You are on page 1of 4

Koagulasi Intravaskular Disseminata pada Sepsis

Abstrak Koagulasi intravaskular disseminata adalah komplikasi sepsis yang sering ditemukan. Aktivasi koagulasi, inhibisi fibrinolisis, dan konsumsi inhibitor koagulasi menimbulkan keadaan pro koagulasi yang akan menyebabkan gangguan pelepasan fibrin dan deposisi fibrin di dalam pembuluh darah kecil. Sebagai akibatnya, trombosis mikrovaskular akan menyebabkan disfungsi organ. Baru-baru ini, tiga penelitian random double-blind yang menggunakan placebo meneliti efektivitas dari antitrombin, activated protein C (APC), dan inhibitor jalur faktor jaringan pada penderita sepsis. Pada penelitian dengan menggunakan APC, angka mortalitasnya menurun secara signifikan. Dalam artikel ini, kami akan membahas mengenai fisiologi dari koagulasi dan aktivasi fibrinolisis. Selanjutnya akan dibahas mengenai patofisiologi dari aktivasi koagulasi, konsumsi inhibitor koagulasi, dan inhibisi fibrinolisis yang akan menimbulkan keadaan pro koagulasi. Konsep terapeutik serta ketiga penelitian random double-blind tersebut juga akan dibahas. Sepsis merupakan penyebab utama dari mortalitas yangterjadi di ICU nonkardiologi dan umumnya disebabkan oleh aktivasi mekanisme pertahanan inflamasi tubuh yang berlebihan. Mekanisme ini meliputi rilis sitokin dan aktivasi jalur protein plasma seperti komplemen, fase-kontak, koagulasi, dan sistem fibrinolisis. Multiple organ dysfunction syndrome (MODS) merupakan komplikasi umum dari sepsis dan menunjukkan prognosis yang buruk. Meskipun patogenesis MODS belum dimengerti secara jelas, aktivasi koagulasi dianggap terlibat dalam patogenesis ini. Disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan komplikasi umum dari sepsis. Karena diagnosis DIC sulit ditegakkan dan terdapat beberapa sistem penilaian, International Society of Thrombosis and Hemostasis mengajukan sebuah sistem penilaian untuk DIC. Dengan menggunakan kriteria ini, DIC ditemukan pada 25-50% penderita sepsis dan merupakan prediktor mortalitas yang kuat. DIC merupakan sindroma dapatan yang dicirikan dengan aktivasi koagulasi intravaskular yang pada akhirnya akan menyebabkan formasi dan deposisi fibrin intravaskular. Fibrinolisis sekunder akan terjadi bersamaan dengan aktivasi koagulasi. Meskipun

pencetus awal dan dinamika penyakit ini bervariasi, tahap akhir berupa gambaran klinis sepsis berat atau syok septik hampir ditemukan pada semua pasien. deposisi fibrin menyebabkan obstruksi difus di mikrovaskular sehingga akan terjadi disfungsi organ yang progresif, seperti insufisiensi ginjal dan ARDS, hipotensi, dan kegagalan sirkulasi. Pada beberapa kasus, dapat terjadi nekrosis kulit yang difus hingga gangren di ekstremitas. Karena konsumsi faktor-faktor pembekuan dan interferensi produk hasil degradasi fibrin, dapat terjadi perdarahan yang difus. Karena DIC terlibat dalam patogenesis sepsis dan MODS, inhibisi aktivasi koagulasi merupakan pilihan terapi yang tepat. Terdapat tiga penelitian besar multisenter yang telah meneliti tentang efektivitas inihibitor koagulasi. Dalam sebuah penelitian, pemberian activated protein C (APC) pada penderita sepsis dapat menurunkan mortalitas secara signifikan, dan keadaan klinisnya membaik secara signifikan. Dalam artikel ini, patofisiologi dari aktivasi koagulasi dan peranan fibrinolisis akan dibahas. Konsep patofisiologi yang mendasari pemilihan terapi baru untuk DIC juga akan dijelaskan.

Patofiosiologi DIC pada keadaan Sepsis Inflamasi sistemik yang terjadi selama sepsis akan menyebabkan terbentuknya sitokin pro inflamasi yang berfungsi mengatur koagulasi dan aktivasi fibrinolitik. Koagulasi dan aktivasi ini diatur oleh tumor necrosis factor (TNF)-, interleukin (IL)1, dan IL-6. TNF- juga mempengaruhi aktivasi koagulasi melalui IL-6.18 Gambaran khas dari gangguan koagulasi pada sepsis adalah

ketidakseimbangan antara formasi fibrin intravaskular dan pelepasannya (Gambar 1). Penurunan kapasitas antikoagulan yang signifikan dan penghambatan fibrinolisis merupakan kompensasi dari aktivasi koagulasi yang masif, sehingga akan terjadi formasi fibrin yang berlebihan dan konsumsi faktor-faktor pembekuan dan inhibitor. Formasi fibrin intravaskular yang berlebihan akan menyebabkan trombosis

mikrovaskular, yang akan menimbulkan kerusakan organ iskemik yang luas hingga nekrosis organ. Secara klinis, hal ini akan memberikan gambaran nekrosis kulit yang luas dan MODS.

Aktivasi koagulan pada sepsis Aktivasi koagulasi selama sepsis terutama diperankan oleh jalur faktor jaringan (tissue factor / TF). Pada hewan coba dengan sepsis, formasi fibrin dapat dicegah dengan mengeblok TKF dengan antibodi atau faktor VIIa dengan peptida. Meskipun pada primata dengan sepsis ditemukan bahwa sistem fase-kontak mengalami aktivasi, hal ini tidak berkontribusi dalam aktivasi koagulasi pada sepsis. Inhibisi aktivasi faktor XII pada model ini dapat mencegah hipotensi. Hal ini menunjukkan bahwa aktivasi fase-kontak sangatlah penting dalam perubahan hemodinamik yang terjadi selama sepsis. Ekspresi TF pada monosit dan sel endotel mencetuskan aktivasi koagulasi pada sepsis. Sumber TF tambahan dapat berupa partikel fosfolipid yang berasal dari monosit yang teraktivasi (Gambar 2), yang dapat terdeteksi pada plasma pasien dengan sepsis meningokokus. Setelah berikatan dengan TF, faktor VII yang bersirkulasi akan teraktivasi. Kompleks TF/Faktor VIIa selanjutnya akan mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa, dimana protrombin diubah menjadi trombin. Sejumlah kecil trombin yang terbentuk ini akan mengaktifkan faktor V dan faktor VIII. Faktor Va meningkatkan kemampuan faktor Xa untuk mengaktifkan protrombin. Pembentukan trombin melalui jalur TF/faktor VIIa dapat dihambat oleh TF pathway inhibitor (TFPI), sutu inhibitor kompleks TF/Factor VIIa/Factor Xa dengan afinitas yang kuat yang terdapat di dalam plasma dan sel endotel. Namun, kompleks TF/Factor VIIa juga mengaktifkan faktor IX, yang akan menggantikan fungsi TF/Factor VIIa untuk mengaktifkan faktor X, bersamaan dengan faktor VIIIa. Proses ini akan memproduksi lebih banyak trombin. Peningkatan aktivasi faktor X oleh faktor IX dan faktor VIII ini penting dalam proses koagulasi pada kondisi fisiologis. Trombin memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer (FM) dan mengaktifkan faktor XIII, yang selanjutnya akan membentuk ikatan kovalen dengan FM untuk membentuk gumpalan yang stabil. Trombin yang

terbentuk dari jalur TF/faktor VIIa akan semakin meningkat pada beberapa kondisi, dan jumlahnya masih mencukupi untuk mengatasi fibrinolisis. Untuk mengatasi efek antikoagulan dari fibrinolisis ini, diperlukan amplifikasi loop kedua, selain amplifikasi faktor VIII dan faktor IX. Loop kedua ini akan muncul saat jumlah trombin yang terbentuk cukup banyak untuk mengaktifkan faktor XI, yang selanjutnya akan memproduksi faktor Ixa dan mengaktifkan faktor X tambahan, sehingga akan terbentuk trombin tambahan. Amplifikasi formasi trombin oleh faktor XI ini akan mengaktifkan inhibitor fibrinolisis yang akan memecah tempat ikatan plasminogen pada fibrin, sehingga fibrinolisis akan terhambat (Gambar 3). Meskipun amplifikasi faktor IXa/VIIIa dan faktor XIa penting dalam aktivasi koagulasi pada kondisi sepsis, belum ada bukti penelitian yang mendukung pernyataan ini. meskipun sebuah penelitian dapat membuktikan aktivasi faktor XI pada penderita sepsis, belum ditemukan intervensi yang spesifik pada tingkat ini.

You might also like