You are on page 1of 6

1. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) 1.

1KLASIFIKASI ISK Infeksi saluran kemih/infeksi traktus urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia tanpa memandang usia, terutama perempuan. Secara mikrobiologi, ISK dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105/ml pada urine pancaran tengah yang dikumpulkan dengan cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya berupa kolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatik dari struktur-struktur traktus urinarius. ISK umumnya dibagi dalam dua subkategori besar: UTI bagian bawah (uretritis, sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut). Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan pielonefritis akut (infeksi pelvis dan intrestitium ginjal) merupakan infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan morbiditas, tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif. Pielonefritis kronik (PN) adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan pembentukan jaringan parut parenkimal ada pemeriksaa IVP, disebabkan oleh infeksi berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal. Akhir-akhir ini, beberapa bukti menunjukkan bahwa pielonefritis kronik terjadi pada pasien ISK dengan kelainan anatomi, terutama pada saluran kemih, seperti refluks vesikoureter (VUR), obstruksi, batu, atau neurogenik vesica urinaria (Kunin, 1997; Rose Rennke, 1994). Diperkirakan bahwa kerusakan ginjal pada pielonefritis kronik yang juga disebut nefropati refluks, diakibatkan oleh refluks urine terinfeksi ke dalam ureter yang kemudian masuk ke dalam parenkim ginjal (refluks intrarenal). Pielonefritis kronik akibat VUR adalah penyebab utama gagal ginjal tahap akhir pada anak-anak, dan secara teoritis dapat dicegah dengan mengendalikan ISK dan memperbaiki kelainan struktural dari saluran kemih yang menyebabkan obstruksi. Sayangnya, VUR mungkin tidak ditemukan pada masa kanak-kanak, dan kerusakan ginjal yang progresif dapat tidak diketahui sampai timbul gejala dan tanda ESRD (seperti diabetes melitus tipe 2 dan SLE) pada masa dewasa. 1.2ETIOLOGI ISK Organisme penyebab infeksi pada saluran kemih yang tersering adalah Escherichia coli, yang menjadi penyebab pada lebih dari 80% kasus. Escherichia coli merupakan flora normal (FN) pada kolon. Organisme lain yang dapat menimbulkan infeksi adalah golongan Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Pseudomonas. Organisme gram positif kurang berperan dalam ISK, kecuali Staphylococcus saprophyticus, yang menyebabkan 10-15% ISK pada perempuan muda. Pada wanita yang dirawat di rumah sakit, dan mungkin menggunakan kateter, maka dapat ditemukan bakteri lain seperti Serratia morcecen, Candida albicans, dan biasanya merupakan infeksi nosokomial. 1.3FAKTOR PREDISPOSISI ISK Faktor predisposisi dalam perkembangan infeksi saluran kemih dan pielonefritis kronik antara lain:
1

obstruksi aliran urine (misal batu, penyakit prostat) perempuan umur yang sudah lanjut kehamilan refluks vesikoureter (VUR) peralatan kedokteran (terutama kateter menetap) kebiasaan menahan kencing kelainan anatomi urethra atau vesica urinaria vesica urinaria neurogenik. penyalahgunaan analgesik secara kronik penyakit ginjal penyakit metabolik (diabetes, gout, batu urine)

1.4 PATOGENESIS ISK Pada kebanyakan kasus, organisme tersebut dapat mencapai vesica urinaria melalui urethra. Infeksi dimulai sebagai sistitis, dapat terbatas di vesica urinaria saja atau dapat pula merambat ke atas melalui ureter sampai ke ginjal. Organisme juga dapat sampai di ginjal melalui aliran darah (hematogen) atau aliran getah bening, tetapi cara ini dianggap jarang terjadi. Vesica urinaria dan bagian atas urethra biasanya steril, meskipun bakteri dapat ditemukan di bagian bawah urethra. Tekanan dari aliran urine menyebabkan saluran kemih normal mengeluarkan bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sempat menyerang mukosa. Mekanisme pertahanan lainnya adalah kerja antibakteri yang dimiliki oleh mukosa urethra, sifat bakterisidal dari cairan prostat pada laki-laki, dan sifat fagositik epitel vesica urinaria. Meskipun terdapat mekanisme pertahanan seperti itu, infeksi tetap mungkin terjadi dan kemungkinan ini berkaitan dengan faktor predisposisi. 1.5 MANIFESTASI KLINIS ISK Gejala dan tanda infeksi saluran kemih atas, seperti pyelonefritis, dapat berupa demam, menggigil, malaise umum, anoreksia, mual, muntah, dan nyeri/rasa sakit pada pinggul atau sudut costovertebra. Sedangkan gejala dan tanda infeksi saluran kemih bawah, seperti sistitis, yang klasik adalah disuria, frekuensi/sering berkemih, urgensi (kadang-kadang ada inkontinensia ringan), nokturia (sering kencing di malam hari), nyeri suprasimpisis, nyeri pada pinggul bawah, peranakan terasa turun atau turun berok, dan hematuria pada akhir berkemih (urin merah). Gejala dan tanda di atas ditemukan pada ISK simtomatik, tetapi banyak pula ditemukan ISK yang tidak memperlihatkan gejala (bakteriuria asimtomatik). Pada wanita hamil dengan ISK asimtomatik, sering dapat menjadi ISK simtomatik seperti sistitis atau pyelonefritis. Bila hal ini terjadi, dapat menimbulkan kejadian abortus atau partus prematurus. 4. DIAGNOSIS ISK
2

4.1PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang sangat dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis ISK, terlebih jika gejala dan tanda infeksi yang timbul tidak lengkap atau bahkan tidak ada. Anamnesis dan pemeriksaan fisik ditujukan pada gejala serta kelainan-kelainan yang mungkin menjadi faktor risiko, sedangkan pemeriksaan penunjang bertujuan untuk memastikan ISK serta jenis bakteri yang menyebabkannya serta faktor resistensi bakteri tersebut. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: Pemeriksaan urin (urinalisis) Urinalisis merupakan tes yang mengevaluasi sampel urin, yang bertujuan untuk mendeteksi kelainan pada traktus urinarius, kelainan ginjal, dan diabetes. Pada pemeriksaan urin rutin, jika ditemukan leukosit yang jumlahnya >10/LPB (lapangan pandang besar) dengan mikroskop, maka hal ini merupakan tanda tidak normal. Piuria merupakan tanda yang penting pada ISK. Oleh karena itu, leukosit >10 kemungkinan besar menandakan adanya ISK. Pemeriksaan urin dengan tes dipstik plastik (contoh tes nitrit) bila positif menandakan adanya bakteri di dalam urin. Perhitungan jumlah bakteri dari sediaan langsung urine (tanpa pusingan/sentrifuge) dan diwarnai dengan pewarnaan Gram, bila ditemukan 1 bakteri saja pada pemeriksaan dengan mikroskop maka hal ini menunjukkan adanya bakteriuria sekitar 88% secara kultur.
Kultur urin dan biakan kuman Setelah pemeriksaan screening di atas dilakukan, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur atau biakan kuman yang berguna untuk memastikan adanya bakteriuria, jenis kuman, dan sekaligus tes kepekaan kuman terhadap antibiotika. Pemeriksaan sistoskopi Pemeriksaan ini bertujuan untuk menyatakan adanya leukosit dan hematuria karena adanya tumor buli-buli, sekaligus untuk melihat adanya tanda-tanda radang akut atau kronik dari saluran kemih; juga dapat melihat kemungkinan adanya polip, divertikal yang sangat erat hubungannya dengan kejadian ISK. Pemeriksaan ultrasonografi Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengetahui adanya pembesaran ginjal, bendungan karena kelainan bentuk, serta massa atau pun batu. Pemeriksaan pyelografi Pemeriksaan ini untuk melihat bentuk ginjal, fungsi ekskresi, keadaan ureter, batu ureter, atau buli-buli, dan sebagainya.

4.2 KOMPLIKASI ISK Penatalaksanaan ISK yang baik dan benar sangat jarang menimbulkan komplikasi. Namun, jika ISK dibiarkan begitu saja tanpa penanganan
3

yang tepat, maka ISK dapat menjadi lebih serius dan menyebabkan beberapa gejala yang sangat tidak nyaman. ISK yang tidak diobati dapat menyebabkan gagal ginjal akut/kronik (akibat pyelonefritis), yang dapat merusak ginjal secara permanen. Anak-anak dan orang tua merupakan usia yang berisiko tinggi mengalami kerusakan ginjal akibat ISK karena gejala yang ditimbulkannya sering diabaikan atau disalah-artikan akibat adanya kondisi lain. Wanita hamil dengan ISK juga berisiko mengalami abortus atau kelahiran bayi prematur.

4.3 PROGNOSIS ISK Pada pengobatan yang baik, hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 24-48 jam dengan menurunnya atau hilangnya gejala dan tanda, serta sterilnya urin.

5.

PENATALAKSANAAN ISK 5.1TERAPI FARMAKOLOGIS Tujuan pengobatan ISK adalah untuk menurunkan gejala, morbiditas, menghilangkan bakteri penyebab, dan mencegah rekurensi serta terjadinya perubahan sekunder abnormalitas fungsi ginjal dan kerusakan struktur saluran kemih. Pada kasus asimtomatik, bakteriuria pada anak-anak dan wanita hamil diterapi dengan antibiotik selama 3 hari (ada juga yang menganjurkan hingga 5-7 hari). Dua minggu kemudian, sesudah pengobatan, pemeriksaan kultur urine harus dilakukan kembali untuk memastikan apakah urine sudah steril atau masih terdapat bakteri. Pemberian antibiotik pada anak-anak dan wanita hamil ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi selama masa kehamilan dan kemungkinan terjadinya kerusakan saluran kemih pada anak-anak setelah mereka dewasa. Pada wanita yang tidak hamilyang menderita ISK asimtomatik, juga yang sedang dirawat di rumah sakit/oleh orang tuatidak diberikan pengobatan dengan antibiotik karena dapat menyebabkan meningkatnya resistensi kuman terhadap antibiotik; pengobatan cukup dengan berkemih normal dan periodik. Pada bakteriuria simtomatik seperti sistitis akut, perlu diberikan antibiotika selama 3 hari, jika perlu hingga 7-10 hari. Pada pengobatan yang baik, hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 24-48 jam dengan menurunnya atau hilangnya gejala dan tanda, serta sterilnya urin. Umumnya, semua antibiotik dapat digunakan dan biasanya ditujukan untuk infeksi yang terutama disebabkan oleh E. Coli; bila perbaikan tidak terjadi pasca-terapi, pengobatan disesuaikan dengan hasil kultur dan tes kepekaan kuman. Untuk mengurangi rasa nyeri atau sakit, dapat pula diberikan obat analgesik. Pada ISK yang lebih tinggi, seperti pyelonefritis, penderita harus dirawat, diberi cairan yang cukup, antibiotik, dan semua obat diberikan secara parenteral. Pengobatan yang diberikan dengan cara ini merupakan pengobatan pada ISK tanpa penyulit. Pada penderita ISK dengan penyulit, selain pemberian antibiotik, juga perlu diperhatikan
4

penatalaksanaan penyulit-penyulit tersebut sehingga infeksi tidak dapat berulang atau menjadi lebih berat. Pemberian antibiotik selalu berdasarkan jenis kuman penyebabnya, serta tes kepekaan kuman terhadap antibiotik. Banyak antibiotik yang dapat digunakan seperti preparat golongan sulfa, penicillin, aminoglikosida, tetrasiklin, nitrofurantoin, asam nalidik, dan golongan antibiotik lainnya. Perlu diperhatikan bahwa beberapa antibiotik tidak boleh dipergunakan selama masa kehamilan karena dapat menyebabkan toksik pada janin, seperti nitrofurantoin, asam nalidik, dan tetrasiklin.

5.2 PENCEGAHAN Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya ISK: Asupan cairan yang banyak, terutama air. Meminum air yang banyak dapat membantu mencegah ISK dengan cara sering berkemih sehingga urine dapat mendorong bakteri keluar dari traktus urinarius. Basuh alat pengeluaran urin dari depan ke belakang. Melakukan hal ini setelah berkemih dapat mencegah bakteri di daerah anal menyebar ke daerah vagina dan urethra. Kosongkan kandung kemih sesegera mungkin setelah intercourse (hubungan seksual). Hindari penggunaan produk kewanitaan yang dapat menimbulkan iritasi. Penggunaan deodorant sprays (deodoran semprot) atau produk kewanitaan lainnya di daerah genital dapat menyebabkan iritasi pada urethra.

***

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta: EGC Gartner, Leslie P. & James L. Hiatt. 2007. Color Atlas of Histology, Fourth Edition. Baltimore, Maryland: Lippincott Williams & Wilkins Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI Junizaf. 2009. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta: FKUI Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC Mayo Clinic Staff. 2009. Urinary Tract Infection (UTI). http://mayoclinic.com/health/urinary-tract-infection/DS00286/ Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC Putz, Reinhard & Reinhard Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Jilid 2 Edisi 22. Jakarta: EGC Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC Syam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK YARSI

You might also like