You are on page 1of 13

Pengaruh Rasio Tulangan ...............

ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010


79
PENGARUH RASIO TULANGAN TERHADAP KEKAKUAN
LENTUR BALOK BETON BERTULANG BERPENAMPANG T

Akmaluddin

Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Unram
Email:akmal2k4@yahoo.co.uk
ABSTRACT
Experimental studies have been conducted to evaluate the effect of reinforcement
ratio on flexural stiffness of T-section reinforced concrete beams subjected to static
loads. Three different reinforcement ratios have been considered ie 0.72%, 1.08%
and 1.93%. Three beams of 3 m length with cross section of 150 mm width by 250
mm high and a flens cross section of 160 mm by 80 mm thickness were prepared.
Each beam were cast together with three cylinder specimens of 150 mm diameter
and 300 mm high for compression strength and elastic modulus of the beam. Steel
bars with yield strength of 380 MPa was used. The beams of 2.75 m clear span
were simply supported and tested under static two symetrical point loads. The
results showed that the flexural stiffness of the beam is significantly affected by
reinforcement ratio. In all cases, the behavior of the T beam, has the same trend
through the three phases of collapse, while the strength of T beam experimentally
greater than analytical results about 20%, or provide safety factor of 1.2.
Experimental cracking moment of inertia is about half the value of its one. The
greater the reinforcement ratio the greater resistance moment capacityof the beam
and its rigidity.
Keywords: T Beams, reinforcement ratio, deflection, flexural stiffness, moment of
inertia, cracking moment

PENDAHULUAN
Balok adalah elemen struktur yang berfungsi menyalurkan beban-beban
dari pelat lantai ke kolom penyangga. Pada umumnya elemen balok dicor secara
monolit dengan pelat dan secara stuktural diberikan tulangan pada bagian bawah,
atau bersama-sama pada bagian atas dan bawah. Karena balok dicor secara monolit
dengan pelat, maka elemen tersebut akan membentuk penampang T untuk balok
tengah dan penampang L untuk balok tepi.

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
80 ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
Seperti balok persegi biasa, balok T juga harus memenuhi persyaratan
kekuatan dan daktilitas yang cukup yang dipresentasikan oleh timbulnya lendutan
akibat beban kerja (serviceability condition). Besar lendutan yang terjadi sangat
tergantung pada kekakuan lentur penampang balok.
Dua studi terdahulu mengenai kekakuan lentur balok beton bertulang
dilakukan pada penampang balok persegi biasa (Akmaluddin, 2005; 2006). Dari
dua studi tersebut dikatakan bahwa rasio tulangan mempengaruhi prilaku lentur
balok beton bertulang baik yang terbuat dari beton normal maupun beton ringan.
Sehingga untuk melengkapi pengetahuan tentang kekakuan lentur balok beton
bertulang maka studi selanjutnya diarahkan untuk mengetahui kekakuan lentur
balok beton bertulang dengan penampang berbentuk T pada berbagai variasi
tulangan lentur.
DASAR TEORI
Balok T merupakan bentuk penampang balok bukan segiempat yang
paling sering dijumpai dalam kontruksi bangunan gedung. Balok tersebut terbentuk
dari gabungan antara pelat dan balok yang dicor secara monolit sehingga pelat
menjadi bagian sayap (flens) dari balok. Prinsip-prinsip dasar yang digunakan
dalam desain balok segiempat juga berlaku untuk balok T. Perbedaan utamanya
antara penampang segi empat dengan penampang T adalah adanya kontribusi
tambahan gaya tekan C
c
akibat adanya flens (Nawy, 1998).
Momen tahanan penampang balok T
Adapun kuat lentur atau kapasitas tahanan penampang T dapat dihitung
menggunakan persamaan (1) dengan luas ekivalen tulangan tekan,
sf
A dan tinggi
blok tegangan ekivalen, a, seperti berturut-turut disajikan pada persamaan (1a) dan
(1b) dibawah ini.
( )
|
|
.
|

\
|
+
|
.
|

\
|
=
2 2
f
y sf y sf s n
h
d f A
a
d f A A M ..................................(1)
y
f w e c
sf
f
h b b f
A
) ( ' 85 , 0
= ............................................................. (1a)

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
81
( )
w c
y sf s
b f
f A A
a
' 85 , 0

= ............................................................. (1b)
dimana: M
n
merupakan kapasitas tahanan penampang (kNm), A
s
= luas tulangan
baja (mm2), A
sf
= luas tulangan tekan imajiner (mm2), f
y
dan f
c
berturut-turut
merupakan kuat leleh baja dan kuat tekan beton (MPa). a adalah tinggi blok
tegangan ekivalen (mm), d = tinggi efektif penampang balok (mm), b
e
= lebar
efektif penampang balok (mm), b
w
= lebar badan penampang balok (mm), dan h
f
=
tebal flens (mm).
Persamaan-persamaan diatas digunakan bila garis netral atau tinggi blok tegangan
tekan a lebih besar dari tebal h
f
(garis netral diluar flens). Sebaliknya bila garis
netral berada didalam flens maka kontribusi flens atau nilai A
sf
pada Persamaan (1)
= 0, sehingga menghasilkan Persamaan (2) berikut ini.
( )
2
n s y
a
M A f d
| |
=
|
\ .
.......................................................... (2)
dengan tinggi blok tegangan ekivalen (a),
0,85 '
s y
c e
A f
a
f b
= ................................................................... (2a)
Untuk membatasi luas tulangan agar balok berperilaku daktail maka perlu diketahui
rasio tulangan pada keadaan seimbang, yaitu kehancuran beton terjadi bersamaan
pada saat lelehnya tulangan baja. Untuk balok T, rasio tulangan maksimum dapat
diperoleh dari Persamaan (3) (Wahyudi dan Rahim, 1997).
( )
0.75 0.75
b maks b f
= = + .................................... (3)
dengan:
y y
c
b
f f
f
+
=

600
600 ' 85 , 0
1
|

...................................................(3a)
( ) 0,85 '
f
f c e w
y w
h
f b b
f b d
=
................................................(3b)

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
82 ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
0.25
dimana:

b
adalah rasio tulangan tarik balok persegi dan
f
adalah rasio
tulangan untuk luas tulangan tarik yang diperlukan untuk mengimbangi kekuatan
tekan pada flens. Dengan demikian identik dengan balok penampang persegi biasa,
rasio tulangan balok T juga harus memenuhi Persamaan (4) berikut ini.
b
w
s
y
d b
A
f
75 , 0
4 . 1
s

= < ......................................................(4)
Defleksi balok
Bila balok ditumpu sederhana dan dibebani terpusat secara simetris seperti pada
Gambar 1 dibawah ini maka lendutan maksimum terjadi ditengah bentang dan
besarnya dapat diperoleh dengan menggunakan Persamaan (5).

Gambar 1. Skema pembebanan uji lentur
Lendutan maksimum balok Gambar 1 diatas diperoleh dari Persamaan (5) dibawah
ini.
2 2
(3 4 )
48
c
Pa
L a
E I
o = ......................................................... (5)
0.60
0.08
P/2 P/2
L=2.75 m
a =1.075 0.6
0
a =1.075 0.125 0.125
0.15

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
83
dimana P merepresentasikan beban yang bekerja (kN), L = bentang balok (m), a
adalah bentang geser balok (m), E
c
merupakan modulus elastisitas beton (MPa) dan
I = momen inersia penampang (mm
4
).
Peraturan beton yang dikeluarkan oleh Amerika (ACI 318, 2005) maupun Indonesia
(SNI, 2002) telah menyederhanakan kekakuan lentur, E
c
I, dengan asumsi modulus
elastisitas beton bernilai konstan, dan variasi hanya terjadi pada nilai momen
inersianya, I, yang selanjutnya disebut sebagai momen inersia efektif, I
e
yang
disajikan pada Pers. (6). Selanjutnya nilai Icr dan Mcr disajikan berturut-turut pada
Pers. (6a) dan (6b).
3
( )
cr
e cr g cr g
a
M
I I I I I
M
(
= + s
(

....................................................................... (6)
dengan :
( ) ( )
2
2
3 3
2 12
1
3
1
c d nA
h
c h b h b h c b I
s
f
f e f e f w cr
+
|
|
.
|

\
|
+ + =
........... (6a)
dan
r g
cr
t
f I
M
y
= ................................................................................................ (6b)
dimana I
g
= momen inersia penampang utuh dengan mengabaikan tulangan (mm
4
),
I
cr
= momen inersia panampang kondisi retak sempurna (mm4), M
cr
= momen retak
awal (Nmm), c = tinggi garis netral (mm), n = modulus rasio, E
s
/E
c
, y
t
= jarak dari
garis netral terhadap serat tarik ekstrim (mm), f
r
= modulus runtuh beton (MPa).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Bahan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Bahan Fakultas Teknik
Universitas Mataram. Adapun bahan yang digunakan adalah semen portland tipe I
merek Tiga Roda dalam kemasan 50 kg, agregat halus (pasir) maupun kasar (kerikil
diameter maksimum 20 mm) berasal dari Gebong, Narmada, Lombok Barat.

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
84 ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
Sedangkan air yang digunakan diambil dari jaringan air bersih Lab Struktur FT
Unram. Tabel 1 dibawah menginformasikan kondisi agregat dimaksud.
Tabel 1. Sifat-sifat fisik Agregat Pasir dan Kerikil
Agregat
Berat
Satuan(gr/cm3)
Berat Jenis
Gradasi
M.H.B
Kadar
Lumpur
Keausan Agregat %
Padat Lepas Kering SSD 100 ptr 500 ptr
Pasir 1.360 1.160 2.204 2.380 3.190 1.696 - -
Batu
Pecah
1.540 1.360 2.563 2.630 6.912 - 8.22 20.06

Baja tulangan direncanakan terdiri dari diameter 12 dan 8 mm. Baja dengan
diameter 12 mm dipakai sebagai tulangan pokok sedangkan untuk tulangan sayap
dan tulangan geser digunakan diameter 8 mm. Tegangan leleh baja untuk dua
macam diameter tersebut disajikan pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Nilai aktual kuat leleh baja tulangan
Benda Uji Kuat Leleh Baja Tulangan
(f
y
) (MPa)
Rata-rata f
y

(MPa)

Kode
Diameter
(mm)
Bj12-1
12
380,4
381 Bj12-2 382.8
Bj12-3 379.8
Bj8-1
8
348.8
346 Bj8-2 344.2
Bj8-3 345.6

Komposisi campuran Beton
Kuat tekan beton direncanakan sebesar 20 MPa, oleh karena itu diperoleh material
penyusun untuk tiap 1m
3
beton adalah 388 kg semen, 739 kg pasir dan kerikil
sebesar 1108 kg, serta air sebesar 190 kg. Adapun faktor air semen, fas, yang
digunakan adalah 0,49 dan tinggi slump 14 cm.
Metode penelitian
Mesin uji lentur balok berupa Universal Flexure and Transverse Testing Machine
disiapkan dan mesin uji tekan Compression Testing Machine (CTM) merek control
dengan kapasitas 200 ton digunakan untuk uji kuat tekan dan modulus elastisitas

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
85
beton. Universal Testing Machine (UTM) merek Hung Ta dengan kapasitas 10 ton,
digunakan untuk pengujian kuat tarik baja tulangan. Dial Gauge dengan ketelitian
0.01mm merek Mitutoyo, digunakan untuk pembacaan lendutan yang terjadi pada
setiap perubahan beban.
Cetakan silinder dan Cetakan balok, digunakan untuk mencetak silinder dengan
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm dan balok dengan ukuran 150 x 150 x 510
mm pada saat pengecoran balok beton dilaksanakan. Silinder dan balok ini
selanjutnya akan diuji guna mengetahui kuat tekan, modulus elastisitas dan
modulus runtuh beton.
Cetakan balok beton (Bekisting), digunakan untuk mencetak balok beton dengan
ukuran lebar badan 150 mm, tinggi 250 mm tebal sayap 80 mm, lebar sayap 600
mm dan Panjang bentang 3000 mm. Mesin Pengaduk Beton (Molen), digunakan
untuk mencampur dan mengaduk bahan-bahan penyusun beton. Alat
Penggetar/Vibrator, digunakan untuk memadatkan pada saat pengecoran. Crane
manual, digunakan untuk memindahkan balok.
Pembuatan benda uji
Balok dibuat dengan penampang berbentuk T sebanyak tiga buah dengan
menggunakan tiga variasi rasio tulangan. Variasi dimaksud adalah 0,7%, 1,08 dan
1,93% yang diperoleh bila balok berturut-turut dipasang tulangan sebanyak 2, 3 dan
5 batang seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Detail Benda Uji Balok Berpenampang T
Tul. Utama 12 (Variasi, 2,3 ,5)
Sengkang
8-100
2 8
2.75
3.00
A
A
Sketsa desain penampang balok T
dengan 3 buah tulangan
Sketsa desain penampang balok T
dengan 2 buah tulangan
Sketsa desain penampang balok T
dengan 5 buah tulangan

312
212

28
POTONGAN. A-A
8 -
180
8 -
150

21
2

28

312

28
Detail pembesian sayap

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
86 ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
Pada saat pengecoran balok, 3 buah silinder spesimen dengan diameter 150 mm dan
tinggi 300 mm juga dicor sebagai sampel pengujian berturut-turut untuk kuat tekan
dan modulus elastisitas. Perincian jumlah sampel dan penamaannya disajikan pada
Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Kode Benda Uji dan Variasinya
Kode
Balok
Tinggi
efektif, d
(mm)
Rasio
Tulangan
(%)
Jumlah
Balok T
Silinder untuk
f
c
& E
c


BT-2 210 0,72 1 3
BT-3 210 1,08 1 3
BT-5 195,2 1,93 1 3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat mekanik bahan penyusun balok beton
Pengujian silinder beton pada umur 28 hari untuk memperoleh nilai kuat tekan dan
modulus elastisitas beton menurut standar perhitungan (SNI, 2002) diperoleh hasil
seperti disajikan pada Tabel dibawah ini.
Tabel 4. Hasil Pengujian Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton
Silinder
Balok
Kode
Silinder
f'c (MPa)
Ec (MPa)
Ket.
eksperimen rata-rata eksperimen rata-rata
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
BT-2
SB2-1 26,869
28,1
23024,292
22759 1 data rusak
SB2-2 29,414 22494,518
BT-3
SB3-1 34,788
32,2
27961,633
27181 1 data rusak
SB3-2 29,697 26399,369
BT-5
SB5-1 25,737
24,9
20383,589
19562
-
SB5-2 24,889 20783,393

SB5-3 24,04 17517,96


Pengaruh Rasio Tulangan ...............
ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
87
Nilai aktual kuat tekan rata-rata dan modulus elastisitas yang diperoleh berturut-
turut pada Tabel 4 kolom (4) dan kolom (6), digunakan untuk menganalisis
kekuatan penampang balok T yaitu balok BT-2, BT-3 dan BT-5.
Perilaku lentur balok T
Gambar 3 dibawah menunjukkan tipikal perilaku balok yang dibebani
lentur. Dari gambar tersebut nampak bahwa keruntuhan yang terjadi pada benda uji
diawali dengan terjadinya retak kecil yang terletak pada bagian badan balok
disekitar titik pembebanan. Dengan bertambahnya beban secara terus menerus
menyebabkan retak yang terjadi semakin bertambah yang disertai dengan
terbentuknya retak baru. Setelah retak-baru berhenti terbentuk, retak yang berada
disekitar titik pembebanan semakin melebar dan merambat sampai pada daerah
pelat yang disertai dengan retak lama yang terus merambat hingga pada akhirnya
balok uji mengalami keruntuhan. Perilaku pola keruntuhan untuk balok BT-2 juga
terjadi pada balok BT-3 dan BT-5.

Gambar 3. Retak-retak pada bagian tengah bentang balok BT-2 setelah pengujian
Perilaku lentur balok selanjutnya dapat diketahui dengan menggunakan
gambar 4. Gambar 4 dibawah ini menyajikan hasil perhitungan dan pengamatan
defleksi balok untuk ketiga variasi tulangan di laboratorium.

(a). =0.7% (b). =1.08% (c). =1.93%
Gambar 4. Hubungan beban dan lendutan balok uji

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
88 ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa perilaku lentur dari hasil
pengujian ketiga balok uji menunjukan trend lendutan yang sama antara variasi
yang satu dengan yang lainnya, yaitu mula-mula lurus kemudian sedikit berbelok
arah dan akhirnya arah belokan semakin tajam. Tiga fase tersebut mencerminkan
balok mula-mula secara proporsional menahan beban P yang bekerja, kemudian
proporsi kemampuan menurun dibandingkan dengan proporsi lendutannya hingga
akhirnya proporsi lendutan yang mendominasi ketimbang proporsi ketahanannya.
Pada fase terakhir ini, balok sudah dianggap mengalami kegagalan. Secara umum
hasil perhitungan analitis menunjukkan prediksi yang lebih kecil dari lendutan yang
aktual terjadi. Oleh karena itu hal ini harus menjadi perhatian bila persamaan yang
ada akan diaplikasikan untuk keperluan disain, khususnya fungi kekakuan yang
diwakili oleh I
e
. Untuk itu diperlukan lebih banyak data lagi untuk menetapkan
besaran koefisien reduksi atau pengembangan formula yang ada.
Kapasitas tahanan penampang balok
Tabel 5 dibawah menyajikan hasil perhitungan dan observasi kapasitas
tahanan penampang balok T yang direpresentasikan dengan momen lentur ultimate,
M
u
.
Tabel 5. Perbandingan Momen Lentur Ultimit
Kode Balok
Mu (th)
( kNm )
Mu (eks)
( kNm )
Rasio
(1) (2) (3) (4) = (3)/(2)
BT-2 14,263 17,200
1,21
BT-3 21,238 26.338 1,24
BT-5 32,328 40,850 1,26

Momen lentur ultimit analitis, kolom (2) Tabel 5 diatas diperoleh dari
Persamaan (1) dengan mengalikannya dengan faktor reduksi = 0,8. Dari Tabel 5
diatas nampak bahwa hasil eksperimen lebih besar dari hasil analitis untuk semua
benda uji. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio momen ultimit hasil eksperimen
dengan momen ultimit hasil teoritis yang > 1 yaitu berkisar antara 1,21 sampai
dengan 1,26. Dengan demikian Persamaan (1) terbukti aman untuk diaplikasikan
karena memberikan angka keamanan sebesar kurang lebih 1,2 atau dengan kata lain
faktor reduksi kekuatan sebesar 0,8 sesuai untuk kondisi balok ini seperti yang
disyaratkan oleh standar yang ada (SNI, 2002).

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
89
Kekakuan lentur Balok T
Pada kondisi balok telah mengalami keruntuhan, dapat diobservasi nilai
momen inersia retaknya seperti disajikan pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6. Perbandingan kekakuan balok kondisi runtuh
Kode Balok
Rasio
tulangan
(%)
Icr(th)
(mm
4
)
Icr(eks)
(mm
4
)
Rasio
(1) (2) (3) (4) (5) = (4)/(3)
BT-2 0,70 7,261E+07 3,279E+07 0,452
BT-3 1,08 8,842E+07 5,413E+07 0,612
BT-5 1,93 1,467E+08 8,334E+07 0,568

Nilai Icr eksperimen mendekati separuh nilai Icr analitisnya seperti ditunjukkan
dalam kolom (5) Tabel 6 diatas. Selanjutnya hubungan antara rasio dengan momen
inersia penampang retak digambarkan dalam diagram Gambar 5. Semakin
meningkat rasio tulangan semakin besar pula nilai kekakuan penampang kondisi
retak baik secara eksperimen maupun analitis.

Gambar 5. Rasio tulangan vs Icr
Seperti telah diuraikan di dasar teori, terlihat bahwa rasio tulangan mempengaruhi
besarnya kekakuan lentur yang dinotasikan dengan EI. Untuk lebih mudahnya hal
ini disajikan dalam format rasio kekakuan (I
e
/I
cr
) terhadap rasio kapasitas

Pengaruh Rasio Tulangan ...............
90 ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
penampang (M
a
/M
cr
) untuk tiap rasio tulangan balok. Gambar 6 menyajikan
hubungan antara rasio dimaksud untuk semua variasi balok T.

Gambar 6. Hubungan Rasio Kekuatan vs Rasio Kekakuan Balok T
Berdasarkan Gambar 6 diatas nampak bahwa secara analitis maupun
eksperimen rasio kekakuan, I
e
/I
cr
, menurun secara drastis untuk ketiga variasi
tulangan balok setelah nilai rasio Ma/Mcr melampaui 1. Hal ini berarti kekakuan
balok menurun signifikan setelah penampang balok mulai mengalami retak. Dengan
memperhatikan gambar diatas nampak pula bahwa semakin meningkat rasio
tulangan semakin menurun rasio Ie/Icr, hal ini disebabkan rasio tulangan
memperbesar nilai Icr, sehingga kapasitas tahanan penampang menjadi lebih besar
yang ditunjukkan dengan nilai maksimum Ma/Mcr meningkat dari 2, 3.5 dan 5
masing-masing untuk BT2, BT3 dan BT5.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari studi ini adalah: Untuk semua
rasio tulangan penampang balok T memiliki tren perilaku keruntuhan yang
sama yaitu melalui tiga fase keruntuhan.
1. Kekuatan penampang hasil eksperimen untuk semua Balok T lebih besar dari
hasil analitis sekitar 20%
2. Momen inersia retak eksperimen bernilai hanya separuh nilai momen inersia
retak analitis.
3. Semakin besar rasio tulangan balok semakin besar pula kapasitas tahanan
penampang dan kekakuannya.


Pengaruh Rasio Tulangan ...............
ORYZA Volume IX Nomor 2 , September 2010
91

DAFTAR PUSTAKA

Akmaluddin, 2005, Characteristics of Flexural Reinforced Concrete Beams,
Rekayasa, Vol.6, No.1 (Juni), p.17-23.
Akmaluddin, 2006, Experimental Verification of Effective Moment of Inertia Used
in the Calculation of Reinforced Concrete Beam Deflection, Proceeding
Toward Sustainable Civil Engineering Practice, Petra Christian University,
Surabaya.
ACI Committee 318, 2005, Building Code Requirements for Structural Concrete
(ACI 318-05) and Commentary (318R-05), American Concrete Institute,
Farmington Hills, MI, 430 pp.
Nawy, E.G., 1998, Beton Bertulang, Suatu Pendekatan Dasar, PT Refika Aditama,
Bandung.
SNI 03-2847-2002, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan
Gedung, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta Selatan.
Wahyudi, L.dan Rahim, S. A., 1997, Struktur Beton Bertulang, PT Gramedia,
Jakarta

You might also like