You are on page 1of 32

BAB I PENDAHULUAN

Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan berada di luar tempat yang semestinya. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan

ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %). Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.

BAB II LAPORAN KASUS


1

2.1

Identitas Pasien
: 012704 : Ny. W : 33 tahun : SMP : Indonesia/Jawa : Islam : Ibu Rumah Tangga : 2 tahun : Tn J : 35 tahun : SMA : Indonesia/Jawa : Islam : Wiraswasta : 15 Maret 2012 : 10:10 : Kiriman Puskesmas dengan diagnosa Susp. KET : JAMKESMAS

No. Register Nama Umur Pendidikan Bangsa/Suku Agama Pekerjaan Lama Menikah Nama Suami Umur Pendidikan Bangsa/Suku Agama Pekerjaan Masuk kamar bersalin Jam Pengantar Dana Persalinan

2.2 Anamnesa :
Subyektif a. Keluhan Utama : Nyeri perut & Pusing
2

b. Riwayat penyakit sekarang : Nyeri perut, Pusing, mengeluarkan darah dari jalan lahir,

nafas sesak, tidak bisa BAK dan BAB


c. Riwayat penyakit dahulu : memakai kontrasepsi IUD Lopes Loop 5 tahun yang lalu d. Riwayat penyakit keluarga : -

e. Riwayat haid :
-

Menarche Siklus Lamanya Dysmenore HPHT Tafsiran persalinan

: 12 th : 28 hari : 7 hari :(-) : Lupa :-

f. Riwayat Obstetri : Anak pertama lahir spt. B, di tolong bidan, berat badan

3200 gram, umur 13 tahun Obyektif Status Generalisata Keadaan Umum Kesadaran TTV : Lemah : Komposmentis Tekanan darah Nadi TB : 90/60 mmHg : 80 X/menit : 158 cm RR Suhu BB : 20 X/menit : 36,7 0C : 79 kg Hamil ini.

2.3

Pemeriksaan Fisik
: A/I/C/D : +/-/-/+

Kepala dan Leher

Pembesaran KGB : 3

Thorax

: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Simetris : Nyeri tekan (-) : Sonor : Rh -/-, Wh -/: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba : Batas kiri atas SIC II LMC sinistra. Batas kanan atas SIC II LPS dextra. Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra. Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra.

Jantung

: Inspeksi Palpasi Perkusi

Auskultasi Abdomen

: S1 S2 tunggal.

: Hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan ( + ) seluruh perut (Slight destended)

Genitalia

: VT Fluksus (+) sedikit-sedikit Portio Multipara tertutup, slinger pain. Cavum Douglas menonjol Adneksa parametrium (D) : massa (+), Nyeri (+) Adneksa parametrium (S) : massa (-), Nyeri (+)

Extremitas

: AH

- - -

Oedem - - -

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorim ( 15 Maret 2012 ) Hematologi Rutin Hemogobin : 3,8 g/dl
4

Laju Endap Darah PCV Eritrosit Hitung Jenis Sel Leukosit Trombosit Hbs Ag Urinalisis Plano test

: 115/155 mm/jam : 11,3 % : 1.260.000 jt/cmm : -/-/-/78/20/2 : 15.700 /cmm : 141.000 /cmm : Negatif

: Positif

2.5 Diagnosa
Kehamilan Ektopik Terganggu

2.6 Planning
Advis dokter Jaga : Pasang infus RL Tangan kanan & kiri (Grojok 4 flash) Injeksi Cefotaxim 1g IV Pasang O2 Pasang DC Cek darah lengkap & Hbs Ag Persiapan Darah Whole Blood Persiapan Cito Laparatomi

Follow Up hari ke 0 Tanggal 15 Maret 2012 jam 12.30 S : Pasien datang dari OK dengan keadaan Umum lemah dan kedinginan

KU : Lemah O : Tekanan darah : 100/60 mmHg Nadi : 108 X/menit RR : 20 X/menit

Suhu : - 0C
5

TB A P

: 158 cm

BB

: 79 kg

: Kehamilan Ektopik Terganggu :- Injeksi ceftriaxon 2x1g - Injeksi Antrain 3x1ampul - Injeksi Ranitidine 2x1 - Puasa sampai bising usus (+) - Whole Blood 2 kolf/ hari sampai dengan HB 8 g% - Observasi keluhan, reaksi transfusi, prediksi urin dan balance cairan.

Jam 12.45 : Transfusi WB kolf I Jam 16.00 : Transfusi WB kolf II Follow Up Hari 1 Tanggal 16 Maret 2012 jam 06:00 S : Pusing, Mual & Muntah, kentut (+) O : Status Generalisata Keadaan umum Kesadaran T : 100/70 mmHg : Cukup : Komposmentis N : 100 x/menit S : 36,7 0C

RR : 28 x/menit Status Ginekologi Abdomen

: Nyeri tekan (+) Bising Usus (+)

Genitalia

: VT Fluksus (+) sedikit-sedikit

Prediksi Urine >300 cc/jam A : Post operasi Kehamilan Ektopik Terganggu + anemia P : Advis dr. Jaga Ceftriaxon 2x1g IV Antrain 3x1ampul IV
6

Ranitidine 2x1 IV Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Tranfusi Whole Blood sampai Hb 8 Observasi keluhan, reaksi tranfusi, prediksi urin & balance cairan

Jam 14.00 : Transfusi WB kolf III Jam 19.15 : Transfusi WB kolf IV Tanggal 16 Maret 2012 jam: 20.55 S : pasien mengeluh nyeri dada, sesak, O : Tekanan darah Nadi TB Pemeriksaan thorax : 130/70 mmHg : 100 X/menit : 158 cm : Inspeksi Palpasi Perkusi RR : 28 X/menit

Suhu : 36,7 0C BB : 79 kg

: Asimetris, Retraksi (+) : Nyeri tekan (+) : sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler Ronki : +/+

Whezing : +/+ Status Ginekologi Abdomen : Nyeri tekan ( + ) Bising Usus (+) Genitalia Lapor dr.Vera Sp,OG
A

: Fluksus (-)

/P: - Furosemid 2 Ampul - O2 4-6 liter permenit

Tanggal 16 Maret 2012 jam: 22.30 S : pasien mengeluh nyeri dada, sesak, sering mengigau
7

O : Tekanan darah Nadi TB Status Lokalis : Pemeriksaan thorax :

: 120/70 mmHg : 96 X/menit : 158 cm A/I/C/D Inspeksi Palpasi Perkusi

RR

: 24 X/menit

Suhu : 37,2 0C BB : +/-/-/+ : Asimetris, Retraksi (+) : Nyeri tekan (+) : sonor : 79 kg

Auskultasi : Suara nafas vesikuler Ronki: +/ + , Whezing: +/+ Status Ginekologi Abdomen : Nyeri tekan ( + ) Bising Usus (+) Genitalia Prediksi Urin Lapor dr.Vera sp,og
A

: Fluksus (-) : 200cc / jam

/P: - Aminophhylin drip 1 ampul dalam 500 cc D5 (20 tpm) - EKG - Lab: - DL - Bun/ kreatin - SGOT/ SGPT - UL

Follow Up Hari 2 Tanggal 17 Maret 2012 jam 06:00 S : Pusing, Nyeri Perut O : Status Generalisata Keadaan umum Kesadaran : Cukup : Komposmentis
8

: 120/ 70 mmHg

N : 84 x/menit S : 36,6 0C A/I/C/D Inspeksi Palpasi Perkusi : +/-/-/+ : Asimetris, Retraksi (+) : Nyeri tekan (+) : sonor Ronki: +/ + Whezing: +/+

RR : 16 x/menit Status Lokalis : Pemeriksaan thorax :

Auskultasi : Suara nafas vesikuler,

Status Ginekologi Abdomen : Nyeri tekan ( + ) Bising Usus (+) Genitalia : Fluksus (-)

A : Post operasi Kehamilan Ektopik Terganggu + anemia P : Advis dr. Jaga -

Aminophylin drip 1 ampul dalam 500 cc D5( 20 tpm) Injeksi furosemid 2 x 2 ampul Amoxicilin 3x 500 mg Asam mefenamat 2x 500 mg Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Tranfusi Whole Blood sampai Hb 8 g % Observasi keluhan, reaksi tranfusi, prediksi urin & balance cairan

Laboratorim ( 17 Maret 2012 ) Hematologi Rutin Hemogobin Laju Endap Darah PCV : 7,2 g/dl : 120/140mm/jam : 21,3 %
9

Eritrosit Hitung Jenis Sel Leukosit Trombosit Hbs Ag HATI SGOT SGPT GINJAL BUN : 35 : 23

: 2.320.000 jt/cmm : -/-/-/80/17/3 : 12.700 /cmm : 203.000 /cmm : Negatif

: 20,2

Kreatinin Serum : 0,95 URINALISIS URIN PH SG Glukosa Urin Keton Leukosit Urin : 6,5 : 1,010 : Negatif : Negatif : Negatif Nitrit Protein : Negatif : Negatif

Billirubin Urin : Negatif Blood Urobilinogen : 5+ : Negatif

Follow Up hari ke 3 Tanggal 18 Maret 2012 jam 06:00 S : Pusing.

KU : Cukup O : Tekanan darah Nadi : 110/70 mmHg : 84 X/menit RR : 24 X/menit

Suhu : 36,8 0C
10

Status Lokalis : Pemeriksaan thorax :

A/I/C/D Inspeksi Palpasi Perkusi

: -/-/-/: Asimetris, Retraksi (-) : Nyeri tekan (-) : sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler Ronki : +/ -

Whezing : -/Status Ginekologi Abdomen : Nyeri tekan ( + ) Bising Usus (+) Genitalia : Fluksus (-)

A : Post Operasi Laparatomi Kehamilan Ektopik Terganggu P :-

Amoxicilin 3 x 500 mg Asam mefenamat 2 x 500 mg Vitral 1 x 1

Jam 08.15 : Transfusi PRC I kolf (WB telah masuk IV kolf)

Follow Up hari ke 4, 19 Maret 2012 jam 06:00 S : Pusing sedikit

KU : Cukup O : Tekanan darah Nadi Status Lokalis : : 100/70 mmHg : 76 X/menit A/I/C/D : -/-/-/11

RR

: 20 X/menit

Suhu : 36,6 0C

Pemeriksaan thorax :

Inspeksi Palpasi Perkusi

: Asimetris, Retraksi (-) : Nyeri tekan (-) : sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler Ronki : -/-

Whezing : -/Status Ginekologi Abdomen : Nyeri tekan ( + ) Bising Usus (+) Genitalia : Fluksus (-)

A : Post Operasi Laparatomi Kehamilan Ektopik Terganggu P :-

Aff Infuse + DC Pulang Kontrol ulang 3 hari lagi.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 DEFINISI

Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri.1 3.2 KLASIFIKASI
12

Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu; 1. Tuba Fallopii (95%-98% dari seluruh kehamilan ektopik), yaitu pada: - Pars interstisialis (2%) - Istmus (25%) - Ampulla (55%) - Infundibulum (1%) - Fimbria (17%) 2. Uterus, yaitu pada : - Kanalis servikalis (<1%) - Divertikulum - Kornu (1-2%) - Tanduk rudimenter 3. Ovarium (<1%) 4. Intraligamenter (<1%) 5. Abdominal (1-2%) - Primer - Sekunder
6. Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy).3

3.3

ETIOLOGI

Fungsi tuba falopii pada alat reproduksi wanita sangat penting, yaitu: 1. 2. Proses ovum pick up mechanism Transportasi spermatozoa menuju ampula tuba sebagai tempat yang paling besar untuk terjadinya konsepsi. 3. Alat transportasi ovum menuju ampula tuba sehingga dapat terjadi konsepsi.
13

4.

Tempat tumbuh kembangnya hasil konsepsi, dari bentuk zygot sampai blastula sehingga siap untuk melakukan implantasi.

5.

Alat tempat transportasi hasil konsepsi menuju uterus sebagai tempat akhir implantasi dan tumbuh kembang sampai menjadi aterm.2

Peningkatan insidensi dari kehamilan ektopik dihubungkan dengan : 1. Meningkatnya kejadian PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan kemajuan dalam penanganan penyakit ini 2. Penggunaan kontrasepsi misalnya IUD, ataupun kontrasepsi yang mengandung progesteron 3. Bertambahnya prosedur pembedahan untuk menangani penyakit pada tuba falopii, misalnya ligasi tuba, reanastomosis tuba 4. 5. 6. 7. 8. 9. Bertambahnya penggunaan sterilisasi elektif Berkembangnya teknik diagnosa Paparan dietilstilbestrol Riwayat Salpingitis, misalnya oleh karena infeksi Chlamydia Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Penggunaan Agen induksi ovulasi

10. Adhesi peritubal yang terjadi setelah adanya abortus, infeksi puerperal, endometriosis 11. Riwayat infertilitas 12. Meningkatnya usia ibu hamil anak pertama 13. Inseminasi buatan 14. Hubungan sexual diusia muda dan berganti ganti pasangan 15. Merokok 16. Latihan fisik yang berat 1,3 Penyebab paling utama gangguan transportasi hasil konsepsi pada tuba adalah :
14

1.

Infeksi alat genitalia interna, khususnya tuba falopii a. Infeksi STD akibat makin meningkatnya hubungan sexual pranikah. b. Infeksi asendens akibat penggunaan IUD. c. Bakteri khusus yang menyebabkan gangguan tuba Falopii adalah Chlamydia trachomatis yang menyebabkan peyempitan lumen tuba.

2.

Terdapat desakan dari luar tuba a. Kista ovarium atau mioma subserosa sehingga pada bagian tertentu, lumen tuba falopii menyempit, akibatnya hasil konsepsi tidak dapat lewat sehingga tumbuh dan berkembang setempat. b. Endometriosis menimbulkan perlekatan dengan sekitarnya sehingga terjadi penyempitan tuba falopii.

3.

Operasi pada tuba falopii a. Operasi rekonstruksi tuba falopii, tetapi lumennya tidak selebar semula sehingga hasil konsepsi tersangkut dan tumbuh kembang di dalamnya. b. Rekanalisasi spontan dari sterilisasi tuba, dengan pembukaan lumen ynag tidak sempurna dan terjadi penyempitan. Akibatnya hasil konsepsi tersangkut dan terjadi kehamilan ektopik.

4.

Kelainan kongenital alat reproduksi interna a. Tuba falopii memanjang sehingga dalam perjalanan blastula terpaksa melakukan implantasi dan menimbulkan kehamilan ektopik. b. Terdapat divertikulum dalam tuba falopii, sehingga hasil konsepsi dapat melakukan implantasi dan terjadi kehamilan ektopik.

5.

Terjadi migrasi intraperitoneal spermatozoa ataupun ovum a. Terjadi kehamilan ektopik pada uterus rudimenter. b. Terjadi kehamilan pada ovarium.

6.

Kelambatan implantasi
15

Kelambatan implantasi hasil konsepsi menyebabkan implantasi terjadi di bagian bawah kavum uteri dalam bentuk plasenta previa dan kehamilan servikalis.2 3.4 PATOFISIOLOGI Adanya abnormalitas pada morfologi tuba ataupun pada fungsinya dapat menyebabkan adanya kehamilan ektopik. Pada kehamilan yang normal, ovum dibuahi pada tuba falopii kemudian bergerak menuju uterus. Sangat diyakini bahwa yang paling berperan menyebabkan kehamilan ektopik adalah rusaknya mukosa tuba, yang dapat menghalangi jalannya embrio karena adanya jaringan parut. Kemungkinan yang lain adalah defek kecil pada mukosa menarik embrio untuk berimplantasi ditempat tersebut. Hal lain yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah disfungsi aktifitas otot polos tuba. 3 Karena tuba kekurangan lapisan submukosa, ovum yang telah dibuahi cenderung tertanam pada epitelium dan zigot diam pada dinding muskular dari tuba. Pada permukaan zigot terdapat kapsul trofoblas yang secara cepat berproliferasi yang menginvasi dinding muskular dari tuba. Pada saat yang sama, pembuluh darah maternal membuka dan darah mengalir pada daerah sekitar trofoblas atau diantara trofoblas dan jaringan tambahan. Dinding tuba yang berhubungan dengan zigot hanya bisa memberikan tahanan ringan terhadap invasi trofoblas, yang secepatnya tertanam didalamnya. Embrio atau fetus pada kehamilan ektopik biasanya tidak ditemukan ataupun terhambat pertumbuhannya.10 Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh. Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu.
16

Ada beberapa kemungkinan akibat hal ini : 1. kemungkinan terbentuknya jaringan mola berisi darah di dalam tuba, karena aliran darah di sekitar chorion menumpuk, menyebabkan distensi tuba, dan mengakibatkan ruptur intralumen kantung gestasi di dalam lumen tuba. 2. kemungkinan "tubal abortion", lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. 3. kemungkinan reabsorpsi jaringan konsepsi oleh dinding tuba sebagai akibat pelepasan dari suplai darah tuba. 4. kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat erosi villi chorialis atau distensi berlebihan tuba - keadaan ini yang umum disebut kehamilan ektopik terganggu / kehamilan ektopik dengan ruptur tuba. 5 Secara umum, estrogen menstimulasi aktifitas mioelektris dari tuba dan progesteron memiliki efek untuk menghambat. Perubahan rasio estrogen / progesteron mungkin mempengaruhi motilitas tuba. Tingginya tingkat estrogen mungkin menyebabkan spasme tuba, yang akan mengahalangi transportasi embrio menuju cavum uteri. Sebaliknya, pada penggunaan oral kontrasepsi progesteron dapat menyebabkan tuba relaksasi yang mengakibatkan retensi ovum pada tuba. 3 3.5 DIAGNOSIS Pada kehamilan ektopik belum terganggu kadang menimbulkan kesulitan diagnosis karena biasanya penderita menyampaikan keluhan yang tidak khas. Yang penting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik adalah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini. Gejala-gejala yang perlu diperhatikan adalah :
a. Nyeri perut, merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu Pada

kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras. Rasa nyeri mungkin unilateral atau bilateral pada abdomen bagian bawah atau pada
17

seluruh abdomen, atau malahan di abdomen bagian atas. Dengan adanya hemiperitoneum , rasa nyeri akibat iritasi diafragma bisa dialami pasien. Diperkirakan bahwa serangan nyeri hebat pada ruptura kehamilan ektopik, ini disebabkan oleh darah yang mengalir ke kavum peritonei.6
b. Perdarahan. Gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan

yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinyu dan biasanya berwarna hitam. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, tetapi bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat gelap dan dapat terputus-putus atau terus menerus. Meskipun perdarahan vaginal yang masif lebih menunjukkan kemungkinan abortus inkompletus intrauteri daripada kehamilan ektopik, tetapi perdarahan semacam ini bisa terjadi pada kehamilan tuba.
c. Adanya Amenorea, amenorea sering ditemukan walau hanya pendek sebelum diikuti

perdarahan, malah kadang-kadang tidak amenorea. Tidak ada riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba dapat disingkirkan. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam sebagai periode menstruasi yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid yang keliru.
d. Keadaan Umum, tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan

umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemia. Hb dan hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu.1
e. Perut, pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus.

Hematokel retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Tanda Cullen dapat terlihat di sekitar pusat atau linea alba terlihat biru hitam dan lebam.

18

Pada pemeriksaan dalam didapatkan kavum Douglas menonjol karena darah yang terkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptur bila serviks digerakan akan terasa nyeri sekali (slinger pain). Douglas crise: nyeri pada penekanan kavum Douglas.3 3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium: Pemeriksaan Hb serial setiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb,

ditemukan juga adanya leukositosis.


b. Tes Kehamilan: Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya

terhadap tumor-tumor adneksa yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehamilan.
c. Ultrasonografi: Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi di luar uterus

yang di dalamnya tampak denyut jantung janin.


d. Kuldosintesis: Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum

Douglas ada darah. Jika darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk, sedangkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecilkecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
e. Laparoskopi: Hanya digunakan sebagai alat diagnosis terakhir untuk kehamilan

ektopik. Dikerjakan apabila pada pemeriksaan klinik tidak dijumpai tanda klasik dari kehamilan ektopik yang pecah, ataupun hasil kuldosintesis tidak positif.
f. Dilatasi dan kuretase: Biasanya dilakukan apabila setelah amenorea terjadi perdarahan

yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus atau perdarahan uterus disfungsional. Apabila pada spesimen kuretase itu tidak dijumpai villus korealis sekalipun terdapat desidua dengan atau tanpa reaksi Arias-Stella pada endometriumnya, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat ditegakkan.5
19

3.7

DIAGNOSIS DIFFERENSIAL Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial ialah: 1) Infeksi pelvik, 2) Abortus

iminens atau abortus inkompletus, dan 3) Torsi kista ovarium, 4) Appendisitis. Biasanya anamnesis, gambaran klinik, dan beberapa metode pemeriksaan dapat menegakkan diagnosis kehamilan ektopik. Ruptur korpus luteum dapat menimbulkan gejala yang menyerupai kehamilan ektopik terganggu. Anamesis yang cermat mengenai siklus haid penderita dapat menduga ruptur korpus luteum. Jika keadaan mengizinkan dengan laparoskopi dapat diperoleh kepastian apa yang menyebabkan perdarahan intraperitoneal.3 3.8 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kehamilan ektopik berupa pembedahan atau medikamentosa. 1. Operatif Penanganan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah laparotomi. Namun, harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu : a. b. c. d. e.
f.

Kondisi Pasien saat itu Kondisi anatomik organ pelvis Keinginan penderita akan organ reproduksinya Lokasi kehamilan ektopik Kemampuan teknik pembedahan mikro operator Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat.2,3 Hasil pertimbangan tersebut menentukan apakah perlu dilakukan

salphingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salphingostomi atau reanostomosis tuba. Apabila kondisi pasien buruk, misalnya syok, lebih baik dilakukan salphingektomi. Pada kehamilan tuba dilakukan salphingostomi, partial salphingektomi, salphingektomi, atau salphingo-ooforektomi, dengan mempertimbangkan jumlah
20

anak, umur, lokasi kehamilan ektopik, umur kehamilan, dan ukuran produk kehamilan.5 2. Kemoterapi Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria kasusnya, yaitu: a.
b.

Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah Diameter kantung gestasi < 4 cm Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml Tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan adalah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum faktor

c. d.

0,1 mg/kg IM berselang-seling selama 8 hari.4 Methotrexat merupakan antagonis asam folat (4-amino-10-methylfolic acid). Methotrexat bekerja mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan menginhibisi kerja enzim dihydrofolate reduktase, maka selanjutnya akan menghentikan proliferasi trofoblas. 3.9 PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari jumlah darah yang keluar, kecepatan menetapkan diagnosis, dan tindakan yang tepat. Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Prognosis juga tergantung dari cepatnya pertolongan, jika pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi 3.10 VARIAN-VARIAN KEHAMILAN EKTOPIK

1. Kehamilan Abdominal Kebanyakan kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Implantasi primer di dalam rongga abdomen amatlah jarang. Mortalitas akibat
21

kehamilan abdominal tujuh kali lebih tinggi daripada kehamilan tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamila intrauterin. Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan, infeksi, anemia, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), emboli paru atau terbentuknya fistula antara kantong amnion dengan usus. Pada kehamilan abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding tuba secara bertahap membuat perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun juga mempertahankan perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba plasenta mengadakan implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga abdomen. Kehamilan abdominal dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria, dan pada kasus ini kehamilan berlanjut di balik plika vesikouterina. Diagnosis kehamilan abdominal berawal dari indeks kecurigaan yang tinggi. Temuan-temuan ultrasonografik berikut, meskipun tidak patognomonis, harus segera membuat kita berpikir akan suatu kehamilan abdominal: 1) tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin, 2) plasenta terletak di luar uterus, 3) bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu, 4) letak janin abnormal, dan 5) tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin. Kehamilan abdominal pula memberikan ancaman-ancaman kesehatan bagi si ibu. Oleh sebab itu, terminasi sedini mungkin sangat dianjurkan. Janin yang mati namun terlalu besar untuk diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi. Karena letak janin yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah mencapai janin dan berkembang biak dengan subur. Selanjutnya, janin akan mengalami supurasi, terbentuk abses, dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi peritonitis. Bagian-bagian janin pun dapat merusak organ-organ ibu di sekitarnya. Pada satu atau dua kasus yang telah dilaporkan, janin yang mati mengalami proses mumifikasi, menjadi lithopedion, dan menetap dalam rongga abdomen selama lebih dari 15 tahun. Penanganan kehamilan abdominal sangat berisiko tinggi. Penyulit
22

utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium.4 Sebelum operasi, cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal dua jalur intravena yang cukup besar. Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri pula. Plasenta boleh diangkat hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta tersebut dapat diidentifikasi dan diligasi. Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, dan lepasnya plasenta sering mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta ditinggalkan in situ. Pada sebuah laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit kembali karena perdarahan tidak dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver hemostasis. Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4 bulan.7 Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan abses intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten. Regresi plasenta dimonitor dengan pencitraan ultrasonografi dan pengukuran kadar b-hCG serum. Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak dianjurkan, karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan menyebabkan akumulasi jaringan nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan sepsis. Embolisasi per angiografi arteri-arteri yang mendarahi tempat implantasi plasenta adalah sebuah alternatif yang baik.8 2. Kehamilan Ovarium Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi. Spiegelberg merumuskan kriteria diagnosis kehamilan ovarium: 1) tuba pada sisi ipsilateral harus utuh, 2) kantong gestasi harus menempati posisi ovarium, 3) ovarium dan uterus harus berhubungan melalui ligamentum ovarii, dan 4) jaringan ovarium harus ditemukan dalam dinding kantong gestasi. Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko kehamilan tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
23

mengalami ruptur pada tahap awal. Manifestasi klinik kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau perdarahan korpus luteum. Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai kista korpus luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan ovarium terganggu ditangani dengan pembedahan yang sering kali mencakup ovariektomi. Bila hasil konsepsi masih kecil, maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi kehamilan ovarium yang belum terganggu.3

3. Kehamilan Serviks Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup jarang. Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan. Burg mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat, yang disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi. Dikatakan pula bahwa instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga endometrium tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik. Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman.9 Kehamilan serviks juga berhubungan dengan fertilisasi in-vitro dan transfer embrio. Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya kehamilan tergantung pada tempat nidasi. Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu. Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya
24

hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada kehamilan serviks sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila perdarahan tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan. Hal ini menjadi dilema, terutama bila pasien ingin mempertahankan kemampuan reproduksinya. Beberapa metode-metode nonradikal yang digunakan sebagai alternatif histerektomi antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri hipogastrika dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis. Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan. Selanjutnya vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan hemostasis (hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase. Embolisasi angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan hasil yang baik, seperti pada sebuah laporan kasus kehamilan serviks di Italia.2,4 Sebelum kuretase dilakukan, arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas terapeutik yang pertama kali digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya memberikan hasil yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion.10

25

BAB IV PEMBAHASAN
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, Sebagian besar etiologi kehamilan ektopik tidak

diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan angka kejadian terjadinya kehamilan ektopik. Tiap kehamilan ektopik dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah. 4.1 PENEGAKKAN DIAGNOSA KASUS Pada pasien ini mengalami kehamilan ektopik terganggu, umurnya 35 tahun, berat badan 79 kg dengan tinggi badan 158 cm. Dan tidak mempunyai riwayat kehamilan ektopik sebelumnya. Diagnosa ditegakannya kehamilan ektopik terganggu berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
26

Dari anamnesa pada pada pasien ini ditemukan :


1. Nyeri perut

Yang merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu Pada kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras. Rasa nyeri mungkin unilateral atau bilateral pada abdomen bagian bawah atau pada seluruh abdomen, atau malahan di abdomen bagian atas. Dengan adanya hemiperitoneum , rasa nyeri akibat iritasi diafragma bisa dialami pasien. Diperkirakan bahwa serangan nyeri hebat pada ruptura kehamilan ektopik, ini disebabkan oleh darah yang mengalir ke kavum peritonei.6

2. Perdarahan. Gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinyu dan biasanya berwarna hitam. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, tetapi bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikitsedikit, berwarna coklat gelap dan dapat terputus-putus atau terus menerus. Meskipun perdarahan vaginal yang masif lebih menunjukkan kemungkinan abortus inkompletus intrauteri daripada kehamilan ektopik, tetapi perdarahan semacam ini bisa terjadi pada kehamilan tuba. 3. Adanya Amenorea, amenorea sering ditemukan walau hanya pendek sebelum diikuti perdarahan, malah kadang-kadang tidak amenorea. Tidak ada riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba dapat disingkirkan. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam sebagai periode menstruasi yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid yang keliru.
27

1. Keadaan Umum,

syok berat dan anemia Dari pemeriksaan fisik pada pasien ini ditemukan: Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba. Nyeri tekan ( + ) seluruh perut (Slight destended) Genitalia : VT Fluksus (+) sedikit-sedikit Portio Multipara tertutup, sliger pain Adneksa parametrium (D) : massa (+), Nyeri (+) Adneksa parametrium (S) : massa (-), Nyeri (+) didapatkan cavum Douglas menonjol. Cavum Douglas menonjol karena darah yang terkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada ruptur bila serviks digerakan akan terasa nyeri sekali (slinger pain). Douglas crise: nyeri pada penekanan kavum Douglas. Dari pemeriksaan penunjang pada pasien ini ditemukan: Pada pemeriksaan Laboratorium darah didapatkan Hb menunjukkan penurunan yaitu : 3,8 g/ dl, dan leukosit mengalami peningkatan yaitu: 15.700/cmm Pada USG didapatkan hasil:

28

Uterus Antefleksi, tidak tampak GS intrauteri Tampak massa menyerupai GS pada Adneksa Dextra dengan cloth-cloth, tapi pada kenyataannya GS terdapat pada Adneksa sinistra. 4.2 PATOFISIOLOGI

Pasien ini mempunyai riwayat memakai alat kontrasepsi IUD Lopes Loop sekitar 5 tahun yang lalu, Pada pasien ini mengalami gangguan Ektopik Terganggu penyebab paling utama ialah gangguan transportasi hasil konsepsi pada Tuba yang diakibatkan oleh penggunaan kontrasepsi IUD karena infeksi asendens akibat gangguan IUD. Adanya abnormalitas pada morfologi tuba ataupun pada fungsinya dapat menyebabkan adanya kehamilan ektopik. Kemungkinan yang terjadi karena Infeksi asendens adalah rusaknya mukosa tuba, yang dapat menghalangi jalannya embrio karena adanya jaringan parut. Kemungkinan yang lain adalah defek kecil pada mukosa menarik embrio untuk berimplantasi ditempat tersebut. Hal lain yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik adalah disfungsi aktifitas otot polos tuba.

29

Karena tuba kekurangan lapisan submukosa, ovum yang telah dibuahi cenderung tertanam pada epitelium dan zigot diam pada dinding muskular dari tuba. Pada permukaan zigot terdapat kapsul trofoblas yang secara cepat berproliferasi yang menginvasi dinding muskular dari tuba. Pada saat yang sama, pembuluh darah maternal membuka dan darah mengalir pada daerah sekitar trofoblas atau diantara trofoblas dan jaringan tambahan. Dinding tuba yang berhubungan dengan zigot hanya bisa memberikan tahanan ringan terhadap invasi trofoblas, yang secepatnya tertanam didalamnya. Embrio atau fetus pada kehamilan ektopik biasanya tidak ditemukan ataupun terhambat pertumbuhannya. Isi konsepsi yang berimplantasi melakukan penetrasi terhadap lamina propria dan pars muskularis dinding tuba. Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasif jaringan trofoblas. Karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh. Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat erosi villi chorialis atau distensi berlebihan tuba - keadaan ini yang umum disebut kehamilan ektopik terganggu / kehamilan ektopik dengan ruptur tuba.

4.3 PENATALAKSANAAN

Pasien datang ke Rumah Sakit dalam keadaan syok hipovolemik - Perbaiki Keadaaan Umum dengan:
Rehidrasi infus RL Tangan kanan & kiri ( 4 flash) sampai tekanan

darah sistole 100 mmHg


Pasang O2 4-6 lpm

- Persiapan cito laparatomi:


30

Injeksi Cefotaxim 1g IV Pasang DC

Cek darah lengkap & Hbs Ag Persiapan Darah Whole Blood

Pada pasien ini dilakukan infus serta transfusi sampai dengan Hb 8 g/dl, karena pada Hb 8 sirkulasi darah baik, sehingga pertukaran oksigenpun berjalan secara baik. Tindakan lain juga seperti pemberian oksigen, antibiotika dan analgesik. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin untuk menghindari terjadinya sepsis. 4.4 PROGNOSIS Pada pasien ini telah mendapatkan penanganan dengan baik, dapat terlihat dari data awal pasien ini datang, perawatan- perawatan setelah operasi hingga hari dimana pasien boleh pulang karena keadaan yang semakin membaik. Tetapi perlu diketahui bahwa pasien ini mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik

kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
1. Pada pasien ini didiagnosa kehamilan ektopik terganggu oleh karena didapatkan tanda

dan gejala yang sama seperti yang terdapat pada tinjauan pustaka
2. Pada pasien ini tidak

dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya


31

dilakukan salphingostomi atau reanostomosis tetapi dilakukan salpingo-oforektomi

oleh karna waktu pasien datang ke rumah sakit pasien sudah berada dalam keadaan syok. 5.2 Saran 1. Dapat pula dilakukan pemeriksaan kuldosentesis. Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara ini amat berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik terganggu. 2. Dapat pula dilakukan laparaskopi apabila pada pemeriksaan klinik tidak dijumpai tanda klasik dari kehamilan ektopik yang pecah, ataupun hasil kundosintesis tidak positif. 3. Dilakukan KIE pada pasien sebelum keluar rumah sakit agar pasien mengetahui keaadaannya pada saat datang serta ditangani dengan baik hingga keadaan pasien tersebut membaik serta diberikan pemahaman bagaimana resiko kehamilan selanjutnya sehingga jika terjadi kehamilan ektopik yang berulang bisa diobati sedini mungkin.

32

You might also like