You are on page 1of 7

Bagian Ilmu Kesehatan anak FK Unpad RS Hasan Sadikin Tugas Pengayaan Oleh Sub divisi Pembimbing : Januari 2013

3 : Lianda Tamara : Respirologi : Prof.Dr.dr.Heda Melinda,SpA(K),MKes

MEKANISME PERTAHANAN SALURAN RESPIRATORIK

Berbagai penyakit, lokal maupun sistemik dapat merangsang timbulnya respon inflamasi di paru-paru. Penyakit lokal paru-paru yang yang dapat merangsang timbulnya respon inflamasi antara lain proses infeksi, aspirasi, asfiksia, kontusio paru dan inhalasi iritan kimiawi, sedangkanp penyakit sistemik yang dapat merangsang timbulnya respon inflamasi antara lain sepsis, syok, trauma dan cardiopulmonary bypass. Respon inflamasi ini diperantarai oleh pelepasan sitokin dan mediator-mediator lainnya.1

Pertahanan intrinsik paru-paru a. Filter aerodinamis Barier utama pertahanan paru-paru adalah hidung, yang berperan sebagai filter

karena memiliki permukaan dan struktur yang mendukung. Hidung memiliki kombinasi antara persilangan aliran udara, kurva yang tajam, dan rambut-rambut hidung yang dapat memaksimalkan impaksi partikel. Bila aliran udara tidak berlangsung melalui hidung, misalnya pada pasien yang diintubasiatau bernafas melalui mulut, maka partikel-partikel besar dan gas-gas yang larut dalam air akan meudah memasuki saluran nafas dan alveoli.2 Partikel-partikel berukuran sangat besar dapat disaring oleh rambut-rambut hidung, dan partikel-partikel berukuran lebih dari 10 m akan terkumpul dipermukaan konkha dan septum akibat inersia partikel tersebut. Tonsil dan adenoid memiliki letak yang strategis untuk berhadapan dengan partikel besar yang mudah larut dengan mekanisme pertahanan lokal spesifik. Bila tonsil dan adenoid ini membesar, maka resistensi nasal akan meningkat, sehingga penderita akan bernafas melalui mulut dan mekanisme pertahanan anatomis dari

hidung tidak akan dilewati. Edema dari konkha akibat infeksi virus atau alergi juga akan mengakibatkan efek yang serupa.3 Partikel berukuran antara 2-10 m akan tertahan di dinding percabangan saluran nafas akibat proses sedimentasi, sedangkan partikel berukuran kurang dari 2 m akan langsung dihembuskan keluar. Partikel-partikel berukuran 2 sampai dengan 0,2 m pada umumnya akan memasuki saluran nafas dan terdeposit di permukaaan alveoli. Partikel yang mudah larut akan dibersihkan dari paru-paru melalui sirkulasi limfatik. Partikel-partikel dalam rentang ukuran ini meliputi bakteri, jamur, spora dan virus-virus berukuran besar.3 b. Refleks saluran nafas Bersin, bronkhokonstriksi dan batuk merupakan refleks jalan nafas yang berperan sebagai mekanisme pertahanan non spesifik. Bersin merupakan Ekspulsi kuat udara yang dicetuskan reseptor di hidung dan nasofaring yang efektif membersihkan faring atas dan hidung, sedangkan bronkhokontriksi berperan untuk mencegah masuknya partikel-partikel kesalam saluran nafas bagian distal.3 Batuk merupakan pengeluaran (ekspulsi) udara yang kuat dari paru-paru yang berlangsung secara sadar atau tidak sadar. Serabut saraf sensoris yang terlibat dalam reflex batuk ini masih belum jelas, tetapi diperkirakan serabut C tidak bermyelin dan reseptor iritan bermyelin yang mengandung substansi P dan gen calcitonin-related peptide terlibat dalam proses ini. Reseptor batuk terdapat pada epitel faring, laring, trakea, dan bifurkasi bronkus utama. Reseptor ini dapat dirangsang oleh mediator inflamasi, iritan kimia, rangsang osmotik, dan rangsang mekanis.3 Reflex batuk dimulai dengan stimulasi serabut afferent di nervus vagus yang menuju ke pusat batuk di medulla oblongata. Serabut eferen akan menghantarkan rangsang sepanjang nervus vagus dan spinal cord ke laring, diafragma, dan otot abdominal untuk menimbulkan batuk.3 c. Mekanisme batuk dan abnormalitas refleks batuk Terdapat 4 fase penting untuk terjadinya batuk, antara lain:3 1. Fase inspirasi, yang didahului dengan nafas yang dalam, biasanya 1.5 sampai 2 kali tidal volum dan akan memaksimalkan dilatasi dari saluran nafas. 2. Fase kompresi, diawali dengan penutupan laring dan diikuti dengan kontraksi otot-otot interkostal dan otot-otot abdominal yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan
2

intratrorakal. Tekanan pada esofagus dapat mencapai 100 sampai dengan 200 cm H2O atau lebih pada orang dewasa. 3. Fase ekspresif , didahului dengan terbukanya glotis dan terjadinya aliran udara yang tinggi. diperkiraan kecepatannya dapat mencapai 25,000 cm/detik (3/4 kali kecepatan suara) 4. Fase relaksasi, yang ditandai dengan turunnya tekanan intratorakal sejalan dengan relaksasi otot-otot interkostal dan abdominal, dan bronkhodilatasi sementara. Reseptor batuk tidak terdapat didalam alveoli atau parenkim paru, sehingga tidak timbul batuk pada anak-anak yang mengalami penyakit alveolar yang luas atau konsolidasi pneumonia d. Mukus dan cairan paru Saluran nafas antara laring dan bronkhiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kolumner bersilia dan tertutup oleh cairan permukaan saluran nafas atau airway surface liquid (ASL) yang tebalnya 5-10 m. ASL ini memiliki dua lapisan, yaitu lapisan sol atau cairan perisilier (periciliary liquid/PCL) yang berada pada permukaan epitel dan lapisan gel atau lapisan mucus permukaan yang berada diatas lapisan sol.3 Mucus berperan penting dalam fungsi pertahanan antara lain: (1) sebagai pembungkus partikel dan mikroorganisme, (2) sebagai media pergerakan, (3) lapisan tahan air yang dapat mengurangi kehilangan air lewat saluran nafas, dan (4) medium transport berbagai substansi esensial yang disekresikan seperti enzim, defensin, collectin, antiprotease dan immunoglobulin.3 e. Gangguan sistem mukosilier Bentuk gangguan sistem mukosilier antara lain primary ciliary diskinesia, yang merupakan kelainan genetik dimana terdapat defek pada struktur dan fungsi silia, mengakibatkan penyakit otosinopulmonary, infertilitas pria, dan (pada sekitar setengah pasien) situs inversus. Bentuk lainnya adalah cystic fibrosis, yang terjadi akibat mutasi epitel respiratorius. dimana terjadi gangguan pada proses transpor mukus.3

Pertahanan paru dapatan. Imunitas dapatan merupakan kemampuan yang cepat untuk timbulnya pertahanan terhadap beragam pathogen (bakteri, jamur, virus) tanpa pernah terpapar sebelumnya. Kemapuan
3

system pertahanan dapatan ini meliputi (1) pengenalan struktur pathogen yang berbeda dari host, (2) aktivasi dini system pertahanan yang dapat menghacurkan pathogen dalam hitungan jam, (3) merangsang produksi sitokin inflamsi dan kemokin yang akan mengaktivasi sel imun lainnya, dan (4) mempersiapkan pembentukan respon imun adaptif.3. 1. Komplemen Sistem komplemen merupakan kompleks protein yang berperan penting dalam pertahanan terhadap serangan bakteri dan virus. Pasien dengan abnormalitas sistem komplemen dilaporkan memiliki insidensi yang tinggi untuk mendapatkan infeksi bakteri di saluran pernafasan. Komponen komplemen penting bagi paru-paru karena kemampuannya yang berperan sebagai factor kemotaksis untuk timbulnya fagosit atau untuk berperan sebagai opsonin yang akan membantu mencerna dan membunuh bakteri oleh sel fagositik.2 Aktivasi komplemen berlangsung melalui dua jalur, jalur klasik yang diaktivasi oleh kompleks antigen-antibodi (melibatkan IgG atau IgM) dan jalur alternative yang diaktivasi oleh karbohidrat asing, seperti komponen bakteri dan jamur.3 Defisiensi komplemen berhubungan dengan infeksi berulang, glomerulonefritis, atau penyakit kolagen seperti SLE. Defisiensi C1 berhubungan dengan timbulnya pneumonia, walaupun meningitis bakterialis merupakan manifestasi klinis yang lebih banyak. Defisiensi C2 dan C4 berhubungan dengan penyakit autoimun, defisiensi C3 berhubungan dengan otitis media, pneumonia, sepsis, meningitis dan osteomyelitis, sedangkan defisiensi C5 berhubungan dengan berkurangnya kemampuan clearance paru terhadap S. pneumonia.3 2. Adhesion protein Molekul utama yang berperan dalam proses ini di paru-paru adalah immunoglobulin, integrin, dan selectin.3 3. Toll-like receptors Berperan untuk mengawali respon imun dapatan, menstimulus produksi mediator inflamasi seperti TNF- dan IL-12, mengatur mekanisme untuk membunuh mikroba, termasuk membentuk nitrit oksida.3 4. Collectin Berperan dalam baris terdepan pertahanan melawan invasi mikoroorganisme, yang dibentuk oleh sel alveolar tipe II.3 5. Peptida antimikroba
4

Contoh yang paling banyak ialah lysozyme, disekresikan oleh kelenjar sub mukosa di saluran nafas, dan sedikit di sel epitel dan makrofag alveolar.3

Pertahanan seluler a. Sel inflamasi di paru-paru Makrofag merupakan komponen seluler utama dari Bronkhoalveolar lavage (BAL), jumlahnya sekitar 81%-95%, sedangkan sisanya antara lain limfosit, netrofil dan eosinofil.3 b. Epitel saluran respiratorius Epitel saluran respiratorius memiliki peran yang pasif dalam melawan bakteri dan virus dan berperan aktif pada regulasi tonus otot polos dari saluran nafas, pengeluaran substansi yang terhisap melalui klirens silier dan sekresi atau transportasi substansi aktimikroba spektrum luas.3 c. Pertahanan lokal sel Terdapat tiga kelompok utama sel-sel inflamasi yang berada dalam parenkim paru, antara lain: sel mast yang merupakan sel efektor utama dalam reaksi alergi, sel dendritik yang merupakan penghuni primer sel antigen pengenal pada populasi di paru dan dinding jalan nafas, sel dendritik akan mengenali dan merespon terhadap sinyal bahaya dan memulai respon imun adaptif.3 Sel inflamasi berikutnya adalah makrofag, makrofag alveolar berperan dalam mobilitas, fagositosis, ekspresi reseptor untuk pengenalan sinyal dan pelepasan serta produksi beberapa mediator. Pada paru-paru, makrofag akan mencerna partikel inorganik seperti virus, bakteri dan jamur.3 f. Pertahanan Seluler yang didapat Terdiri dari neutrofil dan eosinofil. Pada paru-paru normal, neutrofil berada dalam sirkulasi dan melekat pada endotel vascular paru-paru. Karakteristik neutrofil adalah nukleusnya yang multilobus dan memiliki granula sitoplasma. Neutrofil memiliki kemampuan dan aktivitas fagositik yang lebih baik dari makrofag alveolar terhadap mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, hal ini dimungkinkan karena densitas resptor yang tinggi pada permukaan neutrofil. Kapasitas bakterisidal neutrofil yang tinggi mungkin berhubungan dengan produksi radikal oksigen oleh neutrofil yang toksik bagi bakteri. Eosinofil berperan dalam reaksi inflamsi paruyang berhubungan dengan
5

asma. Eosinofil dan atau produk eosinofil terdapat dalam darah dan sputum pasien penderita asma.3

Pertahanan paru adaptif Imunitas adaptif berperan dalam perlindungan lapis pertama pertahanan paru. Imunitas adaptif berperan memberikan respon spesifik terhadap antigen selama infeksi akut dan membuat memori spesifik untuk memproteksi paparan berikutnya. Sebagai bagian dari permukaan mukosa dari jalan nafas, jaringan limfoid yang berhubungan dengan bronchus berperan dalam perkembangan pertahanan paru adaptif. Jaringan limfoid yang berhubungan dengan bronchus terdiri dari limfosit intraepithelial, makrofag, sel dendritik, sel NK (Natural Killer) dan sel NK-T (Natural Killer-T cell) yang akan mengenali substansi asing, menyerang mikroorganisme atau eksoproduknya dan produk-produk dari sel yang rusak.3 a. Limfosit T, responnya diatur dengan sangat ketat, karena walaupun responnya dibutuhkan untuk mengeliminasi pathogen, respon yang tidak terkontrol akan menyebabkan penyakit inflamasi autoimun.3 b. Limfosit B, interaksi antigen dengan limfosit B akan memicu produksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dan memicu pelepasan antbodi dalam jumlah besar terhadap stimulasi lebih lanjut.3 c. Imunitas Humoral Imunoglobulin A, merupakan immunoglobulin yang predominan di sekresi oleh saluran nafas, berperan dalam netralisasi virus dan exotoksin, meningkatkan aktifitas laktoferin dan laktoperoksidase dan menghambat pertumbuhan bakteri.3 Imunoglobulin G, berperan dalam opsonisasi mikroba dengan fagositosis dan membunuh mikroba, aktivasi komplemen dan netralisasibeberapa endotoksin bakteri dan virus.3 Imunoglobulin E, beperan dalam reaksi imunitas terhadap parasit. IgE akan mengikat parasit, dan eosinofil akan berikatan dengan organism yang telah teropsonisasi dengan bantuan IgE Fc reseptor. Eosinofil lalu akan melepaskan granul-granul yang akan melisiskan parasit.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarnaik AP, Heidemann, SM. Respiratory pathophysiology and regulation. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders; 2007. h.1727-8. 2. Murphy S, Florman AL. Lung defenses against infection: a clinical correlation. [diunduh 17 September 2009]. Tersedia dari URL: http://www.pediatrics.aappublications.org 3. Stark JM, Colasurdo GN, Lung defenses: intrinsic, innate, and adaptive. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendigs disorders of the respiratory tract in children. Edisi ke-7. Philadelphia: Saunders; 2006. h. 205-23.

You might also like