempat melekatnya ligamen thyrohyoideum, dan dibawah adalah cornu yang lebih kecil tempat beratikulasi dengan bagian luar cartilago cricoidea. Membrana Tyroide mengubungkan batas atas dan cornu superior ke os hyoideum. Membrana cricothyroideum menghubungkan batas bawah dengan cartilago cricoidea. Epiglottis Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang V cartilago thyroideum.

24

Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring Cartilago cricoidea Cartilago berbentuk cincin signet dengan bagian yang besar dibelakang. Terletak dibawah cartilago tyroidea, dihubungkan dengan cartilago tersebut oleh membrane cricotyroidea. Cornu inferior cartilago thyroidea berartikulasi dengan cartilago tyroidea pada setiap sisi. Membrana cricottracheale menghubungkan batas bawahnya dengan cincin trachea I Cartilago arytenoidea Dua cartilago kecil berbentuk piramid yang terletak pada basis cartilago cricoidea. Plica vokalis pada tiap sisi melekat dibagian posterio sudut piramid yang menonjol kedepan Membrana mukosa Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius, terdiri dari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa. Plica vokalis Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam cartilago thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang.

Plica vocalis palsu adalah dua lipatan. membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini tidak terlibat dalarn produksi suara. Otot Otot-otot kecil yang melekat pada cartilago arytenoidea, cricoidea, dan thyroidea, yang dengan kontraksi dan relaksasi dapat mendekatkan dan memisahkan plica vocalis. Otot-otot tersebut diinervasi oleh nervus cranialis X (vagus). Respirasi Selama respirasi tenang, plica vocalis ditahan agak berjauhan sehingga udara dapat keluar-masuk. Selama respirasi kuat, plica vocalis terpisah lebar.
25

Fonasi Suara dihasilkan olch vibrasi plica vocalis selama ekspirasi. Suara yang dihasilkan dimodifikasi oleh gerakan palaturn molle, pipi, lidah, dan bibir, dan resonansi tertentu oleh sinus udara cranialis.

Trachea adalah tabung yang dapat bergerak dengan panjang 13cm dan diameternya 2,5cm. Trachea mempunyai dinding fibroelastis yang tertanam di dalam balok cartilago hyalin yang berbentuk huruf U yang mempertahankan lumen trachea tetap terbuka. Ujung posterior cartilago yang bebas dihubungkan oleh otot trachealis (otot polos). Trachea berpangkal di leher, di bawah cartilago cricoidea larynx setinggi corpus vertebrae cervicalis VI. Ujung bawah trachea terdapat di dalam thorax setinggi angulus sterni membelah menjadi bronchus principalis dexter dan sinister. Bifurcatio trachea ini disebut carina. Pada inspirasi dalam carina turun sampai setinggi vertebra thoracica VI. Persarafan trachea adalah cabang-cabang nervus vagus, nervus laryngeus recurrens, dan truncus symphaticus. Saraf ini mengurus otot trachea dan membran mukosa.

Bronchi Principalis Bronchus principalis dexter lebih lebar, pendek, dan vertikal dibandingkan sinister dengan panjang 2,5cm. Sebelum masuk ke hiluim pulmonis dexter, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dextra. Bronchus principalis sinister lebih sempit, panjang, dan horizontal dibandingkan dexter dengan panjang 5cm. Bronchus ini berjalan ke kiri di bawah arcus aorta dan di depan oesophagus. Pada waktu masuk ke hilum pulmonis sinistra, bercabang menjadi bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior sinister.

Paru (Pulmo)

26

Paru berbentuk seperti spons dan sangat elastis. Jika rongga thorax dibuka volume paru segera mengecil sampai sepertiga/kurang. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadi gelap dan berbintikbintik akibat inhalasi partikel debu yang terperangkap di dalam fagosit paru. Paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis dan teradapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis. Masing-masing paru mempunyai apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di atas klavikula, basis pulmonis yang konkaf tempat terdapat diaphragma, facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf, facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan perikardium dan struktur mediastinum lainnya. Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis yaitu suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah dan saraf yang membentuk radix pulmonis masuk dan keluar dari paru. Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung, pada margo anterior pulmo sinister terdapat incisura cardiaca pulmonis sinister. Pinggir posterior tebal dan terletak di samping columna vertebra.

Pulmo dexter Pulmo dexter sedikit lebih besar dari sinister dan dibagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonis dexter menjadi 3 lobus, lobus superior, medius dan inferior. Fissura obliqua berjalan dari pinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong pinggir posterior sekitar 6,25cm di bawah apex pulmonis. Fissura horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillaris media. Lobus medius merupakan lobus kecil berbentuk segitiga yang dibatasi oleh fissura horizontalis dan obliqua.

Pulmo sinister

27

Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi 2 lobus, superior dan inferior. Pulmo sinister tidak terdapat fissura horizontalis

Pendarahan paru Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteri bronchiales yang merupakan cabang arteri descendens. Venae bronchiales yang berhubungan dengan vena pulmonales mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos. Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang terminal arteri pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler alveoli masuk ke vena pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis. 2 vena pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium sinistrum cor.

Aliran limfe paru Pembuluh limfe berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, dan tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis (subpleural) terletak di bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilum pulmonis, dan bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteri, vena pulmonalis menuju ke hilum pulmonis dan mengalirkan limfe ke nodi intrapulmonales yang terletak di dalam substansi paru. Kemudian masuk ke dalam nodi bronchopulmonales di dalam hilum pulmonis. Semua cairan limfe paru meninggalkan hilum mengalir ke nodi tracheobronchiales bronchomediastinalis. dan masuk ke dalam truncus lymphaticus

Persarafan paru Pada radix setiap paru terdapat plexus pulmonalis yang terdiri atas serabut eferen dan aferen saraf otonom. Plexus dibentuk dari cabang truncus symphaticus dan menerima serabut parasimpatis dari nervus vagus. Serabut eferen simpatis mengakibatkan bronchodilatasi dan vasokontriksi. Serabut eferen parasimpati

28

smengakibatkan bronkokontriksi, vasodilatasi dan peningkatan sekresi kelenjar. Impuls aferen yang berasal dari mukosa bronchus dan dari receptor regang pada dinding alveoli berjalan ke susunan saraf pusat dalam saraf simpatis dan parasimpatis.

B. Fisiologi Sistem Pernafasan Sistem respirasi berfungsi: Pertukaran gas menyuplai O2 dan membuang CO2 Mengatur pH darah Produksi suara Membuang kelebihan panas dan air Mengandung reseptor bau (olfaction)

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu : 1. Ventilasi 2. Difusi 3. Transportasi

Ventilasi Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.

29

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulangtulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.

Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan inspirasi yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus. Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.

30

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan (medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi). Ventilasi dipengaruhi oleh : 1. Kadar oksigen pada atmosfer 2. Kebersihan jalan nafas 3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru 4. Pusat pernafasan Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan

31

permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara. Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh. Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat. Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal. IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.

Difusi Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.

32

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal. Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

33

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit. Difusi dipengaruhi oleh : 1. Ketebalan membran respirasi 2. Koefisien difusi 3. Luas permukaan membran respirasi* 4. Perbedaan tekanan parsial Transportasi Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Sekitar 97 - 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut dalam plasma, 23 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
34

Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15 20 kali lipat.

Transportasi gas dipengaruhi oleh : 1. Cardiac Output 2. Jumlah eritrosit 3. Aktivitas 4. Hematokrit darah Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.

35

Regulasi Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat. Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons.

36

Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2 : 3. Stimulasi neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2 dan inhibisi pada neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3 dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi. Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta pernafasan yang ritmis. Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh : 1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi. 2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis.

37

3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor. 4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal. 5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi saluran nafas

C. Histologi Sistem Pernafasan Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah. Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

38

1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis 2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus

alveolaris dan alveolus.

saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

39

epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet Rongga hidung Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masingmasing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

40

epitel olfaktori, khas pada konka superior Sinus paranasalis Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinussinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung. Faring Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi skuamosa/gepeng. Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan epitel tipe

41

lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori Trakea Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea.

42

Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk

mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.

epitel trakea dipotong memanjang

epitel trakea, khas berupa adanya tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda ("c-shaped")
43

Bronkus Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

epitel bronkus Bronkiolus Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan

44

mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

Epitel bronkiolus terminalis, tidak ditemukan adanya tulang rawan dan kelenjar campur pada lamina propria Bronkiolus respiratorius Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius. Duktus alveolaris Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus

45

alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

Bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris dan alveoli Alveolus Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat. Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah. Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan partikel kontaminan kecil. Antara sel

46

alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara. Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal, berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe 1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru. Septum interalveolar mengandung pori-pori yang menghubungkan alveoli yang bersebelahan, fungsinya untuk menyeimbangkan tekanan udara dalam alveoli dan memudahkan sirkulasi kolateral udara bila sebuah bronkiolus tersumbat.

Alveolus Sawar darah udara dibentuk dari lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus, lamina basalis, dan sitoplasma sel endothel.

sawar udara-kapiler

47

Pleura Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin.

PNEUMONIA A. PENDAHULUAN

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei, nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian

48

bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.

B.

MEKANISME PERTAHANAN PARU

Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas. paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru. mekanisme pembersihan tersebut adalah : 2. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :

Reepitelisasi saluran napas Aliran lendir pada permukaan epitel Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog" Faktor humoral lokal (IgG dan IgA) Komponen mikroba setempat Sistem transpor mukosilier

49

Reflek bersin dan batuk

Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme pertahanan melalui barier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret yang telah terkontaminasi dengan baktri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".

2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", meliputi :


Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan Sistem kekebalan humoral lokal (IgG) Makrofag alveolar dan mediator inflamasi Penarikan netrofil

Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10 % dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk terjadi infeksi saluran napas atas yan berulang. Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.
50

3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik

Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus dapat merusak gerakan silia.

4. Mekanisme pembersihan di "respiratory gas exchange airway"

Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut :

Cairan yang melapisi alveol :

a. Surfaktan Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap bakteri oleh makrofag. b.Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.

IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)

51

Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan pertama

Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi GNB, P. aeruginosa)

Mediator biologi

Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar, sitokin, leukotrien

C.

DEFINISI

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. D. ETIOLOGI

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

52

1.

Cara pengambilan bahan

Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat secara noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan bronkus dan BAL. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi transtorakal, kecuali ditemukan bakteri yang bukan koloni di saluran napas atas seperti M. tuberkulosis, Legionella, P. carinii. Diagnosis tidak pasti (kemungkinan) : dahak, bahan yang didapatkan melalui bronkoskopi (BAL, sikatan, bilasan bronkus dll). Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat inap dianjurkan pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat, sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur. 2. Cara pengambilan & pengiriman dahak yang benar Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumurkumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk E. PATOGENESIS

53

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).

54

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10


10

8-

/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat

memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

F.

PATOLOGI

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu : 1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema. 2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah. 3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak. 4. Zona resolusiE : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.

55

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas. G. KLASIFIKASI PNEUMONIA 1. Berdasarkan klinis dan epideologis : a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)

c. Pneumonia aspirasi d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa a. bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. b.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi a. dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan

56

b.

Bronkopneumonia.

Ditandai

dengan

bercak-bercak

infiltrat

pada

lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus

c. Pneumonia interstisial H. DIAGNOSIS 1. Gambaran klinis

a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

b.Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. 2. Pemeriksaan penunjang

a. Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa

57

sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

b.Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

I.

PENGOBATAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa 2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. 3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu. maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin

58

TMP-SMZ Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)


Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan) Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Marolid baru dosis tinggi Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

Aminoglikosid Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Tikarsilin, Piperasilin Karbapenem : Meropenem, Imipenem Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)


Vankomisin Teikoplanin Linezolid

Hemophilus influenzae

TMP-SMZ Azitromisin Sefalosporin gen. 2 atau 3 Fluorokuinolon respirasi

Legionella

Makrolid

59

Fluorokuinolon Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin Makrolid Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Doksisikin Makrolid Fluorokuinolon

J.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi :


Efusi pleura. Empiema. Abses Paru. Pneumotoraks. Gagal napas. Sepsis

PNEUMONIA KOMUNITI Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia. 1. Etiologi

60

Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
o o o o o o o o

Klebsiella pneumoniae 45,18% Streptococcus pneumoniae 14,04% Streptococcus viridans 9,21% Staphylococcus aureus 9% Pseudomonas aeruginosa 8,56% Steptococcus hemolyticus 7,89% Enterobacter 5,26% Pseudomonas spp 0,9%

2. Diagnosis Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks trdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :

Batuk-batuk bertambah Perubahan karakteristik dahak / purulen Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

61

Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500

Penilaian derajat Kiparahan penyakit

Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :

Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.

62

Kriteria minor:

Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :


Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah : 1. Skor PORT lebih dari 70 2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

63

Foto Tekanan Tekanan

toraks

paru sistolik diastolik

melibatkan < <

> 90 60

lobus mmHg mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Kriteria

perawatan

intensif

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.

Pneumonia

atipik

Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain

Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.

Diagnosis pneumonia atipik

a. Gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu

64

demam, batuk nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Gejala klinis pada tabel di bawah ini dapat membantu menegakkan diagnosis pneumonia atipik. b.Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi. c. Gambaran radiologis infiltrat interstitial. d. Labolatorium menunjukkan leukositosis ringan, pewarnaan Gram, biarkan dahak atau darah tidak ditemukan bakteri.

e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik. Isolasi biarkan sensitivitinya sangat rendah Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA) Polymerase Chain Reaction (PCR) Uji serologi Cold agglutinin Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis

M.pneumoniae

Micro

immunofluorescence

(MIF).

Standard

serologi

untuk

C.pneumoniae

Antigen dari urin untuk Legionella

untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan tipik dapat dilihat pada tabel 2, walaupun tidak selalu dijumpai gejalagejala tersebut.

65

3. Penatalaksanaan Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah:
(ATS 2001)

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin


Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir Pecandu alkohol Penyakit gangguan kekebalan Penyakit penyerta yang multipel

b.Bakteri enterik Gram negatif

66

Penghuni rumah jompo Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru Mempunyai kelainan penyakit yang multipel Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:

a.Penderita rawat jalan

Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas -Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

67

b.Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik


Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.

68

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.

Pengobatan pneumonia atipik Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :

Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin) Fluorokuinolon respiness Doksisiklin

69

Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).

Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :

Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna Penderita sudah tidak panas 8 jam Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk) Leukosit menuju normal/normal

Evaluasi pengobatan Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obatobat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 1.

70

4. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.

5. Pencegahan

71

Pola hidup sebut termasuk tidak merokok Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)

sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3

LAMPIRAN-LAMPIRAN ALUR TATA LAKSANA PNEUMONIA KOMUNITI

72

TERAPI EMPIRIK C A P

73

TERAPI SULIH PADA PNEUMONIA KOMUNITI Pada tabel dibawah ini dapat dilihat pemilihan antibiotik untuk alih terapi pada pneumonia komuniti

74

75

76

berikut ini dicantumkan pola bakteri dari beberapa pusat pendidikan Pulmologi di Indonesia.

77

78

79

DAFTAR PUSTAKA W.B Saunders Company. Kamus Saku Kedokteran Dorland edisi 25 . EGC.1998. Richard S. Snell. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6 . EGC. 2006 . Jeremy P.T. Ward, dkk. At A Glance Sistem Respirasi edisi kedua. Erlangga. 2008. Perhimpunan Dokter Ilmu Penyakit Dalam.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI.2007. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,

antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.

American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J Respir Crit Care Med 1995; 153: 1711-25

Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82

Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108: 1 S-16S

Christian J et al; Alveolar macrophage function is selectively altered after endotoxemia in rats; Infect Immun 56; 1254-9; 1988

Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : I S-16S
80

Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford: Black Scientific Publications. 1980 : 73-89

Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS. Severe community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J Respir Crit Care Med 1998; 158: 1102-08

Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel JA ed . Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo: WB Saunders Co, 2000: 73 5 -45

Green G et al; Defense mechanism in respiratory membrane; Am Rev Resp Dis 115; 479-503; 1977

Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.

Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International antimikrobial survailance study in community acquired respiratory tract (Carti) pathogens.2000-2001

Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan infeksi saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20; 156-60

Hadiarto M. A multinational, multicentre, prospective, randomized, double blind, study to compare the efficacy and safety of two dosis of bay 12-8039 oral tablets to klaritromisin oral tablets in the treatment of patients with community acquired pneumonia. Jakarta Region, 1997
81

Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995

Huxley E et al; Pharingeal aspiration in normal adults and patient with depressed conciousness; Am J Med 64; 564-8; 1978

Jabang M. Pengaruh pencucian bronkus dahak terhadap pola bakteri penderita infeksi saluran napas bawah non TB. Journal Respirologi Indonesia 2000, 20:94-108

Kirby JG, New House MT. Bronchiectasis dalam Cherniak RM ed. Current Therapy of Respiratory disease-2, Toronto, Philadelphia: BC Decker Inc, 1986: 139-42

Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan, Jakarta tahun 2000

Lehrer R et al; Neutrophil and host defense; Ann Intern Med 109; 127-142; 1988

Mandell LA, Marrie TJ, Grossman RF, Chow AW, Hyland RH and The Canadian-acquired pneumonia working group. Canadian guidelines for the initial management of community acquired pneumonia, and evidence based up date by the Canadian infectious disease society and the Canadian thoracic society. Clin Infect Dis 2000; 31 : 383-421

Mason C et al; Pulmonary host defenses : Implications for therapy; Clinics in Chest Med ;Sep; 475-88; 1999

82

Millazo F et al; Immunoglobulin A proteolysis in Gram negatif bacteri isolated from human urinary tract infections; Infect Immun 43; 11-3; 1984

Mulks M et al; Spesific proteolysis of human Ig A by Streptococcus pneumoniae and Hemophilus influenzae; J infect Dis 141; 450-6; 1980

Nathwani D. Sequential switch therapy for lower respiratory tract infections. Chest 1998; 113:211 s-218s

Pennington J. Respiratory Infections : Diagnosis and Management, 2nd edition, New York: Raven Press, 1989: 1-49

Rasmin M. Spectrum bakteri pada infeksi saluran napas bawah. Tesis Bagian Pulmonologi FKUI Jakarta 1990

Reynold HY. Host Defense Impairments That May Lead to Respiratory Infections dalam Niederman MS ed. Clinic in chest Medicine, Respiratory Infections, Philadelphia, Tokyo : WB Saunders Co, 1987 : 339-58

Reynolds H et al; Immunoglobulin G and its function in the human respiratory tract; Mayo Clin Proc 63; 161-74; 1988

Reynolds H et al; Normal and defective respiratory host defenses; Resp infections : Diagnosis and management ed 2; New York; Raven 1989

Rouby L et al; Risk factor and clinical relevance of nosocomial maxillary sinusitis in the critically ill; Am J Respir Crit Care Med 150; 776-83; 1994

83

You might also like