You are on page 1of 50

BAB I PENDAHULUAN Lapangan terbang baru, pertama-tama harus mempunyai criteria sebagai pedoman dalam penentuan lokasi yang

sepatutnya untuk pengembangan di masa depan. Sebagian besar dari kriteria dibawah ini bisa juga digunakan untuk pengembangan lapangan terbang yang telah ada. Lokasi lapangan terbang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: Tipe pengembangan lingkungan sekitar Kondisi atmosfer Kemudahan untuk mendapatkan transport darat Tersedianya tanah untuk pengembangan Adanya lapangan terbang lain Halangan sekeliling (surrounding obstruction) Pertimbangan ekonomis Tersedianya utilitas

I.1 Tipe Pengembangan Lingkungan Sekitar Faktor yang sangat penting, sebab kegiatan sebuah lapangan terbang terutama dilihat dari kebisingan, inilah pasal yang paling banyak mengganggu lingkungan dari sebuah lapangan terbang. Maka, penelitian pengamatan terhadap penggunaan tanah sekitar lapangan terbang sangat perlu. Prioritas diberikan kepada pengembangan lingkungan yang selaras dengan aktivitas lapangan terbang. Bila mungkin pemilihan lokasi menjauhi daerah pemukiman penduduk dan sekolah. Untuk lokasi pemilih yang masih mempunyai daerah pemukiman belum rapat, sangat baik bila dikeluarkan peraturan daerah yang mengatur tata ruang sekitar lapangan terbang semacam ordinasi tata ruang, akan sangat

membantu pengembangan pelabuhan udara maupun lingkungan sekitar sehingga tidak ada konflik dikemudian hari. Pelabuhan udara sangat esensial bagi transport sebuah lingkungan masyarakat, dia merupakan bagian integral dari masyarakat itu. Karenanya terbang perlu ada. Perlu yang berkembang. Tapi tentu masyarakat juga perlu berkembang jadi dituntut pengaturan sebaik-baiknya, koordinasi pengembangan dari dua-duanya. Agar kegiatan operasi penerbangan gangguannya bagi kehidupan masyarakat bisa ditekan sekecil mungkin diinginkan adanya jalur hijau antara landas pacu, taxi way, apron, bangunan terminal sebagai suatu pembatas. Bising adalah faktor yang sangat menjadi hambatan-hambatan pengembangan pelabuhan udara bila dioperasikan pesawat jet. Maka yang lebih dulu, kalau pemukiman ada lebih dulu dari pesawat jet, masyarakat akan memprotes, tapi apabila operasi jet yang lebih duluan, biasanya masyarakat sadar bahwa membuat pemukiman disitu akan menghadapi resiko kebisingan. Namun demikian kebisingan yang terlewat akan mengundang protes dari masyarakat. Pada pelabuhan udara yang sudah terlanjur memiliki lingkungan pemukiman yang padat, kebisingan mesin jet dapat dikurangi gangguannya, dengan mengatur Flight Patern garis-garis penerbangan untuk mendarat sehingga pendaratan dilakukan dari arah yang tidak padat penduduk. Begitu pula FAA, ICAO telah mengeluarkan upaya peraturan untuk mengurangi gangguan kebisingan. Tidak kurang pabrik-pabrik pesawat udara telah banyak melakukan usaha dengan memasang knalpot-knalpot saringan dan upaya-upaya lainnya pada mesin untuk menguragi gangguan kebisingan, sejauh tidak membahayakan keselamatan penerbangan. 1.2 Kondisi Atmosfer Adanya kabut, asap kebakaran mengurangi jarak pandang pilot, kabut (fog), asap (smoke), campuran keduanya mengurangi jarak pandang bahkan sampai ketinggian muk a laut campuran ini sangatlah membahayakan dinamakan SMOG.

Hambatan jenis ini mempunyai pengaruh kepada menurunnya kapasitas lalu lintas penerbangan. Jeleknya jarak pandang (visibility) mengurangi kemampuan pesawat terbang dibanding visibility yang jauh. Hanya pesawat-pesawat yang mempunyai instrumen (peralatan) khusus bisa terbang pada visibility 0, biasa disebut Instrumen Flight Rule (IFR). Yaitu pada Kondisi IMC (Instrumen Meteorological Condition), kabut mempunyai kecenderungan bertahan pada suatu daerah yang tiupan anginnya kecil. Asap dihasilkan oleh kebakaran hutan atapun cerobong-cerobong asap industri. I.3 Kemudahan Untuk Mendapat Transport Darat Waktu yang dibutuhkan untuk keluar dari tempat penumpang berangkat ke pelabuhan udara, merupakan hal yang perlu dipelajari. Di kota-kota besar waktu didarat lebih banyak daripada diudara dalam suatu perjalanan. Jalan macet, mencari tempat parkir, lapor berangkat, menunggu naik pesawat, lebih lama dari perjalanan pelabuhan udara ke pelabuhan udara. Sesudah dikenal penerbangan dengan pesawat jet. Untuk perjalanan dikurangi dari 400 nmi (644km) antara dua pelabuhan udara di kota besar. Waktu di darat bisa dua kali lipat waktu diudara perjalanan itu. Kecenderungan di Indonesia penumpang mencapai pelabuhan udara dan dari pelabuhan udara adalah dengan mengendarai mobil pribadi. Pemakaian dengan mobil pribadi tentu dengan berbagai alasan-alasan keamanan, praktis dan mudah (belum tentu murah). Ada alasan lain yang perlu mendapat perhatian, transport umum tidak aman, sedang taxi sangat mahal, bukan rahasia lagi bahwa taxi keluar dari pelabuhan udara adalah transport yang termahal di Indonesia dengan sarana kendaraan yang seadanya seperti bus way, bus kota, angkutan kota, dll.

I.4 Tersedianya Tanah untuk Pengembangan Pada Pelita II secara garis besar perkembangan transportasi udara rata-rata nasional sebesar 14%. Pelita III rata-rata nasional 16% begitu dinamisnya perkembangan angkutan udara, barang tentu pelabuhan-pelabuhan udara juga harus menyesuaikan dengan permintaan, landas pacu diperpanjang, taxi way diperlebar dan ditambah, apron lebih diperluas, tempat parkir kendaraan diperluas, bangunan terminal diperluas. Semua tentu memerlukan tanah pengembangan, baik untuk memperluas fasilitas yang telah ada, maupun membangun fasilitas baru yang dibutuhkan. I.5. Adanya Lapangan Terbang Lain Ketika mengadakan pilihan lokasi untuk menentukan sebuah lapangan baru, atau menambah landas pacu baru, perlu dipertimbangkan adanya lapangan terbang lain yang berada di sekitarnya. Lapangan terbang harus memiliki jarak yang cukup jauh satu sama lain. Untuk memberikan ruang lingkup yang cukup jauh satu sama lain, untuk maneuver saat akan mendarat pada suatu lapangan terbang dan gangguan gerak atau naik turun pesawat di lapangan terbang lain. Jarak minimum antar pelabuhan udara tergantung pada volume dan tipe lalu lintas serta apakah pelabuhan udara itu mempunyai perlengkapan operasi lapangan terbang dengan kondisi jarak pandang yang jelek Instrument Flight Rule (IFR) Dalam kondisi jarak pandang yang jelek, manuver pesawat diudara sangat berbelit dan hampir-hampir tanpa batasan. Sebaliknya pada pelabuhan udara berinstrument, kondisi penerbangannya diatur oleh pengatur lalu lintas udara (PLLU), melalui radar, diadakan pemisahan horizontal dan vertical antar pesawat, dituntun satu persatu untuk mendarat di landas pacu. Jarak pelabuhan udara yang terlalu dekat, bukannya meningkatkan kapasitas landasan untuk mendarat pesawat bahkan akan saling merintangi bahkan bila pelabuhan udara itu mempunyai instrument sekalipun akan berkurang kapasitasnya.

Bisa dimengerti bahwa perancang lapangan terbang bukan hanya tahun ilmu merancang, bukan tahu ilmu teknik sipil, tapi harus tahu ilmu merancang, tahu kendaraan udara, tahu mengenai lalu lintas udara (Air Traffic Controlling). I.6. Halangan Sekeliling (Surrounding Obstruction) Lokasi pelabuhan udara harus dipilih sedemikian rupa, hingga bila diadakan pengembangan, bebas halangan atau halangan mudah dihilangkan. Lapangan terbang harus dilindungi dengan peraturan yang ketat agar orang tidak sembarangan membangun apa saja yang merupakan halangan bagi penerbangan. Terutama daerah Approach area pengawasan harus seketat-ketatnya. Kita belum tahu perkembangan teknologi pesawat di masa depan yang beroperasi serta syarat-syarat pengoperasiannya, maka kebutuhan untuk operasi dari teknologi pesawat maka ini harus dipenuhi. Itu syarat minimal yang dibutuhkan bagi operasi pesawat dimasa depan. Tentu sangat mustahil bila diminta untuk menguasai dan menyebabkan tanah diperpanjang landasan agar orang tidak membangun sembarang disitu. Maka yang paling tepat adalah pengaturan tata ruang, yang didukung oleh undang-undang, atau paling kurang peraturan daerah. Begitu pilihan lokasi lapangan terbang sudah ditentukan. Clearance yang dibutuhkan approach area pada perpanjangan As landas pacu secara detail diberikan dalam : FAA FAR Part 77 Obstruction Clearance Requirement ICAO Anex 14

Pada dasarnya keduanya sama dengan beberapa pengecualian yang tidak berarti. Tetapi bila dana terbatas tidak cukup untuk membeaskan, bila daerah ini disewa untuk jangka panjang, tidak dibangun apapun merupakan tanah kosong. Ini untuk pelabuhan udara di kota besar. Untuk pelabuhan di daerah tanah-tanah, begini masih merupakan tanah Negara. I.7. Pertimbangan Ekonomi Penyajian rancangan induk tentu memberikan beberapa pilihan kemungkinan pilihan lokasi, ada perbandingan-perbandingan ditinjau secara

ekonomis lokasi yang berada pada tanah rendah. Lebih rendah dari sekelilingnya, membutuhkan penggusuran dan seterusnya. Berbagai alternatif lengkap dengan perhitungan volume dan biaya diberikan. Tentu saja pilihan lokasi jatuh kepada tempat dengan ongkos pembangunan yang murah. I.8.Tersedianya Utilitas Sebuah lapangan terbang terutama yang besar membutuhkan utilitas yang besar pula. Perlu tersedianya air minum dan air gelontor, tegaga listrik. Sambungan telepon, bahan bakar minyak. Dalam pembuatan rangangan induk tentu penyediaan utilitas harus dipertimbangkan pula. Dari mana air minum, dari mana air untuk menggelontor WC. Tenaga listrik selain dari PLN harus ada tenaga cadangan bila sambungan PNS putus, padahal pelabuhan udara serta peralatannya harus tetap beroperasi. Bahan bakar bisa disalurkan melalui pipa dan keluar diapron, merupakan hidran atau dibawa dengan truk tanki saluran telepon harus ada. Air limbah harus dipikirkan pembuangannya limbah kakus harus dibuatkan pipa tersendiri agar tidak terjadi pencemaran.

BAB II KONFIGURASI LAPANGAN TERBANG 2.1. Konfigurasi Laporan Terbang Pacu Konfigurasi lapangan terbang adalah jumlah dan arah (orientasi) dari landasan penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang berkaitan dengan landasan itu. Jumlah landasan tergantung pada volume lalu lintas, dan orientasi landasan tergantung kepada arah angin dominan yang tertiup, tetapi kadangkadang juga luas tanah yang tersedia bagi pengembangan ada pengaruhnya. Bangunan terminal ditempatkan sedemikian rupa sehingga penumpang mudah dan cepat mencapai landasan. Pada dasarnya landasan dan penghubungan taxiway diatur sedemikian, sehingga :
a. Memenuhi persyaratan separation pemisahan lalu lintas udara. b. Gangguan operasi satu pesawat lainnya serta penundaan di dalam

pendaratan, taxiway serta lepas landas minimal. c. Pembuatan taxiway dari bangunan terminal menuju ujung landasan untuk lepas landas dipilih yang paling pendek.
d. Pembuatan taxiway memenuhi kebutuhan hingga pendaratan pesawat

dapat secepatnya mencapai bangunan terminal. Pada lapangan terbang yang sibuk dibuat area holding atau apron run-up berbatasan dengan ujung landasan untuk siap lepas (holding bay). 2.2. Konfigurasi Landas Pacu Banyak macam konfigurasi landas pacu, sebagian konfigurasi adalah kombinasi dasar. Konfigurasi dasar adalah : a. Landasan tunggal b. Landasan paralel

c. Landasan dua jalur d. Landasan berpotongan e. Landasan terbuka V 2.2.a. Landasan Tunggal Adalah konfigurasi yang paling sederhana, sebagian besar lapangan terbang di Indonesia adalah landasan tunggal. Telah diadakan perghitungan bahwa kapasitas landasan tunggal dalam kondisi Visuil Flight Rule (VFR), antara 45-100 gerakan tiap jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rule) kapasitasnya berkurang menjadi 40-50 gerakan tergantung pada komposisi pesawat campuran dan tersedianya alat bantu navigasi. 2.2.b. Landasan Paralel Landasan sejajar terutama tergantung kepada jumlah landasan dan pemisahan atau penjarakan antara dua landasan. Yang biasa adalah dua landasan sejajar (cengkareng) atau empat landasan sejajar. Jarak landasan sejajar tiga. Sampai saat ini belum ada landasan lebih dari empat, tampaknya orang juga tidak akan membangun landasan sejajar lima atau enam karena membutuhkan tanah yang luas dan dengan landasan sejajar empat, orang masih bisa mengatur lalulintas udara bagaimanapun sibuknya, dilain pihak bila ada 5 atau 6 landasan sejajar pengaturan lalulintas udara akan semakin rumit, serta ruang udara yang diperlukan untuk Holding sangat luas. Penjarakan ada antara dua landasan sejajar sangat bermacam-macam. Penjarakan landasan dibagi menjadi tiga :
1. Berdekatan (close) 2. Menengah (Intermediate) 3. Jauh (far)

Tergantung kepada tingkat Ketergantungan antara dua landasan dalam kondisi IFR.
1. Landasan sejajar berdekatan (close) mempunyai jarak sumbu ke sumbu

700ft = 213m (untuk lapangan terbang pesawat transport). Minimum sampai

3500ft = 1.067m. Dalam khusus kondisi IFR Operasi Penerbangan pada suatu landasan tergantung pada landasan lain.
2. Landasan sejajar menengah (Intermediate) dipisahkan dengan jarak

3.500ft = 1.067m sampai 5.000ft = 1.524m. Dalam kondisi IFR kedatangan pada satu landasan tidak tergantung pada keberangkatan pada landasan yang lain.
3. Landasan sejajar jauh (far) dipisahkan dengan jarak 4300ft = 1310m atau

lebih. Dalam kondisi IFR dua landasan dapet beroperasikan tanpa tergantung satu sama lain untuk kedatangan maupun keberangkatan pesawat. Dengan kemajuan teknologi, dimasa depan, pemisahan untuk operasi bersama penerbangan pada landasan sejajar dapat dikurangi. Apabila bangunan terminal ditempatkan diantara dua landasan sejajar, landasannya dipisahkan jauh, sehingga tersedia ruang untuk bangunan, apron didepan terminal dan taxiway penghubung. Untuk landasan sejajar empat, pasangan-pasangan dibuat close (berdekatan). Dari dua pasangan yang close dipisahkan jauh (far) untuk menempatkan bangunan terminal diantaranya. Kapasitas landasan setiap jamnya dari pemisahan close, intermediate dan far dapat bervariasi dari 100 gerakan pesawat sampai 200 gerakan dalam kondisi VFR, tergantung kepada komposisi campuran pesawat General Aviation. Pemisahan tidak mempengaruhi kapasitas, dalam penerbangan kondisi VFR, kecuali kalau ada pesawat-pesawat besar. Keterangan mengenai ini bisa dibaca dalam bab peraturan pemisahan lalulintas udara pada terbitan ICAO ANNEX 11 Air Traffic service. Dalam kondisi penerbangan IFR kapasitas landasan sejajar dengan pemindahan close bervariasi antara 50 sampai 60 gerakan tiap jam tergantunga kepada komposisi pesawat campuran untuk pemisahan intermadate kapasitasnya 75 sampaai 80 gerakan perjam dan pemisahan jauh variasi antara 80 sampai dengan 105 gerakan setiap perjamnya. Pada suatu saat karena alasan tertentu, mungkin kita perlu mengadakan pergeseran threshold landasan sejajar, sehinga ujung landasan tidak pada suatu

garis. Alasan penggeseran bisa bermacam-macam antara lain bentuk tanah yang tersedia untuk membangun landasan atau bentuk memperkecil jarak taxi pesawat mendarat dan lepas landas. 2.2.c. Landasan Bersilangan Banyak lapangan terbang (di luar negeri) mempunyai dua atau tiga landasan dengan arah (direction) berlainan, berpotongan satu sama lain, landasan demikian mempunyai patron-patron bersilangan-bersilangan. Landasan bersilangan diperlukan jika angin yang bertiup keras lebih dari satu arah yang akan menghasilkan tiupan angin berlebihan bila landasan mengarah kesatu masa angin. Pada saat angin bertiup kencang satu arah maka akan hanya satu landasan dari dua landasan yang bersilangan bisa digunakan, ini memang mengurangi kapasitas tetapi lebih baik dari pada peasawat tidak bisa mendarat disitu. Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots) maka kedua landasan bisa dipakai bersama-sama. Kapasitas dua landasan yang bersilangan bergantung sepenuhnya dibagian mana landasan itu bersilangan (ditengah, diujung) serta cara operasi penerbangan yaitu strategi dari pendaratan dan lepas landas. Persilangan makin jauh dari ujung lepas dan threshold pendaratan kapasitasnya berkurang kapasitas terbesar diperoleh bila bersilangan sedekat mungkin kepada ujung awal lepas landas dan threshold pendaratan strategia yang diperlukan dengan kapasitas yang dicapai 60-70 gerakan perjam dalam kondisi IFR dan 70-175 gerakan dalam kondisi VFR tergantung pada campuran pesawat. Kapasitas kondisi IFR 45-60 gerakan perjam dan kapasitas VFR antara 50-100 perjam, kapasitas IFR antara 40-55 per jam dan kapasitas VFR antara 60100 per jam. Sejauh ini diharapkan perancang menghadiri perencanaan landasan bersilangan. 2.2.d. Landasan Dua Jalur Landasan dua jalur terdiri dari dua landasan yang sejajar dipisahkan berdekatan (700ft - 2499ft) dengan exit taxiway secukupnya. Walaupun kedua

landasan dapat dipakai untuk operasi penerbangan campuran tetapi operasinya diatur. Landasan dengan terminal untuk keberangkatan pesawat dan landasan jauh untuk kedatangan pesawat. Diperhitungkan bahwa landasan dua jalur dapat melanyani 70% lalulintas lebih banyak daripada landasan tunggal dan kondisi VFR dan sekitar 60% lebih banyak lalulintas pesawat daripada landasan tungal dalam kondisi IFR. Didapat kenyataan bahwa kapasitas landasan untuk pendaratan dan lepas landas begitu peka terhadap pemisahan sumbu landasan antara dua landasan bila pemisahan antara 1000-2499 ft. Maka dianjurkan untuk memisahkan dua landasan dengan jarak tidak kurang dari 1000 ft bila disitu akan dipakai melayani pesawat-pesawat komersil. Dengan jarak ini dimungkinkan juga pemberhentian pesawat di taxiway antara dua landasan tanpa menggangu operasi gerakan pesawat di landaskan. Untuk memperlancar bisa juga dibangun taxiway sejajar namun tidak terlalu pokok. Keuntungan utama dari landasan dua jalur adalah bisa meningkatkan kapasitas dalam kondisi IFR tanpa menambah luas tanah. 2.2.e. Landasan Terbuka Landasan dengan arah divergen tetapi tidak saling berpotongan disebut landasan V terbuka. Seperti halnya pada landasan bersilangan landasan V terbuka dibentuk karena arah angin keluar dari banyak arah. Ketika angin bertiup kencang dari satu arah maka landasan hanya bisa dioperasikan satu arah saja sedangkan pada keadaan angin bertiup lembut landasan dua-duanya bisa dipakai bersama-sama. Strategi yang menghasilkan kapasitas terbesar bila operasi penerbangan divergen. Dalam IFR kapasitasnya antara 60-70 gerakan perjam tergantung pada campuran pesawat dalam VFR kapasitasnya 80-200 gerakan per jam. Bila operasi konvergen kapasitasnya sangat berkurang menjadi 50-60 dalam IFR dan 50-100 dalam VFR. Dilihat dari segi kapasitas dan pengaturan lalulintas udara konfigurasi landasan tunggal adalah yang paling disenangi operasi dari dua arah menghasilkan

kapasitas terbanyak dibandingkan konfigurasi yang lain. Bagi pengatur lalulintasnya menyarankan pesawat dengan arah tunggal jauh lebih sederhana dibandingkan banyak arah. Maka hanya satu landasan dari dua landasan yang bersilangan bisa digunakan. Ini memang mengurangi kapasitas tetapi lebih baik daripada pesawat tidak bisa mendarat disitu. Bila angin bertiup lemah (kurang dari 20 knots atau 13 knots) maka kedua landasan bisa dipakai bersama-sama. Kapasitas dua landasan yang bersilangan serta cara operasi penerbangan dengan kapasitas terbesar yang diperoleh bila persilangan sedekat mungkin kepada ujung awal lepas landas dan threshold pendaratan.

BAB III PERENCANAAN LAPANGAN TERBANG Tujuan-tujuan Perencanaan Rancangan induk adalah konsep pengembangan lapangan terbang ultimate. Pengertian pengembangan bukan saja di dalam lingkungan lapangan terbang, tetapi seluruh area lapangan terbang, di dalam dan diluar, sekitar operasi penerbangan dan tata guna lahan sekitarnya. Airport Master Plan FAA No.AC 150/5070-6 dan ICAO airport planning manual part 1 document No.1984 edisi tahun 1977. Tujuan umum dari rancangan induk adalah untuk memberikan pedoman untuk pengembangan dikemudian hari yang memadai bagi operasi penerbangan yang selaras dengan lingkungan dan pengembangan masyarakat serta moda transportasi yang lain. Lebih detail, rancangan induk memberikan pedoman untuk :
a. Pengembangan fasilitas physic sebuah lapangan terbang.

b. Tata guna lahan dan pengembangannya di dalam dan disekitar lapangan terbang. c. Menentukan pengaruh lingkungan dari pembangunan lapangan terbang dan operasi penerbangan d. Pembangunan untuk kebutuhan jalan masuk e. Pengembangan kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya yang menghasilkan uang bagi pelabuhan udara yang bisa dikerjakan. f. Pembagian phase dan kegiatan prioritas yang bisa dilaksanakan sesuai rancangan induk. Rancangan lapangan terbang, disusun berdasarkan kepada banyak sekali kriteria dan prosedure untuk pengevaluasian banyak daripadanya masih merupakan hasil pemikiran-pemikiran yang logis. Penyusunan urutan-urutan prioritas dan kemungkinan (alternative) serta pertimbangan dari alternatif.

Jangka ramalan makin jauh, ketepatan dan ketelitiannya menyusut, maka perlu disadari bahwa ramalan jangka panjang 20 tahun hanyalah pendekatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran lapangan terbang : Performance Characteristic Macam dan besarnya pesawat serta sifatnya perlu diketahui yang penting adalah ukuran pesawat. Besarnya pesawat terbang mempengaruhi tempat parkir atau parking apron dan hangga. Kapasitas pesawat menentukan besarnya satuan stasiun gedung gudang barang dan juga mempengaruhi panjang runway. Panjang runway ini ditentukan pesawat terbang. Faktor Meteorologi Arah runway sesuai dengan jurusan yang paling besar. Hal ini sangat menentukan banyak menguntungkan karena dapat mengganggu, tempearut setempat mempengaruhi panjangnya runway. Hal ini disebabkan kekuatan desak dari pesawat akan berkurang jika temperatur tinggi. Temperatur yang dipakai sebagai perbandingan normal adalah 15C, jika kenaikan 1% maka runway bertambah 1% pula. Jumlah Movement (banyaknya lalu lintas) Besarnya lalu lintas sangat utama dalam mempengaruhi banyaknya runway dan besarnya tempat parkir, satu runway dapat melayani 20 pesawat perjamnya. Tinggi Lapangan Terbang Jika lapangan terbang letaknya lebih tinggi dari permukaan laut, hawanya semakin tipis dari hawa laut maka membutuhkan runway yang lebih panjang. Setiap kenaikan 1000 ft atau 300 m dari permukaan laut, sea level diperlukan penambahan runway sebesar 7%.

Suara (Noise) Faktor ini sangat penting sekali apabila lokasi pesawat berada di dekat kota. Apabila pesawat terbang akan take off dan landing, angin berhembus ke arah kota maka akan menimbulkan kebisingan pada kota itu. Jalan keluarnya membuat runway saling bersilang. Langkah-langkah perencanaan angin (Wind Rose) Ketika mengadakan pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat mengadakan pendaratan dan lepas landas, dan manuver sejauh komponen angin samping (cross wind) tidak berlebihan. Maxium cross wind yang diizinkan tergantung bukan saja kepada ukuran pesawat, tetapi juga kepada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan. Sesudah dipilih komponen cross wind maximum yang diizinkan arah landasan yang paling memenuhi syarat bisa ditentukan dengan mengadakan perhitungan dari karakter angin dari kondisi-kondisi dibawah ini.
a. Seluruh liputan angin tanpa mengindahkan pengaruh jarak pandangan atau

tingginya awan (cloud celling) b. Kondisi angin ketika tinggi awan antara 200 feet dan 100 feet dan atau jarak penglihatan antara 1 sampai 3m. Dari data ini kita buat wind rose Prosentase angin yang berkaitan dengan arah yang bisa memenuhi persyaratan 96% (dari waktu) dengan berbagai kecepatan diberi tanda arsiran, seperti pada sektor yang diarsir dari cross wind yang diizinkan. Dengan batas lingkaran 13 knot, putar daerah dengan pusat lingkaran sebagai sumbu, dari tiap kedudukan, hitung prosentase waktu dari tiupan angin. Prosedure ini masih memberikan hasil dengan ketepatan yang baik. Arah mata angin lingkaran terluar dari wind rose, yang dipotong oleh suatu landasan yaitu garis yang melalui pusta lingkaran, inilah arah landasan. Data daerah angin biasanya ditunjukkan dengan utara sebenarnya (true north, padahal yang dipakai dalam penerbangan adalah utara magnetis, maka perlu diadakan penyesuaian.

Tampak bahwa landasan dengan arah 150-330 (selatan 30 Timur sebenarnya), memberikan operasi 95 dari waktu, mempunyai komponen cross wind tidak lebih dari 13 knots (15 mph). Menguji data angin selama jarak penglihatan yang dibatasi seperti dikemukakan di atas (ceiling antara 200-1000ft) dan jarak penglihatan antara dan 3ml) dan plotlah kondisi ini pada wind rose. Dari analisa ini dapat dipastikan apakah landasan dapat dipakai untuk operasi pesawat pada 95% dari waktu ketika terjadi kondisi visibility dengan pembatasan. Analisanya juga dapat akan menghasilkan informasi persentase waktu dari tiap-tiap kondisi yang menentukan. Sebagai contoh pengamatan arah angin yang bertiup dari satu ke satu arah mata angin saja, yaitu timur laut. Jumlah total pengamatan untuk ke segala arah mata angin 24.081 buah. Dari sini diambil 1.106 adalah mata angin yang kita tinjau Timur Laut. Data yang lain ditabulasi karena proses menghitungnya yang kita tinjau dari Timur Laut. Data yang ditabulasi karena proses menghitungnya sama dengan yang Timur Laut ini. Ceiling bervariasi antara 0 sampai 100 ft dianggap berketinggian 100 ft, ceiling antara 100 ft 250 ft dianggap 200 ft dan seterusnya, serta ceiling 950 ft dianggap 1000 ft. Ketika angin bertiup dari timur laut dengan kecepatan bervariasi antara 5-9 mil/jam, ceiling antara 0-150 ft dan jarak penglihatan antara 0-1/4 mil. Koreksi Panjang Runway Setelah kita menentukan arah runway, yaitu dengan memilih alternatifalternatif yang nilai totalnya paling besar karena arah runway harus searah dengan hembusan angin yang paling besar atau dominan sepanjang tahun. Langkah selanjutnya adalah mengkoreksi panjang runway, dalam hal ini panjang runway harus dikoreksi terhadap pengaruh lingkungan yaitu : a. Tinggi lokasi bandara dari muka air laut Sebenarnya pihak perusahaan pesawat (mesin pesawat) sudah mencantumkan panjang runway yang aman digunakan pesawat tersebut untuk

lepas landas, runway tersebut amat dipakai pada ketinggian 0 meter dari muka air laut. Dalam hal ini apabila kita membangun lapangan terbang yang lokasinya lebih tinggi dari 0m, maka pasang laut berupa harus dikoreksi terhadap ketinggian muka air laut. Pengaruh ketinggian dari muka air laut berarti setiap kenaikan 1000ft atau 300m. Pasang runway dasar harus dikoreksi 7% dan dinyatakan dalam rumus : Fe = 1 + (0,7 H/300) (3.1) Fe = 1 + (0,07 H/1000) (3.2) Rw aman = R dasar x fe (3.3) Keterangan : Fe = faktor koreksi pengaruh ketinggian (bila satuannya m) H = ketinggian dari muka air laut (bila satuannya Ft) Rw dasar = panjang runway yang ditentukan oleh pabrik pesawat terbang. b. Temperatur ditempat yang akan dibangun lapangan terbang Pengaruh temperatur mempengaruhi panjang runway atau runway harus dikoreksi sebesar 1% terhadap temperatur lokasi di bandara, panjang runway dasar harus dikoreksi apabila suatu lokasi di bandara suhunya lebih dari 15C setiap kenaikan 1000ft dan dapat dinyatakan dengan rumus : Ft = 1 + 0,01 (15 0,0065 H) (3.4) Tr = Ta + (1/3) (Tm-Ta) (3.5) Rw aman = Rw dasar x Ft (3.6) Data suhu ini minimal 5 tahun terakhir, jadi baik Ta dan Tm dicari minimal 5 tahun terakhir, harga Ta maupun TM merupakan rata-rata. Keterangan : Ft = Faktor koreksi karena perubahan suhu udara H = Ketinggian dari muka laut Ta = Suhu harian rata-rata dari bulan terpanas dalam 1 tahun

Tm = suhu rata-rata bulanan dari suhu harian terpanas. Rw dasar = Panjang runway yang ditentukan oleh politik pabrik pesawat terbang.
c. Gradien efektif (kemiringan memanjang runway)

Pengaurh gradien efektif menyebabkan panjang runway dasar harus dikoreksi sebesar 10% dan dinyatakan dengan rumus sbb : Fg = 1 + 0,1 g (3.7) Rw aman = Rw dasar x Fg (3.8) Keterangan : Ft = Faktor koreksi pengaruh dari gradien efektif G = gradien efektif yang dinyatakan dalam persen Rw dasar = panjang runway yang ditentukan pabrik pesawat terbang. Untuk keselamatan penerbangan dari ketiga pengaruh lingkungan diatas harus diambil nilai yang terbesar atau runway yang terpanjang.

BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN WIND ROSE Hal utama dalam perencanaan lapangan terbang adalah perhitungan wind rose untuk mengetahui arah landasan pacu (runway). Karena di runway terletak keselamatan penerbangan baik untuk lepas landas (take off) maupun mendarat (landing). Data yang dimiliki dalam perencanaan ini adalah : Tabel 1. Data Angin (Wind Rose) Wind direction N NNE NE ENE E ESE SE SSE S SSW SW WSW W WNW NW NNW Angin calm Prosentase of wind (4-15) mph 3,73 2,60 0,34 0,9 2,12 1,19 0,65 2,32 0,99 2,18 1,60 1,43 2,22 2,32 1,98 1,02 (0-4) (15-31) mph (31-47) mph (47-52) mph 1,35 1,62 0,45 0,38 1,3 1,34 1,31 2,05 4,36 1,65 1,02 0,22 1,32 3,26 0,22 1,2 Total 8,05 6,48 4,41 4,65 6,01 5,39 7,27 8,78 10,39 6,45 5,07 2,75 7,05 7,32 2,82 5,31 1.80 100%

1,85 1,12 1,01 1,25 2,82 0,8 1,07 2,3 1,09 1,5 1,24 1,62 3,66 1,65 1,5 2,91 1,32 3,72 1,84 0,78 1,35 1,10 0,80 0,3 1,65 1,86 0,92 0,82 0,32 0,30 1,13 1,00 Total 1. Alternatif I (Berorientasi pada arah N-S) Angin Calm = 3.5% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59%

Kecepatan angin (15-31) Mph = 1.85+1.01+2.82+3.66+1.50+1.32+1.48+1.35 +0.32+1.13= 16.44% Kecepatan angin (31-47) Mph = 1.12+1.25+2.91+3.72+0.78+1.00 = 10.78% Kecepatan angin (47-52) Mph = 1.35+1.62+2.05+4.36+1.65+1.20 = 12.23% Total = 68.84%

2. Alternatif II (Berorientasi pada arah NNE-SSW) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 1.01+2.82+1.70+1.50+1.32+1.48+1.35+0.80 +1.13+1.85= 14.33% Kecepatan angin (31-47) Mph = 1.25+0.80+3.72+0.78+1.10+1.12 = 8.77% Kecepatan angin (47-52) Mph = 1.62+0.45+4.36+1.65+1.02+1.35 = 10.94% Total = 62.94% 3. Alternatif III (Berorientasi pada arah ENE-WSW) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 2.82+1.07+0.09+1.32+1.84+1.35+0.80+1.65 +1.85+1.01= 14.44% Kecepatan angin (31-47) Mph = 0.8+2.30+0.78+1.10+0.30+1.25 = 6.53% Kecepatan angin (47-52) Mph = 0.45+0.38+1.65+1.02+0.22+1.62 = 5.34% Total = 55.70% 4. Alternatif IV (Berorientasi pada arah ENE-SSW) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 1.07+1.09+1.24+1.48+1.35+0.80+1.65+0.92 +1.01+2.82= 13.43% Kecepatan angin (31-47) Mph = 2.30+1.50+1.10+0.30+1.86+0.80 = 7.86% Kecepatan angin (47-52) Mph = 0.38+1.30+1.02+0.22+1.32+0.45 = 4.69% Total = 55.37% 5. Alternatif V (Berorientasi pada arah E-W) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 1.09+1.24+3.66+1.35+0.80+1.65+0.92+0.32 +2.82+1.07= 14.92% Kecepatan angin (31-47) Mph = 1.50+1.62+0.30+1.86+0.82+2.30 = 8.40% Kecepatan angin (47-52) Mph = 1.30+1.34+0.22+1.32+3.26+0.38 = 7.82% Total = 60.53%

6. Alternatif VI (Berorientasi pada arah ESE-WNN) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 1.24+3.66+1.50+0.80+1.65+0.92+0.32 +1.13+1.07+1.09= 13.38% Kecepatan angin (31-47) Mph = 1.62+1.65+1.86+0.82+0.30+1.50 = 7.75% Kecepatan angin (47-52) Mph = 1.34+1.31+1.32+3.26+0.22+1.30 = 8.75% Total = 59.27% 7. Alternatif VII (Berorientasi pada arah SE-NW) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 3.66+1.50+1.32+1.65+0.92+0.32 +1.13+1.85+1.09+1.24= 14.68% Kecepatan angin (31-47) Mph = 1.65+2.91+0.82+1.30+1.00+1062 = 9.30% Kecepatan angin (47-52) Mph = 1.31+2.05+3.26+0.22+1.20+1.34 = 9.38% Total = 62.75% 8. Alternatif VIII (Berorientasi pada arah SSW-NNW) Angin Calm = 1.80% Kecepatan angin (4-15) Mph = 27.59% Kecepatan angin (15-31) Mph = 1.50+1.32+1.84 +0.92+0.32+1.13+1.85+1.01 +1.24+3.66= 14.75% Kecepatan angin (31-47) Mph = 2.91+3.72+0.30+1.00+1.12+1.65 = 10.70% Kecepatan angin (47-52) Mph = 2.05+4.36+0.22+1.20+1.35+1.31 = 10.49% Total = 65.33% Dari alternatif diatas yang paling maksimum adalah alternatif I dengan total angin sebesar 68.84%. Maka arah Wind Rose adalah N-S (0 180)

BAB V PERHITUNGAN KOREKSI PANJANG RUN WAY Untuk menentukan panjang landasan pesawat (runway) sudah ada data yang dibuat ICAO seperti terlampir pada tabel berikut : Tabel 2. Data Perhitungan Runway Airf Craft DC 9 32 DC 8 61 B 737 200 DC 10 10 B 747 B Panjang Runway (m) 2.286 3.352,8 1.706,88 2.743,2 3.352,8

Dari kelompok jenis pesawat tersebut diambil runway yang paling panjang yaitu pesawat B 747 B dengan panjang 3.352,8.
5.1 Koreksi Panjang Runway

Koreksi panjang pesawat jenis B 747 B dengan runway 3.352 8 m. Panjang landasan tersebut didaerah datar menurut ketentuan ICAO harus dilakukan koreksi, yaitu : 5.1.a. Koreksi Sea Level (Tinggi Muka Air Laut) Fe = 1 + (0.07 h / 300) = 1 + (0.07.250 / 300) = 1 + 0.05833 = 1.05833

Rw aman = Rw dasar x FE = 3.352,8 x 1.05833 = 3548.3688 m 5.1.b. Koreksi Terhadap Temperatur Tabel 3. Data Temperatur Dilokasi Bandara Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 Rata-rata TR = Ta + (1/3 (TM TA) = 28.30 + (1/3 (33.12 28.30)) = 28.30 + 1.6067 = 29.9067 Ft = 1 + 0.001 {TR (15 0.0065 h)} = 1 + 0.01 {29.9067 (15 0.0065 . 250)} = 1 + 0.01 (29.9067 13.375} = 1 + 0.01 (16.5317) = 1 + 0.165317 = 1.165317 Rw aman = Rw dasar x Ft = 3.352,8 x 1.165317 = 3.907.0748 m 4.000 m T1 28,30 27,60 28,20 29,10 28,30 28,30 T2 32,40 31,80 33,80 34,10 33,50 33,12

5.1.c. Koreksi Terhadap Gradien Efektif

Fg = 1 + 0.1 g = 1 + 0.1 (0.047) = 1 + 0.0047 = 1.0047 Rw aman = Rw dasar x FE = 3.352,8 x 1.0047 = 3.368.558 m Dari perhitungan diatas diambil Rw aman yang terpanjang yaitu sebesar 4.000 m. Data-data pesawat B 747 B Maksimum landing weight Maksimum take of weight Bentang sayap Panjang pesawat Jarak roda Jarak antara roda pendaratan Berat kosong operasi Berat bahan bakar Jumlah dan tipe mesin Panjang landasan pacu Muatan maksimum penumpang : 564.000 pin : 775.000 pon : 19509 : 22902 : 8400 : 3601 : 365.800 pon : 526.000 pon : 4 Tf : 11.000 kaki : 362 490

BAB IV PERHITUNGAN GALIAN DAN TIMBUNAN 6.1 Luas Lokasi Luas = 800 Ha = 80000 m2 Dibuat dalam persegi dengan : P = 400 m L = 200 m Dalam skala 1 : 50.000 diperoleh gambar pada kontur dengan : P = 8 cm L = 4 cm 6.2 Ketinggian Titik Rumus : x = a + b/c . d dimana : x = titik tinggi yang dicari a = kontur terendah b = jarak dari a ke titik c = jarak dari a ke kontur berikutnya d = selisih kontur

Contoh perhitungan : Titik A : Diketahui a = 28 m b = 0.15 m Maka : x = 28 + 0.15/1.9 . 1 = 28.10 m Untuk perhitungan titik selanjutnya ditabelkan Tabel 4. Data Ketinggian Titik (Tanah) Titik A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 D1 D2 D3 E1 E2 E3 F1 F2 F3 G1 G2 G3 H1 H2 H3 I1 I2 I3 J1 a 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 28 29 29 29 29 29 29 29 29 30 30 30 30 30 30 30 30 30 b 0,15 0,30 0,60 0,60 0,80 0,90 1,10 1,30 1,50 1,60 1,80 0,10 0,30 0,60 0,50 0,80 1,10 1,00 0,30 0,50 0,80 0,50 1,00 1,40 1,00 c 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,90 1,30 1,10 1,30 1,20 1,20 1,30 6,20 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 d 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 x = a + b/c . d 28,10 28,20 28,30 28,30 28,40 28,50 28,60 28,70 28,80 28,80 28,90 29,10 29,00 29,20 29,50 29,40 29,70 29,90 29,80 30,00 30,00 30,00 30,10 30,10 30,10 30,20 30,20 30,20 c = 1.9 m d=1m

J2 J3 K1 K2 K3 L1 L2 L3 M1 M2 M3 N1 N2 N3 O1 O2 O3 P1 P2 P3 Q1 Q2 Q3 R1 R2 R3 S1 S2 S3

30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 29 29

1,50 1,80 1,50 2,00 2,30 2,00 2,50 2,80 2,50 3,00 3,30 3,00 3,50 3,80 3,50 4,00 4,30 3,90 4,50 4,80 4,50 5,00 5,30 4,80 5,30 5,80 0,90 1,10 1,30

5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 5,10 5,70 6,20 1,20 1,30 1,40

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

30,30 30,30 30,30 30,40 30,40 30,40 30,40 30,50 30,50 30,50 30,50 30,60 30,60 30,60 30,70 30,70 30,70 30,80 30,80 30,80 30,90 30,90 30,90 30,90 30,90 30,90 29,80 29,80 29,90

Tabel 5. Data Perhitungan Volume Timbunan Titik A1-A2-A3 B1-B2-B3 C1-C2-C3 D1-D2-D3 E1-E2-E3 F1-F2-F3 G1-G2-G3 H1-H2-H3 I1-I2-I3 J1-J2-J3 K1-K2-K3 L1-L2-L3 M1-M2-M3 N1-N2-N3 O1-O2-O3 P1-P2-P3 Q1-Q2-Q3 R1-R2-R3 S1-S2-S3 Total Luas Timbunan (m2) 780 685 540 425 575 75 2.780 Stroke 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 Perhitungan (780 + 685) . 250 (685 + 540) . 250 (540 + 425) . 250 (425 + 275) . 250 (275 + 75) . 250 (75 + 0) . 250 Volume Timbunan (m3) 183.125 153.125 120.625 87.500 43.750 9.375 597.500

Tabel 6. Data Perhitungan Volume Galian Titik A1-A2-A3 B1-B2-B3 C1-C2-C3 D1-D2-D3 E1-E2-E3 F1-F2-F3 G1-G2-G3 H1-H2-H3 I1-I2-I3 J1-J2-J3 K1-K2-K3 L1-L2-L3 M1-M2-M3 N1-N2-N3 O1-O2-O3 P1-P2-P3 Q1-Q2-Q3 R1-R2-R3 S1-S2-S3 Total Luas Galian (m2) 6,25 75 135,5 187,5 237,5 287,5 312,5 350 400 450 500 550 550 12,5 Stroke 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 Perhitungan (0 + 6,25) . 250 (0 + 6,25) . 250 (75 + 135,5) 250 (135,5 + 187,5) . 250 (187,5 + 237,5) . 250 (237,5 + 287,5) . 250 (287,5 + 312,5) . 250 (312,5 + 350) . 250 (350 + 400) . 250 (400 + 450) . 250 (450 + 500) . 250 (500 + 550) . 250 (550 + 550) . 250 (550 + 12,5) 250 Volume Galian (m3) 781,25 10156,25 26522,5 40625 53125 65625 75000 82812,5 93750 106250 118750 131250 137500 70312,5 1.012.500

BAB IV PERHITUNGAN PERKERASAN Komponen pokok dalam perencanaan lapangan terbang adalah mengenai runway, taxiway, holding, apron dan perencanaan bangunan lainnya. Sehubungan dengan pembuatan layout dari lapangan terbang untuk perencanaan tebal perkerasan ini ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan.

1. CBR Tes Evaluation Termasuk dalam tahapan pelimenery survey untuk perencanaan tebal lapangan. Dalam penentuan nilai daya dukung tanah yang akan disesuaikan dengan data standar CBR. Ada dua macam cara yang dapat dipakai dengan penyelidikan di Laboratorium Mekanika Tanah atau penyelidikan di lapangan pengambilan contoh CBR dapat dilakukan dengan random sampling selain dengan sistem JICA dari Jepang. 2. Menentukan Kebal Perkerasan Sehubungan dengan besaran roda yang bekerja pada landasan perkerasan dibagi menjadi dua area : a. Critical Area Area di lapangan yang mengalami tekanan roda maksimum akibat pesawat terbang yang bergerak dengan kecepatan rendah bahkan berhenti sama sekali yaitu tetap pada apran, taxiway dan ujung runway. b. Non Critical Area Pada bagian ini pesawat bergerak dengan kecepatan tinggi misalnya pada waktu take of dan landing sehingga tekanan yang dialami sangatlah kecil sekali.

Perhitungan tebal perkerasan yang akan digunakan dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu : 1. Metode CBR (perkerasan lentur) 2. Metode FAA (perkerasan lentur) 3. Metode FAA (perkerasan kaku) Faktor-faktor yang mempengaruhi tebal perkerasan Tekanan pada pesawat, dalam hal ini berhubungan dengan besar operasi Kondisi tanah dasar, bila kondisi tanah bagus maka tebal perkerasan yang pesawat rencana. diperlukan tidak terlalu tebal jika dibandingkan pada lokasi jalannya jelek atau kurang bagus. Kualitas material yang digunakan. Annual deparatures atau jumlah penebangan setiap tahun atau kalau pada

jalan raya ini sama dengan volume lalu lintas. Sehubungan dengan besaran roda yang bekerja pada landasan, maka tebal perkerasan dibagi dengan dua cara : Critical area Non critical area

Diketahui jenis pesawat


DC-9-32, dengan berat lepas landas = 108.000 lbs DC-8-61, dengan berat lepas landas = 325.000 lbs B-737-200, dengan berat lepas landas DC-10-10, degnan berat lepas landas = 100.500 lbs = 430.000 lbs

B-747-B, dengan berat lepas landas = 775.000 lbs

7.1 Perhitungan Dengan Metode CBR Untuk menghitung tebalnya perkerasan, diambil nilai berat lepas landas yang terbesar yaitu berat lepas landas DC-9-32 dengan berat lepas landas 108.000 lbs.

Maksimum take of weight untuk pesawat DC-9-32 Beban tekanan pada roda pada note besar

68.900 kg : 108.000 lbs (1 kg = 0.638 lbs) (10% max take of weight) = 68.900 kg Besarnya tekanan main gear (90% x max take of weight) = 62.010 kg Main gear terdiri dari kanan dan kiri. 4 roda sebelah kanan dan 4 roda sebelah kiri.

1 gear menerima 1 gandar menerima 1 roda menerima 1 roda menerima

= 50% x 62.010 kg = 50% x 31.005 kg

= 31.005 kg

= 15.502,5 kg

= 75% x 15.502,5 kg = 11.626,875 kg = 50% x 11.626,875 kg = 5.813,437 kg

Dari hasil perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pesawat DC-9-32 termasuk kategori beban berat tipe A traffic area karena :

Pesawat ringan max take off weight < 150 ton Pesawat berat max take off weight > 150 ton

Beban gear ini untuk setiap kategori sebagai berikut : 25.000 lbs untuk kategori beban ringan 100.000 lbs untuk kategori beban sedang 265.000 lbs untuk kategori beban berat

Jadi perhitungan diatas diketahui untuk beban 1 gear = 31.005 kg . 348.750 lbs sehingga pesawat ini termasuk kategori beban berat. Diketahui data material yang digunakan dari tanah setempat : Tabel 7. Data Material Tanah Setempat Jenis Lapisan Base : I II Sub Base : I II Sub Grade Dipadatkan Tidak Dipadatkan Daya Dukung Tanah Dasar 45% 30% 8% 6% 7.4% CBR 80%

Untuk perencanaan tebal perkerasan masing-masing lapisan dapat dicari melalui tebal perencanaan perkerasan (tabel 6.3) dan kurva perkerasan fleksibel. Tabel 8. Data Ketebalan Base Dam Perkerasan Lapisan Sub Grade Dipadatkan Suba Base I Base I Surface CBR Rencana 8% 45% 80% Tidak dipakai Ketebalan (in) 65 18 9 6 Keterangan) Gambar 6.8 Gambar 6.8 Tabel 6.3 Tabel 6.3

Maka komposisi perkerasan adalah 5 in aspal beton untuk permukaan 9 in base course dari batu pecah 18 in subbase

Ketebalan total = 6 + 9 + 18 = 33 in Ketebalan total 33 > 65 in Maka rencana tebal lapisan Tebal lapisan surface (permukaan) Tebal lapisan base Tebal lapisan sub base = 6.00

= 9.00 = 18.00

S rfa u ce

6.0 " 0

B se a

9.0 " 0

3 .0 " 3 0

S bB se u a

1 .0 " 8 0

S bG d u ra e

(Satuan dalam inci)

Dari konversi diatas didapatkan annual deparatures = R1 = 20.43 + 199.087 + 17.986 + 359.697 + 3000 = 3.597,2 Dari grafik 6.16 maka didapat : Sub base 45% = 10 in Sub grade 8% = 39 in Sub grade 6% = 50 in Tebal perkerasan total = 50 in Total sub base Tebal surface aspal Tebal base = 50 in 10 in = 40 in = 5 in untuk daerah kritis = (50 (40 + 5) in = 5 in

Gambar penampang perkerasan Hasil perhitungan daerah kritis Surface Base Sub base = 5 in = 5 in = 40 in

Sub Grade Berdasarkan tabel 6.24 tebal minimum base coarse yangd iperlukan didapat hasil :

Untuk daerah kritis Surface = 5.00 Base dengan CBR sub grade 6% dan tebal perkerasan total 50.00 adalah 18.00 sub base 50.00 10.00 5.00 = 35
Surface 5.00"

Base

18.00"

35.00" Sub Base

Sub Grade

Untuk daerah non kritis Surface = 4.00 Base = 0.9 x 18 = 16.20 Sub base = 0.9 x 35 = 31.50
Surface 4.00 "

Base

16 .20 "

31 .50 " Sub Base

Sub G rade

7.2 Perhitungan Metode RAA (Perkerasan Lentur) Tabel 9. Data Metode Data Air Craft DC 9 32 DC 8 61 B 737 200 DC 10 10 B 747 B Deparatures 6500 7100 6300 5400 6000 Tipe Roda Single Wheel Gear Dual Wheel Gear Single Wheel Gear Dual Wheel Gear Dual Wheel Gear MTOW 108.000 lbs 325.000 lbs 100.500 lbs 430.000 lbs 775.000 lbs

Pesawat yang mengakibatkan perkerasan palinjg tebal adalah pesawat yang mempunyai annual deparaturs yang paling besar yaitu DC 8 61 dengan annual deparaturs 7100. R2 dihitung dengan mengkonversikan tipe roda pendaratannya ke roda pesawat rencana yaitu dual random wheel gear adalah

Dual tandom wheel diukur dengan menganggap 95% dihimpun oleh roda pendaratan utama. Dual tandom wheel mempunyai 4 roda, maka MTOW x 0.95 x single wheel mempunyai 2 roda. Rumus : Log R 1 = Log R 2 x ( W2 W1 ) Dimana R2 = Faktor konversi x annual depatures W1 = Harga W2 yang paling besar W2 = MTOW x 0.95 jumlah roda
1 2

7.3 Perhitungan dengan Metode FAA (Perkerasan Kaku) Dalam metode FAA (perkerasan kaku) ini perencanaan perkerasan didasarkan pada anlaisis pembebanan pada slot beton dengan tepi-tepi yang dihubungkan satu sama lain. Analisa dengan teori Westegcord Tabel 10. Data Type Pesawat Rencana Tipe Pesawat DC 9 32 DC 8 61 B 737 200 DC 10 10 B 747 B R2 3250 3550 3150 2700 3000 W2 25650 77187.5 23868.75 102125 184062.5 W1 184.062,5 184.0625,5 184.0625,5 184.0625 184.062,5 R1 20.43 199.087 17.986 359.697 3.000

Dari konversi diatas didapat annual deparaturs = R1 = 20.43 + 199.087 + 17.986 + 359.69 + 3000 = 3597.2 K, 100, Fs = 650

MTOW = 775.000 lbs Annual deparatures = 3597.2 6000 Dari grafik 6.40, kurva perencanaan perkerasan rigil dual tandom wheel gear didapat. Untuk Critical Area Tebal Sub Base (diambil dari FAA lentur) = 40 m Tebal slab beton Untuk Critical Area Tebal Sub Base (diambil dari FAA lentur) = 36 in Tebal slab beton (0.9 x 31 in) = 27.9 in = 31 m

BAB VI PERHITUNGAN SALURAN DRAINASE

Lapisan

perkerasan

dapat

bertahan

lama

apabila

faktor

yang

mempengaruhinya dapat ditahan. Dimana salah satu faktor tersebut adalah air, baik itu hujan atau pembuangan lainnya. untuk mencegah hal itu harus diusahakan air tersebut dialirkan secepatnya dari lapisan perkerasan. Tentu hal ini merupakan suatu sistem/pengaliran yang baik. Intensitas hujan berdasarkan pengamatan dilapangan sebesar 2100 mm/tahun. Dalam satu tahun diperkirakan hujan turun selama 30 hari. Maka hujan rata-rata perjam adalah : 2100 mm/tahun = 0,239 mm/jam 365 hari/tahun = 24 jam/hari Dalam menentukan besarnya debit air hujan adalah dengan menggunakan rumus : Q = 0,278 . C . I . A Dimana : Q = Jumlah debit (m2/detik) I = Intensitas hujan (mm/detik) C = koefisien pengaliran A = Catchment Area (m2) Intensitas hujan tiap jam dalam 1 tahun dengan musim hujan Oktober Februari 120 hari. I = 0,239 mm/jam = 120 hari = 28,68 m/jam = 7,96.10-6 mm/detik. Saluran Tertutup 1a Saluran ini menampung limpasan air di wilayah parkir dengan luas daerah pengaliran 1.087.500 m2 A = 0,5 x 1.087.500 m2 = 543.750 m2 Q = 0,278 C I A = 0,278 . 0,9 . 7,96.10-6 . 543.750

= 1,082 m3/s Q =V.A 1,082 b = 0,5 . 0,5 . h2 = 1,04


hw

h2 = 4,328

h= 2,08 b=

Kemiringan dasar saluran R = 0,2h = 0,416m V = K.R2/3 . I1/2 I1/2 = 0,00185 I = 0,043 Saluran Tertutup Ib

Saluran ini menampung air dari wilayah runway luas daerah pengaliran 60/2 x 100m2 = 3000m2. Debit maksimum dari daerah runway = 0,278 CIA, maka : Q = 0,278 C I A = 0,278 . 0,9 . 0,000079 . 3000 = 5,928 . 10-3 Q =V.A 5,929 . 103 = 0,5 . r r = 0,019
2

0,019m

r2 = 3,776 . 10-3 Panjang saluran = 4300 m Kemiringan dasar saluran = 4300 V = K . R2/3 . I1/2 0,5 I1/2 I = 1/60 . (1)2/3 . I1/2 = 0,0333 = 0,0011

Saluran Tertutup 2 Saluran ini menerima limpasan air dari terminal building, public facility, militery facility, lapangan helikopter, cargo dan fire safety. Luas daerah pengaliran Military facility = 2x (112.500 m2) Lapangan helikopter Public Facility Terminal building Cargo = 2x (5.250 m2) Total A = 702.843,75 m2 Q = C. I . A. 0,278 = 0,9 . 0,0000073 . 702.843,75 . 0,278 = 1,389 m3/s
hw

= 225.000 m2 = 73.593,75 m2 = 93.750 m2 = 300.000 m2 = 10.500 m2 = 702.843,75 m2

Q =V.A 1,389 = 0,5 . 0,5h2 h2 = 5,556 h b = 2,35 m = 1,18 m

Kemiringan dasar laut R . 0,2h = 0,47 m V = k . R2/3 . I1/2 I = 0,141


m h=2,35 m

b = 1,18

Saluran Tertutup 3 Saluran ini menerima limpasan air dari wilayah service hanggar, luas daerah pengaliran : 214.500 m2. Q = 0,278 . C. I. A = 0,278 . 0,9 . 0,000079 . 214.500 = 0,423 m2/S Q =V.A

0,423 = 0,5 . 0,5 h2 h2 = 1,695 h b = 1,3 m = 0,65 m = 0,2 . 1,3 = 0,26 m Kemiringan dasar saluran V = K . R2/3 . I1/2 I1/3 = 0,0135 I = 0,116
b = 0,65 m h= 1,30m hw

R = 0,2 h

Saluran Terbuka 1 Saluran ini menampung air dari saluran tertutup 2 dengan debit Q = 1,389m3/s. debit ini ditambah luas pengaliran dari metereologi 122.100 m2. A = 122.100 m2 Q2 = C . I . A . 0,278 = 0,9 . 0,0000079 . 112.100 . 0,278 = 0,241 m3/s Q = Q1 + Q2 = 0,241 + 1,389 = 1,63 m3/s Q =V.A 1,63 = 0,5 . 2h2 h2 = 1,63 h b = 0,87 m = 1,74 m
h = 0,874

hw

b = 1,74

Kemiringan Dasar Saluran

R = 0,522 h = 0,45 m V = K . R2/3 . I1/2 I1/2 = 0,019 I = 0,14

Saluran Terbuka 2 Saluran ini menampung air dari saluran pembuang 1 dengan debit Q = 0,423 m3/S. panjang daerah pengaliran 525.000 m. Q =V. A 0,423 = 0,5 . 2h2 H2 = 0,423 H = 0,65 B = 1,3 R = 0,522 . h = 0,339 Kemiringan dasar pondasi V = K . R2/3 . I1/3 I1/2 = 0,0162 I = 0,127
b = 1,30 h = 0.65 hw

Saluran Pembuang 1 Saluran ini menampung debit air dari saluran tertutup 3, dengan Q = 0,423 m3/s. panjang daerah aliran = 645.000 m Q =V.A 0,423 = 0,5 . 2h2 h2 = 0,423 h = 0,65 b = 1,3 R = 0,522 h = 0,339 Saluran Pembuang 2 Kemiringan dasar saluran V = K . R2/3 . I1/2 I1/2 = 0,0162 I = 0,127

Saluran ini menampung air dan saluran tertutup 1b dan saluran terbuka 1 dengan panjang daerah pengaliran 65.000 m Q = 1,63 + 0,005 = 1,635 m3/s Q =V.A 1,635 = 0,5 . 2h2 h2 = 1,635 h b = 1,27 m = 2,5 m = 0,66
B = 2,58 m

Kemiringan dasar saluran V = K . R2/3 . I1/2 I1/2 = 0,025 I = 0,159


h= 1,27m

hw

R = 0,522 h

Tabel 11. Rekapitulasi Perhitungan Drainase Jenis Saluran Saluran tertutup 1a Saluran tertutup 1b Saluran tertutup 2 Saluran tertutup 3 Saluran terbuka 1 Saluran terbuka 2 Saluran pembuang 1 Saluran pembuang 2 Lebar (m) 1,04 1,18 0,65 1,74 1,3 1,3 2,5 Tinggi (m) 2,08 2,35 1,3 0,87 0,65 0,65 1,27 Kemiringan I 0,043 0,0011 0,141 0,116 0,14 0,127 0,127 0,159 Q (m3/s) 1,082 0,005 1,389 0,423 1,63 0,423 0,423 1,635 Catcment Area (m2) 543.750 3000 702.843,7 5 214.500 112.100 214.500 214.500 142.000 Panjang Saluran 225.000 4300 Lingkaran 210.000 15.000 120.000 525.000 645.000 65.000 Segi empat Segi empat Trapesium Trapesium Trapesium Trapesium Dimensi saluran Segi empat

BAB IX FUNGSI DAN KEGUNAAN ALAT-ALAT BERAT 9.1 Traktor Traktor adalah alat mengubah energi mesin menjadi energi mekanik. Pada dasarnya traktor dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Traktor pada kelabang (Crawler Tractor)

Penggunaan teraktor tersebut antara lain : 1. Sebagai tenaga penggerak untuk mendorong dan menarik beban. 2. Sebagai tenaga pengerak untuk winch dan alat akut.
3. Sebagai tenaga penggerak Blade (bulldozer).

4. Sebagai tenaga penggerak front end bucket Loader.


b. Traktor beroda ban (Wheel Tractor)

Berbeda dengan crawler traktor wheel traktor ini dilengkapi dengan roda ban pompa (pnewinatik). Pengunaan wheel traktor ini dimaksudkan untuk mendapatkan kecepatan lebih besar sebagai konsekuensi tenaga tariknya jadi lebih kecil. 9.2 Dump Truck Biasanya digunakan dalam pekerjaan konstruksi. Dalam pekerjaan konstruksi dikenal 3 macam dump truck: 1. Side dump truck 2. Rear dump truck 3. Rear and side dump truck Syarat yang penting agar dump truck dapat bekerja secara efektif adalah jalan kerja yang keras dan rata. Tapi ada kalanya truck didaerah agar punya kemampuan berjalan diluar jalan biasa.

9.3 Aspalt Finisher Berfungsi untuk mengampaskan processed material dan untuk mendapat lapisan yang merata. Pada saat aspalt finisher bergerak material pavement yang terdapat hopes akan tertahan dan seting pisau saja yang lolos yang merupakan hasil akhir dari pekerjaan asphalt finisher. Produksi asphalt finisher ini 50 ton/jam dengan tebal lapisan 5 cm. 9.4 Tandem Roller Tandem roller ada yang berporos 2 dan juga berporos 3 pengunaan dari penggilas ini untuk mendapatkan permukaan yang agak halus. Untuk mendapatkan penambahan kepadatan pada pekerjaan penggilasan biasanya digunakan three azele tandem Roller. 9.5 Tired Roller Jenis ini terdiri dari roda-roda ban karet yang dipompa. Roda-roda ini menghasilkan apa yang dinamakan kneading actron (tekanan terhadap tanah sehingga membantu konsolidasi tanah) Sumbu dari roda dapat bergoyang mengikut perubahan permukaan. Hal ini dapat membesar kneeding action tadi. Jumlah roda biasanya 9 sampai 19 buah: a. 9 buah (4 roda depan 5 roda belakang b. 11 buah (5 roda depan 6 roda belakang) c. 13 buah (6 roda depan 7 roda belakang) 9.6 Asphalt Mixing Olant Batch type Asphalt. Komponen dasar dari type ini adalah:
a. Cold Feel (Pengumpan Agregat Dingin)

Sebagai tempat pengeluaran dan mendapat conyer untuk membawa agregat Processing selanjutnya

b. Agregat Dryer (Pengering agregat)

Sebagai alat pengering agregat yang dilakukan dengan pengisap udara yang diberikan oleh slinder-slinder pada alat ini
c. Dust Collector (Pengsisap debu)

Berfungsi sebagai pengumpul debu yang dihasilkan pada proses aggregate dryer selain dengan hisapan juga semprotan tiupan yang kadang-kadang menyebabkan polusi udara sehingga menimbulkan masalah jika polusi ini menyebabkan dalam ruang lingkup besar
d. Screening (saringan)

Agregat-agregat tadi melewati suatu proses pemisahan dalam dua ukuran atau lebih yang dilakukan oleh seperangkah screen.
e. Proportioning Devices (alat pengatur perbandingan campuran)

Perbandingan agregat dikendalikan oleh suatu test yakni Grunning Gradiation Test dan Pugmill Mixer (Mesin pengaduk)

Rekapitulasi Galian dan Timbunan No. 1. 2. 3. 4. 5. Titik A1-A2-A3 B1-B2-B3 CI-C2-C3 D1-D2-D3 E1-E2-E3 Galian ( m2 ) 3314,20 2933,75 2623,95 485,00 159,60 9516,50 Timbunan ( m2 ) 2296,20 3062,50 5560,30 5256,25 7728,90 23904,15

You might also like