You are on page 1of 21

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK BAB I PENDAHULUAN

Tuberculosis merupakan masalah kesehatan yang sudah sangat tua, bahkan lebih tua daripada zaman manusia. Gambaran adanya TBC telah terekam sejak zaman dahulu kala. Dunia medis baru mengenal sosok kuman TB setelah Robert Koch berhasil mengidentifikasinya pada abad ke-19, yaitu pada tanggal 24 Maret 1882 yang kemudian diperingati sebagai Hari TB Dunia. Hingga saat ini TB masih tetap merupakan masalah kesehatan dan justru semakin berbahaya, sehingga disebut sebagai the re-emerging disease. Sepanjang dasawarsa terakhir abad ke-20, jumlah kasus baru TB meningkat di seluruh dunia, 95% kasus terjadi di Negara berkembang. Di Indonesia, TB juga masih merupakan salah satu masalah yang utama. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia. Tuberculosis anak mempunyai masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV. Gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologi. Pada anak sulit mendapatkan specimen diagnostic yang representative dan berkualitas baik. Seringkali, sekalipun specimen dapat diperoleh, M. tuberculosis jarang ditemukan pada sediaan langsung maupun biakan. Oleh karena itu, uji tuberculin memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB pada anak. Karena slitnya mendiagnosis TB pada anak , sering terjadi overdiagnosis yang diikuti dengan overtreatment. Untuk menanggulangi hal tersebut, dalam menegakkan diagnosis TB pada anak, diperlukan kajian menyeluruh terhadap semua data klinis da penunjang yang mendukung, dan tidak hanya berdasarkan satu data saja, misalnya hanya berdasarkan pemeriksaan foto Rontgen toraks. Sumber penularan TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum BTA positif. Oleh sebab itu, penganggulangan TB lebih ditekankang pada pasine TB dewasa.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II. 1 EPIDEMIOLOGI Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terumata di negara maju. Salah satu diantaranya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika latin. Tuberculosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di Negara berkembang, tetapi juga di Negara maju. Tuberculosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di Negara berkembang maupun di Negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV, dan pertumbuhan populasi yang cepat. II. 1.1 Morbiditas dan Mortalitas Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan kasus TB anak per tahun adalah 5-6% dari total kasus TB. Menurut WHO, total insidens TB selama 10 tahun, dari tahun 1990-1999, diperkirakan sebanyak 88,2 juta penyandang TB, 8 juta diantaranya berhubungan dengan infeksi HIV. Pada tahun 2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB, 226.000 di antaranya berhubungan dengan HIV. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu: (1) diagnosis tidak tepat, (2)pengobatan tidak adekuat, (3)program

penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, (4) infeksi endemic HIV, (5)migrasi penduduk, (6)mengobati sendiri, (7)meningkatnya kemiskinan, dan (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Tuberculosis anak merupakan faktor penting di Negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi. Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit (RS) Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


bervariasi dari 0%-14.1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB anak sangat terbatas, termasuk Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, WHO sedang melakukan upaya dengan cara membuat consensus diagnosis di berbagai Negara. Dengan adanya consensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakkan, sehingga kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis dapat diperkecil dan angka prevalensi pastinya dapat diketahui. II.1.2 Faktor Resiko Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). Risiko infeksi TB Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa yang TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Berarti, bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan droplet nuclei yang infeksius. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrate luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan dalam secret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal yang yang dapat menjelaskan hal tersebut. Pertama, jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah, jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga, tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada anak. Risiko sakit TB Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor resiko yang pertama adalah usia. Anak yang berusia dibawah 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang bertahap seiring dengan pertumbuhan usia. Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan pertama. Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut. Faktor risiko yang lain adalah infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberculin (dari negative menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir, malnutrisi, keadaaan imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan pengobatan imunosupresi), diabetes mellitus, dan gagal ginjal kronik. Faktor yang tidak kalah penting pada epidemiologi TB adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengagguran, pendidikan yang rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. Di Negara maju, migrasi penduduk termasuk menjadi faktor resiko sedangkan di Indonesia hal ini belum menjadi masalah yang berarti. Faktor lain yang mempunyai resiko terjadinya penyakit TB adalah virulensi dai M.tuberculosis dan dosis infeksinya. Akan tetapi secara klinis hal ini sulit untuk dibuktikan. II. 2 PATOGENESIS Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (<5um), kuman TB dalam droplet nuclei yang terhidup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non-spesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


kasus lainnya, tidak semuanya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan focus primer (primary focus) Ghon. Dari focus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfedenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara focus primer, limfangitis, dan lemfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Rentang masa inkubasi TB dapat berlangsung antara 2-12 minggu, biasanya berlangsung antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberculin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negative. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, pada saat system imun seluler spesifik berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik (Cellular Mediated Immunity, CMI). Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulais. Kelenjar regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus di paru atau di kelenjar limfe regional. Focus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe parahilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehinngga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi total pada bronkus sehingga menyebabkan gangguan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga tejadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian mencapai berbagai porgan di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superficialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif

(tenang), demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan focus Simon, yang di kemudian hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK

Inhalasi Mycobacterium tuberculosis

KUMAN MATI

Fagositosis oleh makrofag alveolus paru

KUMAN HIDUP berkembang biak Pembentukan focus primer Penyebaran limfogen Penyebaran hematogen

Masa inkubasi (2-12 minggu)

KOMPLEKS PRIMER Uji Tuberkulin (+) Terbentuk imunitas seluler spesifik

T B P R I M E R

SAKIT TB Komplikasi kompleks primer Komplikasi penyebaran hematogen Komplikasi penyebaran limfogen

Imunitas turun

INFEKSI TB Imunitas optimal

MENINGGAL Imunitas turun, reaktivasi

SEMBUH

SAKIT TB

Gambar 1. Alur pathogenesis tuberculosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya positif dalam 48 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini. II. 3 DIAGNOSIS Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, atau biopsy jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (pausibasilar) dan sulitnya pengambilan specimen (sputum). Penyebab pertama, yaitu jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa, dikarenakan lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Basil tahan asam baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam 1 ml specimen. Penyebab kedua, yaitu sulitnya melakukan pengambilan specimen/sputum. Pada anak, karena lokasi kelainannya di parenkim yang tidak berhubungan langsung dengan bronkus, maka produksi prutum tidak ada/minimal dan gejala batuk juga jarang. Sputum yang representative untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah sputum yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5ml, dan ini sulit diperoleh pada anak. Walaupun batuknya berdahak, pada anak biasanya dahak akan tertelan, sehingga diperlukan bilas lambung yang diambil melalui NGT, dan sebaiknya dilakukan oleh petugas berpengalaman. Cara ini tidak nyaman bagi pasien. Beberapa alas an di atas menyebabkan diagnosis TB anak terutama didasarkan pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya seringkali tidak spesifik. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberculin, foto Rontgen toraks, dan pemeriksaan laboratorium. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa, BTA positif, uji tuberculin positif, gejala dan tanda sugestif TB dan foto Rontgen toraks yang mengarah pada TB (sugestif TB), merupakan dasar untuk menyatakan anak sakit TB.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


Tabel. 1. Lesi tuberculosis paru LESI TUBERKULOSIS PARU Kelenjar Limfe : hilus, paratrakeal, mediastinum Parenkim : focus primer, pneumonia, atelektasis, tuberkuloma, kavitas Saluran napas : air trapping, penyakit endobronkial, trakeobronkitis, stenosis bronkus, fistula bronkopleura, bronkiektasis, fistula bronkoesofagus Pleura : efusi, fistula bronkopleura, empiema, penumotoraks, hemotoraks Pembuluh darah : milier, perdarahan paru

A. Manifestasi klinis o Manifestasi sistemik Manifestasi klinis adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat nmembelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung bertahap dan perlahan kecuali TB diseminata yang dapat berlangsung dengan cepat dan progresif. Gejala umum pada TB anak adalah sebagai berikut: 1. Demam lama ( 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam thypoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi. 2. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB tidak naik dengan adekuat. 3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi yang adekuat. 4. Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan. 5. Malaise. 6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare. o Manifestasi spesifik organ/local Tabel 2. Bentuk Klinis tuberculosis pada anak Infeksi TB Uji tuberculin positif tanpa kelainan klinis, radiologis, 9

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


dan laboratorium. Penyakit TB PULMONAL TB Paru primer (pembesaran kelenjar hilus dengan atau tanpa kelainan parenkim) TB Paru progresif (pneumonia, TB Endokardial) TB Paru kronik (kavitas, fibrosis, tuberkuloma) TB Milier Efusi pleura TB EKSTRAPULMONAL

Kelenjar limfe Otak dan selaput otak Tulang dan sendi Saluran cerna termasuk hari, kandung empedu, pancreas Saluran kemih termasuk ginjal Kulit Mata Telinga dan mastoid Jantung Membrane serous (peritoneum, pericardium) Kelenjar endokrin (Adrenal) Saluran napas bagian atas (tonsil, laring, kelenjar endokrin)

B. Pemeriksaan Penunjang Uji tuberculin Tuberculin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenic yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas seluler terhadap TB), maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di local suntikan. Hal ini terjadi karena vasodilatasi local, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberculin tidak dapat menentukan tingkat aktivitas dan beratnya proses penyakit. Uji tuberculin mempunyai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

10

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


nilai diagnostic yang tinggi terutama pada anak, dengan sensitivitas dan spesificitas lebih dari 90%. Tuberculin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2TU dan PPD. Uji tuberculin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, secara intrakutan pada bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang ada, bukan hiperemi/eritemanya, indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, ditandai dengan pulpen, kemudian diameter transversal indurasi diukur dengan alat pengukur transparan, dan hasilnya dinyatakan dalam millimeter. Selain ukuran indurasi, perlu dinilai tebal tipisnya indurasi dan perlu dicatat jika ditemukan vesikel hingga bula. Secara umum, hasil uji tuberculin dengan diameter indurasi 10mm dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Tabel.3. Hasil Pembacaan Uji Tuberkulin Pembacaan Negative Indurasi 0-4 Penafsiran Tidak ada infeksi Sedang inkubasi Anergi Positif meragukan 5-9 Infeksi M.atipik BCG Infeksi TB alamiah Kesalahan teknis Positif 10-14 15 Infeksi TB alamiah BCG infeksi M.atipik Sangat mungkin infeksi TB alamiah
Catatan : Pada keadaan imunokompromais, dikatakan positif bila hasil uji tuberculin Mantoux menunjukkan hasil 5. Pengaruh BCG terhadap hasil uji tuberculin Mantoux dapat dijumpai sampai anak berusia 5 tahun (pengaruh berkurang secara bertahap).

dalam

masa

Tuberculosis pada anak tidak selalu bermanifestasi klinis secara jelas, sehingga perlu dilakukan deteksi dini yaitu dengan uji tuberculin. Pada anak yang tinggal di daerah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

11

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


endemis TB, uji tuberculin perlu dilaksanakan secara rutin, bila hasilnya negative dapat diulang setiap tahun. Anergi adalah keadaan penekanan system imun oleh berbagai keadaan sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberculin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan dapat menimbulkan anergi, yaitu gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatik, penyakit morbili, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup. Uji Interferon Uji interferon adalah pemeriksaan imunitas seluler yang lebih praktis yaitu dengan memeriksa specimen darah, dan diharapkan dapat membedakan infeksi TB dengan sakit TB. Prinsip pada pemeriksaan ini adalah merangsang limfosit T dengan antigen tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumnya limfosit T tersebut telah tersensitisasi dengan antigen TB, maka limfosit T akan menghasilkan interferon gamma, yang kemudian dikalkulasi. Dari hasil kalkulasi tersebut diharapkan dapat dilakukan penentuan cut-off point yang membedakan infeksi dengan sakit TB. Sejauh ini hasilnya juga belum menggembirakan, sehingga harapan untuk dapat membedakan infeksi TB dengan sakit TB belum dapat dicapai. Radiologi Secara umum gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut: Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrate Konsolidasi segmental/lobar Milier Kalsifikasi dengan infiltrate Atelektasis Kavitas Efusi pleura Tuberkuloma

Foto Rontgen toraks tidak cukup hanya dibuat secara anteroposterior (AP), tetapi harus disertai dengan foto Rontgen lateral mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih jelas pada foto Rontgen lateral.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

12

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


Mikrobiologi Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji tuberculin, dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari tiga macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis dan pemeriksaan PCR. Pemeriksaan ini sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan specimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari.

C. Penegakan Diagnosis Penegakan diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji tuberculin, dan gambaran sugestif pada foto Rontgen toraks. Meskipun demikian, sumber

penularan/kontak tidak selalu dapat

teridentifikasi sehingga analisis yang seksama

terhadap semua data klinis sangat diperlukan. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB pada pemeriksaan apusan langsung dan /atau biakan yang merupakan pemeriksaan baku emas, atau gambaran PA TB. Hanya saja, diagnosis pasti pada anak sulit didapatkan karena jumlah kuman yang sedikit pada TB anak dan lokasi kuman di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga hanya 10-15% pasien TB anak yang hasil pemeriksaan mikrobiologiknya positif/ditemukan kuman TB. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis saja, atau pemeriksaan penunjang tunggal misalnya hanya dari pemeriksaan radiologis. Oleh karena itu, analisis kritis perlu dilakukan tehadap sebanyak mungkin fakta untuk menegakkan diagnosis. Dalam menegakkan diagnosis TB pada anak, semua prosedur diagnostic yang dapat dilakukan sebaiknya diperiksa selengkap mungkin, mulai dari anamnesis untuk mencari adanya gejala dan tanda yang mengarah ke tuberculosis baik gejala sistemik maupun local. Adanya kontak yang jelas harus selalu dicari. Status diagnosis sumber penularan harus diklarifikasi sejelas mungkin, apakah dilakukan pemeriksaan sputum dan bagaimana hasilnya. Apabila sumber penularan hanya didiagnosis dari foto Rontgen saja atau hanya atas dasar adanya keluhan batuk darah atau batuk lama.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

13

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


Bila didapatkan specimen pemeriksaan, dari organ manapun, sedapat mungkin dilakukan pemeriksaan mikrobiologi lengkap dan atau patologi anatomic. Specimen dapat berupa cairan LCS, cairan pleura, cairan asites, biopsy kelenjar, biopsy organ lainnya, sputum atau cairan bilas lambung. Walaupun diagnosis TB pada anak tidak dapat ditegakkan dari satu temuan klinis saja, namun ada beberapa keluhan yang sangat khas sehingga memiliki nilai diagnostic tinggi. Pada pemeriksaan fisis bila ditemukan Skrofuloderma, maka diagnosis TB sudah dapat ditegakkan. Demikian juga bila ditemukan gibbus, yang sangat patognomonik untuk menunjukkan adanya spondilitis TB. Pada pemeriksaan foto Rontgen, gambaran milier sangat besar kemungkinan TB, walaupun ada penyakit lain yang memiliki gambaran serupa. Pada pusat kesehatan dengan sarana yang terbatas, dalam mendiagnosis TB pada anak digunakan system scoring. Tabel.4. Sistem penilaian (sco Parameter Kontak TB 0 Tidak jelas 1 2 Laporan keluarga (BTA / tidak 3 BTA +

jelas) Uji Tuberkulin + (>10mm, atau > 5mm dalam keadaan imunosupresi) BB/ status gizi BB/TB < 90% atau BB/U < 80% Klinis gizi buruk atau BB/TB < 70% -

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

14

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


atau BB/U < 60%

Demam

yang

> 2 minggu

tidak diketahui penyebabnya Pembesaran KGB colli, > 1cm, jumlah > 1, tidak -

axilla, inguinal Batuk kronik

nyeri > 3 minggu -

Pembengkakan tulang/ pelvis/ lutut/ phalangs Foto thorax

Ada pembengkakan

Normal/ kelainan tidak jelas

Gambaran sugestif TB

II, 4 PENATALAKSANAAN PENGOBATAN: Isoniazid (INH) Reaksi negatif Hepatitis (kalau dosis >10mg/kg/h & bersama RIF Allergi Neuropati periferal

Catatan: Pyrodoxine ditambah kepada anak diabetes, malnutrisi, hamil, uremia & epilepsi 15

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


INH dapat menyebabkan kadar Phenyltoin # ] toksik Mudah melintasi BBB* (Blood Brain Barrier) Bakteriosidal Dosis: 10 15 mg/kg/hari (300) 20 40 mg/kg 2X/minggu (600 < 45kg > 900)

PENGOBATAN: Rifampin (RIF) Reaksi negatif Air kencing, mata d.l.l. berwarna ORENJ ! Mual / muntah Hepatitis (Cf. INH)

Catatan: Pil KB mungkin kurang efektif Melintasi BBB* bila berinflamsi Bakteriosida Mempercepat metabolisme Rx steriod theophylin, antikonvulsant, estrogen Dosis: 10 20 mg/kg/h atau 2x/mgg ( 600)

PENGOBATAN: Streptomycin (SM) Reaksi negatif Ototoksik (vertigo) Nefrotoksik

Catatan: Monitor pendengaran & faal ginjal Harus diinjeksi intramuskular Melintasi BBB* hanya bila berinflamsi Bakteriosidal Dosis: 20mg/kg/h atau 20-40mg/kg 2X/mgg (1gm

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

16

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


PENGOBATAN: Pyrazinamide (PZA) Reaksi Negatif: Hepatotoksik (jarang) Hyperuricemia (jarang)

Catatan: Mudah melintasi BBB* Paling efektif pada 2 bulan Rx pertama Bakteriosidal Dosis: 30mg/kg/h atau 50mg/kg 2X/minggu ( 2gm)

PENGOBATAN: Ethambutol (EMB) Reaksi Negatif: Neuriitis Mata Buta warna (merah/hijau) Visi dikompromi Allergi

Catatan: Dipakai kalau ada resistansi terhadap Rx lain Butuh periksa visi/buta warna tiap bulan Bakteriostatik kalau dosis 15 mg/kg/hari Bakteriosidal kalau dosis 25 mg/kg/hari Dosis 2X/minggu: 50mg/kg ( 2.5 gm)

Regimen Pengobatan Infeksi TBC Monoterapi mengundang resistansi! Maka dari itu: 6 bulan: standard untuk semua umur & semua kasus yang non-extrathorax: INH+RIF+PZA /hr x 2 bulan lalu INH+RIF 2X/mgg x 4 bulan (+ EMB atau SM bila ada resiko resistensi)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

17

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK


12 bulan: untuk kasus TBC milier, TBC meningitis & TBC tulang/persendian: INH+RIF+PZA /hr x 2 bulan lalu INH+RIF 2X/mgg x 10 bulan (+ EMB atau SM bila ada resiko resistensi)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

18

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK JOURNAL READING

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

19

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK KESIMPULAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

20

JOURNAL READING TUBERKULOSIS PADA ANAK DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RumkitPusPol Raden Said Sukanto Universitas Pelita Harapan Fakultas Kedokteran 15 November 2010-22 Januari 2010

21

You might also like