You are on page 1of 18

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

TES KOMBINASI BILIRUBIN (Metode Kolorimetri)


Tanggal Praktikum : 20 November 2010 Kelompok : Senin Siang

Disusun Oleh : 1. Fitria Dewi Putri 2. Arman Hidayat 3. Rahma Fajariasari 4. Dina Hafizah 5. Dewi Fitriana 6. Gita Susanti 7. Berti Efrianti 8. Toni Fatoni 260110070134 260110070135 260110070136 260110070138 260110070139 260110070140 260110070141 260110070142

LABORATORIUM KIMIA KLINIK FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2010

TES KOMBINASI BILIRUBIN (Metode Kolorimetri) I.


1. 2.

TUJUAN Melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin. Menginterprestasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. PRINSIP Tes kombinasi bilirubin ini menggunakan metode Jendrassik, L. et.al. (1938),

II.

yang menyatakan bahwa bilirubin total akan diazotasi dengan asam sulfanilat yang dengan adanya kofein menjadi zat warna azo. Sedangkan pemeriksaan bilirubin direk dilakukan tanpa penambahan kofein. III. TEORI Selama masa hidup eritrosit yang 120 hari, eritrosit berjalan sekitar 200 sampai 300 mil. Dalam proses penuaan, terjadi penurunan lambat metabolism sel darah merah. Sewaktu sel tua disingkirkan, molekul hemoglobin diuraikan menjadi kompone-komponennya. Sekitar 5 sampai 7 gram hemoglobin dikatabolisme setaip hari. Besi digunakan kembali. Bagian globin dari molekul hemoglobin diuraikan menjadi asam-asam amino yang diresilkurasi ke kompartemen asam amino. Komponen porfirin dari molekul hem diuraikan oleh serangkaian reaksi katabolic menjadi senyawa yang disebut bilirubin, yaitu pigmen kuning kecoklatan (Sacher dan McPherson, 2004). Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan jembatan metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksireaksi ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi oleh

biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV dan membentuk pigmen berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk reaksi degradasi ini (Israr, 2010).

(Israr, 2010). Dalam setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Pada orang dewasa dibentuk sekitar 250350 mg bilirubin per hari, yang dapat berasal dari pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah lepas dan berdiffusi ke jaringan (Israr, 2010). Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak. Kerusakan eritrosin akan menyebabkan keluarnya bilirubin. Bilirubin ini adalah bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan protein lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian digabung dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi.

Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses dalam bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi. Setelah itu, direabsorbsi, setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine (Baradero et. al., 2008). Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam membran, bersaing dengan vitamin E (Israr, 2010). Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II /direk) yang dapat diekskresikan dengan mudah ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzim glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada reticulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua (Israr, 2010). Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total yang lebih dari 5mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk

memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuannya untuk mengekskresinya. Dari definisinya, tidak ada ketidaknormalan lain atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning pada kulit dan membrane mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak terkonjugasi. Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada neonates, sel darah merah mengalami pergantian yang lebih tingi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan faktor yang membatasi ekskresi bilirubin (Betz & Sowden, 2009). Hiperbilirubinemia terkonjugasi yang berkepanjangan, seperti pada ikterus obstruktif, menyebabkan terjadinya penggabungan kovalen bilirubin terkonjugasi dengan albumin. Jenis bilirubin ini adalah bilirubin delta, yang bermigrasi lebih cepat daripada albumin normal sehingga memperlebar pita albumin ke arah anoda. Bilirubin delta memilki waktu paruh plasma lebih lama dari pada lama dalam sirkulasi (Sacher dan McPherson, 2004). Ikterik Ikterik adalah tanda utama dari semua macam gangguan hepatoselular yang merupakan akibat dari gangguan metabolism bilirubin, yaitu terjadinya kelebihan bilirubin darah. Kulit dan selaput lender nampak kekuning-kuningngan. Hepar tidak mampu mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi sehingga dapat larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui ginjal dan gastrointestinal. Peningkatan bilirubin akan membuat kulit sangat gatal (Baradero et. al., 2008). Menurut penyebabnya ikterik dibagi atas tiga macam, yaitu: 1. Ikterik Obstruktif a. Kolestasis intrahepati, penyebab obat fenotiazin (penenang). Pada obstruksi intrahepatik ada stagnasi atau statis empedu dalam kanakuli. Keadaan ini disebut kolestasis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan bilirubin direk dan alkalin fosfatase. bilirubin terkonjugasi lain karena beriaktan kovalen dengan albumin sehingga tertahan lebih

b. Obstruksi ekstrahepatik. Ada penyumbatan pada saluran empedu. Penyebabnya dapat berupa batu, pancreatitis, karsinoma pada pancreas. Ada peningkatan bilirubin direk dan alkalin fosfatase. Saluran bilier dapat membesar karean obstruksi yang tampak pada pemeriksaan CT scan dan ultrasonografi. 2. Ikterik Hepatoselular Pada ikterik hepatoselular, sel-sel hepar tidak mampu mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi sehingga bilirubin tidak dapat diekskresikan di ginjal dan gastrointestinal. Pada ikterik hepatoselular, terajdi kerusakan kerusakan pada sel-sel hepar yang dapat disebabkan oleh toksin(hepato toksin): virus (hepatitis virus): atau karena sirosis hepatis. Karena adanya kerusakan pada sel-sel hepar, ALT dan AST meningkat, sedangkan massa protrombin memanjang. 3. Ikterik Hemolitik Terdapat banyak kerusakan pada eritrosit (hemolisisi) sehingga terlalu banyak bilirubin yang masuk ke dalam darah. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan bilirubin indrek (bilirubin tak terkonjugasi) (Baradero et. al., 2008). Pemeriksaan Laboratorium Beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi hepar meliputi: 1. Kolesterol total serum Normal: 140-220 mg/100ml darah Menurun Meningkat 2. Albumin Normal: 3,4-5,0 mg/100ml Menurun 3. Kadar Normal: < 75 g : pada penyakit hepatoselular : pada penyakit hepatoselular : pada obstruksi traktus bilier

Meningkat

: pada penyakit portal

hepatoselular karena obstruksi sirkulasi

4. Conjugated bilirubin

Meningkat Meningkat 6. Bilirubin urin Normal

: pada penyakit hepatoselular dan obstruksi bilier : pada penyakit hepatoselular dan homolisis eritrosit. : tidak ada. Adanya bilirubin urin menunjukkan penyakit hepatoselular atau obstruksi bilier. Warna urinnya adalah cokelat kemerahan dan berbuih jika dikocok.

5. Unconjugated bilirubin

7. Urobilinogen urin Normal Menurun Meningkat Normal Meningkat : 0,2-1,2 unit : pada obstruksi bilier : pada penyakit hepatoselular : 90-280 mg/hari : pada hemolisis eritrosit (Baradero et. al., 2008).

8. Urobilinogen fekal

Tabel pemeriksaan laboratorium, yaitu :

(Israr, 2010). Tes Fungsi Hati Dengan Marker Lain Produk berikut biasanya diukur sebagai bagian dari tes fungsi hati:

ALT (alanin aminotransferase), juga dikenal sebagai SGPT (serum glutamik

piruvik transaminase)

AST (aspartat aminotransferase), juga dikenal sebagai SGOT (serum Fosfatase alkali GGT (gamma-glutamil transpeptidase, atau gamma GT) Bilirubin Albumin (Yayasan Spiritia, 2010). ALT adalah lebih spesifik untuk kerusakan hati. ALT adalah enzim yang dibuat

glutamik oksaloasetik transaminase)


dalam sel hati (hepatosit), jadi lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol, dan penyakit pada saluran cairan empedu (Yayasan Spiritia,2010). AST adalah enzim mitokondria yang juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk penyakit hati. Dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT dan AST akan serupa (Yayasan Spiritia,2010). Fosfatasealkali meningkat pada berbagai jenis penyakit hati, tetapi peningkatan ini juga dapat terjadi berhubungan dengan penyakit tidak terkait dengan hati. Fosfatase alkali sebetulnya adalah suatu kumpulan enzim yang serupa, yang dibuat dalam saluran cairan empedu dan selaput dalam hati, tetapi juga ditemukan dalam banyak jaringan lain. Peningkatan fosfatase alkali dapat terjadi bila saluran cairan empedu dihambat karena alasan apa pun. Di antara yang lain, peningkatan pada fosfatase alkali dapat terjadi terkait dengan sirosis dan kanker hati (Yayasan Spiritia,2010). GGT sering meningkat pada orang yang memakai alkohol atau zat lain yang beracun pada hati secara berlebihan. Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran cairan empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua penyakit hati, bahkan juga pada orang yang sehat. GGT juga dibuat sebagai reaksi pada beberapa obat dan zat, termasuk alkohol, jadi peningkatan GGT kadang kala (tetapi tidak selalu) dapat

menunjukkan penggunaan alkohol. Penggunaan pemanis sintetis sebagai pengganti gula, seumpamanya dalam diet soda, dapat meningkatkan GGT (Yayasan Spiritia,2010). Albumin adalah protein yang mengalir dalam darah. Karena dibuat oleh hati dan dikeluarkan pada darah, albumin adalah tanda yang peka dan petunjuk yang baik terhadap beratnya penyakit hati. Tingkat albumin dalam darah menunjukkan bahwa hati tidak membuat albumin dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Tingkat ini biasanya normal pada penyakit hati yang kronis, sementara meningkat bila ada sirosis atau kerusakan berat pada hati. Ada banyak protein lain yang dibuat oleh hati, namun albumin mudah diukur (Yayasan Spiritia,2010). Obat Yang Menyebabkan Kerusakan Hati Obat-obat yang diduga menyebabkan kerusakan liver akut yang berkaitan dengan dosis (menyerupai hepatitis virus akut) :

acetaminophen salicylates (lebih 2 g per hari) (Widyawati, 2009). Obat-obat yang diduga menyebabkan kerusakan liver akut yang tidak berkaitan

dengan dosis (menyerupai hepatitis virus akut) :


acebutolol indomethacin phenylbutazone allopurinol isoniazid phenytoin atenolol ketoconazole piroxicam carbamazepine (Widyawati, 2009). actinomycin D

labetalol probenecid cimetidine maprotiline pyrazinamide dantrolene metoprolol quinidine diclofenac mianserin

quinine diltiazem naproxen ranitidine enflurane paraaminosalicylic acid

sulfonamides ethambutol

Obat-obat yang diduga menyebabkan cholestatic jaundice :


carbamazepine

chlorpropamide erythromycin amoxicillin/clavulanate cloxacillin flecainide azathioprine cyclophosphamide flurazepam captopril cyclosporine flutamide (Widyawati, 2009).

danazol glyburide carbimazole diazepam gold cephalosporins disopyramide griseofulvin chlordiazepoxide enalapril

Obat-obat yang diduga menyebabkan granuloma hati (nodul inflamasi kronik) :


allopurinol gold phenytoin aspirin hydralazine procainamide carbamazepine isoniazid quinidine chlorpromazine (Widyawati, 2009).

isoniazid quinidine chlorpromazine nitrofurantoin sulfonamides diltiazem penicillin tolbutamide disopyramide phenylbutazone

Obat-obat yang diduga menyebabkan hepatitis kronik aktif : acetaminophen (chronic use, large doses) dantrolene methyldopa isoniazid nitrofurantoin (Widyawati, 2009) Obat-obat yang diduga menyebabkan sirosis hati :

methotrexate terbinafine HCI (Lamisil, Sporanox) nicotinic acid (Widyawati, 2009). Obat-obat yang diduga menyebabkan kolestasis kronik (menyerupai sirosis

bilier primer) :

chlorpromazine/valproic acid (combination) imipramine thiabendazole phenothiazines tolbutamide chlorpropamide/erythro-mycin (combination) phenytoin (Widyawati, 2009). Obat-obat yang diduga menyebabkan tumor hati (jinak dan ganas) : anabolic steroids oral contraceptives thorotrast danazol testosterone (Widyawati, 2009).

IV. ALAT DAN BAHAN Alat: 1.Alat sentrifugasi 2.Pipet piston 3.Spektrofotometer 4.Spuit 3 ml 5.Tabung reaksi Bahan: 1. 2.
3. 4.

Alkohol 70% Bahan pemeriksaan (sampel) : serum, heparin, atau EDTA plasma Blangko sampel Precinorm U Pereaksi / Reagen

1)
2)

Asam sulfanilat Asam klorida Natrium nitrit 0,17 N

29 mmol/l 25 mmol/l

3) V. PROSEDUR

Disiapkan sebanyak tiga buah kuvet. Kuvet I berisi blangko, yaitu reagen dan air, lalu diaduk dan didiamkan selama 15 menit. Kemudian kuvet II dan III berisi sampel yang masing-masing berisi reagen I sebanyak 1 ml dan sampel sebanyak 10 ml, lalu diaduk dan didiamkan tepat 5 menit pada suhu 20oC-25oC. Absorbansi sampel diukur terhadap blangko dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visibel. Setelah itu ditambahkan reagen II sebanyak 1 ml, lalu diaduk dan didiamkan tepat 10 menit pada suhu 20oC-25oC. Setelah itu, masing-masing kuvet (blangko dan sampel) diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visibel. Untuk sampel, dilakukan duplo. Dibuat tabel data pengamatan dan dihitung rata-rata klinik kadar pada sampel.
VI.

absorbansi hasil pemeriksaan

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Data Pengamatan Bahan Blanko Sampel 1 Sampel 2 Absorbansi 1 0 0,246 0,223 2 0 0,271 0,253

Perhitungan A1 = A2 A1 = 0,271 0,246 = 0,225 A2 = A2 - A1 = 0,253 0,223 = 0,020 Rata-rata =

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin. BIlirubin dapat digunakan sebagai parameter pemeriksaan fungsi hati karena bilirubin merupakan hasil pemecahan heme dari sel darah merah akan mengalami konjugasi di hati dengan asam glukoronat dengan batuan enzim uridyl diphosphate glucoronyl transferase (UDGPT) sehingga menjadi bilirubinglukoronat yang lebih larut air (bilirubin direk) dan akan disekresikan ke empedu untuk mengemulsikan lemak di usus. Apabila ada gangguan fungsi hati, jumlah bilirubin indirek (hasil pemecahan heme) akan banyak terdapat di darah, sedangkan jumlah bilirubin direk sedikit terbentuk. Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode Jendrassik, L. et al. (1938). Serum atau plasma ditambahkan ke larutan natrium asetat dan kafeinnatrium benzoat. Natrium asetat digunakan sebagai dapar pH dalam reaksi diazotasi, sementara kafein-natrium benzoat mempercepat ikatan antara bilirubin dan asam sulfanilat. Warna azobilirubin akan muncul dalam 10 menit. Untuk pemeriksaan bilirubin direk dilakukan tanpa penambahan kafein. Sedangkan bilirubin indirek merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi. Azobilirubin kemudian diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer. Pada umumnya pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium klinik menggunakan alat spektrofotometer UV-Visibel. Pada pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer, terlebih dahulu dilakukan pemilihan panjang gelombang untuk pengukuran. Panjang gelombang untuk pengukuran, dipilih panjang gelombang yang menunjukkan nilai absorpsi maksimum. Keuntungan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer yaitu : mempunyai sensitivitas yang relative tinggi, pengerjaannya mudah sehingga pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang relatif tinggi. Spesifisitas diperoleh dengan mereaksikan sampel yang diperiksa dengan pereaksi yang sesuai, kemudian membentuk warna yang berbeda, atau dengan pemisahan analitis menjadi reaksi pembentukan warna. Prinsip dari spektrofotometri yaitu jika suatu molekul dikenai suatu radiasi elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut

ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi juga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif. Pada spektrum UV-Vis ini yang memberikan serapan karena adanya gugus kromofor pada suatu senyawa. Gugus kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar UV dan sinar tampak. Selain itu juga ada yang dinamakan gugus ausokrom yang merupakan gugus fungsional yang mempunyai elekton bebas seperti OH-, O-, dan CH3O- yang memberikan transisi n *. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorbs menuju ke panjang gelombang yang lebih besar (batochromic) disertai dengan peningkatan intensitas yang disebut hiperkromik. Hukum lambert-beer menyatakan bahwa konsentrasi suatu zat berbanding lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorpsi, atau berbanding terbalik dengan logaritma cahaya yang ditransmisikan.

Dimana : A = absorban a = absorptivitas b = jalannya sinar pada larutan c = konsentrasi T = Transmitan Transmitans (T) didefinisikan sebagai rasio cahaya yang ditransmisikan (I) terhadap cahaya yang dating (Io). Percobaan dilakukan dengan menyiapkan 3 kuvet, kuvet I berisi blangko, yaitu reagen dan air, lalu diaduk dan didiamkan selama 15 menit. Kuvet II dan III berisi sampel yang masing-masing berisi reagen I sebanyak 1 ml dan sampel sebanyak 10 ml, lalu diaduk dan didiamkan tepat 5 menit pada suhu 20oC-25oC. Absorbansi sampel diukur terhadap blangko dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visibel. Setelah itu ditambahkan reagen II sebanyak 1 ml, lalu diaduk dan

didiamkan tepat 10 menit pada suhu 20oC-25oC. Setelah itu, masing-masing kuvet (blangko dan sampel) diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visibel pada panjang gelombang 540 nm. Kemudian dihitung rata-rata absorbansi dari hasil pemeriksaan klinik kadar pada sampel. Dari hasil percobaan dan perhitungan, rata-rata absorbansi yang diperoleh sebesar 0,0225. Kadar bilirubin

sampel dapat diketahui dengan perhitungan:

Tetapi dikarenakan ketiadaan kalibrator, maka percobaan dibatasi hingga diperoleh rata-rata absorbansi saja.

Interpretasi hasil pemeriksaan bilirubin adalah sebagai berikut:


-

Dewasa: total: 0.1 1.2 mg/dL, direk: 0.1 0.3 mg/dL, indirek: 0.1 1.0 mg/dL Anak: total: 0.2 0.8 mg/dL, indirek: sama dengan dewasa. Bayi baru lahir: total: 1 12 mg/dL, indirek: sama dengan dewasa. Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati

(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Peningkatan kadar bilirubin direk juga dapat disebabkan oleh:

Penyakit: ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson Obat-obatan: antibiotik (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin, linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretik (asetazolamid, asam etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturat, narkotik (kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K. Penurunan kadar bilirubin direk juga dapat disebabkan oleh:

Penyakit: anemia defisiensi besi

Obat-obatan: barbiturat, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan

destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek juga dapat disebabkan oleh:

Penyakit: eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi, hepatitis

Obat-obatan: aspirin, rifampin, fenotiazin Penurunan kadar bilirubin indirek juga dapat disebabkan oleh: Obat-obatan: barbiturat, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi Pada pemeriksaan bilirubin, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

temuan laboratorium, antara lain:

Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar bilirubin. Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin. Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan menurun. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin

VIII. KESIMPULAN Dari hasil percobaan dan perhitungan, rata-rata absorbansi sampel yang diperoleh

sebesar 0,0225. Interpretasi hasil pemeriksaan bilirubin adalah sebagai berikut:


-

Dewasa: total: 0.1 1.2 mg/dL, direk: 0.1 0.3 mg/dL, indirek: 0.1 1.0 mg/dL

Anak: total: 0.2 0.8 mg/dL, indirek: sama dengan dewasa. Bayi baru lahir: total: 1 12 mg/dL, indirek: sama dengan dewasa

DAFTAR PUSTAKA Baradero, M, M.W Ddayrit dan Y Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Betz,C.L dan L.A Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatric. Edisi V. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Israr, Y. A. 2010. Sedikit mengenai : Metabolisme Bilirubin. http://yayanakhyar.wordpress.com/2010/04/06/sedikit-mengenai bilirubin/ [Diakses pada tanggal 25 November 2010] metabolisme-

Sacher, R. A, dan R.A McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Widyawati, T. 2009. Kerusakan Hati Akibat Obat. http://triwidyawati.com/kerusakanhati-akibat-obat-part-1/ [Diakses pada tanggal 25 November 2010] Yayasan Spiritia. 2010. Tes Fungsi Hati. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=135 [Diakses pada tanggal 25 November 2010]

You might also like