You are on page 1of 37

BAB II LANDASAN TEORI 2.

1 Manajemen Kualitas Terpadu

2.1.1 Definisi Manajemen Kualitas Terpadu Dalam setiap kegiatan atau aktifitas yang dilakukan oleh manusia dalam suatu organisasi baik sosial maupun orientasi pada keuntungan bertujuan untuk menyediakan produk atau jasa bagi keperluan manusia lain. Nilai yang paling penting dari penyediaan produk atau jasa tersebut harus dapat digunakan sebaik-baiknya oleh orang lain. Kata sebaik-baiknya produk atau jasa yang digunakan merupakan kata dasar dari kualitas. (Juran, 1970) Dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas, maka banyak organisasi baik sosial maupun perusahaan menerapkan konsep TQM (Total Quality Management) atau manajemen kualitas terpadu. Konsep manajemen kualitas terpadu adalah memanajemen semua aspek organisasi secara keseluruhan untuk menjadikan unggul dalam semua aspek produk atau jasa yang dihasilkan yang penting bagi konsumen. Manajemen Kualitas Terpadu (MKT) memiliki 3 suku kata yaitu: Manajemen, Kualitas, dan Terpadu. Menurut Gouzali (1996), diartikan sebagai: Ilmu dan seni perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengendalian sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang ditetapkan terlebih dulu. Sedang pengertian kualitas terdiri dari bermacam-macam definisi dari berbagai macam sudut pandang. Pada dunia industri, definisi kualitas menurut Juran (1970) lebih sering diartikan sebagai: Tepat kegunaannya bagi pemakai, tingkat dari kelas atau kategori produk yang akan memberikan kepuasan bagi masyarakat luas, kenyamanan kualitas produk, karakteristik produk yang manajemen

dimiliki, fungsi dari sebuah produk, dan Departemen yang mengontrol mutu baik produk . Dan dalam kamus besar bahasa Indonesia, definisi dari terpadu adalah: Tercampur dari beberapa obyek menjadi satu dalam kesatuan. Pada dasarnya manajemen kualitas total (quality management) atau manajemen kualitas terpadu (Total Quality Management = TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. (Gasperz, 1997) ISO 9000:2000 (Quality Vocabulary) mendefinisikan manajemen kualitas (Obenauf, 2001) sebagai: Aktifitas melakukan pengaturan pada organisasi untuk mengawasi dan mengontrol dengan tujuan pencapaian kualitas dengan kegiatan antara lain: perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), penjaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas (quality improvement) Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management), dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi. 2.1.2 Dimensi Kualitas dan Performansi Kualitas Berdasarkan definisi kualitas, maka arti dari kualitas sendiri dapat dikategorikan lagi menjadi beberapa dimensi yang dapat menggambarkan atau mengukur tingkat kualitas tersebut. Kualitas memiliki 9 dimensi yang berbeda seperti dijelaskan pada tabel II.1 Pada halaman selanjutnya:

Tabel II.1 Dimensi Kualitas

DIMENSI Performance (daya guna) Features (keutamaan) Conformance (kesesuaian dengan standar) Reliability ( daya uji) Durability (daya tahan) Service (pelayanan produk) Response (tanggapan pelayanan) Aesthetics (estetika)

ARTI DAN CONTOH DIMENSI Karakteristik utama produk, seperti kejelasan sebuah gambar pada produk Karakteristik tambahan produk, seperti adanya alat pengendali otomatis (remote control). Sesuai dengan spesifikasi atau standar yang ditentukan perusahaan, seperi: hasil jahitan pada pakaian. Konsisten pada waku performance seperti rata-rata waktu gagal atau rusak dari suatu unit Umur produk, termasuk pada sesudah diperbaiki Penyelesaian masalah dan keluhan, seperti mudah untuk diperbaiki Hubungan antara manusia dengan manusia, seperti kepekaan pelayanan konsumen pada saat perbaikan. Karakter tambahan (asesoris) dari produk, seperti: pemanis bentuk produk pada bagian luar Peformance pada masa lalu dan hal-hal lainnya yang bersifat abstrak (tidak dapat diraba), seperi: pernah menguasai pangsa pasar.

Reputation (nama baik) Sumber: Besterfield, 2003

Masing-masing dimensi kualitas dapat berdiri sendiri, misalnya: beberapa produk terbilang sempurna pada satu dimensi akan tetapi lemah dari sudut pandang dimensi yang lain. Oleh karena itu akan sangat banyak kemungkinan kombinasi dari dimensi produk tersebut. Sebagai contoh, fokus utama dari produk mobil Jepang pada era tahun 1970 lebih didasarkan pada dimensi dari reliability, conformance, dan aesthetics, akan tetapi suatu saat dimensi kualitas tersebut dapat berubah. Atas dasar dimensi tersebutlah bahasa-bahasa keinginan konsumen diterjemahkan menjadi kebutuhan proses produksi pada saat melakukan pengembangan produk. (Besterfield, 2003) Sedangkan performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi (Gaspersz, 2002) sebagai berikut: 1. Fisik: Panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dan parameter lainnya. 2. Sensory (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dan parameter lainnya.

10

3. Orientasi waktu: keandalan (reliability), kemampuan pelayanan (service ability), kemudahan pemeliharaan (maintainability), dan ketepatan penyerahan produk (delivery). 4. Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau biaya dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen. Dapat disimpulkan bahwa penilaian akhir baik atau buruknya produk hasil proses produksi diukur berdasarkan dimensi performansi kualitas yang telah ditetapkan sebagai standar spesifikasi. Penilaian tersebut diketahui berdasarkan tindakan pemeriksaan atau inspeksi baik pada saat proses produksi maupun akhir dari proses produksi. Pada saat melakukan inspeksi, karakteristik kualitas dibagi atas dua hal yaitu: 1.Inspeksi Atribut: Menggolongkan barang baik dan barang cacat. 2.Inspeksi Variabel: Menghitung dimensi seperti berat, kecepatan, ketinggian, kekuatan untuk melihat apakah produk masuk spesifikasi yang dapat diterima. 2.1.3 Aplikasi Konsep Manajemen Kualitas Terpadu Dalam Industri Modern Total Quality Management (TQM) dalam industri modern didefinisikan sebagai suatu filosofi dan beberapa pedoman prinsip yang menggambarkan dasar dari peningkatan berkelanjutan pada organisasi. TQM terdiri beberapa metode ilmu teknik aplikasi dan sumber daya manusia untuk meningkatkan semua proses dalam organisasi dan harapan dari kebutuhan konsumen baik sekarang maupun yang akan datang. Dasar-dasar pada TQM terdiri dari alat teknik manajemen, upaya untuk peningkatan dari kondisi saat ini, dan alat-alat teknik yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang dibahas. Enam prasyarat yang diperlukan dalam implementasi konsep TQM terdiri dari: 1. Komitmen dan keterlibatan manajemen untuk mendukung organisasi secara jangka pendek dan jangka panjang. 2. Fokus terhadap pelanggan, baik pelanggan internal dan pelanggan eksternal. 3. Keterlibatan dan pemanfaatan yang efektif dari seluruh tenaga kerja. 4. Perbaikan secara terus-menerus pada proses bisnis dan produksi

11

5. Memperlakukan pemasok sebagai rekan kerja. 6. Membangun ukuran performance dalam proses. Beberapa konsep yang telah disebutkan diatas merupakan metode yang tepat dalam menjalankan sebuah organisasi. Secara singkat pada masingmasing poin diatas dijelaskan secara lebih detail sebagai berikut: Manajemen harus terlibat dalam program peningkatan kualitas. Para dewan kualitas atau manajemen perusahaan harus membangun visi yang jelas, baik tujuan untuk jangka pendek ataupun tujuan untuk jangka panjang. Serta memasukan kualitas sebagai tujuan yang disertakan pada rencana bisnis. Kunci yang efektif dalam program TQM adalah fokus kepada pelanggan dan cara pintar untuk memulai adalah tempatkan pelanggan internal sebagai pelanggan yang seharusnya lebih dahulu puas. Kita dapat memulainya dengan mendengar: suara dari konsumen, menekankan kualitas desain produk, dan membuat pencegahan kesalahan. TQM adalah tantangan besar organisasi bagi setiap orang-orang yang bertanggung - jawab didalamnya, sehingga setiap orang tersebut harus mampu mengembangkan dirinya dengan konsep TQM. Pengembangan dapat berupa pelatihan, seminar, dan kegiatan pengajaran lainnya. Karena konsep TQM terdiri dari pengembangan dan implementasi, maka setiap orang yang akan mengerjakan harus memahami apa yang akan mereka kerjakan dan cara untuk mengembangkannya. Harus ada usaha dalam meningkatkan bisnis atau proses produksi. Usaha tersebut dapat berupa proyek dalam meningkatkan kualitas sebagai contoh: pengiriman tepat waktu, kepuasan konsumen, pengurangan kehilangan material bahan baku, dan proyek lainnya. Dalam menjalankan beberapa proyek tersebut terdapat alat teknik yang digunakan dalam konsep TQM seperti: Benchmarking, Information Technology, Quality Management System (QMS), Enviromental Management System, Quality Function Development (QFD), Quality by Design, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), Product Liability, Total Productive Maintenance

12

(TPM),

Management

Tools,

Statistical

Process

Control

(SPC),

Experimental Design, dan Taguchi Quality Engineering. Membangun jalinan kerjasama yang baik dengan supplier karena 40% dari biaya produksi baik barang atau jasa yang keluar untuk pembelian bahan baku kepada pemasok. Membuat sistem pengukuran dari kinerja yang dilakukan sebagai alat kontrol, seperti: data barang cacat, data absensi, dan data lainnya. Akan lebih baik jika pengukuran dipublikasikan baik pada papan informasi, email, atau majalah hingga mudah untuk diketahui oleh orang lain yang membutuhkan informasi tersebut. Pengembangan dan pengukuran secara terus menerus untuk menjaga keandalan dari mesin, produk, atau proses merupakan hal yang sangat penting pada bagian manajemen kualitas terpadu (TQM). Pada saat kita membeli mesin baru, memproduksi produk jenis baru, atau pada saat merubah metode kerja atau proses produksi, maka diperlukan sebuah analisa mengenai keandalan yang berpengaruh terhadap proses atau produk. Salah satu metode yang sangat berguna yang dapat mengukur keandalan pada proses dan produk adalah konsep FMEA. Sebelum mengetahui secara detail tentang FMEA, secara singkat FMEA digambarkan sebagai teknik analisa yang menggabungkan teknologi dan orangorang ahli pada bidangnya dalam mengidentifikasi untuk meramalkan poin kegagalan baik pada proses maupun produk dan rencana untuk mencegahnya. Metode ini dapat diimplementasikan baik pada desain atau proses produksi dan pada dasarnya yang termasuk dalam kegiatan identifikasi poin potensial kegagalan dan pengaruhnya baik terhadap konsumen internal maupun konsumen eksternal. (Besterfield, 2003) 2.2 2.2.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Latar Belakang FMEA

13

Disiplin dasar konsep FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dibangun dan dikembangkan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada tahun 1949. Pada saat itu, FMEA masih dikenal dengan kata FMECA (Failure Mode, Effect, and Critical Analysis). Pada awalnya, pengembangan FMECA digunakan dalam prosedur militer (MIL-P-1629, Date: November, 9 1949) dengan tujuan untuk mengevaluasi keandalan teknik untuk mencari pengaruh dari sistem dan kegagalan peralatan. (Cayman Business System, 2004) Konsep FMEA saat ini merupakan satu teknik manajemen produksi yang pada mulanya dibuat oleh Ford Motor Company pada tahun 1970-an sebagai kaidah untuk membantu teknikal industri dalam menilai potensi poin kegagalan dan sebagai kaidah pencegahannya dalam industri otomotif. Akan tetapi tidak hanya untuk industri otomotif, berbagai bidang organisasi lainnya dapat mengadopsi metode FMEA sebagai cara untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas. (Shamsuddin, 2001) Dalam beberapa tahun terakhir, metode FMEA sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan desain dari proses pembuatan komponen atau produk manufaktur. Untuk beberapa hal tertentu, FMEA ini tidak dapat dipisahkan dari industri-industri seperti: pembuatan pesawat terbang, industri mobil atau otomotif, agen-agen pemerintah misalnya Airforce atau Navy. Mereka memerlukan dan mengharuskan FMEA diaplikasikan untuk memastikan keselamatan harus terjamin. (Villacourt, 1992) 2.2.2 Definisi FMEA FMEA merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengevaluasi potensial poin-poin kegagalan dan penyebabnya. Prioritas untuk mencegah terjadinya potensial poin kegagalan didasarkan pada resiko yang paling besar dan menjadi sebuah petunjuk dalam melakukan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan kejadian poin kegagalan. FMEA sendiri bukan merupakan alat pemecahan masalah. FMEA digunakan dengan kombinasi dari berbagai alat pemecahan masalah lainnya. Akan tetapi FMEA menjadi alat yang mempresentasikan kemungkinan

14

kegagalan yang akan muncul untuk dihilangkan atau dicegah. (Cayman Business System, 2004) Kurwa Murwa dan Yu Ji (2002), mendefinisikan FMEA sebagai: Suatu teknik analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi potensial poin kegagalan dan penyebab yang berhubungan dengan poin kegagalan tersebut. Secara khusus FMEA dapat menemukan kelemahan dalam desain produk dan proses produksi sebelum desain dan proses produksi tersebut berjalan, baik dalam prototipe produk maupun produksi massal. Sedangkan menurut Deborah L. Smith dalam jurnal teknik industri (healthcare isixsigma.com, 2007), FMEA adalah: Alat proaktif, teknik, dan metode kualitas yang mampu mengidentifikasi dan mencegah kesalahan atau kegagalan proses atau produk sebelum terjadi. 2.2.3 Tujuan dan Manfaat FMEA Dalam penerapan FMEA, tujuan pembuatan dokumentasi FMEA (Villacourt, 1992) bagi perusahaan, antara lain: 1. Alat atau metode yang efektif mengurangi biaya produksi dengan mendokumentasikan semua pengetahuan, pengalaman, dan pandangan dari proses produksi. 2. Sebagai format dokumen yang menjadi penghubung komunikasi antara lintas disiplin atau departemen dalam proses produksi untuk mencegah kegagalan. 3. Sebagai penyedia pemikiran, langkah-langkah yang berurutan dalam mendefinisikan produk dan proses dalam fokus satu kesatuan. Sedangkan manfaat dari metode FMEA (Villacourt, 1992) tersebut adalah: 1. Kontribusi untuk meningkatkan desain proses dan produk, antara lain: meningkatkan keandalan produk, terbaik dalam kualitas, meningkatkan keamanan (proses, produk, dan pelaku), dan menjanjikan kepuasan konsumen. 2. Konstribusi untuk mengurangi biaya, antara lain: mengurangi biaya akibat waktu dalam pengembangan produk dan biaya akibat desain ulang,

15

mengurangi biaya akibat garansi, dan biaya akibat kerusakan material dan kegiatan-kegiatan yang tidak berguna pada saat proses produksi. 3. Konstribusi untuk peningkatan berkelanjutan. 2.2.4 Jenis-jenis FMEA Metode FMEA memiliki 3 jenis pengembangan yang mempunyai fokus yang berbeda dalam mengeleminasi atau mengurangi potensial poin kegagalan, antar lain: (Cayman Business System, 2004) 1. Desain Failure Mode and Effect Analysis (D-FMEA) D-FMEA adalah suatu teknik analisa yang pokok digunakan oleh tim desain atau pengembangan produk untuk mengetahui atau memastikan potensial poin kegagalan dan menggabungkan macam-macam penyebab untuk mengidentifikasi, mempertimbangkan, dan fokus terhadap kualitas yang dituju. Aktifitas utama dalam mengembangkan D-FMEA adalah melakukan semua kegiatan pengembangan desain yang diinginkan konsumen dan tidak melakukan tindakan yang tidak diinginkan konsumen. Dengan ini dapat diartikan bahwa D-FMEA hanya mengevaluasi desain yang sesuai dengan permintaan konsumen. Dalam D-FMEA juga diperbolehkan melakukan sebuah alternatif pengembangan produk, selama nilai dari permintaan konsumen akan kualitas produk tidak berpengaruh. 2. Machine Failure Mode And Effect Analysis (M-FMEA) M-FMEA adalah sebuah metode yang membuat standarisasi teknik dalam penggunaan mesin. Aktifitas yang paling utama dalam menganalisa kegiatan M-FMEA adalah mempelajari pola dari karakteristik mesin, pengoperasian yang aman, pemeliharaan yang tepat, dan kegagalan yang terjadi. 3. Process Failure Mode and Effect Analysis (P-FMEA) P-FMEA adalah sebuah kegiatan mengidentifikasi proses produksi yang kritikal dan karakteristik proses yang penting dan keduanya dijadikan mesin dan peralatan selama proses produksi untuk meningkatkan keselamatan operator mesin, keandalan mesin, dan ketahanan

16

sebuah titik awal dalam rencana untuk mengontrol proses agar tidak terjadi kegagalan. 2.2.5 Persiapan Dokumentasi FMEA Pada awalnya, konsep FMEA bukanlah merupakan hal yang baru bagi para ahli teknik industri dan proses pada bidangnya. Para ahli teknik tersebut, pada saat melakukan desain produk atau memikirkan proses yang diperlukan sudah memasukan konsep FMEA pada rencana kerja mereka. Akan tetapi, aktifitas tersebut tidak dapat membantu, karena para ahli hanya mahir pada bidang masing-masing dan tidak melakukan intergrasi untuk bekerja sama pada grup untuk membahas konsep FMEA secara bersama. Tujuan dari pengumpulan dokumentasi FMEA adalah memberikan semua informasi bagi para ahli teknik pada masing masing bagian organisasi agar dapat diakses atau diketahui secara bersama. Informasi dapat berupa dokumen yang berhubungan dengan segala kegiatan proses produksi. Beberapa informasi yang dibutuhkan pada persiapan dokumentasi FMEA: (Besterfield, 2003) Block Diagram Langkah awal FMEA harus dimulai dengan block diagram. Block diagram dapat berupa informasi-informasi dari aliran proses yang berbeda (informasi, energi, tenaga kerja, dan sumber daya lainnya) yang diperlukan dalam proses produksi. Tujuan utama block diagram adalah untuk mengetahui input pada proses, fungsi dari proses, dan output yang akan dikeluarkan oleh proses. Berdasarkan informasi tersebut maka dapat dapat dilakukan analisa terhadap proses. Berdasarkan pengertian diatas block diagram yang dimaksud pada pengumpulan dokumen atau data yang diperlukan pada penelitian dan pembahasan FMEA pada PT. PancaPrima EkaBrothers adalah Operational Process Chart (OPC). Dokumen Terkait Lainnya Beberapa dokumen yang dibutuhkan dalam melakukan analisa seperti: pedoman dari desain dan proses produksi, Keinginan atau kebutuhan yang

17

konsumen inginkan, dan dokumen lainnya sesuai dengan kebutuhan dari pada masing-masing perusahaan. 2.2.6 Langkah-langkah Pembahasan dan Analisa FMEA Untuk menyusun dokumentasi proses FMEA sebagai panduan untuk mencegah terjadinya kegagalan proses diperlukan beberapa langkah dan tahap pembahasan dan analisa. Menurut Villacourt (1992) penyusunan dokumen proses FMEA dibuat berdasarkan tahap-tahap pembahasan sebagai berikut: a. Menentukan Potensial Poin Kegagalan

Potensial poin kegagalan adalah sebuah pola dari suatu sistem, sub-sistem, atau bagian dari kegiatan (khusus dalam hal ini adalah kegiatan proses produksi) yang berpotensi mengalami kegagalan untuk membuat produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Beberapa hal perlu diperhatikan sebagai langkah analisa untuk menyusun dokumen P-FMEA, antara lain: Tim yang menyusun FMEA harus beranggotakan orang Standar dari hasil proses yang tidak memenuhi spesifikasi Setiap material atau komponen yang diperlukan pada saat Membuat standar dari proses yang serupa yang memenuhi yang mengerti proses dengan baik. keinginan konsumen telah ditetapkan. proses produksi diasumsikan dalam keadaan baik atau bebas cacat. keinginan konsumen atau yang berasal dari kometar pada proses pengembangan produk sebelumnya. Perhatikan poin-poin kegagalan yang muncul yang Beberapa potensial poin kesalahan yang khusus atau disebabkan oleh kegagalan pada proses sebelumnya. tertentu harus dituliskan secara detail mengenai proses yang akan dilakukan maupun karakteristik dari proses tersebut. b. Menentukan dampak dari poin-poin kegagalan

Dampak yang terjadi dari poin potensial kegagalan yang muncul harus diketahui secara khusus, misalnya pada saat proses produksi dan secara

18

umum misalnya sistem secara keseluruhan. Sebagai contoh dampak dari kesalahan khusus yang terjadi dari kesalahan men-setting mesin uap akan menyebabkan satu produk menjadi cacat (reject). Sedangkan secara umum kesalahan yang terjadi tersebut akan menyebabkan mesin menjadi rusak. Secara khusus potensial poin kegagalan berdampak pada hasil produk yang mungkin terjadi pada saat itu. Dampak secara umum memiliki pengaruh yang lebih besar, misalnya; mesin tidak dapat digunakan selama beberapa hari yang akan berdampak pada kehilangan output dari mesin tersebut. c. Menentukan nilai Severity

Definisi severity menurut Cayman Business System (2004) dalam jurnal teknik industri, adalah: Sebuah penilaian yang menggambarkan tingkat keseriusan dari dari dampak potensial kegagalan yang mungkin terjadi. Dari tiap-tiap jenis FMEA memiliki karakteristik atau kategori nilai severiy yang berbeda-beda. Pada proses FMEA (P-FMEA) kategori nilai severity bersangkutan kepada pihak konsumen sebagai pengguna produk dan pihak produksi sebagai penghasil produk. Kategori nilai atau kriteria nilai pada severity diberikan sesuai dengan kondisi aktual perusahaan tentang penilaian dari keseriusan terhadap dampak potensial kegagalan. Akan tetapi secara umum kriteria nilai severity bersumber dari Cayman Business System dijelaskan pada tabel berikut: Tabel II.2 Kriteria Nilai Severity
No. Pengaruh Kriteria Kesalahan yang terjadi dapat menyebabkan mesin rusak dan dapat membahayakan keselamatan operator pada saat proses produksi. Kesalahan yang terjadi mempengaruhi produk yang dihasilkan dan dapat membahayakan konsumen dan menyalahi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah mengenai keamanan produk. Tidak ada signal atau tanda yang memperingatkan bahwa kesalahan tersebut terjadi Rangking

Berbahaya tanpa peringatan

10

19

Berbahaya dengan peringatan

Kesalahan yang terjadi dapat menyebabkan mesin rusak dan dapat membahayakan keselamatan operator pada saat proses produksi. Kesalahan yang terjadi mempengaruhi produk yang dihasilkan dan dapat membahayakan konsumen dan menyalahi peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah mengenai keamanan produk. Ada signal yang memperingatkan bahwa kesalahan tersebut terjadi. Kegagalan akan mengganggu mayoritas lini produksi. 100% produk masuk dalam kategori tidak dapat diperbaiki (scrap). Fungsi utama produk tidak dapat digunakan. Konsumen merasa sangat tidak puas.

Sangat Tinggi

Tinggi

Kegagalan akan mengganggu minoritas lini produksi. Produk masih dapat dipilah dan terdapat jumlah kurang dari 100% produk masuk dalam kategori tidak dapat diperbaiki (scrap). Fungsi utama produk padat digunakan, akan tetapi kegagalan menyebabkan fungsi tersebut berkurang. Konsumen merasa tidak puas akan kualitas dari produk tersebut Kegagalan akan mengganggu minoritas lini produksi. Kurang dari 100% porsi produk yang cacat masuk dalam kategori tidak dapat diperbaiki (scrap). Fungsi dari produk tersebut dapat digunakan, akan tetapi beberapa fungsi kenyamanan produk tidak dapat dioperasikan. Konsumen yang berpengalaman dari produk tersebut, merasa tidak nyaman terhadap kualitas produk. Kegagalan akan mengganggu minoritas lini produksi. 100 % produk harus diperbaiki. Fungsi dari produk tersebut dapat digunakan, akan tetapi nilai kenyamanan produk tersebut menjadi berkurang. Konsumen yang berpengalaman dari produk tersebut, merasa tidak puas terhadap kualitas produk.

Rata-rata

Rendah

Lanjutan .

Tabel II.2 Kriteria Nilai Severity (lanjutan )


Kegagalan akan mengganggu minoritas line produksi. Produk yang cacat dapat dipilah dan jumlahnya kurang dari 100 %. Produk tersebut diperbaiki pada lini dan stasiun yang berbeda. Dan umumnya konsumen merasa tidak nyaman dengan kesesuaian produk yang diinginkan dan mereka mengetahui kecacatan produk.

Sangat rendah

20

Kecil

Kegagalan akan mengganggu minoritas lini produksi. Produk yang cacat dapat dipilah dan jumlahnya kurang dari 100%. Produk tersebut dapat diperbaiki dan dikerjakan pada lini produksi tersebut, akan tetapi dilakukan pada stasiun yang berbeda. Hampir rata-rata konsumen merasa tidak nyaman dengan kesesuaian produk yang diinginkan dan mereka mengetahui kecacatan produk. Kegagalan akan mengganggu minoritas lini produksi. Produk yang cacat dapat dipilah dan jumlahnya kurang dari 100%. Produk tersebut dapat diperbaiki dan dikerjakan pada line produksi dan pada stasiun tersebut. Beberapa sebagian kecil konsumen merasa tidak nyaman dengan kesesuaian produk yang diinginkan dan mereka mengetahui kecacatan produk. Tidak Ada pengaruh

Sangat kecil

10

None

Sumber : Cayman Business System, 2004

d.

Menentukan nilai Occurrence

Definisi Occurrence menurut Cayman Business System (2004) adalah: Sebuah penilaian dari kemungkinan penyebab tertentu yang terjadi dan mempunyai dampak pada poin kegagalan selama proses produksi berlangsung. Nilai occurrence menghitung banyaknya kemungkinan kegagalan atau kegagalan yang terjadi pada saat proses produksi. Kategori nilai occurrence dapat dilihat pada tabel halaman selanjutnya:

Tabel II.3 Kriteria Nilai Occurrence


No. 1 2 Kemungkinan kegagalan SangatTinggi: kegagalan sering terjadi Nilai kemungkinan kejadian Lebih dari 1 dalam 2 1 dalam 3 (maksimal) Range X=1 1<X 3 Nilai kapabilitas < 0.33 0.33 Rangking 10 9

21

3 4 5 6 7 8 9 10

Tinggi: kegagalan proses berhubungan dengan proses sebelumnya, yang juga sering gagal Sedang: Kegagalan proses berhubungan dengan proses sebelumnya yang sekali-kali mengalami kegagalan secara umum Rendah Sangat Rendah Terkendali

1 dalam 8 (maksimal) 1 dalam 20 (maksimal) 1 dalam 80 (maksimal) 1 dalam 400 (maksimal) 1 dalam 1,500 (maksimal) 1 dalam 15,000 (maksimal) 1 dalam 150,000 (maksimal) Kurang dari 1 dalam 1,500,000 (maksimal)

3<X 8 8<X 20 20<X 80 80<X 40 0 400< X 1500 1500< X 15000 15000< X 150000 X 15000 0

0.51 0.67 0.83 1.00 1.17 1.33 1.50 1.67

8 7 6 5 4 3 2 1

Sumber : Cayman Business System, 2004

e.

Menentukan nilai Detection

Definisi Detection menurut Cayman Business System (2004) adalah: Sebuah penilaian dari alat kontrol saat ini (baik dalam nilai desain maupun proses) yang akan mendeteksi penyebab dari potensial kegagalan atau kegagalan itu sendiri, dalam hal melakukan pencegahan untuk memperoleh produk yang diinginkan oleh konsumen. Nilai detection merupakan nilai relatif (tidak memiliki standar) pada tiap-tiap perusahaan dan akan berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Nilai detection ditentukan dari pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan dokumen FMEA, sebagai nilai kepuasaan dari kondisi perusahaan saat ini. Nilai kepuasaan disini dimaksudkan sebagai nilai kepuasan dari kemampuan sistem dalam mencegah terjadinya proses kegagalan. Disebutkan sebagai nilai yang relatif karena orang awam akan melihat kondisi pencegahan sekarang merupakan suatu hal yang paling baik. Akan tetapi orang yang berpengalaman beranggapan bahwa sistem pencegahaan kegagalan sekarang perlu sebuah peningkatan. (Villacourt, 1992) Tabel II.4 Kriteria Nilai Detection

22

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Deteksi Tidak Mungkin Terdeteksi Sangat Tidak Terkendali Tidak Terkendali Sangat Rendah Rendah Rata-rata Rata-rata Tinggi Tinggi Sangat Tinggi

Kriteria: Cacat produk (defect) akan ditemukan oleh kegiatan proses kontrol sebelum proses berikutnya (dalam urutan proses), atau sebelum bagian (komponen) telah selasai pada lokasi sub-perakitan atau perakitan. Tidak ada alat kontrol yang tersedia untuk menemukan poin kegagalan. Alat kontrol pada saat ini kemungkinan sangat tidak mampu menemukan poin kegagalan. Alat kontrol pada saat ini kemungkinan tidak mampu menemukan poin kegagalan Kemungkinan sangat rendah alat kontrol yang ada sekarang untuk mampu menemukan poin kegagalan Kemungkinan rendah alat kontrol yang ada sekarang untuk mampu menemukan poin kegagalan Kemungkinan rata-rata alat kontrol yang digunakan sekarang untuk menemukan poin kegagalan Kemungkinan rata-rata sangat tinggi alat kontrol yang digunakan sekarang untuk menemukan poin kegagalan. Kemungkinan menemukan poin kegagalan tinggi, terhadap alat kontrol yang digunakan sekarang. Kemungkinan menemukan poin kegagalan sangat tinggi terhadap alat kontrol yang digunakan sekarang

Ranking 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

10 Selalu Terjaga Alat kontrol sekarang akan selalu menemukan poin kegagalan Sumber: Training Internal FMEA, PT Panca Prima Eka Brothers, 2007

f.

Menghitung RPN dan Membuat Rangking

RPN merupakan kritikal indikator untuk menentukan tindakan pencegahan kegagalan yang terjadi sesuai dengan poin-poin kesalahan. Perhitungan nilai RPN diperoleh dari mengkalikan nilai ketangguhan produk (severity), nilai kemungkinan terjadi kegagalan (occurrence), dan nilai deteksi dini untuk pencegahan kegagalan (detection). Batas range dari nilai FMEA berada pada point 1 - 1000.

Rumus nilai Risk Priority Number (RPN) adalah sebagai berikut: RPN: Severity x Occurrence x Detection

23

Nilai RPN yang semakin kecil akan semakin baik dan sebaliknya jika nilai RPN semakin besar sampai batas maksimal 1000 poin maka akan mengkhawatirkan. Kekhawatiran disini dimaksudkan akan mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan dan jalannya proses produksi. Diagram Pareto analisis sebaiknya dipakai sebagai dasar untuk mengetahui kemungkinan point kesalahan dari nilai RPN, pengaruh dari point kesalahan, dan penyebab terjadinya kesalahan tersebut. Nilai nilai RPN yang terbesar akan menjadi sumber perhatian dan sebagai tanda untuk melakukan tindakan pencegahan terjadinya kesalahan yang paling kritis. g. Melakukan Review FMEA untuk Mencari Tindakan

Pencegahan Kesalahan Pembahasan (review) FMEA adalah suatu aktifitas dari tim penyusun FMEA untuk membuat sebuah komentar dan membahas segala sesuatu dari data yang terkumpul dalam pembuatan dokumen FMEA. Pembahasan FMEA akan berfokus kepada nilai rangking terbesar dari tiap-tiap potensial kegagalan berdasarkan nilai RPN. Para tim penyusun FMEA dapat menentukan potensial peningkatan proses yang dapat dilakukan berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan. Pada dasarnya jika tim penyusun FMEA menemukan sebuah potensial kegagalan dan kemudian membuat sebuah peningkatan, maka secepatnya akan dilakukan suatu perbaikan (revisi) pada kondisi proses saat ini. Dokumen FMEA sendiri sangat perlu untuk dilakukan pembaharuan (update) untuk menunjukan suatu peningkatan dan perubahan dalam standar proses. Pada saat melakukan perubahan atau peningkatan dalam penyusunan FMEA, maka semua dokumentasi harus didistribusikan kepada seluruh pengguna. Pengguna dokumen tersebut dimaksudkan sebagai pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan dokumen FMEA dan pihak-pihak yang memerlukan informasi dari dokumen FMEA. Hal ini dimaksudkan agar peningkatan yang diusulkan dapat diimplementasikan pada proses. Selain itu

24

pula dokumen FMEA dapat sebagai acuan supaya lebih berhati-hati terhadap proses-proses yang kritikal terjadinya potensial kegagalan. Pada saat melakukan pembahasan FMEA, maka alat-alat pemecahan masalah diperlukan sebagai alat analisa. Alat analisa dan pemecahan masalah yang diperlukan seperti; peta proses operasi (Operation Process Chart), diagram Pareto, dan brainstroming. h. Menyiapkan Dokumen dan Lembar Kerja (worksheet) FMEA

Dokumen FMEA merupakan lembaran yang berisi informasi dalam proses analisa FMEA. Tahapan-tahapan dalam menyiapkan dokumen FMEA terdiri dari: ( Training Internal FMEA PT Panca Prima Eka Brothers, 2007) 1.Halaman Depan Dokumen Halaman depan berisikan informasi umum produk dokumen FMEA, pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan dokumen FMEA, dan tujuan dari pembuatan dokumen. Sebagai penjelasan halaman depan dari dokumen FMEA dapat dilihat pada tabel II.5 halaman 27 pada lembar berikutnya. 2.Diagram Fungsi Produk Diagram fungsi merupakan informasi umum tentang fungsi dari produk yang akan dibuat. Dalam membuat dokumen FMEA sangat diperlukan untuk mengetahui fungsi dari sebuah produk secara menyeluruh. Pengetahuan mengenai fungsi produk akan menjadi dasar sebagai penetapan dari standar kualitas pada proses produksi. Sebagai penjelasan diagram fungsi dari dokumen FMEA dapat dilihat pada halaman selanjutnya:

25

Fungsi Ukuran

Fungsi bagi pemakai terhadap fisik pemakai

Jenis produk yang akan di dokumentasikan

Fungsi bagi pemakai dari pengaruh lingkungan

Gambar II.1 Diagram Fungsi Produk FMEA


Sumber : PT Panca Prima Eka Brothers, 2007

3.Lembar Kerja (Worksheet) FMEA Lembar kerja FMEA merupakan lembar yang memuat tahapan-tahapan analisa secara ringkas sehingga mudah dibaca oleh pengguna dokumen FMEA. Isi dari lembar kerja FMEA secara umum telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Contoh dari lembar kerja FMEA dijelaskan pada tabel II. 6 pada halaman 28. 4.Diagram RPN (Risk Priority Number) Lembar diagram RPN merupakan bagian yang memberikan informasi mengenai nilai RPN dari masing-masing poin kegagalan. Secara umum, pembahasan RPN telah dibahas pada bagian sebelumnya. 5.Tindakan Pencegahan Lembar tindakan pencegahan merupakan hasil dari brainstorming yang telah dilakukan pada saat melakukan review yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu. Contoh dari tabel tindakan pencegahan dalam dokumentasi FMEA dapat dilihat pada tabel II.7 pada halaman 29.

26

Sedangkan menurut Besterfield (2003), terdapat 4 tahapan yang harus dilakukan dalam penyusunan FMEA, antara lain: 1. Tentukan Kemungkinan Kegagalan Fungsi produk Poin kemungkinan atau potensial kegagalan Akar permasalahan Pengaruh atau dampak

2. Definisikan Resiko yang Akan Terjadi Kemungkinan penyebab kegagalan Pengaruh terhadap severity Efektifitas alat kontrol yang ada saat ini Nilai Risk Priority Number Utamakan tindakan yang akan diambil Jelaskan secara detail tindakan yang akan dilakukan Rekrut orang yang bertanggung jawab atas tindakan pencegahan. Tandai peningkatan yang telah terjadi Melakukan perhitungan nilai RPN ulang terhadap peningkatan yang

3. Melakukan Pencegahan Yang Menyebabkan Resiko Terjadi

4. Mengevaluasi Kembali Nilai Resiko sudah dilakukan. Dari 4 tahapan atau langkah dalam menyusun FMEA, terdapat beberapa penjelasan tambahan yang diperlukan untuk menjelaskan lebih dalam mengenai masing-masing poin kegiatan pembahasan. Penjelasan tersebut antara lain: (Besterfield, 2003) Kebutuhan atau Fungsi Proses Setelah menentukan item atau produk yang akan dipilih untuk melakukan pembahasan, maka langkah selanjutnya adalah membahas dan menganalisa proses yang bersangkutan. Semua kegiatan proses harus termasuk didalamnya, namun dapat dibatasi sesuai dengan pembahasan

27

Sehingga berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa membahas dan menganalisa proses yang bersangkutan adalah melakukan pembahasan potensial kegagalan berdasarkan proses produksi produk (diagram alur proses). Poin Potensial Kegagalan Informasi poin potensial kegagalan dapat diartikan menjadi 2 hal: pertama adalah dapat berarti serangkaian metode untuk menemukan kemungkinan kegagalan, dan kedua adalah dapat berarti serangkaian metode untuk menemukan penyebab potensial kegagalan atau hasil dari kegagalan pada suatu sistem yang paling dasar. Semua poin potensial kegagalan yang mungkin akan terjadi harus terdaftar baik yang terjadi pada kondisi normal atau kondisi yang tidak normal dari berbagai hal. Awal yang baik pada saat akan menentukan poin potensial kegagalan bersumber dari pengalaman masa lampau, laporan data kualitas, dan melakukan brainstroming dengan para ahli dibidangnya. Dampak Potensial Kegagalan Pengaruh dari potensial kegagalan dapat diartikan sebagai pengaruh yang akan diterima konsumen pada saat akan menggunakan produk tersebut. Konsumen disini dimaksudkan sebagai konsumen internal dan konsumen eksternal sebagai pengguna produk. Dampak dari kegagalan proses dapat dijelaskan sebagai sesuatu yang akan membuat konsumen kecewa, jadi setiap kondisi dampak yang akan terjadi berasal dari suara konsumen. Akan tetapi dampak dari kegagalan tidak berfokus kepada produk dan konsumen saja, beberapa dampak juga termasuk pada kemungkinan keselamatan pekerja dan pengaruh terhadap proses produksi baik sesudah maupun sebelumnya proses tersebut. Alat Kontrol Proses Saat Ini Beberapa aktifitas yang termasuk dalam alat kontrol proses dapat berupa pengukuran pencegahan kegagalan, pengesahan produk, dan pembuktian dari desain yang benar. Kontrol tersebut dapat berupa serangkaian kegiatan pengujian seperti: uji fisik produk, pengujian yang berhubungan dengan

28

perhitungan, Tinjauan kemungkinan kegagalan, dan pengujian awal proses produksi (prototipe). Secara umum, terdapat 3 tipe dari kegiatan kontrol untuk mencegah poin potensial kegagalan, antara lain: 1. Tindakan pencegahan dari penyebab kegagalan yang terjadi. 2. Mendeteksi kemungkinan kegagalan dan membuat tindakan perbaikan. 3. Mendeteksi hanya pada poin kegagalan yang bersangkutan 2.3 Alat Analisa dalam penyusunan FMEA Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa FMEA bukan merupakan alat pemecahan masalah. FMEA digunakan dengan kombinasi dari berbagai alat pemecahan masalah lainnya. Oleh kerena itu dalam melakukan analisa untuk membuat dokumen FMEA diperlukan alat-alat pemecahan masalah antara lain: 2.3.1 Peta Proses Operasi (Operation Process Chart = OPC) Operation Process Chart (OPC) atau Peta Proses Operasi adalah suatu peta atau grafik yang menggambarkan urutan dari keseluruhan operasi dan inspeksi yang terlibat dalam suatu proses produksi. Operation Process Chart (OPC) digunakan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh terhadap keseluruhan proses atau aktivitas dalam melakukan proses produksi. Kegunaan dari Operation Process Chart (OPC) antara lain adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keseluruhan proses yang dilakukan dalam suatu proses produksi. 2. Untuk mengatahui kebutuhan mesin dan anggarannya. 3. Untuk memperkirakan kebutuhan bahan dan waktu. 4. Sebagai dasar dalam penentuan tata letak pabrik. 5. Alat perbaikan cara kerja. Simbol-simbol peta kerja yang biasanya digunakan pada Operation Process Chart (OPC) adalah sebagai berikut:

29

Simbol operasi Yaitu digunakan untuk menandakan suatu kegiatan operasi. Kegiatan operasi terjadi apabila terjadi perubahan sifat fisik maupun kimiawi pada benda kerja. Contoh: mengecat, mengelas, merakit, dll. Simbol inspeksi Yaitu digunakan untuk menandakan suatu kegiatan pemeriksaan (inspeksi) terhadap benda kerja maupun alat kerja baik dari segi kualitas maupun kuantitas agar sesuai dengan standar atau spesifikasi yang telah ditentukan. Contoh: mengukur, memeriksa hasil pemotongan, dan kegiatan inspeksi lainnya. Simbol penyimpanan Yaitu digunakan untuk menandakan suatu kegiatan menyimpan benda kerja untuk waktu yang cukup lama. Contoh: menyimpan bahan baku atau barang hasil produksi. Simbol gabungan Yaitu digunakan untuk menandakan gabungan dari 2 (dua) aktivitas yaitu operasi dan inspeksi yang dilakukan secara bersamaan atau pada satu tempat kerja. Contoh: merakit benda kerja kemudian memeriksanya. (Sutalaksana, 1979) Berikut tabel yang menjelaskan simbol simbol dari diagram proses

operasi: Tabel II.8 Simbol-simbol dalam OPC

30

No 1.

Simbol

Keterangan Proses

2.

Pemeriksaan

3.

Penyimpanan Gabungan Proses dan pemeriksaan

4.

Sumber : Sutalaksana

2.3.2

Kapabilitas Proses Proses statistikal kontrol, analisa kapabilitas proses, dan peningkatan proses merupakan bagian yang berbeda dalam ilmu statistical process control akan tetapi tidak dapat dipisahkan dalam satu dan lainnya sebagai alat analisa peningkatan dan perbaikan berkelanjutan. Tujuan utama dalam mengontrol proses adalah agar produk yang dihasilkan akan selalu bertemu dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Jika terjadi sebuah penyimpangan terhadap proses, maka masalah tersebut akan membawa kita untuk melakukan peningkatan proses dengan menggunakan analisa kapabilitas proses. (Grant, 1996) Batas kontrol diperoleh dari rumus atau fungsi rata-rata data. Spesifikasi merupakan area atau variasi yang diperbolehkan dalam sebuah pengukuran produk, misalnya ukuran, panjang, berat dan parameter lainnya. Spesifikasi dan batas kontrol dibangun oleh design engineers yang disesuaikan dengan fungsi produk. Sehingga dalam mempertahankan data hasil proses terhadap nilai spesifikasi diperlukan penilaian kemampuan proses (process capability) sebagai alat kontrol data yang akan diukur. Batas kontrol, penyebaran data proses (process capability), nilai ratarata, dan nilai data proses memiliki keterkaitan satu dengan lainnya indikator tersebut sangat ditentukan oleh proses, dimana spesifikasi proses

31

tidak ditentukan (bebas). Akan tetapi peta batas kontrol tidak dapat ditentukan pada saat proses mempunyai nilai spesifikasi produk., sehingga perhitungan kapabilitas hanya cukup dengan menggunakan nilai spesifikasi batas atas (upper spesification limit (USL)) dan nilai spesifikasi batas bawah (lower spesification limit (LSL)). (Besterfield, 2003) Beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menganalisa kapabilitas proses menurut PT Panca Prima Eka Brothers pada training internal SPC, (2007) adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Batas-batas toleransi dan spesifikasi produk telah diketahui Menentukan jumlah banyaknya sampel dan sub-grup data Menghitung kecondongan nilai tengah dan penyebaran data. Menghitung nilai kapabilitas proses

Penjelasan teori mengenai poin-poin dari langkah yang dilakukan dalam menganalisa kapabilitas proses yaitu: 1. Batas toleransi dan spesifikasi produk Semua proses produksi yang dihasilkan baik dengan mesin-mesin, peralatan tangan, metode tertentu, tenaga manusia, dan kondisi lingkungan akan mempunyai karakteristik yang tidak sama. Untuk mengetahui dan mempelajari karakteristik produk yang tidak sama tersebut, maka dalam ilmu statitstik dikenal dengan istilah variasi (variation). Variasi pasti akan terjadi dalam suatu proses produksi karena ketidaksamaan produk yang dihasilkan walaupun dalam satu proses. Berdasarkan penjelasan tersebut maka toleransi produk dan spesifikasi produk dalam sebuah proses produksi akan timbul dan sangat diperlukan. Akan tetapi bukan berarti bahwa toleransi dari spesifikasi produk yang telah ditentukan akan mempengaruhi kualitas produk tersebut. Nilai minimum dan maksimum variasi dari suatu produk dalam sebuah proses produksi yang diterima (dalam hal kualitas) adalah nilai

32

toleransi. Sedangkan maksud dari spesifikasi adalah permintaan akan kualitas dari pelanggan atau teknikal produksi yang telah ditetapkan pada output sebuah proses. 2. Pengambilan sampel dan penentuan sub-grup hasil produksi. Hal ini berarti bahwa dalam Secara umum sampel dan sub-grup yang ditentukan harus dapat mewakili semua menentukan nilai variasi, data tidak mengalami kehilangan informasi mengenai aktual proses yang terjadi. Penerapan pengambilan sampel dan penentuan sub-grup berbeda antara perusahaan satu dengan perusahaan lainnya. Akan tetapi prinsip yang harus tetap dipegang adalah dalam pengambilan sampel dan penentuan sub-grup memiliki pola yang selalu sama (consist). Consist disini dimaksudkan sebagai pola yang sama dalam produk yang telah ditentukan, waktu pengambilan, dan jumlah sampel yang diambil. (Grant, 1996) 3. Kecondongan nilai tengah dan penyebaran data. Data yang ditampilkan oleh nilai rata-rata pada distribusi frekuensi pada umumnya terlalu luas untuk diambil kesimpulan, akan memakan waktu untuk dianalisa, dan terkadang mengalami kesalahan kesesuaian terhadap data aslinya. Salah satu cara untuk mempermudah menyampaikan informasi yang terkandung dalam data yaitu dengan melihat 2 nilai yang dapat mewakili atau menjelaskan keadaan sebuah data. Nilai tersebut adalah nilai dari pengukuran kecondongan nilai tengah dan pengukuran nilai penyebaran. (dispertion /standar deviasi). Pengukuran kecondongan nilai tengah yang umumnya sering digunakan adalah nilai tengah (median), nilai rata-rata (mean), dan nilai kemunculan (modus). Pengukuran kecondongan nilai tengah untuk melakukan analisa kapabilitas proses diperlukan hanya perhitungan nilai rata-rata (mean). Rumus dari perhitungan nilai ratarata dan standar deviasi adalah: (Grant, 1996)

33

Rumus perhitungan nilai rata-rata (x-bar)

1 X = N

N i=1

Xi

Rumus perhitungan varian populasi


N 2

i=1

( Xi - ) N

Rumus perhitungan standar deviasi populasi

Rumus perhitungan varian sampel


n 2 i =1

( Xi - X ) n-1

S =

Rumus perhitungan standar deviasi sampel

Dimana : Xi = Data ke i N = Jumlah data ke N X bar = = nilai rata-rata 4. Menghitung Kapabilitas proses Hubungan antara variasi dari proses dan spesifikasi desain produk sering dihitung dengan pengukuran yang disebut sebagai kapabilitas proses. Dalam mendiskusikan tentang kapabilitas proses perlu dipertimbangkan dua konsep yang berbeda (Gasperz, 1998) berikut ini:

34

Kapabilitas

proses

ditentukan

oleh

variasi

yang

bersumber dari variasi penyebab umum. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan performansi terbaik dari proses itu sendiri. Dengan demikian kapabilitas proses berkaitan dengan variasi proses tanpa mempedulikan dimana spesifikasi (didefinisikan sebagai kebutuhan pelanggan) itu berkaitan dengan lokasi dan rentang dari proses. Pelanggan (internal atau ekternal) biasanya lebih memperhatikan output secara keseluruhan dari proses dan bagaimana output memenuhi kebutuhan mereka (diidentifikasikan sebagai spesifikasi), tanpa memperhatikan variasi proses. Jadi dapat didefinisikan secara umum bahwa analisa kapabilitas proses merupakan analisa yang membandingkan kinerja suatu proses dengan spesifikasinya. Menurut PT. Dawee Groups Indonesia dalam training internal process capability (2002) terdapat 3 kondisi kapabilitas proses yang dapat diketahui berdasarkan penyebaran data terhadap nilai batas atas spesifikasi (USL) dan nilai batas bawah spesifikasi (LSL), yaitu: Proses memiliki kapabilitas tinggi, yang terjadi bila rentang proses didalam rentang spesifikasi. Pada umumnya nilai Cpk adalah lebih besar dari 1.33 (Cpk > 1.33) Berikut gambar diagram kapabilitas dan kurva normal yang menjelaskan proses kapabilitas tinggi pada halaman selanjutnya:
P r ocess Capabil i ty of C1
LS L
P rocess Data LS L 8.00000 Target * USL 15.00000 Sample M ean 11.50000 Sample N 20 StDev (Within) 1.31268 StDev (O v erall) 1.16226

US L
P otential (Within) C apability Cp 0.89 C PL 0.89 C PU 0.89 C pk 0.89 C C pk 0.89 O v erall C apability Pp PPL PPU P pk C pm 1.00 1.00 1.00 1.00 *

8
O bserv ed P erformance P P M < LS L 0.00 P P M > U SL 0.00 P P M T otal 0.00

10

11

12

13

14

15

Exp. Within P erformance P P M < LSL 3834.44 P P M > U S L 3834.44 P P M Total 7668.88

E xp. O v erall P erformance P P M < LSL 1300.39 P P M > U SL 1300.39 P P M T otal 2600.78

35

Gambar II.2 Nilai Kapabilitas Proses Tinggi


Sumber: PT Dawee Groups Indonesia

Proses memiliki kapabilitas hampir tidak cukup, yang

terjadi bila rentang proses sama dengan rentang spesifikasi. Pada umumnya nilai Cpk adalah berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 1.33 (1 > Cpk > 1.33) Berikut gambar kurva normal yang menjelaskan proses kapabilitas hampir tidak cukup:
P rocess Capabil ity of C2
LS L
Process Data LSL 10.00000 Target * U SL 14.00000 S ample M ean 12.00000 S ample N 20 S tD ev (Within) 1.60602 S tD ev (O v erall) 1.47016

US L
Potential (Within) C apability Cp 0.42 C PL 0.42 C PU 0.42 C pk 0.42 C C pk 0.42 O v erall C apability Pp P PL P PU P pk C pm 0.45 0.45 0.45 0.45 *

9
O bserv ed Performance P PM < LS L 0.00 P PM > US L 0.00 P PM Total 0.00 E xp. PP M PP M PP M

10

11

12

13

14

15

Within P erformance < LSL 106508.35 > US L 106508.35 Total 213016.70

Exp. O v erall P erformance P PM < LS L 86852.48 P PM > US L 86852.48 P PM Total 173704.96

Gambar II.3 Nilai Kapabilitas Proses Hampir Tidak Cukup


Sumber: PT Dawee Groups Indonesia

Proses tidak memiliki kapabilitas, yang terjadi bila

rentang proses lebih besar dibandingkan rentang spesifikasi. Pada umumnya nilai Cpk adalah kurang dari dari 1.0 (Cpk < 1.0) Berikut gambar kurva normal memiliki kapabilitas yang menjelaskan proses tidak

36

P r ocess Capabil ity of C3


LSL
Process Data LS L 11.00000 Target * USL 15.00000 S ample M ean 13.00000 S ample N 28 S tDev (Within) 2.18286 S tDev (O v erall) 2.05564

US L
P otential (Within) C apability Cp 0.31 C PL 0.31 C PU 0.31 C pk 0.31 C C pk 0.31 O v erall C apability Pp PPL PPU P pk C pm 0.32 0.32 0.32 0.32 *

8
O bserv ed Performance P P M < LS L 142857.14 P P M > U S L 142857.14 P P M Total 285714.29 E xp. PP M PP M PP M

10
Within P erformance < LS L 179773.41 > U S L 179773.41 Total 359546.82

12

14

16

18

E xp. O v erall P erformance P P M < LSL 165293.52 P P M > U S L 165293.52 P P M Total 330587.04

Gambar II.4 Proses Tidak Memiliki Kapabilitas


Sumber: PT Dawee Groups Indonesia

Dalam analisa kapabilitas proses, penilaian suatu proses dalam kapabilitas yang baik diukur melalui nilai Cp dan Cpk. Nilai Cp merupakan perbandingan rentang spesifikasi dengan rentang proses. Kelemahan utama Cp adalah pada kenyataan sangat sedikit proses yang tetap berpusat pada rata-rata proses. Untuk memperoleh pengukuran akan kinerja proses yang lebih baik, maka harus dipertimbangkan dimana rata-rata proses berlokasi relatif terhadap spesifikasi. Cpk mencari jarak terdekat lokasi pusat proses dengan USL atau LSL kemudian dibagi rentang proses. Untuk menentukan poin potensial kegagalan dari ukuran produk dalam penelitian digunakan nilai Cpk. Nilai Cpk yang makin rendah, akan menunjukan nilai kapabilitas pada proses tersebut yang semakin jelek. Dan sebaliknya nilai kapabilitas proses lebih dari 1.33, akan menunjukan kapabilitas pada proses tersebut yang semakin baik atau tinggi. Rumus perhitungan nilai Cpk adalah:
USL - 3s - LSL 3s

Cpk = Min

atau

Dimana: = Nilai Rata-rata (mean) populasi

37

= Nilai Deviasi Standar

2.3.3 Cause and Effect Diagram (Fishbone Diagram) Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone diagram). Fishbone diagram berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas. Prinsip yang dipakai untuk membuat fishbone diagram adalah sumbang saran (brainstroming). Pada umumnya ada 5 faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan diagram (Astra Manajemen System, 2001) seperti terlihat pada gambar pada halaman selanjutnya.
Lingkungan (Environment ) Manusia (Man) Peralatan (Machine)

Akibat

Bahan (Material)

Cara (Metodhs)

SEBAB

AKIBAT

Gambar II.5 Cause Effect Diagram


Sumber: Astra Manajemen System, 2007

Tahapan-tahapan dalam menyusun sebuah diagram tulang ikan adalah sebagai berikut: (Direktorat Jendral Industri Kecil dan Menengah. Departemen Perindustrian, 2007) Langkah 1: gambarlah sebuah panah garis horizontal dengan suatu tanda panah pada ujung sebelah kanan dan suatu kotak di depannya. Akibat atau masalah yang ingin dianalisis ditempatkan dalam kotak, seperti yang terlihat pada gambar II.6.
AKIBAT

Gambar II.6 Langkah Penentuan Akibat


Sumber: Departemen Perindustrian, 2007

Langkah 2: Tulislah penyebab utama (manusia, bahan, mesin, lingkungan, dan metode) dalam kotak yang ditempatkan sejajar dan agak jauh dari garis panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan

38

garis panah yang miring ke arah garis panah utama. Langkah ini dapat dilihat pada gambar II.7

Mesin

Manusia

AKIBAT

Material

Metode

Gambar II.7 Langkah Penentuan Faktor yang Berpengaruh


Sumber: Departemen Perindustrian, 2007

Langkah 3: Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut disekitar penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai pengaruh terhadap penyebab utama. Hubungkan penyebab kecil tersebut dengan garis panah dari penyebab utama yang bersangkutan. Langkah ini dapat dilihat pada gambar II.8.

Mesin

Manusia

AKIBAT

Material

Metode

Penyebab

Gambar II.8 Langkah Mencari Akar Permasalahan


Sumber: Departemen Perindustrian, 2007

Beberapa pokok yang perlu diingat adalah sebagai berikut: Perlu adanya partisipasi dari semua anggota gugus dan semua harus benar-benar ikut terlibat didalam menganalisa anggota

penyebabnya. Harus diperoleh sejumlah ide (penyebab).

39

Harus didorong untuk melakukan acara secara bebas. Tidak diperkenankan untuk mengeritik. Penyebab tersebut harus terkumpul lebih dahulu sebelum Para anggota diminta untuk memberi tanda atau memilih

seseorang mengambil tindakan pemecahan. penyebab yang mereka rasakan paling penting. Diagram Ishikawa adalah diagram yang menyajikan segala hal yang menjadi penyebab dari permasalahan yang dicari dari faktor-faktor yang berpengaruh. Tiap-tiap permasalahan yang disajikan harus ditemukan akar penyebab masalah agar pemecahan masalah dapat diidentifikasikan. Pada gambar II.8, akar penyebab masalah dapat ditentukan dengan memecah penyebab menjadi lebih detail. Metode atau cara yang digunakan sebagai alat untuk mencari akar permasalahan adalah dengan melakukan 5 pertanyaan why. Metode 5 why dianggap sangat mudah karena dalam mencari akar permasalahan hanya menggunakan pertanyaan kenapa masalah tersebut terjadi? sebanyak 5 kali. 2.3.4 Pareto Analysis (Diagram Pareto) Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan memakai diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan dan tentunya kita dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Diagram Pareto digunakan sebagai analogi dalam menyelesaikan masalah yang besar tentunya hasilnya akan lebih besar dibandingkan bila menyelesaikan masalah yang kecil. Biarpun masalah besar hanya terselesaikan 50%, tapi pada umumnya masih lebih besar hasilnya bila dibandingkan menyelesaikan masalah yang kecil apalagi bila masalah kecil tidak dapat diselesaikan secara tuntas. (Astra Manajemen System, 2001) Dalam berbagai hal, diagram Pareto berguna sebagai:

40

Menunjukan masalah utama. Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan terhadap Menunjukan tingkat perbaikan setelah tindakan perbaikan pada Menunjukan perbandingan masing-masing persoalan sebelum

keseluruhan. daerah terbatas. dan setelah perbaikan. Dalam prakteknya pembuatan diagram Pareto mengikuti tahapantahapan sebagai berikut: 1. Stratifikasi masalah dan nyatakan dalam angka. 2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data yang akan dibahas untuk memudahkan melihat perbandingan sebelum dan sesudah peningkatan (jika dilakukan peningkatan). 3. Atur masing-masing penyebab (sesuai dengan stratifikasi). Dibuat berurutan sesuai besarnya nilai dan gambarkan dalam grafik kolom. Penyebab dengan nilai lebih besar terletak disisi kiri kemudian berurutan sampai dengan ke kanan. 4. Gambarkan grafik garis yang menunjukan jumlah persentase (total = 100%) pada bagian atas grafik kolom, dimulai dengan nilai yang terbesar dan bagian bawah masing-masing kolom dituliskan keterangan kolom tersebut. 5. Pada bagian atas atau samping berikan keterangan diagram dan jumlah unit seluruhnya. Untuk lebih jelasnya pada halaman berikutnya adalah contoh diagram pareto:

41

P sn s e et e r a K nt s u ta ai

10 0 % 9 0 % 8 0 % 7% 0 6 0 % 5% 0 4 0 % 3% 0 2 0 % 1% 0

Ie tm

0 %

Gambar II.9 Pareto Diagram


Sumber: PT. PancaPrima EkaBrothers, 2007

2.3.5 Brainstroming (Astra Manajemen System, 2001) Beberapa perusahaan menggunakan brainstroming untuk memecahkan masalah. Brainstroming dikembangkan pada tahun 1960 dan menjadi metode yang populer untuk memperoleh ide-ide kreatif dalam suatu kelompok. Menggunakan metode brainstroming sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh kelompok untuk belajar dan memperoleh hasil yang cepat. Brainstroming juga digunakan untuk membantu mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi atau pada situasi dimana ide-ide diperlukan dalam pemecahan masalah. Pada umumnya berbagai masalah dapat dipecahkan dengan menggunakan metode brainstroming antar lain: perencanaan strategis, pengembangan dan inovasi produk, organisasi, dan sumber daya manusia. Dalam melakukan brainstroming terdapat 4 prinsip utama yang harus dipatuhi oleh team brainstroming yaitu: Dilarang mengkritik pembicara yang sedang mengutarakan ide dan sebaiknya pendapat hanya dilontarkan pada saat evaluasi ide. Ciptakan suasana yang memungkinkan berbicara secara bebas sesuai dengan tema Makin banyak pendapat, maka hasil yang akan diperoleh semakin baik.

42

Dapatkan ide-ide dari teman atau kolega kita. Dan syarat-syarat dan aturan main pada saat melakukan brainstroming dalam mengungkapkan ide atau pendapat bersama team yaitu: Tentukan masalah sebagai batasan brainstroming Pengumpulan ide dilakukan dengan berputar (setiap orang bebas meyampaikan ide secara bergantian). Satu orang satu ide setiap kali berputar Ide baru disampaikan pada saat seseorang memperoleh gilirannya Jika ternyata belum ada ide maka dapat dilemparkan kepada peserta berikutnya Selama brainstroming berlangsung tidak diperkenankan memberikan komentar atau mengkritik pendapat yang masuk Semua ide yang masuk harus dicatat. Perbaikan Kualitas Melalui Kaizen (Gaspersz, 2002) Proses peningkatan kualitas (proses perbaikan kualitas) memerlukan komitmen untuk perbaikan yang melibatkan secara seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik). Kaizen adalah suatu istilah dalam bahasa Jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus-menerus (continous improvement). Kaizen pada dasarnya merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintregrasi yang bertujuan untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus. Dalam melaksanakan kaizen, kita dapat menggunakan panduan bertanya 5W1H, sebagai berikut: Who (siapa) ? a.Siapa yang akan melaksanakan kaizen? b.Siapa yang sedang melaksanakan kaizen? c.Siapa yang seharusnya melaksanakan kaizen? d.Siapa lagi yang dapat melaksanakan kaizen? e.Siapa lagi yang seharusnya melaksanakan kaizen?

43

What (apa) ? a.Apa yang harus dilaksanakan untuk kaizen? b.Apa yang sedang dilaksanakan dalam kaizen? c.Apa yang seharusnya dilaksanakan demi kaizen? d.Apa lagi yang dapat dilaksanakan dalam kaizen? e.Apa lagi yang seharusnya dilaksanakan dalam kaizen? Where (dimana) ? a.Di mana akan dilaksanakan kaizen? b.Di mana sedang dilaksanakan kaizen? c.Di mana lagi seharusnya dilaksanakan kaizen? d.Di mana lagi dapat dilaksanakan kaizen? e.Di mana lagi seharusnya dilaksanakan kaizen? When (kapan/bilamana) ? a.Kapan akan melaksanakan kaizen? b.Kapan seharusnya melaksanakan kaizen? c.Kapan lagi dapat dilaksanakan kaizen? d.Kapan lagi seharusnya dilaksanakan kaizen? Why (mengapa) ? a.Mengapa melaksanakan kaizen? b.Mengapa melaksanakan kaizen disana? c.Mengapa melaksanakan kaizen pada saat itu? d.Mengapa melaksanakan kaizen dengan cara itu?

How (bagaimana) ? a.Bagaimana akan melaksanakan kaizen? b.Bagaimana seharusnya melaksanakan kaizen? c.Dapatkah metode yang sama dipergunakan untuk bidang lain? d.Adakah cara yang lebih mudah dan murah untuk melaksanakan kaizen.

44

You might also like