You are on page 1of 29

Laporan Kelompok Tutorial MODUL I IMUNOLOGI BERCAK MERAH PADA KULIT

Disusun Oleh : KELOMPOK 3

Tutor : dr. Robert Setiadji

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH MAKASSAR 2011

Nama Anggota Kelompok :

Suprapto Denny Arizal Wicaksono Nur Inzana Andi Iqbal Iskandar Sri Handayani Indah Yunisari Jihan Haryati Ismail Muthia Muchlis Waode Milfin Khykmatiar

: 10542 0154 10 : 10542 0157 10 : 10542 0165 10 : 10542 0171 10 : 10542 0178 10 : 10542 0179 10 : 10542 0188 10 : 10542 0207 10 : 10542 0216 10 : 10542 0229 10

MODUL 1 BERCAK MERAH PADA KULIT

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah selesai mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menyebutkan reaksi hipersensitif yang menyebabkan bercak merah pada kulit dan menjelaskan tentang penyebab, petomekanisme reaksi yang bersangkutan, terutama imunopatogenesis terjadinya reaksi ini, kerusakan jaringan, tanda/gejala yang ditemukan, cara diagnosis penunjang, serta penatalaksanaan kasus yang bersangkutan.

SKENARIO 1

Seorang ibu rumah tangga berumur 20 tahun datang ke dokter praktek swasta dengan keluhan bercak kemerahan berbatas tegas di penrgelangan tangan, muncul 4 hari yang lalu. Bercak tersebut agak hangat pada perabaan, terasa gatal dan tidak ada nyeri penekanan. Kelainan ini sifatnya kambuhan terutama setelah mencuci. Lokasi kelainannya bisa diselasela jari tangan atau disela jari kaki.

PEMBAHASAN

Kata Kunci

Ibu rumah tangga umur 20 tahun Keluhan bercak kemerahan berbatas tegas Muncul 4 hari yang lalu Hangat pada perabaan, terasa gatal dan tidak nyeri pada penekanan Sifatnya kambuhan, terutama setelah mencuci Disela-sela jari tangan atau jari-jari kaki

Pertanyaan

1. Bagaimana struktur anatomi, histology, dan fisiologi kulit? 2. Pengertian hipersensitivitas, serta klasifikasinya menurut Gell Combs ? 3. Bagaimana patomekanisme hipersensitivitas ? 4. Bagaimana diagnosis diferensialnya ? 5. Etiologi dari diagnosis ? 6. Epidemiologi dari diagnosis ? 7. Diagnosis pada skenario ? 8. Jelaskan pemeriksaan penunjunag yang dapat dilakukan ! 9. Penatalaksanaan dari diagnosis, baik pengobatan maupun terapai, jelaskan !

Pendahuluan
Definisi Alergi Kata alergi berasal dari kata-kata Greek "allos," yang berarti berbeda atau berubah dan "ergos," berarti bekerja atau beraksi. Alergi secara garis besar dirujuk sebagai "reaksi yang berubah". Alergi merujuk pada reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai tanggapan pada kontak badan dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing ini umumnya dipandang oleh tubuh sebagai sesuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi tanggapan pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi disebut "allergens". Contoh-contoh dari allergens termasuk serbuk sari, tungau, jamur-jamur, dan makanan-makanan. Kata alergi pertama kali digunakan pada tahun 1905 untuk menggambarkan reaksi-reaksi yang merugikan dari anak-anak yang diberikan suntikan-suntikan berulang dari serum kuda untuk melawan infeksi. Tahun berikutnya, istilah alergi diusulkan untuk menerangkan kereaktifan yang berubah yang tidak diharapkan ini. Patomekanisme Alergi Reaksi alergi melibatkan dua respon kekebalan tubuh. Pertama, produksi immunoglobin E (IgE), tipe protein yang dinamakan antibodi beredar dalam darah. Kedua, sel mast, berada pada semua jaringan tubuh terutama pada daerah yang menimbulkan reaksi alergi, seperti hidung, tenggorokan, paru-paru, kulit, dan saluran pencernaan. Kemampuan tubuh membentuk IgE melawan sesuatu yang asing, tidak saja makanan tetapi demam, asma atau gatal-gatal, umumnya diturunkan. Seseorang yang memiliki dua orangtua penyandang alergi, lebih besar peluangnya terkena alergi dibanding dengan satu orangtua yang alergi. Sebelum alergi muncul, kekebalan tubuh berkenalan lebih dulu. Pada saat makanan dicerna, sel memproduksi IgE dalam jumlah besar, lalu dilepaskan dan menempel pada permukaan sel mast. Ketika yang bersangkutan mengkonsumsi makanan yang sama, IgE pada permukaan sel mast berinteraksi mengeluarkan histamine.

Gejala alergi akan muncul tergantung pada bagian mana jaringan mengeluarkan histamine; pada telinga, hidung, tenggorokan, gatal pada bagian dalam mulut atau kesulitan bernafas dan menelan. Bisa juga pada saluran pencernaan yang mengakibatkan diare dan sakit perut. Kondisi paling parah jika alergi terhadap seluruh proses pencernaan, dari mulai mulut hingga usus besar dan pembuangan.

Penjelasan Pertanyaan
Anatomi Kulit :

Histologi Kulit

Fisiologi Kulit
Kulit dapat dengan mudah dilihat dan diraba, hidup dan menjamin kelangsungan hidup. Kulit menyokong penampilan dan kepribadian sesorang dan menjadi ciri berbagai tanda kehidupan yaitu ras, genetik, estetik, budaya, bangsa dan agama. Kulit juga dapat menjadi indikator kesehatan, kemakmuran, kemiskinan, dan kebiasaan, di samping sarana komunikasi non verbal antara individu satu dengan lainnya. Kulit juga dapat menjadi sarana kontak seksual, cinta, persahabatan, atau kebencian. Kerusakan lebih dari 30% luas kulit, misalnya akibat luka bakar, dapat segera menyebabkan kematian, karena kulit mempunyai faal yang vital bagi tubuh manusia. Faal Kulit Faal kulit sangat kompleks dan berkaitan satu dengan lainnya di dalam tubuh manusia. Fungsi Proteksi Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat kimia iritan (lisol, karbol, asam, atau basa kuat lainnya), gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi tau sinar ultraviolet, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai pH 5,0 6,5. Lemak permukaan kulit juga berperan dalam mengatasi banyak mikroba yang ingin masuk ke dalam kulit.

Proses keratinisasi juga merupakan sawar mekanis karena sel-sel tanduk melepaskan diri secara teratur dan diganti oleh sel muda di bawahnya. Sawar kulit berfungsi ganda yaitu mencegah keluar atau masuknya zat yang berada di luar ke dalam tubuh atau dari dalam ke luar tubuh. Fungsi sawar kulit terutama berada di sel-sel epidermis dan kemampuan kulit sebagai sawar berbeda pada satu tempat kulit dengan tempat kulit lainnya bergantung pada kondisi epidermis di tempat tersebut. Skrotum adalah kulit dengan tinggi sawar paling rendah sehingga paling permeabel, disusul oleh kulit wajah dan punggung tangan. Sebaliknya telapak tangan dan telapak kaki adalah daerah kulit yang paling baik sawarnya sehingga hampir tidak dapat dilalui komponen apapun. Fungsi Absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. Peremeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara, metabolisme dan jenis vehikulum zata yang menempel di kulit. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran keluar rambut. Fungsi Ekskresi Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, amonia, dan sedikit lemak. Kelenjar lemak. Kelenjar lemak pada fetus, atas pengaruh hormon androgen dari ibunya, akan menghasilkan sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion yang pada waktu lahir disebut vernix caseosa. Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dengan cara meminyaki kulit dan menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar lemak dan keringat di permukaan kulit membentuk keasaman kulit pada pH 5 6,5. Penguapan air dari dalam tubuh dapat pula terjadi secara difusi melaui selsel epidermis, tetapi karena sel epidermis baik fungsi sawarnya, maka kehilangan air melalui sel epidermis (transepidermal water loss) dapat dicegah agar tidak melebihi kebutuhan tubuh. Fungsi Pengindra (Sensori) Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Badan Ruffini yang terletak di dermis, menerima rangasangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan Krausse. Badan taktil Meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan, demikian pula badan Merkel-Renvier yang terletak di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah erotik.

Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi) Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/panas tubuh. Vasokonstriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri dari kehilangan panas pada waktu dingin. Kulit kaya akan pembuluh darah kapiler sehingga cara ini cukup efektif. Mekanisme termoregulasi ini diatur oleh sistem saraf simpatis yang mengeluarkan zat perantara asetilkolin. Dinding pembuluh darah kulit pada bayi belum berfungsi secara sempurna sehingga mekanisme termoregulasi belum berjalan dengan baik. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis) Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan asal epidermis. Sel ini berasal dari rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom dalam badan sel melanosit. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan bertambah, produksi melanin akan meningkat. Pigmen disebarkan ke dalam lapisan atas sel epidermis melalui tangan-tangan yang mirip kaki cumi-cumi pada melanosit. Ke arah dermis pigmen, disebar melalui melanofag. Selain oleh pigmen, warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-reduksi, Hb-oksidasi, dan karoten. Fungsi Keratinisasi Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai tiga jenis sel utama: keratinosit, melanosit dan sel Langerhans. Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat lebih ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduksel tanduk secara kontinu lepas dari permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak di bawahnya. Proses keratinisasi sel dari sel basal sampai sel tanduk berlangsung selama 14-21 hari. Proses ini berlangsung terus-menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat melaksanakan fungsinya secara baik. Pada beberapa macam penyakit kulit proses ini terganggu, sehingga kulit akan terlihat bersisik, tebal, dan kering.

Fungsi Produksi Vitamin D Ternyata kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melaui makanan. Fungsi Ekspresi Emosi Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk mentakan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dpat dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan pleh kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak, dan menyebarkan bau khas. Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.

MEKANISME REAKSI HYPERSENSITIVITAS MENURUT GELL N COOMBS

Mekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs

Reaksi imun

Mekanisme

Klinis

Waktu reaksi

Tipe I (diperantarai IgE)

Kompleks IgE-obat berikatan dengan sel mast melepaskan histamin dan mediator lain

Urtikaria, angioedema, bronkospasme, muntah, diare, anafilaksis

Menit sampai jam setelah paparan

Tipe II (sitotoksik)

Antibodi IgM atau IgG spesifik terhadap sel hapten-obat

Anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia

Variasi

Tipe III (kompleks imun)

Deposit jaringan dari kompleks antibodi-obat dengan aktivasi komplemen

Serum sickness, demam, ruam, artralgia, limfadenopati, vaskulitis, urtikaria

1-3 minggu setelah paparan

Presentasi molekul obat oleh MHC kepada sel T dengan pelepasan sitokin (Dikutip dari Riedl MA dan Casillas AM, 2003)

Tipe IV (lambat, diperantarai oleh selular)

Dermatitis kontak alergi

2-7 hari setelah paparan

Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat jaringan sebagai antigen diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi reaksi autoimun. Contoh obatnya antara lain klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan sulfasalazin. Bila sel sasaran ini adalah endotel pembuluh darah, maka dapat terjadi vaskulitis akibat aktivasi komplemen oleh kompleks imun pada permukaan sel endotel (misalnya pada serum sickness). Aktivasi komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel polimorfonuklear dan pelepasan lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan kerusakan dinding pembuluh darah. Obat yang dapat menimbulkan reaksi seperti ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan lain-lain. Reaksi tipe I Merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh IgE dan menyebabkan reaksi seperti anafilaksis. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan kolaps kardiorespiratorius. Penyebab umum adalah molekul biologis dan beberapa obat, seperti penisilin dan insulin. Reaksi tipe II Merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen dengan antibodi sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai respon terhadap obat yang mengubah membran permukaan sel. Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh metildopa dan penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui mekanisme ini antara lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin. Pada reaksi tipe III Terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul, yaitu periode yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks imun yang dapat mengaktivasi komplemen. Reaksi

terkadang baru timbul setelah obat dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat yang dikenal sebagai reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan kemerahan setempat pada tempat antigen berada, misalnya pada vaksinasi. Reaksi setempat ini terjadi oleh karena penderita telah mempunyai kadar antibodi yang tinggi sehingga terjadi presipitasi pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam waktu 2 sampai 5 jam setelah pemberian. Manifestasi utama berupa demam, ruam, urtikaria, limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut antara lain penisilin, salisilat, sulfonamida, klorpromazin, tiourasil, globulin antilimfositik dan fenitoin. Pada Reaksi Tipe IV Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit bereaksi langsung dengan antigen, misalnya pada dermatitis kontak. Obat topikal yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila berikatan dengan protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier dapat merangsang sel limfosit T yang akan tersensitisasi dan berproliferasi. Pada pajanan berikutnya, sel T yang sudah tersensitisasi akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang menarik sel radang ke tempat antigen berada sehingga terjadi reaksi inflamasi. Contoh obat yang sering menimbulkan reaksi tipe IV antara lain benzil alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel, antibiotik topikal, krim steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, serta beberapa zat aditif yang sering terdapat pada obat topikal seperti parabens atau lanolin. Reaksi non imun yang tidak dapat diprediksi diklasifikasikan dalam pseudoalergi, idiosinkrasi atau intoleransi. Reaksi pseudoalergi merupakan hasil aktivasi sel mast secara langsung, tidak melibatkan IgE spesifik dan degranulasi oleh agen seperti opiat, koloid ekspander, polipeptida, antiinflamasi non-steroid dan media radiokontras. Reaksi yang bersifat non imunologi ini dapat terjadi saat pertama kali paparan. Reaksi idiosinkrasi hanya terjadi pada sebagian kecil populasi, seperti hemolisis yang diinduksi obat pada orang dengan defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Intoleransi obat merupakan ambang batas yang lebih rendah terhadap aksi farmakologi obat, seperti terjadinya tinitus setelah pemberian aspirin.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS PADA KASUS NO GEJALA KLINIS Dermatitis Kontak Alergi 1. Bercak merah berbatas tegas 2. Hangat pada perabaan 3. 4. Gatal Tidak ada nyeri penekanan 5. Kambuhan setelah mencuci 6. Lokasi disela2 jari tangan dan kaki Dermatitis Kontak Iritan Urtikaria

I.

Dermatitits Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 ? 36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain:

Bintik-bintik atau benjolan kemerahan Gatal dan bengkak Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting-lenting dan bula pada

kasus yang berat

Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja

Epidemiolgi dan etiologi Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit. Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit. Gejala Klinis

Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen, dan pestisida.

Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.

Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, zat warna pakaian.

Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen.

Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, dan alergen yang ada di tangan.

Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.

Pengobatan Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul dan pemberian obat Kortikosteoroid untuk mengatasi peradangan.

II.

Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan setempat yang non-imunologik pada kulit sesudah mendapat paparan iritan baik satu kali maupun berulang. Paparan sekali (tidak disengaja atau kecelakaan) biasanya dari iritan asam, basa dan sebagainya. Sedangkan paparan berulang yang merusak kulit secara kumulatif misalnya iritan yang lebih kecil dosisnya.2 Dermatitis kontak iritan (DKI) bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah. DKI merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan akibat agen kimia, fisik, atau biologik dari luar yang kemudian melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis. Dermatitis kontak iritan merupakan bentuk paling lazim dari penyakit kulit akibat kerja. Lebih dari 80% dari seluruh kasus mengenai daerah kulit yang terpapar seperti tangan dan lengan bawah. Spektrum kulit sangat lebar, dari kemerahan ringan sampai bulla yang berat dan Epidemiologi DKI adalah penyakit kulit akibat kerja yang paling sering ditemukan, diperkirakan sekitar 70%- 80% dari semua penyakit kulit akibat kerja.5 DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja).1 Insiden dari penyakit kulit akibat kerja di beberapa negara adalah sama, yaitu 50- 70 kasus per 100.000 pekerja pertahun. Pekerjaan dengan resiko besar untuk terpapar bahan iritan yaitu pemborong, pekerja industri mebel, pekerja rumah sakit (perawat, cleaning services, tukang masak), penata rambut, pekerja industri kimia, pekerja logam, penanam bunga, pekerja di gedung. Di Amerika, DKI sering terjadi pada orang- orang yang memiliki pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi bersih-bersih, pelayanan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Delapan puluh persen dermatitis tangan okupasional karena iritan, lebih sering mengenai tukang bersih-bersih, penata rambut dan tukang masak. Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak. Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik. ulserasi.

Di Singapura, studi retrospektif memperlihatkan bahwa dari 74. 589 kasus baru, 34% diantaranya adalah eczema, 13,7% adalah dermatitis kontak, 39% adalah DKI dan 11% adalah dermatitis kontak alergi (DKA). Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3 % diantaranya adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Cutting oils dan bahan pelarut dari industri mesin dan elektronik adalah jenis iritan yang sering dijumpai. Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopi sebelumnya, daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat. Karakteristik ras juga memegang peranan penting dimana orang kulit hitam lebih resisten terhadap iritan dibandingkan orang kulit putih. Etiologi Penyebab timbulnya DKI cukup rumit dan biasanya melibatkan gabungan berbagai iritan. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi, waktu dan frekuensi yang cukup. Iritasi pada kulit merupakan sebab terbanyak dari dermatitis kontak. Beberapa contoh iritan akibat kerja yang lazim dijumpai adalah sebagai berikut : 1. Sabun, detergen, dan pembersih lainnya. phenol metal salts. Dan daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan wajah.

2. Asam dan alkalis, seperti asam hydrofluoric, asam kromat, fosfat, dan

3. Bahan-bahan industri, seperti petroleum, klorinat hidrokarbon, etil eter, dan lain-lain. Penggunaan berulang dari sabun basa kuat dan produk industri dapat merusak struktur lunak pada sel. Asam dapat larut pada air dan menyebabkan dehidrasi pada kulit. Ketika kulit telah mengalami gangguan, pajanan dari bahan iritan lemah pun dapat menyebabkan inflamasi pada kulit. Besar intensitas dari inflamasi bergantung pada konsentrasi dari iritan dan lamanya terpajan dari bahan iritan tersebut. Iritan yang lembut dapat menyebabkan kulit kering, fissura, dan eritema. A mild eczematous reaction dapat timbul pada eksposure yang berkelanjutan. Pajanan yang berkelanjutan pada daerah seperti tangan, area diaper, atau pada sekeliling kulit yang terkadang menyebabkan eczematous inflamatour. Zat kimia kuat dapat menyebabkan reaksi yang berat. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi,

bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Tidak semua pekerja di area yang sama akan terkena. Siapa yang terkena tergantung pada predisposisi individu (riwayat atopi misalnya), personal higiene dan luas dari paparan. Iritan biasanya mengenai tangan atau lengan. Patogenesis Dermatitis kontak iritan adalah gambaran klinis proses inflamasi yang timbul akibat pelepasan sitokin proinflamasi dari sel- sel kulit (terutama keratinosit),yang biasanya timbul sebagai respon terhadap stimulus kimiawi. Terdapat 3 perubahan patofisiologi yang utama pada DKI yaitu gangguan fungsi pertahanan kulit, perubahan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet actifating factor (PAF) dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi rostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan Gejala Klinis DKI dapat dibagi atas DKI akut dan DKI kronis. Pada DKI akut penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula (lihat gambar 1). Luas kelainan umumnya sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas. Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat. Pada DKI akut lambat, kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Pada DKI kronis yang disebut juga dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). DKI kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan vaskuler.1,9,13

kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala klasik pada DKI kronis berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas (lihat gambar 2). Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di bengkel dan berkebun. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kultur bakteri bisa dilakukan apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri. Pemeriksaan KOH bisa dilakukan dan sampel mikologi bisa diambil untuk menyingkirkan infeksi tinea superficial atau kandida, bergantung pada tempat dan bentuk lesi. Uji tempel dilakukan untuk mengkonfirmasi DKA, dan mengidentifikasi allergennya. Walaupun keduanya ditemukan diagnosis DKI tetap ditegakkan. Biopsi kulit bisa membantu menyingkirkan kelainan lain seperti tinea, psoriasis atau limfoma sel T.

III.

Tinea Pediss Tinea pedis adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan

telpak kaki. 1. Tinea pedis yang tersering adalah bentuk interdigitalis. Diantara jari IV dan V terlihat fisurang yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat mluas kebagian bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka sering dilihat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati dibersihkan, maka akan terslihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur. Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, linfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erysipelas, yang disertai gejal-gejala umum. 2. Bentuk lain ialah yang disebut moccasin foot. Pada seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.

3. Pada bentuk subakut terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari dan kemudian meluas ke punggung jari atau telapak kaki. Isi vesikel berupa cairan cairan jernih yang kental. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut koleret. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk ini, sehingga dapat menyebabakan selulitis, limfangitis, dan kadang-kadang menyerupai erysipelas. Jamur terdapat pada bagian atas vesikel. Untuk menemukannya, sebaiknya diambil atap vesikel atau bula untuk diperiksa secara sediaan langsung atau untuk dibiak.

1. Apa diagnosis pada scenario?


Dari Differensial Diagnosis, kami dapat menarik kesimpulan bahwa penyait pasien pada scenario adalah Suspek Dermatitis Kontak Alergi.

2. Apa penyebab dan gejala pada penyakit tersebut?


Tergantung dari penyebabnya, dermatitis kontak dibagi 2, yaitu: Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Dermatitis kontak iritan dicetuskan dari paparan ke bahan yang toksin atau iritatif ke kulit manusia, dan tidak disebabkan reaksi alergi. Pada anak-anak, bahan iritan yang paling sering menyebabkan DKI adalah popok bayi. Hal ini akan menyebabkan keadaan yang dinamakan diaper dermatitis, reaksi kulit di daerah yang terpapar popok bayi yang disebabkan kontak terlalu lama dengan bahan kimia alami terdapat di air seni dan tinja. Selain itu dapat pula DKI terjadi di sekitar mulut karena kulit terpapar dengan makanan bayi ataupun air liur. Pada orang dewasa, DKI terjadi seringkali karena paparan sabun dan deterjen. Dermatitis Kontak Alergi (DKA) Dermatitis kontak alergi adalah reaksi kekebalan tubuh yang terjadi pada seseorang yang terlalu sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Pada DKA, peradangan mungkin belum terjadi sampai 24 36 jam jam setelah kontak dengan bahan kimia tersebut. Bentuk alergi berbeda dari satu orang ke orang lain. Alergen (bahan yang menyebabkan alergi) yang biasa menjadi penyebab DKA adalah bahan kimia yang mengandung nikel yang banyak terdapat di jam tangan, perhiasan logam, resleting dan objek logam lainnya; neomisin pada antibiotik salep kulit; potassium dikromat, bahan kimia yang sering terdapat pada sepatu kulit dan baju; latex pada sarung tangan dan pakaian karet. Gejala

Dermatitis kontak biasanya hanya terjadi di tempat yang berkontak langsung dengan alergen, walaupun beberapa kasus yang berat dapat mengenai daerah di luar yang berkontak langsung atau meluas ke seluruh tubuh. Terkadang alergen berpindah dari jari tangan, sehingga daerah yang tidak terpikirkan akan terkena seperti daerah kelopak mata atau kemaluan. Gejala dan tanda dematitis kontak antara lain: Bintik-bintik atau benjolan kemerahan Gatal dan bengkak Keluar cairan dari kulit yang terkena atau timbul lenting-lenting dan bula pada kasus yang berat Kemerahan atau lenting pada kulit terbatas pada area yang terkena saja

Gambar 1. DKA karena nikel pada jam tangan

Gambar 2. DKI karena air liur

Gambar 3. DKI karena deterjen saat mencuci pakaian.

3. Jelaskan patomekanisme penyakit tersebut?

Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan a.Fase Sensitisasi Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein.

Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLADR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik. b.Fase elisitasi Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan

memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

4. Bagaimana histopatologinya?
Pada dermatitis akut perubahan pada epidermis berupa edema interseluler(spongiosis), terbentukanya vesikel dan atau bulla dan dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis subakut memberikan gambaran histopatologis menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantolisis dan kadang-kadang parakeratosis. Pada DKA terlihat akantolisasi hiperkeratisis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi pervaskuler, pertambahan kapiler dan fibrsis. Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan DKI.

5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tersebut?


Gambaran dermatitis mulai pada tempat terjadinya kontak dengan kulit, dapat menjadi generalisata. Kontak ulang kan menpercepat penyebarannya. Erupsi akut makula eritema & papul, vesikel/bula, edema kelopak mata, penis, skrotum eritema & edema > vesikulasi. Subakut vesikel, erosi, krusta Kronik DKA likenifikasi, hiperpigmentasi, skuama Erupsi akut 24-48 jam stlh terpajan/bisa lbh lambat smp 4 hari Gambaran klinik

6. Apa pemerikasaan penunjang pada penyakit tersebut?


Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu 1.Tes Tempel Terbuka Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap. 2.Tes Tempel Tertutup Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi. 3.Tes tempel dengan Sinar Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid. Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan :

merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

7. Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit tersebut?


Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 1. Pencegahan Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen.

2. Pengobatan Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

Pengobatan topical Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :

1) Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada

sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis. 2) Radiasi ultraviolet Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada 3) Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis. keratinosit dan sel Langerhans.

4) Antibiotika dan antimikotika Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal. 5) Imunosupresif topical Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi

sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak me nimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :

1) Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin. 2) Siklosporin Mekanisme siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1. 3) Pentoksifilin Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada ker atinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan. 4) FK 506 (Takrolimus) Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal. 5) Ca++ antagonis Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.

6) Derivat vitamin D3 Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol. 7) SDZ ASM 981 Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

REFERENSI I. II. III. IV. Adhi Juanda, 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI Harahap Marwali, 2009. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta, hipokerates. Karnen, 2009. IMMUNOLOGI DASAR. FK UI Penyakit Kulit dan kelamin, 2003, UMI

V. Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi . Jakarta : EGC VI. Guyton, Hall. 1999 . Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC
VII. VIII. SLIDE DOSEN PENGAMPUH BROUSING DARI INTERNET

You might also like