You are on page 1of 14

RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing Nama Mahasiswa NIM

: : :

dr.Moerbono Mochtar, Sp.KK Tito Pradipta G 0007231

VITILIGO BAB I PENDAHULUAN

Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang didapatkan disebabkan tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik, kelainan ini cenderung progresif dan jarang mengalami regresi spontan.1 Penyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Dari penyelidikannya, Lerner (1959) melaporkan 38% penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo, sedangkan Eli Mofty (1968) menyebut angka 35%. Kelainan ini yang bersifat bawaan dan sebagai akibat penyakit auto-imunne, tetapi pada sebagian besar penderita penyebabnya tidak jelas. Vitiligo ini harus dibedakan dengan perubahan kulit yang menjadi lebih putih sebagai akibat infeksi jamur.2,3 Di seluruh dunia insidensnya rata-rata 1% (0,148,8%) .Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin dengan perbedaan yang tidak bermakna . Sedangkan menurut Domonkos (1982), penyakit ini lebih sering diderita oleh orang kulit berwarna dan biasanya dengan derajat yang lebih berat . Penyakit dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi pada usia 1030 tahun . Menurut statistik di Amerika Serikat 50% dan penderita vitiligo mulai timbul pada usia sebelum 20 tahun dan 25% pada usia di bawah 8 tahun.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Vitiligo adalah kelainan pigmentasi kulit, seringkali bersifat progresif dan familial yang ditandai oleh makula hipopigmentasi pada kulit yang asimtomatik. Selain kelainan pigmentasi, tidak dijumpai kelainan lain pada kulit tersebut.2 B. Etiologi Pada vitiligo, penyebab hilangnya melanosit pada epidermis belum diketahui dengan pasti. Diduga merupakan penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Beberapa faktor pencetus sering dilaporkan, misalnya krisis emosi dan trauma fisis.1,4 Penyebab vitiligo sangat komplek. Diduga vitiligo terjadi disebabkan oleh beberapa langkah. Yang pertama Genetic step dimana muncul beberapa gen ( seperti NALP1), dimana menyebabkan seseorang menjadi suspek untuk pertumbuhan vitligo. Masih belum diketahui apa yang di kontrol oleh gen ini. Kedua Triggering step step ini memperlihatkan beberapa keadaan yang memicu penghancuran dari pigmen sel. Terdapat beberapa macam triger yang memacu dan mungkin tidak sama untuk semua situasi vitiligo (sunburn, trauma, kehamilan, dll). Yang ketiga Immune step. Sistem imun juga dapat ditemukan bersamaan dengan destruksi dari pigmen sel. Itulah mengapa vitligos sering dikaitkan dengan penyakit autoimun.5 Beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain (2,3) : 1) Faktor mekanis Pada 1070% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi. 2) Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A Pada 715% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan yang berat. 3) Faktor hormonal Diduga vitiligo memburuk penggunaan kontrasepsi oral tetapi masih diragukan.2

C. Patogenesis Patogenesis vitiligo belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan yaitu : 1. Autoimmune hipotesis Merupakan teori yang banyak diterima, dimana imun sistem tubuh akan menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin. Pada vitiligo jenis non-segmental atau general, patogenesisnya lebih tepat dijabarkan dengan mekanisme autoimun.

Korelasi yang paling terlihat antara autoimun dan vitiligo adalah pasien dengan vitiligo sering sudah memiliki autoimun komorbid. Penemuan lainnya yang mendukung hipotesis ini adalah vitiligo biasanya berespon terhadap terapi imunosepresan. Vitiligo biasanya juga berhubungan dengan kondisi autoimun yang lain. Pada survey yang dilakukan pada 2600 caucasian pasien vitiligo yang dipilih secara acak, didapatkan peningkatan frekuensi autoimun pada penyakit tyroid, penyakit addison, sistemik lupus eritematosus, dan anemia perniosiosa. 1,6,10 2. Neurogeik hipotesis Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y

memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme neuroimmunity atau neural terhadap melanosit.1,6 3. Self destruct teori oleh lerner Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin didalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksis (campuran phenolik) yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit.1,6 4. Autocytotoxic hipotesis

Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga menyebabkan mitochondria.1 5. Genetik hipotesis Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal. Cacat genetik ini menyebabkan dijumpai melanosit yang abnormal dan mudah mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari melanosit. Beberapa penelitian telah menyelidiki efek genetik terhdapa onset dan perkembangan vitiligo. Sangat penting untuk mengetahui pola dan distribusi fisik dari vitiligo, basis genetik untuk setiap distribusi bisa berbeda. Trichrome vitiligo memperlihatkan lesi berwarna putih, coklat muda, dana coklat tua, dengan setiap warna menggambarkan perkembangan tingkatan penyakit.1,6 D. Klasifikasi Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan distribusi pada kulit. Secara luas vitiligo dapat dibagi atas : 1,2,4,5 1. Vitiligo lokalisata a. Fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah dan tidak segemental b. Segemental : terdapat satu atau beberapa makula depigmentasi yang lokasinya unilateral pada satu areal tubuh, sering dijumpai pada anakanak c. Mukosal : hanya terdapat pada membran mukosa 2. Vitiligo Generalisata a. Acrofacial : makula depigmentasi yang terdapat pada distal ekstremitas dan wajah b. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu dibnyak tempat c. Universal : lesi yang luas meliputi seluruh atau hampir seluruh tubuh timbulnya kerusakan struktur yang penting seperti

E. Gejala Klinis Makula hipomelanosis pada vitiligo yang khas berupa bercak putih seperti kapur, bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat atau lojong dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempunyai skuama. Vitiligo mempunyai distribusi yang khas. Lesi terutama terdapat pada daerah yang terpajan ( muka, dada bagian atas, dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila,lipat paha), daerah orifisium (sekitar mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari-jari, lutut, siku).7 F. Diagnosis Banding Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu : 1. Tinea versikolor lesi berupa bercak hipopigmentasi dengan skuama pada permukaannya. Lesi biasanya terdapat pada punggung atas dan dada yang dapat meluas ke leher dan lengan. Dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) menunjukan adanya hypa dan spora.7 2. Pityriasis alba Lesi berupa bercak hipopigemntasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi biasanya terdapat pada pipi, lengan dan paha bagian atas, biasanya terdapat pada penderita dermatitis atopik.1 3. Toberous sclerosis Berupa makula hipopigemntasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umunya terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan ekstremitas.1

4. Albinism Merupakan kelainan genetik yang sering terdeteksi pada saat lahir. Dijumpai adanya melanosit teteapi mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin. Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut, maupun mata. Penderita akan menderita kelainan mata seperti nystagmus, strabismus, dan berkurangnya ketajaman penglihatan.1 5. Lupus erythematosus Pada tipe sistemik maupun cutaneus, dapat dijumpai bercak depigmentasi dengan pinggir hiperpigmentasi. Kadang-kadang dijumpai plak berwarna merah bersisik. Penderita mempunyai riwayat penyakit yaitu terdapat lesi inflamasi yang dicetuskan oleh sinar matahari.1 6. Nevus depigmentosus Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada pemeriksaan histologi dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal.1 G. Terapi Sekarang ini vitiligo dapat di terapi dengan tradisional, baru dan eksperimental metode terapi, masing-masing memiliki indikasi yang berbeda, dan efek sampingnya. Terapi obat Terapi topikal untuk vitiligo biasanya direkomendasikan ketika depigmentasi kurang dari 10-20% dari permukaan kulit, dan sistemik ketika sudah hampir mencapai limit, tetapi ketika terapi topikal pada area kecil gagal, maka terapi sistemik dapat diindikasikan. Terapi obat dibedakan menjadi beberapa kategori: 1) kortikosteroid, 2) immunomodulators, 3) radiasi ultraviolet, 4) laser, 5) terapi alternate, 6) depigmentasi, 7) support psikologi dan kamuflase. 1) Kortikosteroid Kortikosteroid dapat mensupresi sistem imun dengan menurunkan imunoglobulin dan komplemen. Pada vitiligo, reduksi pada antibodymediated cytotoxicity mempengaruhi sel pigmen dan telah di teliti dengan steroid sistemik.

Kortikosteroid topikal Ini merupakan terapi pertama pada vitiligo terlokalisir, direkomendasikan untuk wajah atau lesi keci dan pada anak. steroid potensi rendah seperti hydrocortison mungkin berguna. Tetapi meta-analisis termasuk random kontrol trial dengan 29 pasien menunjukan bahwa kortikosteroid kelas 3 dan 4 merupakan yang paling efektif untuk lokalisasi vitiligo. Topical poten dan ultrapoten kortikosteroid harus dibatasi untuk 2-4 bulan untuk membatasi efek samping (atrophy, telangiektasis, striae). Bila terapi tidak berespon maka setelah 3-4 bulan harus dihentikan. Kortikosteroid sistemik Indikasinya diberikan pada vitiligo rapid course. Dosis kecil harian prednison (0,3 mg/kg bb) pada 81 pasien vitiligo, menghasilkan 87,7% progresi berhenti, dan 70,4% repigmentasi. Hasil yang sama juga diteliti pada betametashon 5 mg dan 10 mg deksametason.8 2) Immunomodulator Tacrolimus topikal merupakan imunomodulator yang baru-baru ini

diperkenalkan. Terapi ini memberikan keuntungan terapi jangka panjang tanpa ada efek balik yang tampak pada terapi kortikosteroid jangka panjang. Peran tacrolimus dan pimecrolimus yaitu pada jumlah ekspresi gen dan melalui supresi pada sitokin proinflamasi (intereleukin, TNF- dan INF-). Pada bukti hasil penelitian sebelumnya, tacrolimus menunjukan mean repigmentasi sebesar 40% melawan 49% untuk clobetasol, namun ditemukan 3 pasien menunjukan efek samping dan atropi yang berkembang. Pada penelitian oleh sendur dkk, 23 pasein vitiligo di terapi dengan pimecrolimus 1% sehari sekali; 19 subjek dapat menyelesaikan 6 bulan penelitian. 3 pasien menunjukan respon yang sangat bagus (76%-100%), 4 menunjukan respon sedang (51%-75%), 6 menunjukan perkembangan sedang (26%-50%), dan 5 menunjukan respon minimal (1%-25%), 3 pasien menunjukan efek samping yaitu berupa rasa terbakar dan sensasi tersengat. Beberapa bukti menunjukan terdapat aktivitas yang sinergi pada kombinasi terapi dengan tacrolimus topikal dan UVB fototerapi. Namun kombinasi ini mungkin meningkatkan resiko karsinogenik pada kulit.11

3) Ultraviolet radiasi Ultraviolet radiasi (UVR), baik UVB dan UVA merupakan terapi modalitas pertama untuk vitiligo dengan 10-20 % permukaan kulit. Efek dari UVR ada dua yaitu : Immunosupresan untuk menghentikan destruksi melanosit Bukti sebelumnya menunjukan bahwa UVB dapat menstimulasi Tregulatory(suppresor) aktivitas sel. Pelepasan IL10 mungkin penting untuk diferensiasi dan aktivasi T-regulatory sel yang mensupresi kondisi autoimun. Efek supresive lebih tinggi telah diteliti dengan narrow band (NB) UVB yang telah dibandingkan dengan broad band UVB pada respon imun sistemik.8 Stimulasi jumlah melanosit dan migrasi melanosit Pada vitiligo, UVR meningkakan jumlah residual melanosit paling mungkin disebabkan oleh meningkatnya growth factor melanosit.8 Target UVB terapi Keunggulan terapi UVB adalah dapat menghantarkan intensitas tinggi sinar UVB hanya pada area yang terkena vitiligo. Hal ini tidak hanya mengurangi jumlah dosis yang diterima oleh individu pasien, tetapi juga meningkatkan keberhasilan dari terapi ini. Terapi UVB memberikan diberikan untuk vitiligo tipe segemntal dan fokal. 3. Terapi bedah Pasien dengan area vitiligo yang tidak luas dan aktivitasnya stabil, dapat dilakukan transplantasi secara bedah, yaitu : 1.Autologous skin graft Sering dilakukan pada pasien dengan bercak depigmentasi yang tidak luas. Tehnik ini menggunakan jaringan graft yang berasal dari pasien itu sendiri dengan pigmen yang normal, yang kemudian akan dipindahkan ke area depigmentasi pada tubuh pasien itu sendiri. Repigmentasi akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi pada tempat donor yang resipien yaitu infeksi,parut, cobblestone appearance ataupun dijumpainya bercak-bercak pigmentasi atau tidak terjadi sama sekali repigmentasi.1 2.Suction Blister
9

hasil lebih baik

Prosedur tekhnik ini yaitu dibentuknya bulla pada kulit yang pigmentasinya normal menggunakan vakum suction dengan tekanan 150 Hg ataupun menggunakan alat pembekuan. Kemudian atap bula yang terbentuk dipotong dan dipindahkan ke daerah depigmentasi.. Tetapi dengan tekhnik ini, resiko timbulnya jaringan parut lebih sedikit pada pendonor dan pemerima donor. Donor tersebut masih mugkin untuk digunakan apabila diperlukan.1,8 4. Depigmentasi Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimana melibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati tipe vitiligo universal. Pengobatan ini menggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (benzoquin 20%), yang dioleskan pada daerah normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari. Efek samping yang utama adalah timbulnya iritasi lokal berupa kemerahan ataupun timbul rasa gatal. Oleh karena itu dilakukan test pengolesan hanya pada satu lengan bawah yang dioleskan sehari sekali. Apabila dalam 2 minggu tidak terjadi iritasi selanjutnya cream dapat dioleskan sehari 2 kali. Kemudian setelah 2 minggu pengolesan tidak terjadi iritasi maka krim tersebut dapat dioleskan pada tempat dimana saja pada tubuh. Bahan ini bersifat sitotoksik terhadap melanosit dan menghancurkan melanosit. Depigmentasi bersifat permanen dan irreversibel. Kulit penderita akan menjadi albinoid dan membutuhkan tabir surya.1 5. Tatto (mikropigmentasi) Tatto merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusus yang bersifat permanen. Tehnik ini memberikan respon yang terbaik pada daerah bibir dan pada daerah yang berkulit gelap. Efek sampingnya yaitu terdapat herpes simplex labialis.1 H. Prognosis Perkembangan penyakit vitiligo sukar untuk diramalkan, dimana perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi. Biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. Sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigemntasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dala beberapa

bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasil jarang memuaskan secara kosmetik.1

10

DAFTAR PUSTAKA

1. Barona MI, Falabella R, update on skn repigmentation therapies in vitiligo, Colombia, 2008 (Cited 2012 November,18). Avalaible from :

http://nvfi.org/pages/medprof/update_on_therapies.pdf 2. Boissy ER, Vitiligo, university of cincinnati college of medicine.2009. (Cited 2012November,18).Availablefrom:http://www.nvfi.org/pages/vitiligopresentatio n.pdf 3. Dytoc M, Malhotra N , the pathogenesis of vitiligo, canada. 2012. (Cited 2012November,18).Availablefrom:http://cdn.intechopen.com/pdfs/24968/InTec h-The_pathogenesis_of_vitiligo.pdf 4. Hidayat Djunaedi, Vitiligo. 2008. (Cited 2012 November,18). Available from : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11Vitiligo117.pdf/11Vitiligo117.html 5. Imran M, Vitiligo Management:An Update, 2010 (Cited 2012 November,25). Avalaiblefromhttp://amec.glp.net/c/document_library/get_file?p_l_id=990914& folderId=754745&name=DLFE-21308.pdf 6. Kadria ID, Kelainan pigmentasi. 2010. (Cited 2012 November,18). Available from:http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000112dermatomusculoskeletal -system/dms146_slide_kelainan_pigmentasi.pdf. 7. Lubis RD, Vitiligo. 2008. (Cited 2012 November,18). Available from : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3407/1/08E00896.pdf 8. Mahmud MD, Hexse CL, Hamzavi H, An Update on new and emerging option for treatment of vitiligo, 2008 (Cited 2012 November,25). Avalaible from http://www.skintherapyletter.com/download/stl_13_2.pdf. 9. Partogi D, pityriasis versikolor dan diagnosis bandingnya, medan.2009. Cited 2012November,18).Availablefrom:http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234567 89/3417/1/08E00851.pdf 10. Rezae N, Gavalas NG, Weetman AP, Kemp EH, Autoimmunity as an aetiological factor in vitiligo, 2007 (Cited 2012 November,25). Avalaiblefrom http://www.laboratoriosilesia.com/upfiles/sibi/D0808680.pdf 11. USU, Gejala dan jenis gangguan kulit (Cited 2012 November, 17). Available from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22744/3/Chapter%20II.pdf

11

LAPORAN KASUS A. Anamnesis 1. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Pekerjaan Tanggal Periksa No. RM 2. Keluhan Utama Bercak putih di kaki dan tangan 3. Riwayat Penyakit Sekarang Sekitar 3 tahun yang lalu muncul bercak putih dikaki, pasien merasakan awalnya terasa gatal dan panas pada daerah tersebut dan kemudian mulai muncul becak putih. Bercak tersebut semakin lama semakin bertambah. Pasien juga merasakan mulai timbul bercak pada tangan, namun tidak terasa gatal dan panas. Pasien kemudian memeriksakan ke puskesmas, diberi obat namun belum sembuh, kemudian pasien memeriksakan diri ke RSDM. 4. Riwayat Penyakit Dahulu R. penyakit serupa R. alergi obat dan makanan R. sakit gula R. darah tinggi 5. Riwayat Keluarga R. sakit serupa R. Alergi obat dan makanan 6. Riwayat Kebiasaan Penderita mandi dua kali sehari dengan sabun padat, handuk sendiri dan dengan air sumur. Penderita biasa ganti pakaian dua kali sehari dan lingkungan rumah dikatakan bersih. :disangkal :disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : : : : : : : : Ny.UM 35 tahun Perempuan Islam Ngadijayan RT 02/ RW 05, Kartosuro Sukoharjo Ibu rumah tangga 7 November 2012 01160959

12

B. Pemeriksaan Fisik 1. Status Generalis a. Keadaan Umum Vital Sign : baik, compos mentis, gizi kesan cukup : Tekanan darah Respiration Rate Nadi Suhu b. Kepala c. Mata d. Hidung e. Mulut f. Wajah g. Leher h. Punggung i. Dada : Mesocephal : Conjungtiva Anemis (-/-) : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal : 110/80 mmHg : `18x/menit : 80x/menit : afebril

j. Gluteus dan anogenital : Dalam batas normal k. Abdomen l. Ekstremitas atas m. Ekstremitas bawah 2. Status Dermatologis Regio Extremitas superior et inferior : makula, patch depigmentasi multipel Foto Klinis : : Dalam batas normal : Lihat status dermatologi : Lihat status dermatologi

13

C. Pemeriksaan Penunjang Dilakukan pengambilan specimen dari lesi dan dilakukan pemeriksaan KOH pada kerokan lehi depigmentasi pada daerah kaki dan tangan, dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan hifa. D. Diagnosis Banding Tinea versikolor Nevus depigmentosus Ptiriasis alba Vitiligo E. Diagnosis Kerja Vitiligo F. Terapi 1. Medikamentosa a. Sistemik : Metilprednisolon tab16 mg 3-0-0 b. Topikal : Kloderma oint 2dd ue 2. Non medikamentosa a. Edukasi pasien : menjaga kebersihan dan higiene pribadi G. Prognosis Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad kosmetikam : bonam : dubia : bonam : dubia

14

You might also like