You are on page 1of 31

INFEKSI TULANG

Infeksi Tulang adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme pada tulang. Terdiri dari dua macam yaitu Osteomielitis dan Spondilitis. OSTEOMIELITIS Osteomielitis masih merupakan masalah di bidang ortopedi, terutama pada Negara berkembang termasuk Indonesia. Osteomielitis dapat menimbulkan berbagai komplikasi antara lain berupa patah tulang patologis, gangguan partumbuhan, penyebaran infeksi, dan timbulnya amiloidosis . Keberhasilan pengobatan terhadap osteomielitis ditentukan oleh factor factor diagnosis yang dini dan penatalaksanaan pengobatan berupa antibiotika atau tindakan pembedahan. Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan struktur struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman kuman piogenik. osteomielitis primer ( hematogenik ) dan sekunder (perkontinuitatum) Dapat dibagi menjadi

PATOGENESIS Osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut peredaran darah nya lambat dan banyak mengandung sinusoid sinusoid . Penyebaran dapat terjadi : 1. Ke arah korteks membentuk abses subperiosteal dan selulitis pada jaringan sekitarnya.

2. Menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak dan abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan kematian tulang yang disebut sequester. 3. Menyebar kea rah medulla. 4. Menyebar ke persendian terutama bila lempeng pertumbuhannya intra artikuler . Penetrasi ke epifisis jarang terjadi .

INSIDEN Sering ditemukan pada usia decade I II . Tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang tersering adalah tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna,dan fibula. Penyebab osteomielitis pada anak anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89 90%) , Streptococcus (4-7%) , Haemophillus influenza (2-4%) , Salmonella typhii dan Escherecia coli (1-2%)

Keadaan

Infant

Anak-Anak

Orang Dewasa
3

Lokalisasi Involucrum

Metafisis

denganMetafisis Common

Epifisis Not Common Not Common Common Not Common Common* Common

ekstensi ke epifisis Common Sekuestrasi Common Keterlibatan Sendi Common Abses Jaringan Lunak Common Fraktur Patologis Not Common Fistula Not Common Tabel 1 . Osteomielitis hematogen dari tulang berbentuk pipa * pada kasus yang tidak diobati Variabel Not Common Common Not Common Common

1. OSTEOMIELITIS PRIMER/ HEMATOGEN Adalah penyakit masa kanak kanak yang biasanya timbul antara usia 5 dan 15 tahun. Ujung metafisis tulang panjang merupakan tempat predileksi untuk osteomielitis hematogen. Infeksi hematogen akan menyebabkan terjadinya thrombosis pembuluh darah local yang pada akhirnya menciptakan suatu area nekrosis avaskular yang kemudian berkembang menjadi abses. Akumulasi pus dan peningkatan tekanan local akan menyebarkan pus hingga ke korteks melalui system Havers dank anal Volkmann hingga terkumpul di bawah periosteum menimbulkan rasa nyeri lokalisata di atas daerah infeksi. Abses subperiosteal kemudian akan menstimulasi pembentukan involukrum periosteal (fase kronis) . Apabila pus keluar dari korteks, pus tersebut akan dapat menembus soft tissues disekitarnya hingga ke permukaan kulit, membentuk suatu sinus drainase. Faktor faktor sistemik yang dapat mempengaruhi perjalanan klinis osteomielitis termasuk diabetes mellitus , immunosupresan, penyakit imunodeffisiensi, malnutrisi, gangguan fungsi hati
4

dan ginjal, hipoksia kronik dan usia tua . Sedangkan factor factor local adalah penyakit vascular perifer , penyakitr stasis vena, limfedema kronik, arteritis, neuropati, dan penggunaan rokok.

2. OSTEOMIELITIK SEKUNDER ( PERKONTINUITATUM) Osteomielitik sekunder / perkontinuitatum adalah infeksi di jaringan lunak kaki atau tangan terutama di jari kaki atau jari tangan , dapat menjalar ke dalam tulang dan menyebabkan osteomielitik. Panarisium subkutan menyebabkan osteomielitis falang terminal. Yang sering ditemukan ialah osteomielitik tulang tangan atau kaki karena neuropati perifer, misalnya pada lepra atau diabetes mellitus.

MANIFESTASI KLINIK : Menurut manifestasi klinik, Osteomielitik primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik. A. Osteomielitik Akut Fase akut adalah fase terjadinya infeksi sampai 10 15 hari. Pada fase ini anak tampak sangat sakit, panas tinggi,pembengkakan, dan gangguan fungsi anggota gerak yang terkena. Pada pemeriksaan biasanya ditemukan nyeri tekan lokal dan pergerakan sendi yang terbatas, namun oedem dan kemerahan jarang ditemukan. Dapat pula disertai gejala sistemik seperti demam, menggigil, letargi, dan nafsu makan menurun pada anak. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan laju endap darah yang meninggi dan leukositosis, pada foto rontgen tidak ditemukan kelainan, namun pada minggu kedua mulai ditemukan destruksi tulang dan reaksi periostal pembentukan tulang baru. Presentasi radiologi dari Osteomielitis hematogen akut mirip dengan gambaran neoplasma seperti Leukimia limfositik akut, Ewings sarkoma, dan histiositosis Langerhans. Karena itu, dibutuhkan biopsi untuk menentukan diagnosis pasti. Pada pemeriksaan kultur darah tepi, ditemukan organisme penyebab infeksi.

Untuk menentukan diagnosis dapat digunakan aspirasi ,pemeriksaan sintigrafi, biakan darah dan pemeriksaan pencitraan. Aspirasi dilakukan untuk memperoleh pus dari subkutis, sub periost, atau lokus radang di metafisis. Diagnosa bandingnya adalah demam rematik dan selulitis. Begitu diagnosis secara klinis ditetapkan, ekstremitas yang terkena diiistirahatkan dan segera berikan antibiotic,bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidap didapati perbaikan, dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena. Bila ada cairan keluar, tulang perlu dibor pada beberapa tempat untuk mengurangi tekanan intraosal. Cairan tersebut perlu dibiak untuk menentukan jenis kuman dan kerentanannya. Bila terdapat perbaikan, antibiotic parenteral diteruskan selama 2 minggu, dan secara oral sampai paling sedikit 4 minggu. Penyulitnya berupa sekuester dengan fistel, patah tulang patologik, cacat berupa deformitas, ankilosis, osteomielitik kronik. B. Osteomielitik Sub Akut Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang, maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau Ewings Sarcoma.

C. Osteomielitik Kronik Pada Osteomielitis kronik gejalanya yaitu : - Ulkus yang tidak kunjung sembuh - Drainase saluran sinus - Kelelahan yang berkepanjangan - Malaise

Pemeriksaan radiologic ditemukan suatu involukrum (tulang baru yang menyelimuti tulang mati) dan sequester (tulang mati) . Pada osteomielitik kronik dilakukan sekuestrektomi, dan debridement serta pemberian antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Debridemen berupa pemngeluaran jaringan nekrotik di dinding ruang sequester. Pada fase kronik dini biasanya involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli, karena itu tulang ekstremitas yang terkena harus dilindungi dengan gips untuk mencegah patah tulang patologik. PEMERIKSAAN LABORATORIUM - Terjadi pergeseran shift ke kiri - CPR meningkat - Peningkatan laju endap darah

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Foto polos Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf. Setelah 710 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan tampak, dan area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis kronik diidentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu sequestrum. Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf kecuali apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat infeksi yang menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya gas gangrene. Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan udara usus pada foto abdomen.

B. Ultrasound Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul. C. Radionuklir Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat sensitif namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan. D. CT Scan CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense dibanding involukrum disekelilingnya. GAMBARAN RADIOLOGI A. Osteomielitis pada tulang panjang Kuman biasanya bersarang dalam spongiosa metafisis dan membentuk pus sehingga timbul abses atau beberapa abses kecil. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periosteum dan kadang kadang menembusnya. Pus meluas di bawah periost dan pada tempat tempat tertentu membentuk focus sekunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas dan terbentuk sekuester.

GAMBARAN OSTEOMIELITIS PADA OS TIBIA

GAMBARAN OSTEOMIELITIS PADA PHALANG PROXIMAL III

Kelainan tulang yang terjadi pada foto rontgen biasanya baru dapat dilihat kira kira 10 sampai 14 hari setelah infeksi. Sebelumnya mungkin hanya dapat dilihat pembengkakan jaringan lunak saja. Perubahan perubahan pada tulang lebih cepat terlihat pada anak anak. Bila pada foto

10

pertama belum terlihat kelainan tulang , sedangkan klinis dicurigai osteomielitis, sebaiknya foto diulang,kira kira 1 minggu kemudian. Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu baru kemudian daerah daerah berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya destruksi tulang , dan disebut rarefraksi. Gambaran tulang selanjutnya bergantung pada terapi yang diberikan. Bila terapi adekuat, proses akan menyembuh dan yang terlihat pada foto mungkin hanya berupa reaksi periosteal dan sklerosis. Bila terapi terlambat, atau tidak adekuat,maka gambaran radiologic akan memperlihatkan proses patologik seperti yang telah diuraikan sebelumnya. B. Osteomielitis pada Vertebra Kelainan ini lebih sulit untuk di diagnosis. Biasanya ada demam, rasa sakit pada tulang dan spasme otot. Proses lebih sering mengenai korpus vertebra dan dapat timbul sebagai komplikasi infeksi saluran kencing dan operasi panggul. Pada stadium awal dan tanda tanda destruksi tulang yang menonjol,selanjutnya terjadi pembentukan tulang baru yang terlihat sebagai sklerosis. Lesi dapat bermula di bagian sentral atau tepi korpus vertebra. Pada lesi yang bermula di tepi korpus vertebra, diskus cepat mengalami destruksi dan sela diskus akan menyempit. Dapat timbul abses paravertebral yang terlihat sebagai bayangan berdensitas jaringan lunak sekitar lesi. Di daerah torakal,abses ini lebih mudah terlihat karena terdapat kontras paru paru. Di daerah lumbal, lebih sukar untuk dilihat , tanda yang penting adalah bayangan psoas menjadi kabur. Untuk membedakan penyakit ini dengan spondilitis tuberculosis,sukar, biasanya pada osteomielitis akan terlihat sklerosis, destruksi diskus kurang dan sering timbul penulangan antara vertebra yang terkena proses dengan vertebra di dekatnya (bony bridging)

11

Osteomielitis pada vertebra

C. Osteomilitis pada tulang lain 1. Tengkorak Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akibat perluasan infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses destruksi bisa setempat atau difus. Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau sedikit sekali. 2. Mandibula Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur atau abses gigi.

12

3. Pelvis Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap tulang ilium dan dapat meluas ke sendi sakro-iliaka. Pada foto terlihat gambaran destruksi tulang yang luas,bentuk tak teratur,biasanya dengan sekuester yang multiple. Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering disertaiabses dan fistula. Bedanya dengan tuberculosis ialah destruksi berlangsung lebih cepat dan pada tuberculosis abese sering mengalami kalsifikasi. Dalam diagnosis diferensial perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.

TERAPI Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat. Pasien diharuskan untuk tirahbaring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah. Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. Kondisi dapat terjadi pada pasien dengan retensi alat ortopedi, debridemen jaringan nekrotik yang inkomplit, immunocompromised, atau resistensi terhadap antibiotik. Idealnya, eksplorasi bedah harus dilakukan pada pasien ini untuk menentukan apakah dibutuhkan terapi tambahan. Keberhasilan terapi pada infeksi muskuloskeletal membutuhkan intervensi bedah untuk menghilangkan jaringan mati dan benda asing. Jaringan nekrotik melindungi kuman dari leukosit dan anitibiotik. Pada fraktur terbuka, semua soft tissues yang mati dan semua fragmen tulang
13

bebas harus dibersihkan dari luka. Pada osteomielitis kronik, sequestrum harus dibuang seluruhnya dengan meninggalkan involukrum tetap ditempatnya. Kulit, lemak subkutan, dan otot harus didebridemen secara tajam hingga berdarah. Untuk mendeteksi viabilitas dari cancellous bone, ditandai dengan adanya perdarahan dari permukaan trabekula. Pada beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas, kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya fraktur patologis. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. Indikasi dilakukan pembedahan adalah : - Adanya sequester - Adanya abses Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh : a. Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab b. Dosis yang tidak adekuat c. Lama pemberian tidak cukup d. Timbulnya resistensi e. Kesalahan hasil biakan f. Antibiotika antagonis g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk h. Kesalahan diagnostik KOMPLIKASI
14

Komplikasi dari osteomielitis antara lain : a. Abses tulang b. Bakteremia c. Fraktur d. Selulitis e. Fistel PROGNOSIS DAN PENCEGAHAN Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa destruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis dan osteomielitik kronik. Prognosis untuk orang orang dengan osteomielitik biasanya baik dengan awal dan pengobatan yang tepat. Namun kadang kadang osteomielitik kronik mengembangkan , dan abses tulang dapat kambuh minggu hingga berbulan bulan atau bahkan bertahun tahun kemudian. Pasien tertentu yang memiliki sendi buatan atau komponen logam yang melekat pada tulang harus mengkonsumsi antibiotic pencegahan sebelum operasi.Termasuk operasi gigi,karena pasien memiliki peningkatan resiko terinfeksi oleh bakteri yang ada di mulut dan bagian lain dari tubuh. Pasien dapat meminta praktisi kesehatan untuk merekomendasi secara rinci mengenai pencegahan dengan antibiotic. Pasien yang menjalani pembedahan atau prosedur gigi harus memberitau ahli bedah,ortopedi, atau dokter gigi bahwa mereka memiliki sendi buatan, atau komponen logam yang melekat pada tulang sehingga antibiotic pencehagan dapat disediakan. KESIMPULAN Osteomielitis adalah suatu proses inflamasi akut ataupun kronis dari tulang dan strukturstruktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh. Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi yang
15

tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula.Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (12%). Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Juga harus dilakukan rehabilitasi pada tulang yang terlibat setelah pengobatan.

SPONDILITIS

DEFINISI Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-fastnonmotile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.

16

Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa.Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Potts disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis

PATOFISIOLOGI

17

PREDISPOSISI dan PRESIPITASI Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini mengalami peningkatan pada populasi imigran, tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest Diseases Unit 1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini. Di Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa, dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun). Pola ini mengalami perubahan dan terlihat dengan adanya penurunan insidensi infeksi tuberkulosa pada bayi dan anak-anak di Hong Kong FAKTOR RESIKO Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif Tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Pernah menderita penyakit ini sebelumnya karena spondilitis tuberculosa merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempatlain dalam tubuh MANIFESTASI KLINIS. Tuberkulosis pada tulang belakang tidak tampak pada tahun pertama kehidupan. Mulai timbul setelah anak belajar berjalan dan melompat. Kemudian terjadi pada semua umur. Keluhan yang paling dini berupa rasa pegal di punggung yang belum jelas lokalisasinya. Kemudian terasa nyeri sejenak kalau badan digerakkan atau tergerak, yang tidak lama berikutnya
18

akan jelas lokalisasinya karena nyerinya lebih mudah timbul dan lebih keras intensitasnya. Pada tahap yang agak lanjut nyeri di punggung itu ditambah dengan nyeri interkostal yang bersifat radikular. Nyeri itu terasa bertolak dari ruas tulang belakang dan menjalar sejajar dengan iga ke dada dan berhenti tepat di garis tengah dada. Untuk mengurangi keadaan ini anak menarik punggungnya kuatkuat. Anak menghindari penekukan tubuh waktu mengambil sesuatu di lantai. Jika terpaksa dia hanya menekukkan lututnya untuk menjaga punggungnya tetap lurus. Rasa nyeri akan membaik bila dia beristirahat. Tanda-tanda pada tingkatan yang berbeda : - Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya dan duduk dengan meletakkan dagu di tangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau pundaknya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktuasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring). - Pada punggung bawah sampai iga terakhir (regio toraks). Dengan adanya penyakit pada regio ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakkan kakinya daripada mengayunkan pinggulnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menekuk lututnya sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus) diperlihatkan dengan korpus vertebra yang terlipat. - Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat menyebabkan tuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal yang menyebabkan paralisis. - Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (regio lumbal), di mana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak di atas atau di bawah ligamentum pada lipat paha atau di bawahnya tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi panggul. (Pada negara-negara dengan prevalensi tinggi 1 dari 4 penderita dengan tuberkulosis tulang belakang mempunyai abses yang dapat diraba.)

19

- Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa. - Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari tulang belakang), juga terdapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah.

20

Gibbus

Proses Terbentuknya Gibbus Lesi Spondilitis TB berawal dari tuberkel yang kecil, yang berkembang lambat dan bersifat osteolitik. Mengaktifkan chaperonin 10, suatu stimulator poten yang meningkatkan proses resorpsi tulang. Proses pengkejuan Menghalangi pembentukan tulang reaktif & membuat tulang yang terinfeksi relatif avaskuler Sequester Tuberculosis. Dekstruksi Progresif & Kolaps Korpus Vertebra Anterior Kifosis (Gibbus)

KLASIFIKASI Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis (1) Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. (2) Sentral
21

Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. (3) Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. (4) Bentuk atipikal : Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%- 10%. STADIUM 5 stadium yaitu : 1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anakanak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut

22

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu : Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia. Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. vertebra. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

23

KOMPLIKASI a. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Potts paraplegia prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis. b. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam pleura. c. Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Potts paraplegi yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis. d. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 4.1 Pemeriksaan Laboratorium 1. Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal. 2. Uji Mantoux positif 3. Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium 4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. 5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel 6. Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah,

24

test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku. 7. Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses. 8. Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi. 9. Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay ) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif. 10. Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberculosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA , amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton Dickinson Diagnostic Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya. 4.2 Pemeriksaan Radiologis: 1. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain

25

2. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (birds net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis. 3. Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu. 4. Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
26

5. Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit. 6. Abses dingin. Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan (Spindle). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. 4.3 Pemeriksaan CT scan 1. CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. 2. Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih) 4.4 Pemeriksaan MRI 1. Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang. 2. Menunjukkan adanya penekanan saraf. Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos.CT-Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-Scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi. 5. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi , memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang tenang secara klinis maupun secara radiologis. Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
27

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) Pengobatan terdiri atas : 1. Terapi konservatif berupa: a. Tirah baring (bed rest) b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra c. Memperbaiki keadaan umum penderita d. Pengobatan antituberkulosa Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah : - Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ; Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali). - Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra. 2. Terapi operatif Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko spongiosa.

28

Indikasi operasi yaitu: Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi . Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis progresif atau hernasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis. KESIMPULAN Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anakanak sering disertai dengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
29

vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas.

DAFTAR PUSTAKA 1. Reksopredjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara . 2. Dejong, Wim . 1996. Buku Ajar ilmu bedah. Edisi Revisi. Jakarta . EGC 3. http://www.scribd.com/doc/26812884 4. http://health.detik.com/read/2009/11/23/154829/1247156/770/osteomyelitis
30

31

You might also like