You are on page 1of 8

SELULITIS I. DEFINISI Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit.

Infeksi yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis. Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna. Selulitis mengenai jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi membentuk suatu lokalisasi cairan. Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa melewati median line, kadang-kadang turun mengenai leher. Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.

Gambar : Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and SoftTissue Infection (B) II. ETIOLOGI Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak

adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen.

Gambar: Specific Anatomical Variants of Cellulitis and Causes of Predisposition to the Condition Tabel: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

III.

EPIDEMIOLOGI Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.

IV.

FAKTOR PREDISPOSISI Faktor predisposisi erisepelas dan selulitis adalah: kaheksia, diabetes melitus, malnutrisi, disgamaglobulinemia, alkoholisme, dan keadaan yang dapat

menurunkan daya tahan tubuh terutama bila diseratai higiene yang jelek. Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka atau ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada pasien dengan kondisi edema limfatik, penyakit ginjal kronik atau hipostatik. V. KLASIFIKASI Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi: 1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat. 2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. beranggapan bahwa selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan indurasi selulitis mempunyai daerah pembentukan abses. a) Selulitis Difus Akut Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu: 1) Ludwigs Angina 2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid 3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal 4) Selulitis Fasialis Difus 5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya b) Selulitis Kronis Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase. 3. Selulitis Difus yang Sering Dijumpai Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwigs . Angina Ludwigs merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.

VI.

PATOGENESIS Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang yang menderita diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat (D). Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringanjaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida, fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel.

Bakteri patogen (streptokokus piogenes, streptokokus grup A, stapilokokus aureus) Menyerang kulit dan jaringan subkutan Meluas ke jaringan yang lebih dalam Menyebar secara sistemik Terjadi peradangan akut Eritema lokal pada kulit Lesi Kerusakan integritas kulit Edema kemerahan Nyeri tekan Gangguan rasa nyaman dan nyeri

Gambar .Skema patogenesis

VII.

GEJALA KLINIS Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren). Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak

merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.

VIII.

DIAGNOSIS Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia. Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik dan sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia dan septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Gejala dan tanda Gejala prodormal Daerah predileksi Makula eritematous Tepi Selulitis : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan genitalia : Eritema cerah : Batas tidak tegas

Penonjolan : Tidak terlalu menonjol Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula Edema : Edema Hangat : Tidak terlalu hangat Fluktuasi : Fluktuasi Tabel. Gejala dan tanda selulitis Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis. ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif. IX. PERBEDAAN ABSES DAN SELULITIS Abses adalah daerah jaringan yang terbentuk dimana didalamnya terdapat nanah yang terbentuk sebagai usaha untuk melawan aktivitas bakteri berbahaya yang menyebabkan infeksi. Sistim imun mengirimkan sel darah putih untuk melawan bakteri. Sehingga nanah atau pus mengandung sel darah putih yang masih aktif atau sudah mati serta enzim. Abses terbentuk jika tidak ada jalan keluar nanah atau pus. Sehingga nanah atau pus tadi terperangkap dalam jaringan dan terus membesar. Abses dapat terbentuk pada seluruh bagian di dalam tubuh. Khususnya di dalam mulut, dapat terbentuk di gusi, gigi, atau akarnya. Bakteri dapat masuk dengan beberapa jalan: 1. Melalui luka yang terbuka 2. Melalui lubang karies 3. Melalui poket atau gusi yang terbuka KARAKTERISTIK Durasi Sakit Ukuran Palpasi Lokasi Kehadiran Pus Tingkat Keparahan Bakteri Enzim yang dihasilkan SELULITIS Akut Berat dan merata Besar Indurasi jelas Difus Tidak ada Lebih berbahaya Aerob (Streptococcus) Streptokinase / fibrinolisin Hyaluronidase dan Streptodornase Difus ABSES Kronis Terlokalisi Kecil Fluktuasi Berbatas Jelas Ada Tidak darurat Anaerob (Staphylococcus) Coagulase

Sifat

Terlokalisir

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008 2. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill: 2008 3. Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology. New York: McGrawHill. 2008 4. Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia, hal: 146-149 5. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrews Disieases of the Skin, Clinical Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co, 199027778 6. Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrisons Principles of Internal Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore 7. Peterson L J., et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofascial Surgery. 4th ed. Mosby. Saint Louis. Missouri 8. Topazian & Goldberg. 2004. Oral and Maxillofacial Infections. 3rd ed. WB. Saunders. Philadelphia

You might also like