You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN

Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama sudah jelas seperti pada trauma abdomen. Trauma yang terjadi bisa trauma tumpul atau trauma tajam yang mempenetrasi abdomen. Akibat trauma tersebut, terjadi rupture organ dan menyebabkan perdarahan massif dalam rongga abdomen dan menyebabkan peritonitis. Diagnosis akut abdomen baru dapat ditegakkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang ketat. Bila pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen akut yang hebat, dokter harus membuat diagnose banding dan menentukan apakah pasien memerlukan tindakan segera samada tindakan konservatif mahupun operatif.

BAB II
1

AKUT ABDOMEN

1. DEFINISI

Akut abdomen adalah sebuah terminologi yang menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada appendisitis atau sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak lambung, perforasi dari Payer's patch,pada typhus abdominalis atau perforasi akibat trauma.

2. ANATOMI ABDOMEN Perkembangan dari anatomi rongga perut dan organ-organ visera

mempengaruhi manifestasi, patogenesis dan klinis dari penyakit abdominal peritoneum dan persarafan sensoris viseral sangat penting untuk evaluasi acute abdominal disease. Setelah 3 minggu perkembangan janin, usus primitif terbagi menjadi foregut, midgut, dan hindgut.

Arteri mesenterika superior menyuplai dari ke midgut (bagian keempat duodenum sampai midtransversal kolon). Foregut meliputi faring, esofagus, lambung, dan proksimal duodenum, sedangkan hindgut terdiri dari kolon distal dan rektum. Serabut aferen yang menyertai suplai vaskuler memberikan persarafan sensoris pada usus dan terkait peritoneum viseral. Sehingga, penyakit pada proksimal duodenum (foregut) merangsang serabut aferen celiac axis menghasilkan nyeri epigastrium. Rangsangan di sekum atau apendiks (midgut) mengaktifkan saraf aferen yang menyertai arteri mesenterika superior menyebabkan rasa nyeri di periumbilikalis, dan penyakit kolon distal menginduksi serabut saraf aferen sekitar arteri mesenterika inferior menyebabkan nyeri suprapubik. Peritoneum parietalis, dinding abdomen, dan jaringan lunak retroperitoneal menerima persarafan somatik sesuai dengan segmen nerve root.

Peritoneum parietalis kaya akan inervasi saraf sehingga sensitif terhadap rangsangan. Rangsangan pada permukaan peritoneum parietal akan menghasilkan sensasi yang tajam dan terlokalisir di area stimulus. Ketika peradangan pada viseral mengiritasi pada peritoneum parietal maka akan timbul nyeri yang terlokalisir. Banyak peritoneal signs yang berguna dalam diagnosis klinis dari acute abdominal pain.

Abdominal pain dapat berupa viseral pain, parietal pain, atau reffered pain. Visceral pain bersifat tumpul dan kurang terlokalisir dengan baik, biasanya di epigastrium, regio periumbilikalis atau regio suprapubik. Pasien dengan nyeri viseral mungkin juga mengalami gejala berkeringat, gelisah, dan mual. Nyeri parietal atau nyeri somatik yang terkait dengan gangguan intraabdominal akan menyebabkan nyeri yang lebih inten dan terlokalisir dengan baik. Referred pain merupakan sensasi nyeri dirasakan jauh dari lokasi sumber stimulus yang sebenarnya. Misalnya, iritasi pada diafragma dapat menghasilkan rasa sakit di bahu. Penyakit saluran empedu atau kantong empedu dapat menghasilkan nyeri bahu. Distensi dari small bowel dapat menghasilkan rasa sakit ke bagian punggung bawah.

3. NYERI ABDOMEN Keluhan yang paling menonjol pada gawat perut adalah nyeri. Nyeri perut ini dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri somatik, dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ di rongga perut atau diluar rongga perut, misalnya di rongga dada. I. JENIS NYERI A. Nyeri viseral Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada pasien. Akan tetapi bila dilakukan penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri. Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri sentral

Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum, sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus besar sampai pertengahan kolon transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak. B. Nyeri somatik Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk dengan tepat dengan jari lokasi nyeri. Rangsang yang menimbulkan nyeri dapat berupa tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang. Gesekan antara visera yang meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum dan dapat menimbulkan nyeri. Perdangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menjelaskan nyeri kontralateral pada appendisitis akut. Setiap gerakan
5

penderita, baik gerakan tubuh maupun gerakan nafas yang dalam atau batuk, juga akan menambah intensitas nyeri sehingga penderita pada akut abdomen berusaha untuk tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk. II. LETAK NYERI PERUT Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya sama dengan asal organ tersebut pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya. Nyeri pada anak presekolah sulit ditentukan letaknya karena mereka selalu menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya. Anak yang lebih besar baru dapat menentukan letak nyeri. III. SIFAT NYERI Berdasarkan letak atau penyebarannya nyeri dapat bersifat nyeri alih, dan nyeri yang diproyeksikan. Untuk penyakit tertentu, meluasnya rasa nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis. Nyeri bilier khas menjalar ke pinggang dan ke arah belikat, nyeri pankreatitis dirasakan menembus ke bagian pinggang. Nyeri pada bahu kemungkinan terdapat rangsangan pada diafragma. A. Nyeri alih Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah. Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau peradangan akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri dirasakan pada daerah ujung belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan karena radang atau trauma pada permukaan limpa atau hati juga dapat menyebabkan nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labia mayora pada wanita atau testis pada pria.

B. Nyeri proyeksi

Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal adalah nyeri phantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat akibat herpes zooster. Radang saraf pada herpes zooster dapat menyebabkan nyeri yang hebat di dinding perut sebelum gejala tau tanda herpes menjadi jelas. C. Hiperestesia Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan di kulit jika ada peradangan pada rongga di bawahnya. Pada gawat perut, tanda ini sering ditemukan pada peritonitis setempat maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk dengan tepat lokasi nyerinya, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk serta tanpa rangsangan peritoneum lain dan defans muskuler yang sering disertai hipersetesi kulit setempat. Nyeri yang timbul pada pasien akut abdomen dapat berupa nyeri kontinyu atau nyeri kolik. D. Nyeri kontinyu Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus menerus karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang meraadang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. E. Nyeri kolik Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer). Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran. Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul. Kolik biasanya disertai dengan gejala mual sampai muntah. Dalam serangan, penderita sangat gelisah. Yang khas ialah trias kolik yang terdiri dari serangan nyeri perut yang hilang timbul mual atau muntah dan gerak paksa.
7

F. Nyeri iskemik Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan tidak mereda. Nyeri merupakan tanda adanya jaringan yang terancam nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum seperti takikardia, keadaan umum yang jelek dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan nekrosis. G. Nyeri pindah Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Misalnya pada tahap awal appendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral dirasakan di sekitar pusat disertai rasa mual. Setelah radang mencapai diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi nyeri akibat rangsangan yang merupakan nyeri somatik. Nyeri pada saat itu dirasakan tepat pada peritoneum yang meradang, yaitu perut kuadran kanan bawah. Jika appendiks mengalami nekrosis dan ganggren nyeri berubah lagi menjadi nyeri yang hebat menetap dan tidak mereda. Penderita dapat jatuh pada keadaan yang toksis.

Pada perforasi tukak peptikduodenum, isi duodenum yang terdiri dari cairan asam garam empedu masuk ke rongga abdomen sehingga merangsang peritoneum setempat. Pasien akan merasakan nyeri pada bagian epigastrium. Setelah beberapa saat cairan duodenum mengalir ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon ascendens sampai sekitar caecum. Nyeri akan berkurang karena terjadi pengenceran.
8

Pasien sering mengeluh nyeri berpindah dari ulu hati pindah ke kanan bawah.proses ini berbeda dengan yang terjadi pada appendisitis akut. Akan tetapi kedua keadaan ini, appendisitis akut maupun perforasi duodeum akan mengakibatkan general peritonitis jika tidak segera ditangani dengan baik. IV. POSISI PASIEN Posisi pasien dalam mengurangi nyeri dapat menjadi petunjuk. Pada pankreatitis akut pasien akan berbaring ke sebelah kiri dengan fleksi pada tulang belakang, panggul dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Pasien dengan abses hati biasanya berjalan sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas seakan-akan menggendong absesnya. Appendisitis akut yang letaknya retrosaekum mendorong penderitanya untuk berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sehingga melemaskan otot psoas yang teriritasi. Gawat perut yang menyebabkan diafragma teritasi akan menyebabkan pasien lebih nyaman pada posisi setengah duduk yang memudahkan bernafas. Penderita pada peritonitis lokal maupun umum tidak dapat bergerak karena nyeri, sedangkan pasien dengan kolik terpaksa bergerak karena nyerinya. 4. ETIOLOGI AKUT ABDOMEN Pada dasarnya ada banyak pembagian klasifikasi akut abdomen, antara lain adalah sebagai berikut.

I.

Etiologi akut abdomen berdasarkan lokasi nyeri abdominal

10

II.

Etiologi akut abdomen berdasarkan 6 kategori besar

1. Inflamasi Kategori inflamasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu inflamasi akibat bacteria dan inflamasi akibat agen kimiawi. Contoh inflamasi bacteria adalah appendicitis akut dan diverticulitis Contoh inflamasi kimiawi adalah perforasi ulkus peptikum yang menyebabkan reaksi peritoneal

2. Mekanik Contoh penyebab mekanik adalah obstruksi yang sering dijumpai pada herniainkaserata. Yang sering dijumpai adalah obstruksi mekanik usus besar seperti kanker kolon.

11

3. Vaskuler Kelainan vaskuler yang menyebabkan keadaan akut abdomen contohnya adalah thrombosis atau emboli pada a.mesenterika. Ketika aliran darah terhenti, timbul nekrosis jaringan dengan gangrene pada usus.

4. Defek congenital Defek congenital dapat memerlukan tindakan operasi segera kapan saja sejak kelahiran seperti atresia duodenum atau sampai bertahun-tahun setelahnya seperti pada malrotasi usus kronik.

5. Trauma Penyebab trauma bervariasi dari luka tusuk sampai luka tumpul yang sering menyebabkan rupture lien dan hepar.

6. Neoplasma

III.

Etiologi berdasarkan usia ANAK-ANAK Invaginasi Radang saluran kemih Hernia ISPA USIA TUA Kanker Vaskuler
12

SEGALA USIA appendicitis perforasi usus/lambung obstruksi usus pancreatitis akut dyspepsia hernia kolesistisis akut/bilier

Sebab-sebab medik

IV.

Etiologi berdasarkan sistem organ

Gastrointestinal Appendicitis Hernia inkaserata Obstruksi usus Perforasi usus Perforasi ulkus peptikum Devertikulus Meckle Gastritis akut Saluran Kemih Kolik ureter / ginjal Pielonefritis akut Sistitis akut Infark ginjal

Hepar, Lien, Pankreas, Saluran Limfe Koletiasis akut Kolangitis akut Abses hepar Ruptur tumor hepar Rupture lien Infark lien Hepatitis akuta Pancreatitis akut Ginekologis KET Tumor ovarium terpuntir Rupture kista folikel de Graaf Salfingitis akut Dismenorea Endometriosis

V.

Etiologi akut abdomen berdasarkan penyebab

Secara garis besar, penyebab akut abdomen dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu trauma dan non-trauma.

13

5. PENEGAKAN DIAGNOSIS Pada suatu penyakit bedah darurat anamnesis, pemeriksaa fisik dan pemeriksaan penunjamg merupakan tindakan yang sangat panting untuk menegakkan diagnosis. A. ANAMNESIS

Lokasi nyeri sesuai dengan lokasi dan kuadran abdomen Radiasi perasaan nyeri Kadang-kadang informasi mengenai cara penyebaran rasa nyeri (radiasi

perasaan nyeri) dapat memberikan petunjuk mengenai asal-usul atau lokasi penyebab nyeri itu. Bentuk rasa nyeri Nyeri pada akut abdomen dapat berbentuk nyeri terusmenerus atau berupa kolik Perubahan fisiologi alat pencernaan i. Nafsu makan, mual, muntah
14

ii. Defekasi teratur, mencret, obstipasi iii. Perut kembung, serangan kolik iv. Sudah berapa lama semua perubahan ini berlangsung Perubahan anatomi i. Adanya benjolan neoplasma ii. Adanya luka akibat trauma iii. Adanya bekas operasi B. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilaksanakan dengan memeriksa dulu status generalis untuk evaluasi keadaan sistim pemafasan, sistim kardiovaskuler dan sistim saraf yang merupakan sistim vital untuk kelangsungan kehidupan. Pemeriksaan status lokalis abdomen pada penderita dilaksapakan secara sistematis dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Tanda-tanda khusus pada akut abdomen tergantung pada penyebabnya seperti trauma, peradangan, perforasi atau obstruksi.
Inspeksi

Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen adalah :


i.

Penderita kesakitan. Pernafasan dangkal karena nyeri didaerah abdomen. Penderita pucat, keringat dingin. Bekas-bekas trauma pads dinding abdomen, memar, luka,prolaps omentum atau Kadang-kadang pada trauma tumpul abdomen sukar ditemukan tandatanda khusus, maka harus dilakukan pemeriksaan berulang oleh dokter yang sama untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya perubahan pada pemeriksaan fisik. Palpasi

ii.
iii.

i.

Akut abdomen memberikan rangsangan pads peritoneum melalui peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari luasnya daerah yang terkena iritasi.

ii.

Palpasi akan menunjukkan 2 gejala :


15

a. Perasaan nyeri - Perasaan nyeri yang memang sudah ada terus menerus akan bertambah pads waktu palpasi sehingga dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peitonitis lokal akan timbul rasa nyeri di daerah peradangan pads penekanan dinding abdomen di daerah lain.
b. Kejang otot (muscular rigidity, defense musculaire) - Kejang otot ditimbulkan

karena rasa nyeri pads peritonitis diffusa yang karena rangsangan palpasi bertambah sehingga secara refleks terjadi kejang otot.

Perkusi
i.

Perkusi pads akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal. i. Perasaan nyeri oleh ketokan pads jari. Ini disebut sebagai nyeri ketok. ii. Bunyi timpani karena meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas pads ileus obstruksi rendah. Auskultasi Auskultasi tidak memberikan gejala karena pada akut abdomen terjadi perangsangan peritoneum yang secara refleks akan mengakibatkan ileus paralitik. Pemeriksaan rectal toucher
16

Perabaan rektum dengan jari telunjuk juga merupakan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma pads rektum atau keadaan ampulla recti apakah berisi faeces atau teraba tumor. C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a.

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan ruptura lienalis.

Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar.

b. Pemeriksaan urine rutin

Menunjukkan adanya trauma pads saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.

D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a.

Foto thoraks

Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pads thoraks. Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
b. Plain abdomen foto tegak

Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran usus.

17

c. IVP (Intravenous Pyelogram)

Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan

Berguna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

E. PEMERIKSAAN KHUSUS
a.

Abdominal paracentesis

Merupalcan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100--200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi

c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.

d. Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan yang keluar dari

lambung pada trauma abdomen.

6. PENATALAKSANAAN

a. Penatalaksanaan secara umum i. ii. iii. iv. v. vi. Puasa Dekompresi lambung dengan cara pemasangan NGT Rehidrasi cairan dengan pemasangan infuse Pemasangan foley kateter Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan radiologi
18

vii. viii.

Obat-obatan seperti analgetik dan antibiotic, Pertimbangan tindak bedah

Pertimbangan Tindak bedah Pemeriksaan fisik a. Defanse maskuler, khususnya jika meluas b. Distensi perut, jika ketegangan meningkat c. Massa yang nyeri, disertai suhu tinggi dan hipotermi d. Tanda yang meragukan disertai Tanda perdarahan, syok dengan asidosis, anemia progresif Tanda sepsis

e. Tanda iskemia oleh gangguan vaskuler atau strangulasi Tanda intoksikasi Keadaan memburuk saat ditangani

Pemeriksaan radiologi a. Pneumoperitoneum b. Distensi usus hebat c. Ekstravasasi bahan kontras d. Tumor disertai suhu tinggi e. Oklusi vena atau arteri masenterika Pemeriksaan endoskopi a. b. Perforasi saluran cerna Perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi

Hasil parasentesis dan laparatomi


19

a.

Darah segar, empedu, nanah, isi usus atau urin

BAB III LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Agama Status Pendidikan Terakhir Tanggal masuk RS Ruang

: Tn. X : 18 Tahun : Laki-Laki : Jl. Lele, Bambu Apus, Pamulang : Swasta : Islam : Belum Menikah : SLTA : 21 April 2012 : P. Salawati

II. ANAMNESIS
20

Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 21 April 2012 pada jam 0900 di bangsal P.Salawati RSAL Dr. Mintohardjo.

1. Keluhan utama: nyeri di seluruh perut akibat jatuh dari sepeda motor 2 jam

sebelum masuk rumah sakit.

2. Keluhan tambahan: jari ketiga kiri luka robek, luka lecet di perut kiri atas dan

dagu, tiga gigi atas bagian hadapan patah, panas dan mual.

3. Riwayat penyakit sekarang ( RPS ) :

Pasien datang ke UGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut akibat jatuh dari sepeda motor 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut pertama dirasakan di bagian kiri atas dan menjalar ke seluruh bagian perut. Nyeri di perut dirasakan berterusan dan mengeluh perut berasa tegang. Pasien juga mual tetapi tidak muntah.

Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan akibatnya pasien jatuh dari sepeda motor akibat mengantuk ketika mengendarai sepeda motor. Kecelakaan adalah kecelakaan tunggal. Pasien jatuh dari sepeda motor dan bagian pertama yang terbentur ke aspal adalah perut pasien dan pasien terjatuh dalam keadaan tertiarap. Pasien memakai helm, tidak pingsan, tidak sakit kepala, tidak ada darah yang keluar dari mulut, hidung dan telinga, dan tidak muntah. Sepanjang perjalanan dari TKP ke UGD pasien sadar. Pasien juga mengingati kronologi kejadian.

21

Jari ketiga kiri pasien luka robek. Jari-jari bisa digerakkan dan terdapat bengkak dan nyeri sekitar luka. Pasien juga mengeluh panas tinggi setelah kejadian. Pasien juga mengalami luka lecet di perut kiri atas dan dagu. Tiga gigi hadapan bagian atas pasien patah akibat terjatuh dari sepeda motor. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Pasien juga mengeluh sesak tetapi tidak nyeri dada.

Sebelum kejadian, pasien menyangkal mengkomsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.

4. Riwayat penyakit dahulu ( RPD ) :

Riwayat menderita gejala serupa sebelumnya (-). Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat darah tinggi disangkal. Riwayat gangguan ginjal disangkal. Riwayat TB, asma dan alergi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat operasi disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga ( RPK ):

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.


6. Riwayat kebiasaan :

Merokok (+). Minum alcohol (-). Olahraga (-). Minum air putih sehari ( 2 liter). Kurang makan sayur dan buah. III.PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 April 2012, pukul 0900 WIB 1. Keadaan Umum :
a. Kesadaran b. Kesan sakit

: Compos mentis, GCS 14 ( E3, M6, V5 ) : Tampak sakit berat


22

c. Status gizi

: kesan gizi baik

2. Tanda tanda vital :


a. Tekanan darah b. Nadi c. Suhu d. RR

: 120/70 mmHg : 102 x/menit : 38 C : 28 x/menit : Tenang : Aktif

3. Status emosi

4. Umur menurut tafsiran: Sesuai 5. Cara berbaring dan mobilitas 6. Status mental: a. Tingkah laku : wajar
b. Alam perasaan: biasa c. Proses piker

: wajar

A. STATUS GENERALIS
1. Kulit

: Turgor baik, warna sawa matang, pucat, tidak ikterik, tidak

sianosis, tidak ada ruam, tidak ada hiper/hipopigmentasi


2. Kepala 3. Mata

: Simetris, normocephali, rambut tidak mudah dicabut. : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil bulat

isokor, reflek cahaya (+/+)

4. Hidung 5. Telinga

: Discharge (-), deviasi septum nasi (-) : Simetris kanan kiri, discharge (-)

6. Mulut : Mukosa anemis, lidah kotor (-), terdapat bercak darah di sekitar

mulut, insisivus kanan dan kiri patah, luka lecet di bibir bahagian dalam

7. Leher

: Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe (-)


23

8. Thoraks

a. Jantung Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak Palpasi Perkusi : Ictus Cordis teraba ICS V LMC sinistra : paru-kanan jantung: ICS III-V LS dextra : paru-kiri jantung: ICS V LMC sinistra : batas atas jantung: ICS V LMC sinistra Auskultasi: S1 > S2 di apeks reguler, bising (-), gallop (-) b. Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi interkostal (-) : Vokal fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-) : Sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hepar ICS VI dextra : Suara vesikuler, suara tambahan ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

9. Abdomen

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi


10. Urogenital

: datar : keras, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), massa (-), hepar dan lien tidak dapat diraba, defanse mascular (+) : tidak dapat dilakukan karena pasien nyeri : Bising usus tidak terdengar : dbn, tidak ada luka lecet, urin dalam kantong urin tidak

disertai darah
11. Anal-perianal: dbn, tidak ada luka lecet

12. Ekstremitas

Superior Inferior

: akral dingin (+/+), edema (-/-), refleks fisiologis (+/+) : akral dingin (+/+), edema (-/-), refleks fisiologis (+/+)

B. STATUS LOKALIS
24

1. Regio hipokondria kiri


Inspeksi : terdapat vulnus ekskoriatum 15cm dari garis pertengahan depan yang menjalar ke dada kiri seluas 30cm x 8cm. Palpasi : teraba keras dan tidak supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defanse maskuler (+) Perkusi : tidak dapat dilakukan karena pasien nyeri Auskultasi : bising usus terdengar lemah dengan frekuensi kurang dari 2x/menit

2. Regio manus sinistra

Look : Terdapat vulnus laceratum di digiti III sinistra dengan luas luka 1cmx0.5cmx0.4cm dengan tepi tidak rata dan dasar jaringan bawah kulit, terlihat hiperemis disekitar luka

Feel : teraba udem, nyer, krepetasi (-), a. radialis teraba Move : jari bisa digerakkan secara aktif dan pasif dan tidak ada gangguan pada ROM

3. Regio dagu

Look : terdapat vulnus ekskoriatum seluas 5cm x 2cm di pertengahan dagu dengan tepi tidak rata. Feel : nyeri tekan, tidak teraba krepetasi di os mandibula dan maxilla Move : temperomadibular joint bisa digerakkan secara aktif dan pasif, dan ROM dibatas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan laboratorium

PEMERIKSAAN

Hasil Darah Lengkap

Satuan

Nilai Rujukan

Leukosit Eritrosit

26 800 4.44

103/L 106/mm3

5-10 4.4 - 5.5


25

Hemoglobin Hematokrit Trombosit

13.0 35 218 Kimia Darah

g/dL % 103/mm3

14- 18 43-51 150 - 400

Protein total Albumin Globulin

4.6 3.5 1.1 Hematologi

g/dL g/dL g/dL

6.6-8.8 3.5-5.2 2.6-3.4

Bleeding time Clotting time

300 1130 Elektrolit

menit menit

1-6 10-16

Na K Cl

131 4.4 98

mmol/l mmol/l mmol/l

134-146 3.4-4.5 96-108

2. a.

emeriksaan Radiologi

Foto BNO

Distribusi udara usus tidak meningkat, psoas line dan peritoneal fat baik, tak tampak batu opak traktus urinarius, tulang-tulang baik Kesan : tak tampak kelainan

26

b.

Foto Toraks

Corakan paru baik, tak tampak infiltrat, sinus dan diafragma baik, tulang dan soft tissue baik, cor tak tampak membesar Kesan : jantung dan paru baik

c. Foto Manus Sinistra Kesan : tidak terlihat tanda-tanda fraktur

27

V. RESUME a. Anamnesis Pasien laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan nyeri di seluruh daerah perut sejak 2 jam SMRS. Nyeri pertama dirasakan di bagian kiri atas kemudian menjalar di seluruh perut. Nyeri dirasakan berterusan dan perut berasa keras dan tegang. Pasien mual tetapi tidak muntah. Pasien jatuh dari sepeda motor sebelumnya dalam keadaan tertiarap dan bagian pertama yang terbentur aspal adalah perut pasien. Sewaktu jatuh pasien tidak pingsan dan memakai helm. Jari ketiga pasien sebelah kiri luka robek, jari-jari bisa digerakkan. Luka lecet juga didapatkan di daerah perut kiri atas dan dagu. Tiga gigi atas bagian hadapan pasien patah. Pasien juga mengalami panas tinggi setelah kecelakaan. Tidak ada keluhan pada BAK dan BAB. Pasien mengeluh sesak tetapi tidak nyeri dada. b. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum CM, TSB TD - 120/70 mmHg, Nadi - 102 x/menit, Suhu - 38 C, RR - 28 x/menit Status generalis
28

Kulit pucat

Mata konjuntiva anemis Mulut - Mukosa anemis, terdapat bercak darah di sekitar mulut, insisivus kanan dan kiri patah, luka lecet di bibir bahagian dalam Extermitas keempat-empat akral dingin Status lokalis

Regio hipokondria kiri Inspeksi : terdapat vulnus ekskoriatum 15cm dari garis pertengahan depan yang menjalar ke dada kiri seluas 30cm x 8cm. Palpasi : teraba keras dan tidak supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defanse maskuler (+) Perkusi : tidak dapat dilakukan karena pasien nyeri Auskultasi : bising usus terdengar lemah dengan frekuensi kurang dari 2x/menit Regio manus sinistra

Look : Terdapat vulnus laceratum di digiti III sinistra dengan luas luka 1cmx0.5cmx0.4cm dengan tepi tidak rata dan dasar jaringan bawah kulit, terlihat hiperemis disekitar luka

Feel : teraba udem, nyer, krepetasi (-), a. radialis teraba Move : jari bisa digerakkan secara aktif dan pasif dan tidak ada gangguan pada ROM

Regio dagu

Look : terdapat vulnus ekskoriatum seluas 5cm x 2cm di pertengahan dagu dengan tepi tidak rata. Feel : nyeri tekan, tidak teraba krepetasi di os mandibula dan maxilla Move : temperomadibular joint bisa digerakkan secara aktif dan pasif, dan ROM dibatas normal

VI. DIAGNOSIS KERJA

1.

Peritonitis generalisata e.c suspek rupture spleen Vulnus laceratum digiti III sinistra
29

2.

VII.

PENATALAKSANAAN

1. Non-medikamentosa :

a. tirah baring total


b. diet lunak tinggi kalori tinggi protein

c. IVFD Ringer Laktat 20 tetes/menit d. Oksigen 2-3L/menit


2. Medikamentosa :

a. inj. Ceftriaxone 2x1gram b. inj. Keterolak 3x1amp c. inj. Ranitidine 2x1amp


3. Operatif :

a. Wound toilet dan hecting pada vulnus laceratum digiti III sinistra b. Persiapan operasi laparotomi eksplorasi dan splenektomi i. Pasien di rawat inap ii. Puasakan pasien 6jam sebelum operasi iii. Pemasangan kateter iv. Pemasangan NGT
v. Persediaan darah PRC 500cc

VIII.

PROGNOSIS : dubia ad bonam : dubia ad malam : dubia ad bonam

Ad vitam Ad fungsionam Ad sanasionam

30

BAB IV PEMBAHASAN KASUS Penegakan diagnosis peritonitis e.c suspek rupture spleen didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa USG abdomen dan CT-scan abdomen serta tindakan operasi. Karena didapatkan peritonitis e.c suspek rupture spleen, yang disebabkan trauma tumpul dan timbul mendadak maka keadaan ini dinamakan akut abdomen. Akut abdomen adalah satu keadaan gawat yang timbul mendadak dan nyeri sebagai gejala utama. Dari anamnesis, didapatkan Pasien laki-laki 18 tahun datang dengan keluhan nyeri di seluruh daerah perut sejak 2 jam SMRS. Nyeri pertama dirasakan di bagian kiri atas kemudian menjalar di seluruh perut. Nyeri dirasakan berterusan dan perut berasa keras dan tegang. Hal ini yang dinamakan defanse maskuler, yang di dapatkan jika terdapat peradangan pada peritoneum. Karena peradangannya bersifat menyeluruh, makanya seluruh peritoneum ikut meradang dan teraba kaku seperti papan diseluruh abdomen pasien. Peritonitis e.c suspek rupture spleen inilah yang menyebabkan akut abdomen. Pasien mual tetapi tidak muntah. Pasien jatuh dari sepeda motor sebelumnya dalam keadaan tertiarap dan bagian pertama yang terbentur aspal adalah perut pasien. Karena pasien mengalami trauma tumpul dan pertama kali terbentur adalah bagian abdomen, maka dicurigai terjadi rupture spleen serta ditandai vulnus laceratum di daerah hipokondria kiri. Sewaktu jatuh pasien tidak pingsan dan memakai helm dan tiada diskrete yang keluar dari telinga, mulut dan hidung. Maka cedera kepala bisa disangkal.. Jari ketiga pasien sebelah kiri luka robek, jari-jari bisa digerakkan. Luka lecet juga didapatkan di daerah perut kiri atas dan dagu. Tiga gigi atas bagian hadapan pasien patah. Pasien juga mengalami panas tinggi setelah kecelakaan. Hal ini mungkin disebabkan oleh peradangan pada peritoneum akibat dicurigai rupture limpa. Tidak ada keluhan pada BAK dan BAB. Pasien mengeluh sesak dikarenakan perdarahan massif yang berlaku di dalam rongga abdomen akibat rupture spleen. Akibat perdarahan massif, maka haemoglobin yang mengangkut oksigen ke jaringan kurang, maka kompensasinya adalah dengan meningkatkan frekuensi pernafasan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum compos mentis dengan GCS 14, tekanan darah 120/70mmHg, nadi 102x/menit, suhu 38 C, pernafasan 28x/menit. Nadi dan pernafasan meningkat dikarenakan perdarahan massif yang berlaku di rongga abdomen.
31

Maka asupan oksigen ke sel-sel berkurang, jadi kompensasi adalah dengan meningkatkan frekuensi pernafasan dan nadi. Suhu meningkat diakibatkan reaksi peradangan yang berlaku di peritoneum. Pada status generalis, didapatkan kulit pucat, konjuntiva anemis, akral dingin. Hal ini terjadi akibat kadar haemoglobin dalam darah yang berkurang akibat perdarahan. Pada status lokalis, iaitu di region hipokondria kirin didapatkan vulnus ekskoriatum. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan, nyeri lepas dan defanse maskuler. Pada auskultasi, bising usus melemah dan frekuensi berkurang. Hal ini terjadi akibat adanya peradangan peritoneum. Pada peritonitis, didapatkan nyeri tekan, nyeri lepas dan defanse maskuler. Vulnus ekskoriatum yang didapatkan mengukuhkan lagi kecurigaan terjadi rupture spleen akibat trauma tumpul. Bising usus melemah akibat fungsio lesa yang terjadi karena peritonitis. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan leukosit meningkat 26 800, kadar Hb menurun iaitu 13, eritrosit menurun iaitu 4.44, hematokrit juga menurun 35. Kadar Hb, eritrosit dan Ht yang menurun menandakan terjadi perdarahan. Leukosit yang meningkat menandakan terjadi infeksi di dalam tubuh. Pada kasus ini dicurigai peritonitis. Pada pemeriksaan foto toraks, abdomen dan manus sinistra tidak di dapatkan kelainan. Dengan penegakan diagnosis tersebut, peritonitis generalisata e.c suspek ruptur spleen ini harus dilakukan tindakan operatif iaitu laparatomi eksplorasi dengan splenektomi. Teknik operasi adalah : A) Tindakan sebelum operasi
a.

Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkin

harus stabil. Bila ini tidak mungkin tercapai karena perdarahan yang sangat besar, dilaksanakan operasi langsung untuk menghentikan sumber perdarahan.
b. c.

Pemasangan NGT (nasogastric tube) Pemasangan dauer-katheter Pemberian antibiotika secara parenteral pads penderita dengan Pemasangan thorax-drain pads penderita dengan fraktur iga,

d.
e.

persangkaan perforasi usus, shock berat atau trauma multipel. haemothoraks atau pneumothoraks.

32

B) Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para median panjang. C) Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah : a. Segera mengadakan eksplorasi untuk menemukan sumber perdarahan. b. Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin.
i. Bila perdarahan berasal dari organ padat penghentian perdarahan

dicapai dengan tampon abdomen untuk sementara. ii. Perdarahan dari arteri besar hams dihentikan dengan penggunaan klem vaskuler. iii. Perdarahan dari vena besar dihentikan dengan penekanan langsung.
c. Setelah perdarahan berhenti dengan tindakan darurat diberikan kesempatan

pads anestesi untuk memperbaiki volume darah.


d. Bila terdapat perforasi atau laserasi usus diadakan penutupan lubang perforasi

atau reseksi usus dengan anastomosis. e. Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl fisiologik.
f. Sebelum rongga peritoneum ditutup harus diadakan eksplorasi sistematis dari

seluruh organ dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri bawah dengan memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan bursa omentalis.
g. Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum digunakan drain dan subkutis

serta kutis dibiarkan terbuka.

33

BAB V KESIMPULAN

Akut abdomen merupakan suatu kondisi medical emergency. Akut abdomen adalah penyakit intra-abdomen dengan nyeri sebagai keluhan utama, timbul medadak dan mengancam nyawa. Selalunya membutuhkan tindakan pembedahan untuk penanganan. Secara garis besar, etiologi akut abdomen dibagi menjadi dua iaitu traumatic dan nontraumatik. Traumatic bisa trauma tembus atau trauma tumpul. Pada non-trauma, bisa obstruktif, peritonitis dan vaskuler. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat menentukan penegakan diagnosis akut abdomen. Pada pemeriksaan fisik akut abdomen dan peritonitis, didapatkan nyeri tekan, nyeri lepas dan defanse maskuler. Pemeriksaan laboratorium juga memegang peranan penting, kita bisa menemukan leukositosis, penurunan Hb dan Ht. Pemeriksaan radiologi dubutuhkan untuk megetahui penyebab dan kondisi dari organ di abdomen. Prinsip penatalaksanaan pada akut abdomen terbagi menjadi konserevatif dan operatif. Terapi konservatif pada akut abdomen yaitu puasa, dekompresi lambung dengan cara pemasangan NGT, rehidrasi cairan dengan pemasangan infuse, pemasangan foley kateter, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, obat-obatan seperti analgetik dan antibiotic serta pertimbangan tindak bedah.

34

You might also like