You are on page 1of 18

Kabupaten Ngawi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Langsung ke: navigasi, cari

Kabupaten Ngawi

Lambang Kabupaten Ngawi Motto: Ramah

Peta lokasi Kabupaten Ngawi Koordinat: 7 21 0" - 7 31 0" LS 110 10 0" - 111 40 0" BT

Provinsi Dasar hukum Tanggal Ibu kota Pemerintahan - Bupati - DAU

Jawa Timur Ngawi Ir. H.Budi Sulistyono[1] Rp. 654.720.280.000,(2011)[2]

1.245,70 km2 Luas Populasi - Total 879.193 jiwa (2010) - Kepadatan 705,78 jiwa/km2 Demografi - Kode area 0351 telepon Pembagian administratif - Kecamatan 19

- Kelurahan - Situs web

217 ngawikab.go.id

Kabupaten Ngawi adalah sebuah wilayah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Ngawi. Kota kabupaten ini terletak di bagian barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Sejarah
Asal-usul
Kata Ngawi berasal dari kata awi, bahasa Sanskerta yang berarti bambu dan mendapat imbuhan kata ng sehingga menjadi Ngawi. Dulu Ngawi banyak terdapat pohon bambu. Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain yang banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang di kaitkan dengan nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi menunjukkan suatu tempat yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak ditumbuhi bambu.[3]

Hari Jadi
Penelusuran Hari jadi Ngawi dimulai dari tahun 1975, dengan dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk. II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh, tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April 1976. Ketua Panitia Penelitian atau penelusuran yang di ketuai oleh DPRD Kabupaten Dati II Ngawi. Dalam penelitian banyak ditemui kesulitan-kesulitan terutama narasumber atau para tokoh-tokoh masayarakat, namun mereka tetap melakukan penelitian lewat sejarah, peninggalalan purbakala dan dokumen-dokumen kuno. Didalam kegiatan penelusuran tersebut dengan melalui proses sesuai dengan hasil sebagai berikut :

Pada tanggal 31 Agustus 1830, pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi Ngawi dengan Surat Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek. 13/25/DPRD, yaitu berkaitan dengan ditetapkan Ngawi sebagai Order Regentschap oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada tanggal 30 September 1983, dengan Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi nomor 188.170/2/1983, ketetapan diatas diralat dengan alasan bahwa tanggal 31 Agustus 1830 sebagai Hari Jadi Ngawi dianggap kurang Nasionalis, pada tanggal dan bulan tersebut justru dianggap memperingati kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Menyadari hal tersebut Pada tanggal 13 Desember 1983 dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi nomor 143 tahun 1983, dibentuk Panitia/Tim Penelusuran dan penulisan Sejarah Ngawi yang diktuai oleh Drs. Bapak Moestofa. Pada tanggal 14 Oktober di sarangan telah melaksanakan simposium membahas Hari Jadi Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto

K, Atmodjo dan Bapak MM. Soehardjo Hatmosoeprobo dengan hasil symposium tersebut menetapkan :

Menerima hasil penelusuran Bapak Soehardjo Hatmosoeprobo tentang Piagam Sultan Hamengku Buwono tanggal 2 Jumadilawal 1756 Aj, selanjutkan menetapkan bahwa pada tanggal 10 Nopember 1828 M, Ngawi ditetapkan sebagai daerah Narawita (pelungguh) Bupati Wedono Monco Negoro Wetan. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari perjalanan Sejarah Ngawi pada jaman kekuasaan Sultan Hamengku Buwono. Menerima hasil penelitian Bapak MM. Soekarto K. Atmodjo tentang Prasasti Canggu tahun 1280 Saka pada masa pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Selanjutmya menetapkan bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 M, Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa (daerah penambangan) dan daerah swatantra. Peristiwa tersebut merupakan Hari Jadi Ngawi sepanjang belum diketahui data baru yang lebih tua.

Melalui Surat Keputusan nomor : 188.70/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 DPRD Kabupaten Dati II Ngawi telah menyetujui tentang penetapan Hari Jadi Ngawi yaitu pada tanggal 7 Juli 1358 M. Dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi No. 04 Tahun 1987 pada tanggal 14 Januari 1987. Namun Demikian tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelusuran lebih lanjut serta menerima masukan yang berkaitan dengan sejarah Ngawi sebagai penyempurnaan di kemudian hari.[4]

Wilayah
Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa lahan sawah. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 1 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Pada tahun 2004 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) wilayah Kabupaten Ngawi terbagi ke dalam 19 kecamatan, namun karena prasaranan administrasi di kedua kecamatan baru belum terbentuk maka dalam publikasi ini masih menggunakan Perda yang lama. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7 21 - 7 31 Lintang Selatan dan 110 10 - 111 40 Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (keduanya termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan, serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat. Bagian utara merupakan perbukitan, bagian dari Pegunungan Kendeng. Bagian barat daya adalah kawasan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Lawu (3.265 meter).[5]

Kecamatan

Kabupaten Ngawi terdiri atas 19 kecamatan yang terbagi dalam sejumlah 217 desa dan 4 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Ngawi.[rujukan?] 1. Kecamatan Bringin. 2. Kecamatan Geneng. 3. Kecamatan Gerih. 4. Kecamatan Jogorogo. 5. Kecamatan Karangjati. 6. Kecamatan Kedunggalar. 7. Kecamatan Kendal. 8. Kecamatan Kwadungan. 9. Kecamatan Kasreman. 10. Kecamatan Mantingan. 11. Kecamatan Ngawi. 12. Kecamatan Ngrambe. 13. Kecamatan Padas. 14. Kecamatan Pangkur. 15. Kecamatan Paron. 16. Kecamatan Pitu. 17. Kecamatan Sine. 18. Kecamatan Widodaren. 19. Kecamatan Karanganyar

Transportasi
Kabupaten Ngawi dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, jalur utama Cepu, BojonegoroMadiun dan menjadi gerbang utama Jawa Timur jalur selatan. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api Jakarta-Yogyakarta-Bandung/Jakarta, namun tidak melewati ibukota kabupaten. Stasiun kereta api terdapat di Geneng, Paron, Kedunggalar, dan Walikukun. Disamping itu dari jalur tengah yang menghubungkan Solo ke ngawi ada beberapa jalur jalan klas III yang kemudian saling berkait dari paling barat mantingan-sine ngrambe, Gendinganwalikukun ngrambe jogorogo-keutara paron terus ngawi, sedangkan jogorogo ke timur kendal terus bisa ke Magetan, jalur ini sering dipakai sbg jalur alternatif apabila jalur utama mengalami gangguan misalnya banjir, sehingga kendaraan banyak yg melintasi jalur ini. dari kota Ngawi jalur pintas ke surabaya lewat karangjati terus ke caruban / surabaya

Pendidikan
Pondok Pesantren Gontor Putri 1, 2 terdapat di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan, Kabupaten Ngawi, yakni di dekat perbatasan dengan Jawa Tengah. Secara umum bidang pendidikan masih didominasi oleh sekolah negeri, terutama tingkat dasar. SD Negeri tersebar di semua desa melalui program SD Inpres. SMP Negeri masih terpusat di kota-kota kecamatan. Belum di semua kecamatan terdapat SMU Negeri. SMA Negeri 1 Ngawi dan SMA Negeri 2 Ngawi adalah salah satu sekolah favorit di Kabupaten Ngawi yang mempunyai banyak kegiatan ekstra kurikuler. Sekolah ini banyak menghasilkan generasi penerus Ngawi yang tangguh dan berpotensi untuk membangun kota Ngawi. Salah satu organisasi yang dominan di SMA 2 Ngawi adalah Pramuka.

SMP Negeri 3 Ngrambe melahirkan banyak siswa yang berprestasi dan membawa harum nama kabupaten ngawi. Seperti Zulfika Angga Rachmadoni ( A.K.A Bambang)

Objek wisata
Sedangkan tempat rekreasi yang ada saat ini adalah Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Air terjun Srambang, serta kebun Teh Jamus yang berhawa sejuk dan terdapat Kolam Pemandian di sekitar Perkebunan Teh tersebut. Perkebunan Teh ini terletak di Kecamatan Sine, Selain Kebun Teh Jamus di Kec. Sine, selain teh di kecamatan sine ada pula perkebunan karet yang dikelola oleh PTP XXIII Tretes Juga ada Bendungan Ndorjo yang lokasinya di Desa hargosari Dsn. Gondorejo. Selain itu terdapat juga situs purbakala Trinil yang menyimpan fosil pithecanthropus erectus (Manusia kera berjalan tegak) pertama kali di temukan oleh arkeolog Belanda bernama Eugene Dubois. Gunung Liliran merupakan objek wisata ziarah yang terkenal bagi masyarakat Jawa. Pada bulan Muharam (Syura) para peziarah berdatangan ke puncak bukit pada siang dan malam hari. Sebagian dari mereka bersemadi di beberapa gua atau berziarah ke Makam Joko Buduk. Pemandangan dari puncak bukit memang sangat indah berupa pesawahan dan sungai yang meliuk ke arah utara menuju Bengawan Solo. Sayang hutan di Gunung Liliran tidak indah lagi karena tanaman pinus yang dikelola Perhutani kini banyak ditebangi. Di daerah ini terdapat Benteng van Den Bosch yang digunakan oleh Belanda sebagai strategi Benteng Steelsel dalam upaya mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya. Benteng ini sekarang tertutup untuk umum. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ngawi

Museum Purbakala Trinil Kabupaten Ngawi - Jawa Timur - Indonesia

Foto 1 dari 1

Museum Trinil di Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur


Museum Trinil di Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur Rating : 2.2 (6 pemilih)
A. Selayang Pandang Banyak ahli teori evolusi percaya bahwa peneliti pertama yang menemukan mata rantai yang hilang (missing link) dari teori evolusi manusia adalah Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda. Ia berangkat dari negeri kincir angin untuk membuktikan asumsi ini: bahwa mata rantai yang menghubungkan evolusi dari primata menjadi manusia modern terdapat di kawasan tropis, sebab diperkirakan "manusia pengantara" ini sudah tidak memiliki bulu seperti nenek moyang sebelumnya (http://lembahediyanto.blogspot.com). Dubois berangkat menggunakan kapal SS Prinses Amalia menuju Sumatra, tepatnya ke daerah Payakumbuh, Sumatra Barat. Di tempat ini ia melakukan penggalian di pegunungan dan gua-gua kapur di sepanjang Payakumbuh. Hasilnya ternyata mengecewakan. Fosil-fosil manusia yang ia temukan terlalu muda, sehingga tidak sesuai dengan harapannya. Setelah menerima informasi bahwa di Jawa ditemukan fosil manusia wajak (Homo wajakensis), Dubois akhirnya memindahkan proyek penggaliannya ke tanah Jawa, mengikuti alur sungai Bengawan Solo. Pada sebuah lekukan sungai, di daerah yang disebut Trinil, Ngawi, Jawa Timur, ia menemukan berbagai fosil hewan purba. Tak hanya itu, di tempat ini ia berhasil menemukan gigi dan atap tengkorak yang menyerupai kera (Harry Widianto dalam http://m.kompas.com). Setahun kemudian, 15 meter dari tempat penemuan pertama, ia menemukan tulang paha kiri yang seusia dengan fosil sebelumnya, tetapi mirip dengan tulang paha manusia modern. Ini artinya, manusia purba tersebut telah berjalan tegak. Oleh sebab itu, Dubois kemudian menamakan fosil temuannya sebagai Pithecanthropus erectus, alias manusia kera berjalan tegak. Banyak ahli percaya bahwa temuan Dubois ini adalah missing link yang selama ini dicari untuk membuktikan kesahihan teori evolusi. Sebab Pithecanthropus erectus seolah mewakili proses evolusi dari primata menjadi manusia, ini misalnya terlihat dari volume otak 900 cc yang berada

antara kapasitas manusia dan kera, serta tulang paha yang menunjukkan pemiliknya telah berjalan tegak (Harry Widianto dalam http://m.kompas.com).

Foto Eugene Dubois Sumber Foto: http://www.talkorigins.org

Sejak penemuan Pithecanthropus erectus itu, daerah Trinil kemudian mendunia. Masyarakat dunia serta merta mengenal titik kecil di tengah Pulau Jawa itu sebagai salah satu tempat penemuan penting dalam perkembangan teori evolusi, ilmu antropologi, paleoantropologi, serta arkeologi. Penelitian Dubois sendiri berlangsung antara 1891-1895. Tempat penemuan fosil Pithecanthropus erectus telah ditandai dengan sebuah monumen yang dibangun oleh Dubois pada tahun 1895. Namun, lokasi penelitian Dubois ini seolah hanya menjadi lahan penelitian. Artinya fosil-fosil yang dikenal masyarakat internasional tidak lagi berada di Trinil, melainkan di Belanda dan Jerman. Masyarakat setempat yang menemukan fosil-fosil manusia maupun hewan purba juga cenderung menjualnya kepada pihak swasta. Kondisi ini cukup memprihatinkan. Namun, untunglah salah seorang warga bernama Wirodihardjo memiliki kepedulian dengan mengoleksi fosil dan bendabenda purbakala yang ditemukan oleh masyarakat setempat. Dengan telaten ia mengganti fosilfosil yang ditemukan warga dengan uang atau bahan-bahan kebutuhan pokok, sehingga warga dengan rela menyerahkan temuannya. Sebab itulah, Wirodihardjo kemudian lebih dikenal dengan sebutan Wiro Balung (balung = tulang). Nama ini disematkan oleh masyarakat setempat karena ia dikenal sebagai pengumpul tulang-tulang (fosil) (http://liburan.info). Dari hari ke hari, koleksi "tulang-belulang" yang dikumpulkan Wirodihardjo kian bertambah. Fosilfosil tersebut umumnya ditemukan warga atau oleh Wirodihardjo sendiri di tiga desa di kawasan Trinil, yakni Desa Kawu, Desa Gemarang, dan Desa Ngancar. Melihat potensi besar tersebut, pemerintah daerah akhirnya membangun sebuah museum untuk menampung koleksi fosil-fosil yang dikumpulkan Wirodihardjo. Pada tahun 1980-1981, bangunan museum telah selesai dibangun. Namun, peresmiannya baru dilakukan pada 20 November 1991 oleh Gubernur Jawa

Timur, Soelarso. Sayangnya, ketika museum tersebut diresmikan, Wirodihardjo telah meninggal setahun sebelumnya, yakni pada 1 April 1990 (http://liburan.info). Lokasi museum ini mengambil tempat di bekas lahan ekskavasi yang dilakukan oleh Dubois, tepatnya di dekat monumen yang dibangun oleh Dubois. Selain untuk mengenalkan kehidupan manusia, flora dan fauna purba, serta ekosistemnya, museum ini juga bertujuan untuk mengingatkan pada dunia bahwa di titik kecil di pulau jawa inilah ditemukan fosil yang dianggap menjawab misteri mengenai mata rantai yang hilang (missing link) dari proses evolusi manusia. B. Keistimewaan Anda mungkin masih ingat pelajaran sejarah purbakala ketika duduk di bangku sekolah dasar atau sekolah menengah, bahwa Indonesia merupakan salah satu lokasi penemuan penting yang mengungkap misteri kehidupan manusia purba. Adalah Eugene Dubois yang banyak dihafal oleh murid-murid sebagai penemu manusia Jawa atau Pithecanthropus erectus. Dan Trinil, di Kabupaten Ngawi, merupakan salah satu lokasi penemuan Pithecanthropus erectus yang kerap kali ditanyakan dalam lembar-lembar ujian sejarah purbakala. Dengan mengunjungi museum ini, Anda akan diingatkan kembali pada pelajaran-pelajaran sejarah purbakala tersebut. Tetapi bukan dengan menghafal di awang-awang, melainkan Anda akan membuktikannya dengan melihat sendiri seperti apa bentuk-bentuk fosil purba tersebut. Museum ini terletak di bantaran Sungai Bengawan Solo. Hal ini mengingatkan para pelancong bahwa di sekitar bantaran sungai inilah dahulu manusia purba tinggal dan membangun kebudayaannya. Museum Trinil memang menjadi salah satu obyek wisata sejarah yang penting, baik bagi wisatawan biasa maupun pelajar atau peneliti. Keberadaan museum ini telah memberikan sarana bagi mereka yang ingin mengetahui kehidupan manusia purba, ekosistemnya, serta flora dan fauna yang hidup pada jaman tersebut. Kawasan Trinil merupakan salah satu kawasan yang menjadi penemuan fosil-fosil dari masa pliosen, sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, hingga zaman pleistosen berakhir, yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi (http://liburan.info).

Patung gajah purba Sumber Foto: http://www.eastjava.com

Menginjakkan kaki di halaman museum, wisatawan akan disambut oleh gapura museum dengan latar belakang patung gajah purba. Patung gajah ini cukup besar untuk ukuran gajah sekarang, dengan gading yang sangat panjang, dan anatominya lebih mirip Mammoth tetapi tanpa bulu. Selain patung gajah, di halaman museum juga terdapat monumen penemuan Pithecanthropus erectus yang dibuat oleh Dubois. Pada monumen tersebut tertulis: "P.e. 175m (gambar anak panah), 1891/95. Maksud dari tulisan tersebut adalah, Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan sekitar 175 meter dari monumen itu, mengikuti arah tanda panah, pada ekskavasi yang dilakukan dari tahun 1891 hingga 1895.

Monumen penemuan Pithecanthropus erectus Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com

Setelah cukup menikmati patung gajah dan monumen tersebut, wisatawan dapat menimba informasi lebih jauh dengan melihat koleksi museum yang berjumlah sekitar 1.200 fosil yang terdiri dari 130 jenis. Museum Trinil memamerkan beberapa replika fosil manusia purba, di antaranya replika Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Karang Tengah (Ngawi), Phitecantropus Erectus yang ditemukan di Trinil (Ngawi), serta fosil-fosil yang berasal dari Afrika dan Jerman, yakni Australopithecus Afrinacus dan Homo Neanderthalensis. Kendati hanya berupa replika, namun fosil tersebut dibuat mendekati bentuk aslinya. Sementara fosil-fosil yang asli disimpan di beberapa museum di Belanda dan Jerman.

Diorama manusia purba dan replika tengkorak manusia purba Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com

Selain fosil manusia, museum ini juga memamerkan fosil tulang rahang bawah macan (Felis Tigris), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus), serta fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus). Fosil-fosil hewan ini umumnya lebih besar dan panjang daripada ukuran hewan sekarang. Misalnya saja fosil gading gajah purba yang panjangnya mencapai 3,15 meter, bandingkan dengan gajah sekarang yang panjang gadingnya tak lebih dari 1,5 meter.

Gading gajah purba Sumber Foto: http://nativepeopleart.blogspot.com

C. Lokasi Museum Purbakala Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. D. Akses Museum Purbakala Trinil berada sekitar 5 kilometer arah utara dari jalan raya Solo-Surabaya. Dari Kota Ngawi, museum ini terletak sekitar 13 kilometer arah barat daya. Untuk menuju museum ini, dari Kota Ngawi wisatawan dapat menggunakan jasa bus umum arah Solo. Wisatawan turun di gapura besar yang menjadi penanda menuju Museum Trinil. Dari gapura tersebut, wisatawan dapat mencarter ojek untuk sampai ke museum dengan menempuh jarak sekitar 5 kilometer. Apabila menggunakan kendaraan pribadi dari Kota Ngawi, wisatawan sebaiknya bertanya arah yang tepat menuju museum, sebab papan penunjuk menuju museum ini masih sangat minim. E. Harga Tiket Harga tiket untuk memasuki Museum Trinil adalah Rp.1000,00 untuk anak-anak dan Rp2.000,00 untuk orang dewasa. Tiket ini dibayarkan di pos penjaga yang terdapat di luar museum. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, Anda dikenai biaya parkir, yaitu Rp500,00 untuk motor dan Rp1.000,00 untuk mobil. F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya Museum Purbakala Trinil telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti lahan parkir yang cukup luas, pendopo atau ruang pertemuan, kantor layanan informasi, tempat istirahat bagi tamu atau peneliti yang ingin tinggal selama beberapa hari, mushola, serta toilet. Selain berbagai fasilitas tersebut, wisatawan yang ingin beristirahat usai mengunjungi museum bisa rehat sejenak dengan duduk-

duduk di taman yang dilengkapi dengan sarana bermain anak. Taman ini telertak di sebelah utara museum. Taman bermain anak tersebut menyediakan berbagai sarana permainan anak, seperti ayunan, papan seluncur, serta jungkat-jungkit. Selain dihiasi oleh bunga-bunga, taman ini juga diperindah dengan patung-patung hewan yang merupakan rekonstruksi dari bentuk-bentuk hewan purba. Bagi Anda yang ingin melihat langsung aliran Bengawan Solo dapat duduk-duduk di kursi panjang yang menghadap sungai yang terkenal berkat lagu keroncong ciptaan Gesang ini. Sungai ini memanjang persis di sebelah museum dengan dilingkupi rerimbunan pohon yang menyejukkan suasana. Apabila merasa lapar, para pelancong dapat memesan makanan seperti tempe lodeh plus telur dadar dengan harga yang sangat terjangkau di warung-warung makan di depan museum. (Lukman/wm/69/08-09)

http://www.wisatamelayu.com/id/tour/950-Museum-Purbakala-Trinil/navcat

Situs Trinil ini amat penting sebab di situs ini selain ditemukan data manusia purba juga menyimpan bukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya. Terletak di Jalan Raya SoloSurabaya, Pedukuhan Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, kurang lebih 13 kilometer arah barat pusat kota Ngawi, dan untuk mencapai lokasi ini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekali di jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak ada satupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museum tersebut. Pintu gerbang museum yang sangat sederhana terlihat setelah masuk ke dalam 1 km dari jalan raya utama, bayangkan untuk melihat peradaban jutaan tahun yang lalu hanya dikenakan biaya masuk seribu rupiah per orang. Ketika masuk ke lokasi parkir, kesan pertama yang timbul adalah bahwa museum ini kurang optimal perawatannya, terutama dalam hal fasilitas dan kebersihan. Masuk ke dalam museum kami mendapati ruangan yang dipenuhi dengan tulang-tulang manusia purba. Diantaranya adalah : fosil tengkorak manusia purba (Phitecantropus Erectus Cranium Karang Tengah Ngawi ), fosil tengkorak manusia purba (Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulng rahang bawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigi geraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar Trinil Area), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus Erectus Femur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus Palaeokerabau Horn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos Palaeosondaicus Horn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (Stegodon Trigonocephalus Ivory Trinil Area). Di samping itu masih ada beberapa fosil tengkorak: Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana Afrika Selatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander Dusseldorf Jerman dan Homo Sapiens Cranium. Selain fosil-fosil tengkorak yang tersebut hal yang menarik lainnya adalah, adanya sebuah tugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orang tahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusak kalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan.

MUSEUM PURBAKALA SANGIRAN


1 April 2008 pariwisatasragen Tinggalkan Komentar Go to comments Salah satu obyek wisata yang menarik di Kabupaten Sragen adalah Museum Sangiran yang berada di dalam kawasan Kubah Sangiran. Kubah tersebut terletak di Depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (kurang lebih 17 km dari Kota Solo). Kehadiran Sangiran merupakan contoh gambaran kehidupan manusia masa lampau karena situs ini merupakan situs fosil manusia purba paling lengkap di dunia. Luasnya mencapai 56 kilometer persegi yang meliputi tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu Kecamatan Gemolong, Kalijambe dan Plupuh serta satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yaitu Gondangrejo. Museum Purbakala Sangiran terletak di Desa Krikilan Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen kurang lebih 3 Kilometer dari Jalan Solo Purwodadi. Museum ini dibangun pada tahun 1980 yang menempati areal seluas 16.675 meter persegi. Bangunan tersebut bergaya Joglo yang terdiri atas : Ruang Pameran yaitu ruang utama tempat koleksi terdisplay; Ruang Laboraturium yaitu tempat dilakukannya proses konservasi terhadap fosil-fosil yang ditemukan; Ruang Pertemuan yaitu ruang yang digunakan segala kegiatan yang diadakan di museum;Ruang display bawah tanah; Ruang audio visual; Ruang Penyimpanan koleksi fosilfosil, Mushola dan Toilet. Sangiran merupakan situs terpenting untuk ilmu pengetahuan terutama untuk penelitian di bidang antropologi, arkeologi, biologi, paleoanthropologi, geologi dan tentu saja untuk bidang kepariwisataan. Keberadaan Situs Sangiran sangat bermanfaat dalam mempelajari kehidupan manusia prasejarah karena situs ini dilengkapi dengan koleksi fosil manusia purba, hasil-hasil budaya manusia prasejarah, fosil-fosil flora fauna prasejarah beserta gambaran stratigrafinya. Sangiran dilewati oleh sungai yang sangat indah, yaitu Kali Cemoro yang bermuara di Bengawan Solo. Daerah iniliah yang mengalami erosi tanah sehingga lapisan tanah yang terbentuk nampak jelas berbeda antara lapisan tanah yang satu dengan lapisan tanah yang lain. Dalam lapisan-lapisan tanah inilah yang hingga sekarang banyak ditemukan fosil-fosil manusia maupun binatang purba. Sampai saat ini, Situs Manusia Purbakala Sangiran masih menyimpan banyak misteri yang perlu untuk diungkap. Sebanyak 50 individu fosil manusia Homo Erectus yang ditemukan. Jumlah ini mewakili 65% dari fosil Homo Erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50% dari populasi Homo Erectus di dunia (Widianto : 1995, 1). Keseluruhan fosil yang ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Beberapa fosil manusia purba disimpan di Museum Geologi Bandung dan Laboraturium Paleoanthropologi Yogyakarta. Dilihat dari hasil temuannya, Situs Sangiran merupakan situs prasejarah yang memiliki peran yang sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hasil tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia Nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat Peringatan ke-20 tahun di Marida, Meksiko. Di kawasan Museum Purbakala Sangiran telah dilengkapi sarana dan prasarana kepariwisataan seperti Menara Pandang, Homestay, Audio Visual, Guide, Taman Bermain,

Souvenir Shop dan Fasilitas Mini Car yang dapat digunakan pada wisatawan untuk berkeliling di Situs Sangiran. Museum Purbakala Sangiran dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi, bus pariwisata maupun angkutan umum.

Selamat Datang di Situs Purbakala Sangiran Pendahuluan

Sangiran adalah sebuah daerah pedalaman yang terletak di kaki Gunung Lawu, tepatnya di depresi Solo sekitar 17 Km ke arah utara dari Kota Solo dan secara dministatif terletak di wilayah Kabupaten Sragen dan sebagian terletak di Kabupaten Karanganyar, Proponsi Jawa Tengah. Luas wilayahnya + 56 Km2 yang mencakup tiga kecamatan di Kabupaten Sragen yaitu Kec. Kalijambe, Kec. Gemolong dan Kec. Plupuh serta Kec. Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar. Secara astronomi terletak pada 7o 25' - 7o 30' LS dan pada 4o - 7o 05' BT (Moelyadi dan Widiasmoro, 1978). Kawasan ini banyak sekali menyimpan misteri yang sangat menarik untuk diungkap. Hal ini dikarenakan pada situs tersebut banyak ditemukan sisa-sisa kehidupan masa lampau yang sangat menarik untuk dicermati dan dipelajari. Yang paling menakjubkan, kita bisa mendapatkan informasi lengkap dari sejarah kehidupan manusia purba baik itu mengenai habitat, pola kehidupannya, binatang-binatang yang hidup bersamanya dan proses terjadinya bentang alam dalam kurun waktu tidak kurang dari 2 juta tahun yang lalu. Hal yang sangat menarik adalah berdasarkan penelitian bahwa manusia purba jenis Homo erectus yang ditemukan di wilayah Sangiran sekitar lebih dari 100 individu yang mengalami masa evolusi tidak kurang dari 1 juta tahun. Dan ternyata jumlah ini mewakili 65% dari seluruh fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan merupakan 50% dari jumlah fosil sejenis yang ditemukan di dunia.(Widianto,et.al.,1996). Namun tidak hanya itu, kandungan batu yang pernah digunakan oleh manusia purba itu pun sangat banyak, sehingga kita bisa secara jelas mengetahui ataupun mengungkap kehidupan manusia purba beserta budaya yang berkembang saat itu. Dari hasil penelitian para ahli diperoleh gambaran bahwa Sangiran awalnya merupakan bukit yang dikenal dengan sebutan " KUBAH SANGIRAN" dan kemudian tererosi bagian puncaknya sehingga membentuk sebuah depresi akibat adanya pergerakan dari aliran sungai. Secara stratigrafis situs ini merupakan situs manusia purba terlengkap di Asia yang kehidupannya dapat dilihat secara berurutan tanpa terputus sejak 2juta tahun yang lalu yaitu sejak kala Pliosen Akhir hingga akhir Pleistosen Tengah. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/0/1977,tanggal 15 Maret 1977 wilayah Sangiran dan sekitarnya ditetapkan sebagai Daerah Cagar Budaya

(Rusmulia Tjiptadi Hidayat,1993). Diperkuat lagi dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh komite World Heritage UNESCO pada peringatan yeng ke-20th di Merida,Meksiko yang menetapkan Kawasan Sangiran sebagai Kawasan World Heritage ( Warisan Dunia) No. 593 ( Widianto,H., dan Sadirin.,1996).

http://dhydyan.wordpress.com/category/obyek-wisata/wisata-sejarah/wisata-situspurbakala/situs-purbakala-sangiran/

Situs Manusia Purba Sangiran


Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian, Kabupaten Sragen adalah pintu gerbang memasuki Jawa Tengah dari arah timur. Kabupaten Sragen juga sering disebut sebagai Tlatah Sukowati yang mempunyai wilayah seluas 941,55 KM 2 , dengan topografi sebagai berikut: di tengah-tengah wilayah mengalir Sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa; daerah sebelah selatan merupakan bagian dari lereng Gunung Lawu; sebelah utara merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng; dan sebelah barat merupakan kawasan yang sangat terkenal dengan sebutan Kubah Sangiran. Terletak di desa Krikilan,Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen atau + 17 km dari Solo) Sangiran Dome menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2 juta tahun lalu). Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di Indonesia dan 50 % di seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitasfasilitas diantaranya :ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil, ruang slide dan kios-kios souvenir khas Sangiran. Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli Geologi dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal tersebut dibuktikan dengan lapisan-lapisan tanah pembentuk wilayah Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain. Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang dulu merupakan lautan. Dome Sangiran atau Kawasan Sangiran yang memiliki luas wilayah sepanjang bentangan dari utara selatan sepanjang 9 km. Barat Timur sepanjang 7 km. Masuk dalam empat kecamatan atau sekitar 59,3 Km2. Temuan Fosil di Dome Sangiran di kumpulkan dan disimpan di Museum Sangiran. Temuan Fosil di Sangiran untuk jenis Hominid Purba (diduga sebagai asal evolusi Manusia) ada 50 (Limapuluh) Jenis/Individu.

Untuk Fosil-fosil yang diketemukan di Kawasan Sangiran merupakan 50 % dari temuan fosil di Dunia dan merupakan 65 % dari temuan di Indonesia. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, Sangiran Ditetapkan sebagai salahsatu Warisan Budaya Dunia World Haritage List Nomor : 593. Menara Pandang Untuk meningkatkan pelayanan kepada para wisatawan, di Kawasan Sangiran telah dibangun Menara Pandang dan Wisma Sangiran. Para wisatawan bisa menikmati keindahan dan keasrian panorama di sekitar Kawasan Sangiran dari ketinggian lewat Menara Pandang Sangiran. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan akan tempat penginapan yang nyaman di Kawasan Sangiran telah dibangun Wisma Sangiran ( Guest House Sangiran) yang terletak di sebelah Menara Pandang Sangiran. Wisma Sangiran ini berbentuk joglo (rumah adat Jawa Tengah) dengan ornamen-ornamen khas Jawa yang dilengkapi dengan pendopo sebagai lobby . Keberadaan Wisma Sangiran ini sangat menunjang kegiatan yang dilakukan oleh para tamu atau wisatawan khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian ( research ) tentang keberadaan fosil di Kawasan Sangiran. Wisma Sangiran memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai, antara lain : Deluxe Room , sebanyak dua kamar dilengkapi dengan double bed , bath tub dan shower , washtafe l, meja rias dan rak ; Standard Room , sebanyak tiga kamar dilengkapi dengan double bed , bak mandi, washtafel , dan meja rias; Ruang Keluarga yang dilengkapi dengan meja dan kursi makan serta kitchen set ; Pendopo ( Lobby ) yang dilengkapi dengan meja dan kursi ; serta tempat parkir. Selain fasilitas-fasilitas tersebut, juga disediakan mobil (mini train ) untuk memudahkan mobilitas para wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Sangiran. http://pariwisata.sragenkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=43&Item id=11

You might also like