You are on page 1of 3

Patofisiologi Diare Oleh Andy Omega, 0906639650 Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa.

Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Kematian yang terjadi, kebanyakan berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut usia, dimana kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang hingga berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju.[1] Definisi[1] Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan, menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipilih waktu lebih dari 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu berlangsung lebih dari 30 hari. Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi. Sedangkan diare non infektif bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut. Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik. Patofisiologi[1] Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut: 1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi (diare osmotik) Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa atau galaktosa. 2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi (diare sekretorik) Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan dan minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae,

atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon, reaksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif. 3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan atau produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati. 4. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transpor aktif Na+ K+ ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal. 5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan irregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid. 6. Gangguan permeabilitas usus Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus. 7. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik) Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi atau non infeksi. 8. Infeksi dinding usus (diare infeksi) Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh

bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik antara lain kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholerae merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu, karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ino kalium, ion bikarbonat, dan klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. 9. Diare psikogenik[2] Setiap orang umumnya sudah familiar dengan diare yang berkaitan dengan keadaan gugup, seperti saat ujian atau saat prajurit akan bertempur. Diare tipe ini disebut diare psikogenik emosional, disebabkan oleh stimulasi berlebihan pada sistem saraf parasimpatik yang mengeksitasi motilitas dan sekresi mukus pada distal kolon. Kedua efek ini menyebabkan diare. Patogenesis[1] Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal (agen) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktorfaktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain, keasaman lambung, motilitas usus, imunitas, dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang memengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi bakteri/parasit terdiri dari atas: 1. Diare karena bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Bakteri yang tidak merusak mukosa, misal V. cholerae, ETEC, dan C. perfringens. V. cholerae mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleotid pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3, 5-siklik monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium. 2. Diare karena bakteri atau parasit invasif (enterovasif) Bakteri yang merusak (inavsif) antara lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Walau demikian, infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Daftar Pustaka 1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. p. 455-470. 2. Guyton AC, Hall JE. Guyton & Hall: Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006. p. 823.

You might also like