You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kemiskinan dan kesejahteraan merupakan hal yang bertentangan. Negara yang miskin akan sangat sulit untuk menyejahterakan rakyatnya. Hal ini pula yang terjadi di Indonesia. Kemiskinan memiliki definisi yang berbeda di tiap negara jika dikaitkan dengan pendapatan perkapita suatu negara, namun ada juga definisi kemiskinan secara internasional yang menjadi batas standar setiap negara untuk menjadi kategori miskin atau tidak miskin. Begitu pula dengan kesejahteraan. Pendefinisian yang berbeda ini terkait dengan berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhinya cukup banyak, seperti, letak geografis, status negara, pendapatan penduduk, kesehatan, dan banyak hal lainnya. Jika kemiskinan menunjukan nilai yang kecil, maka untuk menyatakan kesejahteraan berarti memiliki nilai yang besar. Sehingga sering timbul kalimat peningkatan kesejahteraan yang tidak pernah lepas dari pasangannya pengentasan kemiskinan. Untuk meningkatkan kesejahteraan yang sekaligus berarti mengurangi tingkat kemiskinan, perlu dilakukan berbagai metode pendekatan. Karena hal ini sangat berkaitan erat dengan sosial masyarakat. Dimana akan sangat sulit untuk memasukkan berbagai ide baru yang diharapkan dapat meningkat kesejahteraan dan dapat mengurangi kemiskinan, jika cara penyampaian idenya salah. Hal ini sudah dibuktikan dengan berbagai macam program permerintah yang gagal. Jika menghitung banyaknya biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mungkin masih sedikit jika dibandingkan dengan yang dikorupsi para koruptor, namun setidaknya ada banyak program yang dapat dinikmati masyarakat meski sebagian besarnya tidak membuahkan hasil seperti yang diharapakan. Kita sebut saja BLT ( Bantuan langsung Tunai), dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin, namun kebanyakan salah
1

sasaran. Namun ada beberapa yang cukup membuahkan hasil meski tidak dapat dibilang sukses, seperti peningkatan kesejahteraan dibidang pendidikan. Dengan adanya sekolah gratis, bantuan biaya sekolah, bahkan biaya kuliah yang dibayar penuh bagi yang kurang mampu tapi berpotensi. Tapi, disisi lain terutama bidang kesehatan, masyarakat miskin semakin sulit mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. Padahal, orang-orang yang bermasalah dengan kesehatan kebanyakan orang-orang yang tidak mampu secara finansial. Indonesia adalah negara kaya, hanya saja masih terlalu banyak orang individualis yang hanya memikirkan diri sendiri, sementara setaiap tahun semakin banyak rakyat yang menderita.

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas , maka kita dapat merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah pengertian dari kemiskinan dan kesejahteraan dan apa saja batasan antara kemiskinan dan kesejahteraan? Apa saja faktor pendorong kesejahteraan dan penyebab kemiskinan? Bagaimana cara pendekatan peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan? Adakah program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat miskin?

1.3 Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari kemiskinan dan kesejahteraan , batasan antara kemiskinana dan kesejahteraan, hal-hal yang menjadi faktor pendorong kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan, serta mengetahui ada tidaknya program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kemiskinan dan kesejahteraan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barangbarang dan pelayanan dasar.

Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Arthur Dunham dalam Dwi Heru Sukoco (1991) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuankesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan. Pendapat lain tentang kesejahteraan sosial diungkapkan pula oleh Friedlander dalam Dwi Heru Sukoco (1991) : Social welfare Is the organized system of social services and institutions,designed to aid individuals and grous to attain satisfying standards of life and health, and personal and social relationships which permit them to develop their full capacities and to promote their well-being in harmony with the needs of their families and the community Yang diartikan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individu-individu dan kelompok agar mencapai standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat. Definisi diatas menunjukkan konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. Tujuan sistem adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan masalah maupun dalam memenuhi kebutuhannya, untuk itu pengertian kesejahteraan sosial adalah suatu aktifitas yang terorganisasi

yang ditujukan untuk membantu tercapainya suatu penyesuaian timbal balik antara individu dengan lingkungan sosialnya. Pekerjaan sosial sendiri berada diposisi sebagai profesi yang bertugas menyelenggarakan serta membantu manusia menggunakan program-program/pelayanan-pelayanan kesejahteraan sosial.

2.2 Batasan Kesejahteraan dan Kemiskinan Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: 1. Kemiskinan absolut. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. 2. Kemiskinan relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif

sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 3. Kemiskinan kultural. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya. Sesungguhnya kemiskinan bukan diukur dari pendapatan atau tingginya angka pengangguran atau tidak bekerja sama sekali. Sebab orang yang bekerja bukan berarti dia tidak miskin. Orang yang berpendapatan Rp 750.000,00/bulan bisa saja memenuhi kebutuhan minimalnya berupa pembelian beras, makanan berprotein dan bergizi, membayar biaya sekolah, sanitasi dan air bersih, membeli obat-obatan, sampai kepada kepemilikan rumah dengan standar sehat. Kemiskinan dan kesejahteraan ibarat dua sisi mata uang yang tidak terlepas di mana pun diletakkan.

2.3 Faktor Pendorong Kesejahteraan dan Penyebab Kemiskinan 1. Faktor Pendorong Kesejahteraan Kesejahteraan akan timbul ketika adanya upaya peningkatan kualitas hidup, yaitu: a. b. c. d. e. f. 2. kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, perumahan, serta sosial lainnya.

Faktor Penyebab Kemiskinan BPS melaporkan, faktor utama penyebab kemiskinan adalah : 1. Kemampuan penduduk dalam menyediakan makanan. Faktor makanan berkontribusi 73,57 persen pada daya beli penduduk miskin. Akibatnya, ketika harga besar stabil, garis kemiskinan pun tidak bergerak signifikan. 2. Faktor pertumbuhan penduduk 3. Pengaruh faktor pendidikan yang rendah 4. Ketimpangan kepemilikan lahan dan modal pertanian 5. Ketidakmerataan investasi di sektor industri dan pertanian 6. Terbatasnya kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya alam 7. Arus urbanisasi tinggi (mendorong orang desa ke kota), dll. Petani Indonesia yang sebagian besar tergolong miskin, memiliki ciri-ciri umum, yaitu: (1) Penguasaan lahan garapan kurang dari 1 ha bahkan kurang dari 0,5 ha, sehingga sering mereka disebut petani gurem, (2) Lemah pengetahuan dan informasi tentang kemajuan pertanian, (3) Lemah modal ketika mengawali proses produksi di lahan usahataninya, (4) Lemah teknologi, karena kurangnya informasi dan modal,

(5) Lemah atau kurang akses kredit, karena jauhnya lembaga-lembaga keuangan formal dari tempat tinggalnya, tiadanya agunan yang dimiliki seperti dipersyaratkan oleh perbankan, dan awamnya terhadap prosedur pengamprahan kredit, (6) Kurangnya perhatian pemerintah terhadap mereka, apalagi di era reformasi benar-benar petani dan pertanian Indonesia mengalami stagnasi kalau tidak ingin disebut kemunduran, dan (7) Harga-harga produk petani sangat fluktuatif dan tidak bernah beranjak dari sekitar itu-itu saja. Menurut Dawam Raharjo (1995) dalam kesimpulannya tentang penyebab kemiskinan di Indonesia, menyebutkan ada tujuh faktor penyebab kemiskinan di Indonesia;

Pertama, kemiskinan disebabkan oleh kesempatan kerja (miskin karena menganggur atau tidak mempunyai kesempatan kerja);

Kedua, upah gaji dibawah standar minimum; Ketiga, produktiitas kerja yang rendah; Keempat, ketiadaan aset (misalnya petani miskin karena tidak memiliki lahan, dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengolah lahan);

Kelima, diskriminasi, misalnya diskriminasi karena jenis kelamin dan kelas sosial masyarakat;

Keenam, tekanan harga (biasanya berlangsung pada petani kecil atau pengrajin dalam industri rumah tangga; dan

Ketujuh, penjualan tanah (tanah yang potensi untuk masa depan kehidupan keluarga telah habis dijual).

2.4 Empat Macam Kegiatan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Sosial yang sedang dibahas DPR RI disebutkan bahwa ada 4 (empat) macam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yakni: Rehabilitasi Sosial Perlindungan Sosial Pemberdayaan Sosial Jaminan Sosial

1. Rehabilitasi Sosial RUU Kesejahteraan sosial memberikan definisi Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat secara social. Cara pelaksanaan rehabilitasi sosial: 1. persuasif 2. motivatif 3. koersif Lingkup pelaksanaan rehabilitasi sosial: 1. keluarga 2. masyarakat 3. panti sosial Bentuk rehabilitasi sosial: 1. motivasi dan diagnosis psikososial 2. perawatan dan pengasuhan 3. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan 4. bimbingan mental spiritual 5. bimbingan fisik

6. bimbingan sosial dan konseling psikososial 7. pelayanan aksesibilitas 8. bantuan dan asistensi sosial 9. bimbingan resosialisasi 10. bimbingan lanjut 11. rujukan 2. Perlindungan Sosial Perlindungan Sosial adalah salah satu dari 4 (empat) macam kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dicantumkan dalam UU Kesejahteraan Sosial. Definisi perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial. Maksud perlindungan sosial adalah mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Cara pelaksanaan perlindungan sosial: 1. 2. 3. Bantuan Sosial Advokasi Sosial Bantuan Hukum

Bantuan sosial adalah bantuan sementara atau berkelanjutan yang diberikan agar seseorang, keluarga,kelompok, masyarakat yang

mengalami guncangan dan kerentanan sosial tetap dapat hidup wajar. Bentuk bantuan sosial : 1. 2. 3. Bantuan langsung Penyediaan aksesabilitas Penguatan kelembagaan

Advokasi sosial adalah perlindungan sosial yang diberikan untuk melindungi/membela seseorang, keluarga,kelompok, masyarakat yang dilanggar haknya. Bentuk advokasi sosial berupa penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan dan pemenuhan hak. Bantuan hukum adalah perlindungan sosial yang diselenggarakan untuk mewakili kepentingan warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 3. Pemberdayaan Sosial Pemberdayaan sosial adalah salah satu dari 4(empat) macam kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dimaksud dalam RUU Kesejahteraan Sosial. Definisi pemberdayaan sosial menurut RUU Kesejahteraan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Maksud pemberdayaan sosial: a. Meningkatkan kemandirian masyarakat, keluarga, kelompok,

perseorangan yang mengalami masalah sosial dalam memenuhi kebutuhannya dengan cara memberdayakan perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat itu. b. Meningkatkan peran serta perseorangan/lembaga sebagai potensi dan sumber dalam penyelenggaraan pemberdayaan sosial. Cara melakukan pemberdayaan sosial: 1. 2. 3. 4. 5. Peningkatan kemauan dan kemampuan Penggalian potensi dan sumber daya Penggalian nilai-nilai dasar Pemberian akses Pemberian bantuan usaha.

10

Bentuk-bentuk pemberdayaan sosial dalam meningkatkan kemandirian sosial : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Diagnosis dan pemberian motivasi Pelatihan keterampilan Pendampingan Pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha Peningkatan akses pemasaran hasil usaha Supervisi dan advokasi sosial Penguatan keserasian sosial Penataan lingkungan Bimbingan lanjut

Bentuk-bentuk pemberdayaan sosial dalam meningkatkan peran serta sosial: 1. 2. 3. 4. Diagnosis dan pemberian motivasi Penguatan kelembagaan masyarakat Kemitraan dan penggalangan dana Pemberian stimulant

4. Jaminan Sosial Jaminan Sosial adalah salah satu dari 4 (empat) macam kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang disebutkan dalam UU Kesejahteraan Sosial. Definisi Jaminan Sosial dalam RUU Kesejahteraan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya yang layak. Maksud jaminan sosial: a. Menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat dan eks penderita penyakit kronis yang

11

mengalami

masalah

ketidakmampuan

sosioekonomis

dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya. b. Menghargai pejuang,perintis kemerdekaan dan keluarganya. Bentuk jaminan sosial: a. Asuransi kesejahteraan sosial dalam bentuk bantuan iuran oleh pemerintah kepada fakir miskin, orang terlantar, penyandang cacat dan eks penderita penyakit kronis untuk melindungi warga negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya. b. Bantuan langsung berkelanjutan bagi fakir miskin, orang terlantar, penyandang cacat fisik dan mental dan eks penderita penyakit kronis. c. Tunjangan berkelanjutan bagi pejuang, perintis kemerdekaan dan keluarganya. 2.5 Pendekatan Peningkatan Kesejahteraan dan Pengentasan Kemiskinan a) Pendekatan peningkatan kesejahteran Menurut Midgley, terdapat empat pendekatan dalam

mengupayakan kesejahteraan sosial : 1. Filantropi sosial 2. Pekerja sosial 3. Administrasi sosial 4. Pembangunan sosial b) Pendekatan Pengentasan Kemiskinan Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan rencana jangka panjang (Tahun 20042015) untuk mengatasi kemiskinan. Sesuai dengan kebijakan pemerintah, Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) telah merumuskan dua cara pendekatan utama menuju pengurangan kemiskinan, yaitu: Menambah pendapatan masyarakat miskin dengan cara meningkatkan produktivitas dan kemampuan manajerialnya serta membantu mereka

12

memperoleh peluang dan perlindungan sosial yang lebih baik agar dapat mencapai status sosial, ekonomi, dan politik yang lebih baik; dan Mengurangi pembiayaan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat miskinseperti pendidikan, kesehatan, dan infrastrukturagar dapat menunjang kegiatan-kegiatan sosial dan ekonomi. Suatu strategi atau paradigma baru pengentasan kemiskinan petani dan buruh tani yang telah berhasil diimplementasikan oleh negara-negara yang sekarang ini termasuk negara industri baru (New Industrial Country), seperti Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Israel, melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Reformasi agraria, dapat berupa pengalihan pemilikan (landreform) ataupun pengalihan pengusahaan (sakap, sewa, gadai, pinjam,

kerjasama/kemitraan), sehingga luas garapan petani memenuhi skala usaha, misal untuk petani di Jawa 2 ha per kk dan luar Jawa 5 ha per kk. Tahapan pertama dan utama Ini dimaksudkan untuk memeratakan pemilikan atau pengusahaan aset-aset produktif yang paling dasar bagi seorang petani; (2) Meningkatkan produktivitas lahan pertanian. Hal ini dapat dilakukan melalui: (a) Perubahan teknologi dan inovasi, yang meliputi: (i) Inovasi kimia-biologis (penggunaan bibit atau benih unggul, penggunaan pupuk buatan/alam, penggunaan pestisida/insektisida bila diperlukan), (ii) Pengenalan mekanisasi pertanian sebagai pengganti TK manusia. Misalnya, penggunaan traktor untuk mengolah lahan di sawah, penggunaan mesin potong rumput sebaga pengganti sabit, sistem irigasi tetes atau springkler irigation, rumah plastik untuk menyiasati musim sehingga dapat bertanam sepanjang tahun, dll, (iii) Konservasi lahan pertanian, dimaksudkan agar lahan pertanian secara berkesinambungan mampu mmpertahankan bahkan meningkatkan produktivitasnya; (b) Kebijakan ekonomi, meliputi: (i) subsidi sarana produksi (bibit/benih, pupuk, pestisida), (ii) perbaikan harga produksi pertanian melalui

13

kebijakan harga output pertanian, (iii) penyediaan kredit berbunga rendah kepada petani lemah modal; (c) Perbaikan sistem kelembagaan, meliputi: (i) kelembagaan ekonomi (pendirian dan pembenahan koperasi, perbankan dan pasar bagi komoditi pertanian), (ii)

Kelembagaan sosial, yakni pembentukan dan penyempurnaan kelompokkelompok tani sebagai media tukar-menukar informasi dan teknologi pertanian bagi para petani kecil. (3) Investasi dalam sumberdaya manusia (human resources) melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan petani, sehingga lebih responsif terhadap kemajuan teknologi pertanian. Jadi jika ingin memajukan pertanian dan mengentaskan kemiskinan yang membelenggu petani, maka semua tahapan ini harus diikuti secara berurut dan peniadaan salah satu tahapan akan memiliki konsekuensi terhadap hasil pembangunan. Jika tahapan pertama dihindari, walau pembangunan pertanian berhasil, maka kemungkinan akan terjadi ketimpangan dalam distribusi pendapatan atau sebagian pertumbuhan di sektor pertanian akan dinikmati oleh tuan-tuan tanah kaya.

2.6 Indikator Kesejahteraan vs Akar Kemiskinan Adapun indikator tersebut diantaranya adalah : 1. Jumlah dan pemerataan pendapatan. 2. Pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau. 3. Kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Inilah tiga indikator tentang kesejahteraan rakyat. Inidikator ini akan menjadi faktor penentu dalam usaha-usaha yang dilakukan oleh semua pihak dalam mencapai kesejahteraan. Ketiga hal ini diyakini merupakan puncak dari gunung es kesejahteraan yang didambakan oleh semua orang karena sebenarnya indikator ini merupakan penghayatan dari akar kemiskinan.

14

2.7 Program Peningkatan Pendapatan Petani dan nelayan Kecil (P4K) Pemerintah telah melaksanakan beberapa program dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin, baik dari pedesaan maupun perkotaan. Program penanggulangan kemiskinan telah menjangkau seluruh plosok tanah air dan menghasilkan perkembangan positif. Namun demikian, masih banyak penduduk miskin yang belum dapat di tetntaskan dari belenggu kemiskinan. Hal ini antara lain karena terlalu banyaknya penduduk miskin dan terbatas nya kemampuan pemerintah. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang telah cukup lama adalah Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil. Proyek ini di laksanakan sejak tahun 1979 dan direncanakan berakhir tahun 2005. Sasaran proyek ini adalah petani dan nelayan kecil (PNK) miskin yang tinggal di daerah pedesaan. Proyek ini bertujuan mengembang sistem partisipatif dan bertujuan membantu keluarga miskin pedesaan dan meningkatkan taraf hidup kesejahteraannya. Sistem ini dimaksudkan untuk memberlakukan suatu mekanisme bagi upaya

pengentasan kemiskinan melalui pengembangan kelompok kelompok swadaya dari rumah tangga-rumah tangga miskin di pedesaan dan usaha usaha mikro yang mampu meningkatkan pendapatan keluarga. Pendekatan yang diterapkan dalam pelaksanaan program P4K adalah pemberdayaan masyarakat. Anggota masyarakat miskin didorong untuk meningkatkan kemampuannya memperoleh penghasilan melaluai usaha usaha yang produktif, akses terhadap informasi, pasar dan lembaga lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Progaran P4K di laksanakan oleh managemen P4K tingkat kabupaten, Petugas pelaksana tingkat kabupaten (PPTK), Kordinator Penyluh Pertanian (KPP), Penyuluh Pertanian (PP).
1. Pendampingan P4K

Sampai dengan tahun 2001 pelatihan pelatihan yang diselenggarakan oleh P4K baik tingkat pusat maupun daerah masih belum menujukan hasil yang diharapkan. Masih banyak Kelompok Petani Kecil (KPK) yang masih

15

belum mampu menyusun Rencana Usaha Bersama (RUB), masih lemah dalam pengembangan kelompok dan belum memulai tabungan yang cukup berarti untuk memulai usaha. Hasil penelusuran tahun 2001 oleh tim MTR IFAD menunjukan bahwa 50 % pengurus KPK dan 72 % anggota KPK tidak mengetahui manfaat dari berorganisasi, manfaat tabungan, manfaat cacatan, cara pengajuan kredit, dan pengembangan usaha. Atas dasar penemuan tersebut , tim MTR merekomendasikan agar diadakan penguatan KPK melalui mekanisme internal dan melibatkan

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pelibatan LSM sebagai mitra kerja dalam pemberdayaan KPK di mulai sejak tahun 2002 dan berlanjut dalam pendampingan P4K tahun 2004. Tujuan Pendampingan P4K tahun 2004 adalah : 1. Membantu managemen P4K meningkatkan kemampuan Pertugas

Pelaksana Tingkat Kabupaten (PPTK), kordinator PP dan PP dalam pengolahan teknis P4K yang mencakup aspek perencanaan ,

pelaksanaan , pengendalian serta monitoring dan evaluasi, penguatan kapasitas KPK dan pengembangan usaha anggota KPK dan usaha

bersama Kelompok Petani Kecil (KPK). Kegiatan ini dapat diharapkan meningkatkan kemampuan PPTK dan kordinator. 2. Meningkatkan kemampuan koordinator PP dan PP dalam memfasilitasi penguatan kapasitas KPK. 3. Meningkatkan kemampuan PPTK, koordinator PP dan PP dalam memfasilitasi pengembangan usaha anggota KPK dan Usaha Bersama KPK. Melalui program ini pada gilirannya diharapkan masyarakat ekonomi lemah yang didampingi mampu meningkatkan pendapatan, mampu mengakses permodalan, mampu mengembangkan kelompok dan mampu mengatasi masalah yang di hadapi.
16

2. Metodologi P4K

Kegiatan pemberdayaan KPK dan PNK pada P4K mengacu kepada Metodologi Pemberdayaan Proyek Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (selanjutnya disebut Metodologi P4K). Prinsip dasar Metodologi P4K adalah : (1) Pendekatan kelompok, (2) Kemitraan (keserasian, kepemimpinan dari mereka sendiri), (3) Keswadayaan, (4) Kesatuan keluarga, dan (5) Belajar menemukan sendiri (Discoveri learning). Dalam metodologi tersebut, ruang lingkup penumbuhan dan pemberdayaan KPK adalah: (1) Pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas, (2) Pengembangan sumber permodalan, (3) Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan PNK, (4) Pengembangan pasar dan teknologi tepat guna (Widayati, 2002).

Memperhatikan

lima

prinsip

dasar

dan

empat

ruang

lingkup

penumbuhan dan pemberdayaan, terlihat bahwa Metodologi P4K berupaya mengubah paradigm pemberdayaan masyarakat yang bersifat top down menjadi paradigma pemberdayaan partisipatif . Paradigma lama

menempatkan kelompok-kelompok petani dan masyarakat pedesaan hanya sebagai obyek program-program pembangunan oleh aparatur pemerintahan. Metodologi P4K telah menyadari bahwa kelompok bukanlah hanya sekedar menjadi instrumen untuk implementasi kebijakan, tetapi merupakan wadah pemberdayaan masyarakat perdesaan. Proses pembangunan sekarang ini telah sampai pada kondisi yang mensyaratkan adanya partisipasi yang lebih besar dari seluruh lapisan masyarakat agar tujuan dapat pembangunan tercapai serta untuk agar

mensejahterakan

kehidupan

masyarakat

pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainability). Paradigma baru pemberdayaan masyarakat tersebut sesuai dengan visi

17

Proyek P4K yaitu : Petani kecil berdaya lepas dari lingkungan kemiskinan. Kelompok sasaran Proyek P4K adalah petani-nelayan kecil beserta keluarganya yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan yaitu di bawah 320 kg setara beras per orang per tahun. Mereka adalah para petani pemilik, pengelola lahan sempit, penggarap/penyakap, buruh tani, buruh

nelayan/pendega, nelayan dengan peralatan sederhana, peternak kecik, pengrajin kecil, dan sebagainya. Proyek P4K Fase III/RIGP secara tegas menyatakan bahwa penerima manfaat proyek adalah bagian terbesar dari penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, yakni mereka yang memerlukan pengembangan keterampilan yang sesuai, pelatihan dan dukungan (termasuk pelayanan keuangan mikro) guna mengubah status sosial ekonomi mereka secara berkelanjutan. Untuk menyediakan dukungan yang diperlukan tersebut, P4K akan : (1) Menemukenali penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, (2) Membantu pembentukan kelompok swadaya (KPK), (3) Menyediakan pengembangan keterampilan dan pelatihan dalam berbagai aktivitas peningkatan pendapatan serta menemukenali peluang-peluang usaha yang tersedia, khususnya bagi kaum perempuan, (4) Membantu kelompok swadaya menyusun rencana usaha, (5) Menyediakan akses kepada fasilitas-fasilitas tabungan dan kredit, dan (6) Menyediakan nasehat, pelatihan, dan dukungan lainnya sesuai perkembangan kelompok swadaya (Widayati, 2002). Pendampingan dan pemantauan penggunaan kredit dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Account Officer BRI (AO BRI), dan Petugas Pengelola Proyek P4K Tingkat Kabupaten/Kota (PPTK). Pendampingan dilakukan sejak penumbuhan dan pembinaan KPK, penyusunan rencana usaha bersama (RUB) oleh PPL, PPTK dan pada saat penilaian kelayakan RUB oleh AO BRI. Pemantauan selanjutnya dilakukan melalui bimbingan pengelolaan usaha bersama dan monitoring pengembalian kredit serta pembinaan-pembinaan lainnya sesuai dengan metodologi pemberdayaan PNK (Melta, 2002).

18

3. Implementasi Metodologi P4K

Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan Proyek P4K dimulai dengan menentukan lokasi-lokasi proyek yang didasarkan atas kosentrasi masyarakat miskin dan potensi sumberdaya lainnya. Kegiatan berikutnya adalah menentukan calon warga binaan (PNK), yang kemudian difasilitasi untuk membentuk kelompok yang disebut Kelompok Petani-nelayan Kecil (KPK), dengan jumlah anggota 8-16 orang pada suatu lokasi yang berdekatan. Setelah KPK terbentuk, dilakukan survey rumah tangga PNK anggota KPK untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi keluarga PNK. Selanjutnya difasilitasi kursus/bimbingan, baik mengenai penyusunan rencana usaha bersama, pengelolaan usaha bersama (RUB), keterampilan, kerjasama antar KPK, dan sebagainya. Dengan adanya RUB, maka KPK difasilitasi untuk mendapatkan akses pelayanan perbankan (BRI). Selanjutnya KPK-KPK diperkenalkan dengan fasilitas/kemudahan pembangunan yang ada di sekitarnya untuk dapat dimanfaatkan, seperti bank, lembaga keuangan (formal dan non formal), KUD, PPL, SPP, BIPP, BPP, LSM, Dinas/Instansi teknis terkait, pengusaha dan sebagainya. Upaya-upaya pendampingan tersebut dilaksanakan secara langsung dan terus-menerus oleh PPL sebagai petugas pembina P4K di lapangan.

19

20

21

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinandapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kemiskinan absolut, relatif, dan kultural. Faktor pendorong kesejahteraan diantaranya kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi, dan penyebab kemiskinan

diantaranya faktor makanan, faktor pertumbuhan penduduk, pengaruh faktor pendidikan yang rendah, ketimpangan kepemilikan lahan dan modal pertanian, terbatasnya kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya alam, ketidakmerataan investasi di sektor industri dan pertanian, serta arus urbanisasi tinggi , ada 4 (empat) macam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, yakni: rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, dan jaminan sosial. Ada juga program untuk peningkatan kesejahteraan dari pemerintah yaitu program peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (p4k).

22

DAFTAR PUSTAKA

http://andist.wordpress.com/2008/03/21/pengertian-kemiskinan/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan http://erfins.wordpress.com/category/5-kebijakan-penyebab-kemiskinan/ http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/penyebab-kemiskinan-di-indonesia/ http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/solusi-mengatasi-kemiskinan-diindonesia/ http://ichwanmuis.com/?p=210 http://wiki.ghobro.com/3/post/2011/12/4-empat-macam-kegiatanpenyelenggaraan-kesejahteraan-sosial.html

23

You might also like