You are on page 1of 13

1.

1 Pengertian Dislipidemia adalah kalainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Beberapa kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan atau trigliserida, serta penurunan kolesterol HDL (Davey, 2002) 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko Kadar lipoprotein, terutama LDL meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Pada keadaan normal pria memiliki kadar LDL yang lebih tinggi, tetapi setelah menopause kadarnya pada wanita lebih banyak. Faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL dan LDL) adalah (Davey,2002): Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia, Obesitas, Diet kaya lemak, Kurang melakukan olah raga, Penyalahgunaan alkohol, Merokok sigaret, Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, Hipotiroidisme, Sirosis

1.3 Patofisiologi Lipid dalam plasma terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Normalnya lemak ditranspor dalam darah berikatan dengan lipid yang berbentuk globuler. Ikatan protein dan lipid tersebut menghasilkan 4 kelas utama lipoprotein : kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Peningkatan lipid dalam darah akan mempengaruhi kolesterol, trigliserida dan keduanya 3

(hiperkolesterolemia,

hipertrigliseridemia

atau

kombinasinya

yaitu

hiperlipidemia).

Hiperlipoproteinemia biasanya juga terganggu (Silbernagl, 2000). Pasien dengan hiperkolesterolemia (> 200 220 mg/dl serum) merupakan gangguan yang bersifat familial, berhubungan dengan kelebihan berat badan dan diet. Makanan berlemak meningkatkan sintesis kolesterol di hepar yang menyebabkan penurunan densitas reseptor LDL di serum (> 135 mg/dl). Ikatan LDL mudah melepaskan lemak dan kemudian membentuk plak pada dinding pembuluh darah yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis dan penyakit jantung koroner (Silbernagl, 2000). Jalur transport lipid dan tempat kerja obat 1. Jalur eksogen Trigliserida dan kolesterol dari usus akan dibentuk menjadi kiomikron yang kemudian akan diangkut ke saluran limfe dan masuk ke duktus torasikus. Di dalam jaringan lemak, trigliserida dari kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase yang terdapat pada permukaan endotel sehingga akan membentuk asam lemak dan kilomikron remnan (kilomikron yang kehilangan trigliseridanya tetapi masih memiliki ester kolesterol). Kemudian asam lemak masuk ke dalam endotel ke dalam jaringan lemak dan sel otot yang selanjutnya akan diubah kembali menjadi trigliserida atau dioksidasi untuk menghasilkan energi (Ganiswarna, 2007). Kilomikron remnan akan dibersihkan oleh hepar dengan mekanisme endositosis dan lisosom sehingga terbentuk kolesterol bebas yang berfungsi sintesis membran plasma, mielin dan steroid. Kolesterol dalam hepar akan membentuk kolesterol ester atau diekskresikan dalam empedu atau diubah menjadi lipoprotein endogen yang masuk ke dalam plasma (Ganiswarna, 2007). Jika tubuh kekurangan kolesterol, HMG-CoA reduktase akan aktif dan terjadi sintesis kolesterol dari asetat (Ganiswarna, 2007). 2. Jalur endogen Trigliserida dan kolesterol dari hepar diangkut dengan bentuk VLDL ke jaringan kemudian mengalami hidrolisis sehingga terbentuk lipoprotein yang lebih kecil IDL dan LDL. LDL merupakan lipoprotein dengan kadar kolesterol terbanyak (60-70%). Peningkatan katabolisme LDL di plasma dan hepar yang akan meningkatkan kadar kolesterol plasma. Peningkatan kadar kolesterol tersebut akan membentuk foam cell di dalam makrofag yang berperan pada arterosklerosis prematur (Ganiswarna, 2007).

Jenis lipoprotein 1. Kilomikron Lipoprotein dengan komponen 80% trigliserida dan 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa makanan ke jaringan lemak dan otot rangka serta membawa kolesterol kembali ke hepar. Kilomikron yang dihidrolisis akan mengecil membentuk kilomikron remnan yang kemudian masuk ke hepatosit. Kilomikronemia post pandrial mereda setelah 8 10 jam (Ganiswarna, 2007). 2. VLDL Lipoprotein terdiri dari 60% trigliserida dan 10 15 % kolesterol. VLDL digunakan untuk mengangkut trigliserida ke jaringan. VLDL reman sebagian akan diubah menjadi LDLyang mengikuti penurunan hipertrigliserida sedangkan sintesis karbohidrat yang berasal dari asam lemak bebas dan gliserol akan meningkatkan VLDL (Ganiswarna, 2007).

3. IDL Lipoprotein yang mengandung 30% trigliserida, dan 20% kolesterol. IDL merupakan zat perantara sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi IDL (Ganiswarna, 2007). 4. LDL Lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar (70%). Katabolisme LDL melalui receptormediated endocytosis di hepar. Hidrolisis LDL menghasilkan kolesterol bebas yang berfungsi untuk sintesis sel membran dan hormone steroid. Kolesterol juga dapat disintesis dari enzim HMG-CoA reduktase berdasarkan tinggi rendahnya kolesterol di dalam sel (Ganiswarna, 2007). 5. HDL HDL diklasifikasikan lagi berdasarkan Apoprotein yang dikandungnya. Apo A-I merupakan apoprotein utama HDL yang merupakan inverse predictor untuk resiko penyakit jantung koroner. Kadar HDL menurun pada kegemukan, perokok, pasien diabetes yang tidak terkontrol dan pemakai kombinasi estrogen-progestin. HDL memiliki efek protektif yaitu mengangkut kolesterol dari perifer untuk di metabolisme di hepar dan menghambat

modifikasi oksidatif LDL melalui paraoksonase (protein antioksidan yang bersosiasi dengan HDL) (Ganiswarna, 2007). 6. Lipoprotein (a) Terdiri atas partikel LDL dan apoprotein sekunder selain apoB-100. Lipoprotein jenis ini menghambat fibrinolisis atau bersifat aterogenik (Ganiswarna, 2007)

Klasifikasi 1. Klasifikasi Fenotipik a. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society) (Anwar, 2004). Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan EAS (European Atheroselerosis Society) (Anwar, 2004)

Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program) (Anwar, 2004). Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan NECP (National Cholesterol Education Program) (Anwar, 2004)

c. Klasifikasi WHO (World Health Organization) (Anwar, 2004). Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan WHO (World Health Organization) (Anwar, 2004).

Klasifikasi Patogenik Klasifikasi dislipidemia berdasarkan atas ada atau tidaknya penyakit dasar yaitu primer dan sekunder. Dislipidmia primer memiliki penyebab yang tidak jelas sedangkan dislipidemia sekunder memiliki penyakit dasar seperti sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme (Sudoyo, 2006). Contoh dari dislipidemia primer adalah hiperkolesterolemia poligenik, hiperkolesterolemia familial, hiperlipidemia kombinasi familial, dan lain-lain (Anwar, 2004). Gejala Klinis Kebanyakan pasien adalah asimptomatik selama bertahun-tahun sebelum penyakit jelas secara klinis. Gejala-gejala yang bisa tampak diantaranya berkeringat, jantung berdebar, nafas pendek dan cemas. 1.6 Diagnosis 1. Pada anamnesis biasanya didapatkan pasien dengan faktor resiko seperti kegemukan, diabetes mellitus, konsumsi tinggi lemak, merokok dan faktor resiko lainnya. 2. Pada pemeriksaan fisik sukar ditemukan kelainan yang spesifik kecuali jika didaptkan riwayat penyakit yang menjadi faktor resiko dislipidemia. Selain itu, kelainan mungkin didaptkan bila sudah terjadi komplikasi lebih lanjut seperti penyakit jantung koroner. 3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosa. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserid (Anwar, 2004).

a. Persiapan Pasien sebaiknya berada dalam keadaan metabolik yang stabi tanpa adanya perubahan berat badan, pola makan, kebiasaan merokok, olahraga, tidak sakit berat ataupun tidak ada operasi dalam 2 bulan terakhir. Selain itu, sebaiknya pasien tidak mendapatkan pengobatan yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu terakhir. Apabila keadaan ini tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan dan disertai dengan catatan (Anwar, 2004). b. Pengambilan Bahan Pemeriksaan 9

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena seminimal mungkin dan bahan yang diambil adalah serum. Pengambilan bahan ini dilakukan setelah pasien puasa selama 12-16 jam (Anwar, 2004). c. Analisis Analisis kadar kolesterol dan trigliserid dilakukan dengan metode ensimatik sedangkan analisis kadar kolesterol HDL dan kolesterol LDL dilakukan dengan metode presipitasi dan ensimatik. Kadar kolesterol LDL dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan rumus Friedewaid jika didapatkan kadar trigliserida < 400mg/d menggunakan rumus sebagai berikut (Anwar, 2004):

Penatalaksanaan Penatalaksanaan dalam dislipidemia dimulai dengan melakukan penilaian jumlah faktor resiko koroner pada pasien untuk menentukan kolesterol-LDL yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel faktor resiko (selain kolesterol LDL) yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai berdasarkan NCEP-ATP III (Sudoyo, 2006): Tabel 4. Faktor Resiko (Selain Kolesterol LDL) yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai

Setelah menemukan banyaknya faktor resiko pada seorang pasien, maka pasien dibagi kedalam tiga kelompok resiko penyakit arteri koroner yaitu resiko tinggi, resiko sedang dan resiko tinggi. Hal ini digambarkan pada tabel berikut ini (Sudoyo, 2006) Tabel 5. Tiga Kategori Resiko yang Menentukan Sasaran Kolesterol LDL yang Ingin Dicapai berdasarkan NCEP (Sudoyo, 2006

Selanjutnya penatalaksanaan pada pasien ditentukan berdasarkan kategori resiko pada tabel diatas. Berikut ini adalah bagan penatalaksanaan untuk masing-masing katagori resiko ( Sudoyo, 2006)

Gambar 3. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko tinggi

Gambar 4. Bagan Penatalaksanaan dislipidemia dengan faktor resiko sedang

Penatalaksanaan Dislipidemia terdiri dari: 1. Penatalaksanaan Umum Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya nonfarmakologist yang meliputi modiflkasi diet, latihan jasmani serta pengelolaan berat badan. terapi diet memiliki tujuan untuk menurunkan resiko PKV dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol serta mengembalikan kesimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi. Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori (Anwar, 2004) 2. Penatalaksanaan Non- Farmakologi a. Terapi Nutrisi Medis Terapi diet dimulai dengan menilai pola makan pasien, mengidentifikasi makanan yang mengandung banyak lemak jenuh dan kolesterol serta berapa sering keduanya dimakan. Jika diperlukan ketepatan yang lebih tinggi untuk menilai asupan gizi, perlu dilakukan penilaian yang lebih rinci, yang biasanya membutuhkan bantuan ahli gizi.Penilaian pola makan penting untuk menentukan apakah harus dimulai dengan diet tahap I atau langsung ke diet tahap ke II. Hasil diet ini terhadap kolesterol serum dinilai setelah 4-6 minggu dan kemudian setelah 3 bulan (Anwar, 2004). Pada pasien dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total yang tinggi sebaiknya mengurangi asupan lemak jenuh. Namun pada pasien ini sebaiknya banyak mengkonsumsi lemak 12

tak jenuh rantai tunggal dan ganda. Asupan karbohidrat, alkohol dan lemaak perlu dikurangi pada pasien dengan trigliserid yang tinggi (Sudoyo, 2006). Tabel 6. Komposisi Tahap I dan Tahap II

b. Aktivitas Fisik Dari beberapa penelitian diketahui bahwa latihan fisik dapat meningkatkan kadar HDL dan Apo AI, menurunkan resistensi insulin, meningkatkan sensitivitas dan meningkatkan keseragaman fisik, menurunkan trigliserida dan LDL, dan menurunkan berat badan (Azwar, 2004). Setiap melakukan latihan jasmani perlu diikuti 3 tahap : 1. Pemanasan dengan peregangan selama 5-10 menit 2. Aerobik sampai denyut jantung sasaran yaitu 70-85 % dari denyut jantung maximal ( 220 umur ) selama 20-30 menit . 3. Pendinginan dengan menurunkan intensitas secara perlahan - lahan, selama 5-10 menit. Frekwensi latihan sebaiknya 4-5 x/minggu dengan lama latihan seperti diutarakan diatas. Dapat juga dilakukan 2-3x/ minggu dengan lama latihan 45-60 menit dalam tahap aerobik. Pada prinsipnya pasien dianjurkan melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien agar aktivitas ini berlangsung terus-menerus (Sudoyo, 2006). 3. Penatalaksanaan Farmakologi Pengobatan farmakologi dilakukan bila terjadi kegagalan dengan pengobatan nonfarmakologis. Saat ini didapat beberapa golongan obat yaitu golongan resin, asam nikotinat, golongan statin, derivat asam fibrat, probutol dan lain-lain namun obat lini pertama yang danjurkan oleh NCEP-ATP III adalah HMG-CoA reductase inhibitor (Azwar, 2004). Apabila ditemukan kadar trigliserid >400mg/dl maka pengobatan dimulai dengan golongan asam fibrat untuk menurunkan trigliserid. Menurut kesepakatan kadar kolesterol LDL 13

merupakan sasaran utama pencegahan penyakit arteri koroner sehingga ketika telah didapatkan kadar trigliserid yang menurun namun kadar kolesterol LDL belum mencapai sasaran maka HMG-CoA reductase inhibitor akan dikombinasikan dengan asam fibrat. Selain itu, terdapat obat kombinasi dalam satu tablet (Niaspan yang merupakan kombinasi lovastatin dan asam nikotinik) yang jauh lebih efektif dibandingkan dengan lovastatin atau asam nikotinik sendiri dalam dosis tinggi (Sudoyo, 2006). Kasus pada laporan ini, pasien mengalami hiperkolesterolemia tanpa hipertrigliserida sehingga tatalaksana terapi mengacu pada penatalaksanaan hiperkolesterolemiA sebagai berikut (PDT, 2009): 1. Penatalaksanaan non-farmakologis (perubahan gaya hidup) a. Diet, dengan komposisi: - Lemak jenuh < 7% kalori total - PUFA hingga 10% kalori total - MUFA hingga 10% kalori total - Lemak total 25-35% kalori total - Karbohidrat 50-60% kalori total - Protein hingga 15% kalori total - Serat 20-30g/hari - Kolesterol < 200 mg/hari b. Latihan jasmani c. Penurunan berat badan d. Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan setiap 4-6 bulan.Bila setelah 6 minggu perubahan gaya hidup, target belum tercapai: intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama dengan dietisien (PDT, 2009). Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani (PDT, 2009). 14

2. Penatalaksanaan farmakologis Golongan statin: - Simvastatin 5-40 mg - Lovastatin 10-80 mg - Pravastatin 10-40 mg - Fluvastatin 20-80 mg - Atorvastatin 10-80 mg Golongan sekuestran asam empedu: - Kolestiramin 4-16 mg Golongan nicotinic acid: - Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d 1,5-3 g Pada pengobatan hiperkolesterolemia terdapat target kolesterol yang harus dicapai. Berikut ini adalah tabel target kadar kolesterol LDL: Tabel 7. Target kolesterol LDL (mg/dl):

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau sekuestran asam empedu atau nicotic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai, pemantauan dilanjutakan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi target belum tercapai, intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain (PDT, 2009).

You might also like