You are on page 1of 16

SUBDURAL HEMATOM

I. PENDAHULUAN Duramater normal terdiri dari dua lapisan, yang pertama terdiri atas dura periosteal luar dan dura meningeal dalam. Ke dua lapisan tersebut menyatu dalam bentuk sinus-sinus dural, batok kepala, tentorium dan fisura fisura inter hemisfer. Dura periosteum merupakan sinus-sinus dural mayor yang berlanjut ke dalam kalvarium, dan durameningeal berlanjut ke dinding alteral. Gambaran karakteristik dari perdarahan ekstra aksial secara langsung berhubungan dengan anatomi dura, arachnoid dan piamater, yang berfungsi melindungi otak dan bagian keras (skull) dari periostium. Dasar lokasi perdarahan dapat dikenali kedalam empat tipe: 1.Epidural Hematom 2.Subdural Hematom 3.Subarachnoid Hemoragik 4.Intra ventrikuler hemoragik Subdural hematom atau perdarahan subdural adalah salah satu bentuk cedera otak dimana perdarahannya terjadi diantara duramater ( lapisan pelindung terluar dari otak dan arachnoid (lapisan tengah menings ) yang biasanya terjadi akibat dari trauma. Trauma deselerasi merupakan penyebab tersering perdarahan subdural oleh karena rupturya vena-vena melalui mekanisme sobekan. Perdarahan ini sering terlihat dengan adanya kerusakan otak secara langsung. Gejala dari hematom bisa timbul cepat atau secara bertahap bila darah keluar dari pembuluh darah yang robek. Waktu antara timbulnya gejala bervariasi antara kurang dari 48 jam sampai beberapa

minggu atau lebih. Hematom subdural dibagi menjadi hematom subdural akut, subakut, dan kronik. Beberapa perdarahan subdural secara klinis tidak tampak, tapi adapula yang menampakkan gejala-gejala pendorongan massa terhadap otak disekitarnya. Sebelum teknologi CT-scan (Computed Tomography Scan) dan MRI ( Magnetic Resonance Imaging) ditemukan, diagnosa subdural hematom ditegakkan berdasarkan efek pendorongan massa ini, dimana terlihat perpindahan pembuluh darah pada angiogram atau sebagai kalsifikasi kelenjar pituitary pada foto kepala. Subdural hematom terjadi akibat robekan dari vena-vena yang melintasi ruang subdural tetapi dapat juga diakibatkan karena luka memar yang hebat dan laserasi subarachnoid. Subdural hematom akut biasanya terjadi akibat trauma kepala yang hebat. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengumpulan darah yang cepat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial pada otak. Hasil akhir suatu subdural hematom akut tergantung bukan saja dari efektivitas tindakan bedah tetapi juga dari apakah ada luka pada otak didekatnya. Bila subdural hematom akut ini berjalan beberapa minggu, akan timbul subdural hematom kronik, dimana terdapat cairan xantokrom yang dibatasi membrane jaringan fibrous pada bagian

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Hematoma subdural dapat terjadi pada semua umur. Biasanya terdapat pada bayi, akibat trauma yang keras pada neonatus dan komplikasi dari kelahiran dan trauma pasca natal. Subdural hematom akut terjadi pada pasien dengan trauma kepala berat sekitar 5-25%. Angka kejadian dari

sekitar 1-5,3 kasus per 100.000 orang per tahun. Pada sebuah penelitian, umur rata-rata dari penderita trauma tanpa subdural hematoma adalah 26 tahun, sedangkan umur rata-rata dari penderita hematom subdural akut adalah 41 tahun. Oleh karena itu, orang tua memiliki resiko yang meningkat untuk menderita hematom subdural akut setelah trauma kepala. Hematom subdural kronik biasanya terjadi pada orang usia lanjut yang umurnya lebih dari 50 tahun. Sepertiga sampai setengah penderita hematom subdural kronik tidak memiliki riwayat trauma kepala. Kalaupun memiliki riwayat trauma, biasanya merupakan trauma ringan. Laki-laki lebih banyak terkena dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1:Kebanyakan pemeriksaan pada saat ini menunjukkan terjadinya peningkatan insiden, dikarenakan semakin majunya alat-alat radiology. ETIOLOGI Hematom subdural disebabkan robekan vena-vena di daerah corteks cerebri atau bridging vein oleh suatu trauma. Kebanyakan perdarahan subdural disebabkan karena trauma kepala yang merusakkan vena-vena kecil di dalam lapisan meninges. Pada orang muda yang sehat, perdarahan biasanya dipicu oleh pengaruh yang jelas, seperti kecelakaan pada kendaraan dengan kecepatan tinggi. Sebaliknya, orang tua dapat mengalami perdarahan subdural akibat trauma kecil seperti jatuh dari kursi. Subdural hematom dapat terjadi pada bayi, akibat trauma yang keras pada neonatus dan komplikasi dari kelahiran dan trauma postnatal. ANATOMI Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak yang lembut, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeuratika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu lapisan

lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Cranium Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteriarteri ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.

Duramater Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah duramater, arachnoid, dan piamater. Masing-masing mempunyai fungsi tersendiri dan strukturnya berbeda dari struktur lainnya. Duramater adalah membran luar yang Hat, semitranslusen dan tidak elastis. Terdiri dari lamina meningealis dan lamina endostealis. Fungsinya adalah :

1. Melindungi otak 2. Menutupi sinus-sinus vena (yang terdiri atas duramater dan lapisan endotelial saja tanpa jaringan vaskular). 3. Membentuk periosteum tabula interna. Duramater melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak. Oleh karena itu, bila duramater robek dan tidak diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara akan timbul berbagai masalah. Lamina meningealis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa yaitu: 1. Falx cerebri 2. Tentorium cerebelli 3. Falx cerebelli 4. Diaphragma sellae Falx cerebri berbentuk bulan sabit dengan arah vertikal dan terletak di dalam fissura longitudinalis cerebri, memisahkan hemispherium cerebri sinister terhadap hemispherium dexter. Tepi cranial falx serebri berbentuk konveks, melekat pada facies interna calvaria cranii di linea mediana, membentuk sinus sagitalis superior. Tepi caudal falx cerebri berbentuk konkaf, berada bebas dan membentuk sinus sagitalis inferior, terletak di sebelah superior serta mengikuti lengkungan corpus callosum. Di sepanjang tempat perlekatan falx cerebri pada tentorium cerebelli terdapat sinus rectus.Tentorium cerebelli memisahkan cerebellum terhadap lobus occipitalis cerebri. Tepi posteriornya berbentuk konveks, melekat pada tepi sulcus transversus, membentuk sinus transverses. Ke arah lateral, tentorium cerebelli melekat pada tepi cranial pars petrosa ossis temporalis, membentu k

sinus petrosus superior. Duramater mempunyai suplai darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria vertebralis dan karotis interna. Pembuluh anterior dan etmoid juga merupakan cabang dari arteria karotis interna dan menyuplai fossa anterior. Arteri meningea posterior yaitu cabang dari arteria oksipitalis, menyuplai darah ke fossa posterior. Di dekat duramater tetapi tidak menempel padanya adalah membran halus, fibrosa, dan elastis yang dikenal sebagai arakhnoid. Membran ini tidak melekat pada duramater, akan tetapi ruangan antara kedua membran tersebut - ruang subdural - merupakan ruangan yang potensial. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan penyokong dan oleh karena itu mudah sekali cedera dan robek pada trauma kepala (otak).

PATOFISIOLOGI Meninx terdiri dari duramater, arachnoid dan piameter. Daerah yang terdapat diantara arachnoid dan duramater (disebut daerah subdural), dimana tidak seperti pada daerah epidural, tidak dibatasi oleh sutura kranialis. Jembatan-jembatan vena (Bridging veins) melintasi daerah ini, berjalan dari permukaan kortikal menuju sinus dural. Pendarahan pada vena-vena ini dapat terjadi sebagai akibat dari mekanisme sobekan (dapat pula karena dorongan rotasional atau linear) di sepanjang permukaan subdural dan peregangan traumatik dari vena-vena, yang dapat terjadi dengan cepat akibat dekompresi ventrikular. (1,9)

Karena permukaan subdural tidak dibatasi oleh sutura cranialis, darah dapat menyebar di seluruh hemisper dan masuk ke dalam fisura hemisfer, hanya dibatasi oleh refleksi dural. Kemampuan darah untuk menyebar relatif berakhir tak terkendali dan memberikan gambaran yang meluas daripada bentuk bikonfex pada hampir semua epidural hematom. (1) Mekanisme yang biasa menyebabkan munculnya hematom subdural akut adalah benturan yang cepat dan kuat pada tengkorak. Karena otak yang bermandikan cairan serebrospinal (CSS) dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat dimana mereka menembus duramater, dengan akibat terjadi perdarahan di dalam ruang Dikutip dari kepustakaan 12

subdural. Subdural hematom akut biasanya ada hubungannya dengan trauma yang jelas dan seringkali disertai dengan laserasi atau kontusi otak. (7) Hematoma subdural kronik lebih kurang nyata gejalanya. Korban yang sering adalah orang yang lanjut usia dan peminum alkohol. Pada pendenta demikian, biasanya didapatkan atrofi otak yang berakibat bertambah bebasnya pergerakan otak didalam ruang tengkorak. Kebebasan bergerak ini berarti pula meningkatnya kemungkinan ruptur dari vena -vena jembatan, dan pada pendenta -penderita ini, dapat terjadi secara perlahanlahan oleh trauma ringan saja atau bahkan tidak diketahui adanya trauma sebelumnya. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Dalam 7-10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotik yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya. Oleh karena hematom subdural disebabkan perdarahan vena, maka meningginya tekanan intrakranial terjadi secara lambat

DIAGNOSIS A.

Gejala Klinis Subdural hematom diklasifikasikan menjadi subdural hematom akut (hiperdens) bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24 sampai 48 jam setelah trauma. Subdural hematom subakut (isodens) antara 2 -3 minggu, dan subdural hematom kronik bila lebih dari 3 minggu setelah trauma. {9,13) Gejala klinis dari subdural hematom akut tergantung dari ukuran hematom dan derajat kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat unilateral. Gejala neurologis yang sering muncul adalah (1,5,14):

1.

Perubahan tingkat kesadaran, dalam hal ini terjadi penurunan kesadaran 2.

Dilatasi pupil ipsilateral hematom 3.

Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya 4.

Hemiparesis kontralateral 5.

Papiledema Stupor atau koma, hemiparesis, dan pembesaran pupil secara unilateral merupakan tanda-tanda dari hematoma yang membesar. (15) Pada penderita subdural hematom subakut, terdapat trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu, penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk.

Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring dengan pembesaran hematom, penderita dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsang bicara dan nyeri. (9) Manifestasi klinis dari subdural hematom kronik biasanya tersembunyi, dengan gejala-gejala berupa penurunan kesadaran, gangguan keseimbangan, distungsi kognitif dan gangguan memori, hemiparesis, sakit kepala, dan apasia. Sakit kepala berfluktuasi tergantung dari derajat keparahan, biasanya karena perubahan posisi. Pada pasien umur 60 tahun atau lebih, hemiparesis atau refleks yang asimetris lebih sering tampak. Sedangkan pada pasien yang lebih muda dari umur 60 tahun, gejala yang paling sering adalah sakit kepala. (14,15)

B.

Gambaran Radiologi :

10

a.

Foto Polos Kepala Pada foto polos kepala, tidak dapat didiagnosa pasti sebagai subdural hematom. Dengan proyeksi Antero-Posterior (AP) lateral dengan sisi yang mengalami trauma pada film, bertujuan untuk mencari adanya fraktur tulang pada daerah frontoparietotemporal.

b.

CT Scan Pemeriksaan CT-scan ini lebih diusulkan, bertujuan untuk memperlihatkan karakteristik bagi gambaran yang timbul, yaitu keadaan dimana hemoragik konveks hiperintense terhadap otak yang

You might also like