You are on page 1of 38

PENDAHULUAN

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun 1986 menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah atau penyakit kardiovaskuler menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab kematian, dengan catatan pada golongan umur 45 tahun ke atas penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian. Morbiditas penyakit jantung bawaan diperkirakan sebesar 6-8/1000 kelahiran hidup dan sepertiganya memerlukan penanganan dibawah usia 5 tahun 1 Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang ada, penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Di Amerika Serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama kehidupan berakhir dengan kematian penderita.1, 2. Di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita Penyakit Jantung Bawaan 2. Penyakit jantung bawaan adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, di mana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin2. Frekuensi Penyakit Jantung Bawaan bervariasi pada bermacam macam umur. Terbanyak pada masa bayi dan pra-sekolah.

Umumnya terbanyak Defek Septum Ventrikel (VSD), kemudian menyusul VSD +

PS (Stenosis Pulmonal), ASD (Defek Septrum Ventrikel), PDA (Duktus Arteriosus Persisten), Koarktasio Aorta, PS (Stenosis Pulmonal), AS ( Stenosis Aorta), TGA (Transposisi Arteri arteri besar), TF (Tetralogi Fallot)3 Berikut akan dibahas tentang kasus Gagal Jantung Kongestif causa Defek Septum Atrial pada anak yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin.

TINJAUAN PUSTAKA

Batasan Gagal Jantung Kongestif Secara umum menunjukkan bahwa jantung tidak mampu memompa darah yang adekuat untuk memenuhioksigen dan nutrien yang diperlukan sel di seluruh jaringan tubuh sehingga terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan di dalam sel. Pada beberapa pasien, secara klinis menunjukkan sindroma gagal jantung kongestif tetapi tanpa disertai gangguan kontraksi otot jantung, kondisi seperti ini jantung yang normal tetapi menerima beban tekanan atau volume yang melebihi kemampuan atau akibat gangguanpengisian ventrikel (heart failure)4 The national Heart, Lung and Blood Institute, menggambarkan bahwa gagal jantung terjadi bilamana abnormalitas fungsi jantung menyebabkan jantung gagal memompa darah serta melepaskan oksigen ke jaringan pada kecepatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada tekanan pengisian (venous return) yang normal
4

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan keadaan yang yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Keadaan yang meningkatkan beban awal, meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel 5.

Jantung terbagi atas empat ruang. Ruang atas atau disebut atrium dipisahkan oleh dinding/sekat yang disebut Septum 5. Defek septum atau kadang disebut lubang pada jantung.. Defek Septum Atrial (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin (Gambar 1). 2

Jantung kanan yang berisi darah venous dengan kandungan rendah oksigen, dan jantung kiri yang berisi darah arterial yang mengandung darah yang kaya oksigen, hal itu bermanfaat untuk mencegah terjadinya komunikasi antara kedua belah jantung dan mencegah darah dari kedua belah jantung untuk bercampur satu sama lain
7

. Terdapatnya defek yang luas antar atrium,

menyebabkan kebocoran sejumlah besar darah yang kaya oksigen yang berasal dari jantung kiri ke jantung kanan, sehingga terjadi pencampuran antara darah arterial dan darah venous. Darah ini dipompa kembali ke paru, walaupun telah

mengandung lebih banyak oksigen. Hal ini tidak efisien, karena darah yang teroksigenasi menggantikan darah yang memerlukan oksigen 8. Epidemiologi Berdasarkan penelitian tahun 2003 di Amerika Serikat, insidensi Penyakit Jantung Bawaan sekitar 0,8 % dari populasi. Sekitar 1 dari 1500 kelahiran hidup, memiliki Defek Septum Atrial 9. Pada negara berkembang, angka mortalitas ASD sangat rendah (kurang dari 1 %). Tahun 2006, di Indonesia, dengan populasi 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan terdapat sekitar 30.000 penderita Penyakit Jantung Bawaan. Insidensnya sekitar 6,7% dari seluruh PJB pada bayi yang lahir hidup 2. Dengan rasio kejadian antara perempuan dan laki laki mendekati 2 : 1 9. Etiologi Faktor predisposisi gagal jantung adalah keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati, atau penyakit perikardial) dan penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung kongenital) 10. Pada sebagian besar kasus, etiologi penyakit jantung bawaan tidak diketahui. Beberapa penyakit serta obat tertentu yang diminum ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan penyakit bawaan, termasuk penyakit jantung bawaan. Rubela yang didertita ibu dapat pula menyebabkan penyakit jantung bawaan pada bayi, terutama duktus arteriosus persisten, diikuti oleh defek septum

ventrikel, tetralogi Fallot, dan stenosis pulmonal perifer. Obat yang telah dipastikan dapat menyebabkan penyakit jantung bawaan adalah talidomid (stenosis pulmonal perifer) dan beberapa sitostatika. Radiasi sinar X juga dapat menyebabkan pelbagai penyakit bawaan, sangat mungkin juga penyakit jantung bawaan 10. Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga mempunyai insidens penyakit jantung bawaan tinggi, jenis penyakit jantung bawaan yang sama terdapat pada anggota keluarga yang sama 3 Klasifikasi Pembagian Defek Septum Atrium berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu 2: 1. ASD sekundum, bila lubang terletak pada daerah fosa ovalis, 2. ASD primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, yang mana ini termasuk salah satu bentuk Atrio-Ventricular Septal Defect (AVSD), dan 3. Sinus Venosus Defect (SVD) bila lubang terletak di daerah sinus venosus dekat muara vena (pembuluh darah balik) kava superior atau inferior. Anatomi Jantung Jantung dibagi oleh septa vertikal dalam empat ruang, atrium kanan dan kiri dan ventrikel kanan dan kiri. Atrium kanan terletak anterior terhadap atrium kiri dan ventrikel kanan terletak anterior terhadap ventrikel kiri 11.

Muara muara pada atrium kanan : vena cava superior bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan; vena cava inferior bermuara ke dalam bagian bawah atrium kanan; Sinus coronarius bermuara antara v. Cava inferior dan ostium atrioventrikulare; ostium atrioventrikulare kanan terletak anterior terhadap muara v.cava inferior. Muara muara pada atrium kiri : empat venae pulmonalis, dua dari masing masing paru bermuara pada dinding posterior dan tidak mempuntai katup 11. Patofisiologi Mekanisme gagal jantung kongestif pada dasarnya dibagi dalam 2 kategori yaitu 4: 1. Jantung memompa darah dengan kekuatan normal tetapi darah yang mengalir ke system arteri perifer tidak efektif, hal ini akibat sebagian besar darah yang keluar dari jantung mengalir ke paru oleh adanya defek anatomis sehingga menimbulkan aliran/pirau kiri ke kanan (left to right shunt). Pada saat ini jantung dan paru tidak mampu lagi mengatasi perubahan hemodinamik yang terjadi. Mekanisme ini sering terjadi pada bayi dan anak dengan defek kiri ke kanan yaitu ASD, VSD, PDA, Common AV valve atau kombinasi. 2. Jantung tidak kuat memompa darah ke aliran arteri sistemik oleh karena kelainan struktur jantung yaitu jantung kiri terlalu kecil atau terlalu sempit (hipolastik jantung kiri, stenosis katub aorta, koartasio aorta), atau oleh karena otot jantung sangat lemah sehingga tidak kuat memompa darah keluar menuju arteri sistemik walaupun struktur jantung normal (kardiomiopati, miokarditis, penyakit Kawasaki).

Dengan melalui salah satu atau kedua mekanisme tersebut gagal jantung kongestif terjadi bila ada penurunan fungsi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri. Penurunan fungsi ventrikel kanan, sehingga tidak mampu memompa darah menuju paru, selalu ada darah sisa di ventrikel kanan, sementara darah dari vena sistemik akan terus mengisi ventrikel kanan setiap diastol. Akibatnya terjadi bendungan di ventrikel kanan yang akan diteruskan ke seluruh sistem vena perifer termasuk hepar. Penurunan fungsi ventrikel kiri, sehingga tidak mampu memompa darah menuju arteri sistemik, dengan demikian terjadi bendungan di sistem vena paru. Oleh karena itu gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinik yang terdiri dari kumpulan gejala yang bervariasi tergantung umur yaitu berupa iritabel, nafsu makan yang menurun, ganggun proses tumbuh kembang, penurunan akitivitas, berkeringat, penurunan jumlah air kencing, takikardia, takipnea, retraksi ruang iga dan subkosta, kardiomegali, hepatomegali, pelebaran vena jugularis dan menurunnya pengisian kapiler4. Fungsi jantung adalah sebagai pompa darah yang ditentukan oleh besarnya curah jantung yaitu jumlah darah yang dipompa keluar dari jantung setiap menit. Besar curah jantung ditentukan oleh 4 faktor yaitu : frekuensi denyut jantung, kontraktilitas otot jantung, preload yang setara dengan isi diastolik akhir dan afterload, yaitu jumlah tahanan total yang melawan ejeksi ventrikel. Dalam kaitan ini penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kemampuan kontraktilitas otot jantung (myocardial function). Pada bayi dan anak terdapat beberapa determinan yang mempengaruhifungsi jantung dan berbeda dengan dewasa, yaitu terdapat perbedaan besar miofilamen

(unit kontraktil) antara bayi, anak dan dewasa. Pada bayi, miofilamennya lebih sedikit sehingga tenaga untuk kontraksi lebih lemah dan otot jantung lebih kaku sehingga setiap penambahan volume ventrikel yang kecil saja sudah menyebabkan peningkatan yang besar terhadap tegangan otot jantung. Kondisi ini menyebabkan penambahan volume ventrikel yang sedikit saja sudah berakibat kekuatan kontraksi otot jantung cepat mencapai titik optimal sehingga preload/diastol sangat terbatas. Pada bayi dalam keadaan istirahat, otot jantung mengkonsumsi oksigen lebih tinggi dan frekuensi denyut jantung lebih cepat sehingga sudah mendekati batas titikoptimal hal ini oleh karena peran simpatis masih dominan. Efektifitas obatuntuk merangsang langsung kontraktilitas juga terbatas. Dengan adanya keterbatasanketerbatasan tersebut, manipulasi terhadap preload dan afterload pada bayi dan anak lebih bermanfaat dalam mengendalikan besarnya curah jantung 4. Frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung setiap menit dikalikan dengan volume darah yang dipompa keluar pada satu kali kontraksi jantung adalah besar curah jantung. Pada batas tertentu terdapat korelasi linier antara frekuensi denyut jantung dengan curah jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung akan meningkatkan curah jantung. Akan tetapi frekuensi denyut jantung yang terlalu tinggi tidak akan memberikan kesempatan jantung untuk relaksasisehingga akan menurunkan volume diastolik akhir, meningkatkan kebutuhanoksigen dan menurunkan perfusi koroner, akhirnya justru menurunkan curah jantung. Gagal jantung akan terjadi bila salah satu determinan tersebut terganggu, dalam hal ini harus dibedakan cadangan

antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kemampuan kontraktilitas otot jantung (myocardial function) 4. Preload Adalah derajat regangan otot jantung pada saat akan kontraksi (sistole) atau selama relaksasi (diastole/pengisian ventrikel), setara dengan volume pada saat akhir diastole yang secara histologis merupakan ukuran panjang sarkomer (unit kontraktil otot jantung). Pada saat istirahat, secara klinis menggambarkan fungsi alir balik (venous return) dan kelenturan ventrikel yang berpengaruh terhadap isi dan tekanan atrium kanan maupun kiri. Secara klinis, preload diestimasikan dengan pengukuran tekanan vena sentral (pengganti tekanan atrium kanan) dan tekanan pulmonary wedge (pengganti tekanan atrium kiri). Sesuai dengan hukum Starling, bertambahnya volume akhir diastole sampai titik optimal akan meningkatkan curah jantung semata-mata oleh faktor mekanik dan bukan oleh perubahan kontraktilitas otot jantung. Cadangan preload yang cukup besar merupakan dasar terapi cairan pada syok hipovolemik 4. Afterload Adalah beban dihadapi otot jantung saat sistole (kontraksi/ejeksi), diestimasikan sebagai tekanan aorta. Peningkatan afterload akan meningkatkan beban yang dihadapi otot jantung sehingga menurunkan volume sekuncup dan curah jantung. Pengobatan gagal jantung dengan menurunkan afterload bertujuan memperbaiki isi sekuncup dan curah jantung. Secara klinis, keberhasilan pengobatan dengan memantau perbaikan perfusi tanpa disertai peningkatan

10

frekuensi jantung yang bermakna berarti sudah terjadi peningkatan volu,e sekuncup dan curah jantung. Pada beberapa keadaan ditemukan beban yang berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi otot jantung intrinsik, sebaliknya dapat terjadi depresi otot jantung intrinsik tatapi secara klinis belum tampak tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan 4. Mekanisme Kompensasi Gagal Jantung Kongestif : 1. Keseimbangan cairan dan dilatasi miokard 2. Perubahan Kontraktilitas Otot Jantung 3. Redistribusi Curah Jantung dan Peningkatan Ekstraksi Oksigen 4. Hipertropi Jantung 5. Bertambah panjangnya otot jantung. Hukum Frank-Starling memperlihatkan hubungan antara penampilan jantung (curah jantung dan isi sekuncup) dengan preload ventrikel pada saat akhir diastole 6. Disosiasi Oksigen-Hemoglobin 7. Peningkatan Prostaglandin dan Prostasiklin 8. Peningkatan Bradikin dan Kalikrenin 9. Perubahan aktifitas mitokondria otot jantung 10. Pelepasan Endotelin 11. Pelepasan Vasopresin

11

Manifestasi Klinis Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d`effort, fatig, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan Cheyne Stokes, takikardia, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edem, liver engorgement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugular meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan edema pitting 9. New York Heart Assiciation (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas9 : Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih beratdari aktivitas sehari hari tanpa keluhan. Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan. Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring. Sebagian besar pasien defek septum atrium sekumdum asimptomatik. Kecurigaan biasanya timbul bila pada pemeriksaan rutin ditemukan bising

12

jantung. Infeksi saluran napas berulang tidak begitu berat dibandingkan dengan defek septum ventrikel. Gagal jantung biasanya tidak terjadi pada masa bayi dan anak, sekalipun demikian, akhir akhir ini makin banyak dilaporkan bayi yang menderita defek septum atrium mengalami gagal jantung kongestif 10. Pertumbuhan fisis biasanya normal atau hampir normal. Hanya pada defek yang sangat besar didapatkan deformitas dada. Pada palpasi tidak titemukan getaran bising. Kadang dapat diraba aktivitas ventrikel kanan yang meningkat. Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung I normal, sedangkan bunyi jantung II terdengar dengan split yang lebar dan menetap. Dalam keadaan normal, pada waktu inspirasi alir balik darah ke jantung kanan akan bertambah, sehingga waktu ejeksi ventrikel kanan juga bertambah lama. Pada defek septum atrium, penambahan alir balik ke jantung kanan akan menyebabkan tekanan di atrium kanan bertambah, sehingga pirau kiri ke kanan melintasi defek akan berkurang. Sebaliknya pada ekspirasi pengurangan aliran balik ke jantung kanan akan menyebabkan berkurangnya tekanan atrium kanan, sehingga pirau kiri ke kanan bertambah. Dengan demikian, maka jumlah darah dari ventrikel kanan, baik pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi, lebih kurang sama. Akibatnya split bunyi jantung II menetap. Split yang melebar dan menetap ini mrupakan tanda fisis yang sangat penting pada defek septum atrium10. Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala

(asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan

13

disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan2. Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria maor dan 2 krteria minor harus ada pada saat bersamaan9: Kriteria mayor 1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea 2. Peningkatan tekanan vena jugularis 3. Ronki basah tidak nyaring 4. Kardiomegali 5. Edema paru akut 6. Irama derap S3 7. Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O 8. Refluks hepatojugular Kriteria Minor 1. Edema pergelangan kaki 2. batuk malam hari

14

3. Dyspneu d`effort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum 7. Takikardia (>120x/menit) Kriteria Mayor atau minor Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan foto thorax dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Penatalaksanaan Obat obatan yang digunakan untuk penatalaksanaan Gagal jantung Kongestif
12

: Agent Dosis Anak

Reduksi Preload Furosemide Hydrochlorothiazide Metolazone Inotropik 1 mg/kg/dosis PO atau IV 2 mg/kg/hari PO divided bid 0.2 mg/kg/dosis PO

15

Preterm infants: 0.005 mg/kg/hr PO divided bid atau 75% dari dosis ini IV Digoxin <10 y: 0.010 mg/kg/d PO divided bid or 75% of this dose IV >10 y: 0.005 mg/kg/d PO qd or 75% of this dose IV Dopamine Dobutamine Inamrinone Milrinone Rerusi Afterload 0.1-0.5 mg/kg/d PO divided q8h Captopril Enalapril Lisinopril Nitroprusside Alprostadil 0.1 mg/kg/d PO divided qd/bid, not to exceed 0.5 mg/kg/d 0.5-10 mcg/kg/min IV 0.05-0.1 mcg/kg/min IV 5-28 mcg/kg/min IV 5-28 mcg/kg/min IV 5-10 mcg/kg/min IV 0.5-1 mcg/kg/min IV

Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.4

.Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival

16

(ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Para ilmuwan menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO). ASO adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis)2. Prognosis Tanpa operasi umur rata rata penderita defek fossa ovalis dan defek sinus venosus adalah 40 tahun. Untuk defek atrioventrikular lebih muda lagi. ASD sangat membahayakan, karena selama puluhan tahuntidak menunjukkan keluhan dalam perjalanannya, tetapi dalam waktu sangat pendek terutama dengan timbulnya hipertensi pulmonal akan mengarah ke suatu keadaan klinis yang berat. Timbulnya fibrilasi atrium dan gagal jantung merupakan gejala yang berat3.

LAPORAN KASUS

17

I. Nama

IDENTITAS : An. S : Perempuan : 12 tahun : 2 (dua) : Tn. J : 42 tahun : Tani : SD : 29 Maret 2006 Nama Ibu Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku Bangsa Alamat : Ny. S : 37 tahun : SD : Ibu Rumah Tangga : Islam : Banjar : Indonesia : Desa Gudang Hirang RT.06 Kecamatan

Jenis Kelamin Umur Anak Ke Nama Ayah Umur Pekerjaan Pendidikan Tanggal/Jam

Singai Tabuk II. ANAMNESIS Aloanamnesis Tanggal/jam 1. Keluhan Utama : Ayah dan ibu Pasien : 29 Maret 2006 : Sesak nafas

2. Riwayat Penyakit sekarang : 3 hari anak mengeluh sesak napas, dimana sesak muncul tiba-tiba tidak saat beraktifitas (saat istirahat). Serangan sesak berulang sekitar 2 kali dalam sehari. Malam hari anak sering terbangun karena mengeluh sesak dan juga batuk. Anak terbiasa tidur dengan 3 bantal, dan tidak dapat tidur bila tanpa bantal. Anak juga sering duduk sambil mendekap bantal untuk mengurangi keluhan sesak. Anak mengeluh nyeri dada yang menjalar ke punggung dan juga

18

perut. Selama beberapa hari terakhir ini anak sering mengeluh cepat lelah, sehingga tidak dapat bermain lagi bersama teman temannya. Dan sudah sebulan terakhir anak tidak bersekolah. Sekitar 10 hari yang lalu anak selesai melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin dengan rawat inap selama 2 minggu, karena keluhan yang sama dan didiagnosa sebagai gagal jantung. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah menderita penyakit demam tifoid, Diptheri, ISPA kejang. Pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosa PJB Non Sianotik ASD 4. Riwayat Natal Anak lahir spontan, ibu lupa berat lahir anak. Persalinan ditolong oleh bidan di rumah sendiri. 5. Riwayat Neonatal Ketika lahir anak langsung menangis kuat. Badan anak kemerahan dan bergerak aktif

6. Riwayat Perkembangan

19

Anak mulai tiarap pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 8 bulan, duduk diusia 9 bulan, berdiri diusia 10 bulan dan berjalan diusia 12 bulan. 7. Riwayat Imunisasi Anak mulai umur 2 bulan telah mendapatkan imunisasi BCG 1 kali, imunisasi Polio 4 kali, imunisasi DPT 3 kali, imunisasi Hepatitis B 3 kali, dan imunisasi campak 1 kali. 8. Riwayat Makanan Anak mendapat ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Sejak usia 7 bulan, anak mendapatkan PASI yaitu susu Laktogen. 9. Riwayat Penyakit Keluarga Didalam keluarga, ayah dan ibu tidak ada yang menderita darah tinggi dan asma. Penyakit kencing manis dan penyakit menular seperti batuk-batuk lama juga tidak ada dalam keluarga. 10. Riwayat Psikososial Anak tinggal dengan kedua orang tuanya dan seorang kakaknya. Hubungan antara anak dan orang tua baik. Rumah terbuat dari kayu , dengan ventilasi udara baik. Air yang digunakan untuk minum, mandi dan cuci dari PDAM.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

20

1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Tanda vital

: Tampak sakit berat : kompos mentis : Tekanan darah Nadi Suhu Respirasi 90/70 mmHg 140 kali/menit 36,70 C 60 kali/menit

4. Kulit

: warna kulit sawo matang, turgor cepat kembali, kelembaban cukup, tidak ditemukan hemangioma, sianosis dan pucat pada pasien.

5. Kepala - Rambut : warna hitam, tebal, distribusi merata, tidak terdapat alopesia - Kepala : Bentuk mesosepali, UUB dan UUK sudah menutup, wajah simetris - Mata : tidak ada edema palpebrae, alis dan bulu mata tidak mudah dicabut, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, produksi air mata cukup, diameter pupil 3 mm/ 3 mm, isokor, terdapat reflek cahaya, kornea jernih. - Telinga : bentuk normal simetris, sekret tidak ada, serumen minimal - Hidung : Bentuk normal, tidak ada pernafasan cuping hidung dan epstaksis, sekret hidung tidak ada.

21

- Mulut

: bentuk normal, mukosa bibir basah, gusi tidak mudah berdarah, tidak ada pembengkakan,

terdapat sianosis. - Lidah : bentuk normal, tidak pucat dan tidak tremor, tidak kotor, warna merah muda -Faring -Tonsil : edema, membran, dan hiperemis tidak ditemukan. : warna merah muda, pembesaran, abses dan membran tidak ditemukan. 6. Leher : tekanan jugularis tidak terlihat, pulsasi tidak terlihat, pembesaran kelenjar leher tidak ada, kaku kuduk tidak ada, massa tidak ada dan tortikolis tidak ada. 7. Toraks a. Pulmo Inspeksi : bentuk simetris, retraksi tidak ada, terdapat dispnea, pernafasan simetris kanan-kiri Palpasi Perkusi Auskultasi : fremitus fokal normal simetris : redup : suara nafas vesikuler, terdapat ronchi basah halus dan tidak ada wheezing. b. Jantung Inspeksi : tidak terdapat iktus

22

Palpasi

: apeks teraba lokasi di ICS V LMK sinister, terdapat thrill.

Perkusi

: kardiomegali, batas kanan pada ICS V LMK dekstra, batas kiri pada ICS VII Linea axillaris sinistra, batas atas pada ICS II LPS dektra.

Auskultasi

: S1 dan S2 tunggal, takikardi, irama irregular, terdengar bising dan irama gallop.

8. Abdomen Inspeksi Palpasi : tampak datar : hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 cm di bawah proc xiphoideus, lien, ginjal dan massa tidak teraba. Perkusi Auskultasi 9. Ekstremitas Ekstremitas atas : akral dingin, edema tidak ada, dan clubbing finger tidak ada. Ekstremitas bawah : akral dingin, edema tidak ada, dan clubbing finger tidak ada. Tonus otot Reflek : normal : TPR (+/+), BPR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+), Babinsky dan Chaddock tidak ada. 10. Susunan saraf : dalam batas normal : Timpani, tidak ada asites : bising usus normal.

23

11. Genetalia 12. Anus

: tidak terdapat kelainan : ada

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah : Leukosit Eritrosit Hb HCT Trombosit : 13.760/mmk : 4.340.000/mmk : 8,1gr% : 26,1% : 415.000/mmk

Gula sewaktu : 79 mg/dl Pemeriksaan Radiologis (1 April 2006): Foto Thorax D/ - Cardiomegali dengan left chamber enlargement / LVH dan LAH - myocard congestive - Tak tampak gambaran Left to Right Shunt

V. RESUME

24

Nama Jenis Kelamin Umur

: An. S : Perempuan : 12 tahun : 22 Kg/134 cm

Berat Badan/Tinggi Badan Keluhan Utama Uraian

: Sesak nafas : 3 hari anak mengeluh sesak napas, sesak muncul

tiba-tiba saat istirahat. Serangan sesak berulang sekitar 2 kali dalam sehari. Malam hari anak sering terbangun karena mengeluh sesak dan juga batuk. Anak terbiasa tidur dengan 3 bantal. Anak juga sering duduk sambil mendekap bantal untuk mengurangi keluhan sesak. Anak mengeluh nyeri dada yang menjalar ke punggung dan juga perut. Selama beberapa hari terakhir ini anak sering mengeluh cepat lelah, sehingga tidak dapat bermain lagi bersama teman temannya. Dan sudah sebulan terakhir anak tidak bersekolah. Sekitar 10 hari yang lalu anak selesai melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin dengan rawat inap selama 2 minggu, karena keluhan yang sama dan didiagnosa sebagai gagal jantung. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran Tensi Denyut Nadi : tampak sakit berat : kompos mentis, GCS (4-5-6). : 90/70 mmHg : 140 kali/menit, reguler, kuat angkat

25

Pernafasan Suhu Kulit Kepala Mata Telinga Mulut Toraks/paru

: 60 kali/menit. : 36,7 oC : lembab, sianosis tidak ada : Mesosefali, UUK dan UUB sudah tertutup : terdapat konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik : tidak terdapat sekret : mukosa bibir kering, terdapat anemis dan sianosis : tidak terdapat retraksi, terdapat ronki basah halus, wheezing tidak ada

Jantung

: S1-S2 tunggal, kardiomegali, thrill ada, irama gallop ada, terdengar bising.

Abdomen

: datar, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 cm di bawah proc xiphoideus, lien, massa dan ginjal tidak teraba

Ekstremitas

: akral dingin, tidak terdapat edem dan clubbing finger.

Susunan saraf Genetalia Anus VI. DIAGNOSIS Diagnosis banding

: normal : tidak terdapat kelainan : normal

: 1. Kausa : a. Didapat : - Penyakit Jantung Rematik - Endokarditis infektif

26

- Miokarditis difterika - Miokarditis Virus b. Bawaan : - Penyakit jantung bawaan non sianotik : Defek Septum

Ventrikel 2. Anatomis : a. Mitral insufisiensi b. Mitral Stenosis c. Aorta insufisiensi 3. Fungsional : a. Gagal Jantung Kongestif b. Gagal Jantung Diagnosis kerja : 1. Kausa 2. Anatomi : Defek Septum Atrial : Mitral Insufisiensi Defek Septum Atrial

3. Fungsional : Gagal Jantung Kongestif Status gizi : Status gizi anak kurang (Moderate Malnutrition)

VII. PENATALAKSANAAN - O2 - IVFD D5 NS - Inj. Lasix - Inj. Ampicillin 1 2 liter/menit 10 tetes/menit 3 x 15 mg (IV) 3 x 500 mg (IV)

27

- Inj. Gentamisin - Aspar K - Digoksin - Ambroxol syr - Bed rest total - Diet rendah garam

2 x 50 mg (IV) 3 x 1 tab 2 x 0,1 mg tab 3 x cth I

VIII. USULAN PEMERIKSAAN - EKG - Echokardiografi IX. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia Quo ad sanationam : dubia X. PENCEGAHAN Aktifitas berat dikurangi Bed rest total

28

DISKUSI

Dilaporkan seorang anak perempuan berumur 12 tahun dengan berat 22 kg di rawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 29 April 7 Mei 2006 dengan diagnosa gagal jantung kongestif yang diduga disebabkan oleh defek septum atrium didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gagal Jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya5, Defek Septum Atrial (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin2. menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan keadaan yang yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Keadaan yang meningkatkan beban awal, meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel 5. Pada pasien ini gagal jantung kongestif dimungkinkan karena cacat septum yaitu ASD dengan dasar diagnosa berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. ASD merupakan penyakit jantung bawaan nonsianotik dengan kelainan menjurus ke arah beban volume pada jantung bagian kanan3. Pada pasien ini dari

29

anamnesa riwayat penyakit pasien tidak pernah menderita penyakit berupa nyeri pada sendi-sendi, mengalami gerakan-gerakan tidak terkontrol, serta bersamaan disertai kelainan kulit, pasien juga tidak ada riwayat mengalami penyakit

diptheri, ibu pasien juga tidak ada riwayat terserang penyakit infeksi pada saat minggu terakhir kehamilan, berdasarkan hal tersebut kelainan jantung pada pasien bukan merupakan penyakit jantung di dapat. Selama masa neonatus dan balita pasien tidak ada riwayat bibir biru, maupun sesak nafas yang hebat, sianosis pada bibir baru muncul pada saat pasien berumur 11 tahun 11 bulan jadi kelainan jantung pada pasien ini memang termasuk jenis non sianotik. Pasien ASD mempunyai frekuensi yang cukup tinggi tetapi dapat asimtomatik dan karena itu sering tidak terdiagnosa pada waktu balita, 30 40% terdeteksi setelah pasien dewasa7. Anak dengan ASD pada umumnya tidak terlihat menderita kelainan jantung, pertumbuhan dan perkembangannya tidak kalah dengan teman sebaya. Hanya pada pirau dari kiri ke kanan yang sangat besar, pada stress cepat mengeluh dispnue3. Hal tersebut di atas sesuai dengan keadaan yang dialami oleh pasien, yaitu berdasarkan perkembangan saat balita anak tergolong normal mulai tiarap pada usia 6 bulan, merangkak pada usia 8 bulan, duduk diusia 9 bulan, berdiri diusia 10 bulan dan berjalan diusia 12 bulan jadi pertumbuhannya dapat menyamai anak sebayanya. Kelainan pada jantungnya yaitu ASD pada awal kehidupannya masih bersifat asimtomatis dan baru menimbulkan gejala klinis saat anak berusia 11 tahun 11 bulan. Gejala dan tanda pada penderita ASD antara lain sesak nafas, cepat lelah, nyeri dada, sering terserang infeksi saluran nafas bagian bawah yang hilang

30

timbul, pertumbuhan dan perkembangan yang terganggu hanya bila bila defek septum sangat besar. Dari anamnesis pada pasien didapatkan keluhan sesak napas, yang muncul tiba-tiba saat istirahat. Serangan sesak berulang sekitar 2 kali dalam sehari. Malam hari sering terbangun karena mengeluh sesak dan juga batuk. Anak terbiasa tidur dengan 3 bantal dan sering duduk sambil mendekap bantal untuk mengurangi keluhan sesak. Anak mengeluh nyeri dada yang menjalar ke punggung dan juga perut dan sering mengeluh cepat lelah, sehingga tidak dapat bermain lagi bersama teman temannya. Dan sudah sebulan terakhir anak tidak bersekolah. Gejala dan tanda pada penderita ASD dengan diikuti komplikasi gagal jantung kongestif antara lain sesak, takikardi, cardiomegali, hepatomegali, efusi pleura edema ekstremitas dan peningkatan tekanan vena jugular10, Pada palpasi tidak ditemukan getaran bising. Kadang dapat diraba aktivitas ventrikel kanan yang meningkat. Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung I normal, sedangkan bunyi jantung II terdengar dengan split yang lebar dan menetap. Split bunyi jantung II menetap. Split yang melebar dan menetap ini merupakan tanda fisis yang sangat penting pada defek septum atrium10. Pemeriksaan fisik pada pasien ditemukan, kardiomegali, thrill dan irama gallop. Pada paru, ditemukan ronki basah halus. Pada abdomen ditemukan hepatomegali. Pada ekstremitas didapatkan akral dingin, tetapi tidak didapatkan clubbing finger, dan oedem pada tungkai. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah darah rutin, dan radiologi. Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan lekositosis. Dari pemeriksaan roentgen X-foto thoraks AP didapatkan Cardiomegali dengan left chamber

31

enlargement / LVH dan LAH, myocard congestive, tak tampak gambaran Left to Right Shunt. Diagnosa pasti pada pasien dengan kelianan penyakit jantung ASD dapat ditegakkan dengan pemeriksaan echocardiografi dengan ditemukan

hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri7, pada pasien pemeriksaan tersebut telah dilakukan pada kali pertama pasien dirawat dirumah sakit ulin dan dinyatakan kelainan berupa kelainan jantung kongestif. Dari kesemua data diatas maka pasien ini didiagnosis sebagai gagal jantung kongestif denghan dugaan defek septum atrium. Ada tiga aspek yang penting dalam penanggulangan gagal jantung yaitu pengobatan terhadap penyakit yang mendasari, pengobatan terhadap gagal jantung, dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Pengobatan untuk penyakit yang mendasari yaitu ASD adalah a. pembedahan jantung terbuka dengan menutup defek pada septum karena pada ASD kemungkinan terjadinya penutupan defek sangat kecil kecuali pada ASD ostium secundum dengan ukuran 6 mm atau lebih kecil pada tahun pertama kehidupan dapat menutup spontan 8, b. terapi intervensi non bedah yaitu pemasangan alat amplatzer septal occuder yangh dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat arteri femoralis, alat ini mengandung polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang antara atrium kanan dan kiri dapat tertutup sempurna2, pada pasien kedua jenis terapi untuk penatalaksanaan kelainan ASD tidak dapat dilakukan karena indikasi sosial yaitu terbatasnya sarana. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa gagal jantung yaitu preload reduction, inotropik dan afterload reduction.

32

Preload reduction antara lain : furosemid, hidroklortiazide, metalazone. Inotropik antara lain : digoksin, dopamine, amrinone. Afterload reduction : captoprill, enalapril, lisinopril, nitroprusside, alprostadil12. Pasien ini mendapatkan terapi yang sesuai dengan pedoman di atas, yaitu: o IVFD D5 NS 10 tetes/menit, yang ditujukan untuk menjaga status hidrasi pasien sesuai kebutuhan keseimbangan cairan dengan dibarengi pengukuran urine tampung. o Furosemid : Diuretik kuat, berfungsi untuk menurunkan afterload atau cairan sebelum masuk ke jantung sehingga dapat mengurangi beban jantung yang berlebihan, dengan meningkatkan renal blood flow tanpa peningkatan filtration rate o Kaptopril : Merupakan vasodilator yang berkhasiat menurunkan preload dan afterload sehingga menurunkan tekanan pengisian ventrikel dan penambahan curah jantung. o Digoksin : merupakan kardiak glikosida dengan efek inotrofik positif yang dapat memperbaiki kardiak output dan meningkatkan renal blood flow. o Ambroxol syrup sebagai mukolitik untuk mengatasi keluhan batuk berdahak yang timbul sebagai keluhan penyerta. o O2 : Diberikan untuk mengurangi sesak yang terjadi.

33

Gentamisin dan Ampicilin sebagai antibiotik untuk mecegah terjadinya infeksi karena pada penyakit jantung ASD terjadi peningkatan hemodinamik paru sehingga memudahkan terjadinya infeksi 8. Pada tanggal 23 April 2006 pasien datang kembali dengan keluhan serupa ditambah dengan keluhan nyeri dada, pada pemeriksaan echocardiografi ulang ditemukan kelainan jantung yang mengarah pada penyakit jantung reumatik, sehingga selain pengobatan yang diberikan di atas diberikan pula eritromisin dan prednison sebagai pengobatan untuk penyakit jantung reumatik. Diagnosis penyakit jantung reumatik didasarkan pada gabungan gejala dan tanda klinis serta kelainan laboratorium. Revisi kreteria Jones Diagnosis Penyakit Demam Reumatik Akut (1965)3 Manifestasi Mayor Karditis Poliatritis Korea Eritema marginatum Nodul subkutan Manifestasi Minor Klinis : Demam Atralgia Pernah menderita demam reumatik Laboratorium : reaksi fase akut : o Laju endap darah meninggi o C- reaktif protein positif o Leokositosis interval P R memanjang Ditambah Bukti terdapatnya infeksi streptococcus sebelumnya (ASTO) Terdapatnya 2 manifestasi mayor atau 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor menunjukkan kemungkinan besar suatu demam reumatik. Terdapatnya bukti infeksi Stretococcus sebelumnya sangat muenyokong diagnosis. Bila bukti ini tidak ada diagnosis giragukan, kecuali bila terdapat korea minor atau karditis menahun. Pada pasien kreteria Jones di atas memang belum terpenuhi, kreteria mayor yang didapat pada pasien yaitu karditis, sedangkan poliatritis serta eritema marginatum masih merupakan dugaan karena riwayat poliatritis belum khas hanya

34

berupa nyeri pada persendiaan yang dirasa penderita, bukan nyeri hebat yang tidak proporsional dengan kelainan obyektif yang ada, untuk eritema marginatum juga merupakan dugaan karena gambaran yang diingat pasien hanya kelainan kulit berupa ruam-ruam, banyak kelainan penyakit yang menimbulkan gejala serupa. Untuk pemeriksaan ASTO belum dilakukan. Tetapi pengobatan penyakit jantung reumatik diberikan berdasarkan ditemukannya gejala mayor berupa karditis dan dari hasil echocardiografi yang mengarah pada penyakit jantung

kongestif/kardiomegali karena penyakit jantung reumatik, sehingga pengobatan yang diberikan berupa antibiotik eritromisin yang merupakan pengobatan pilihan pada infeksi Streptococcus beta Hemoliticus grup A dan prednison sebagai anti inflamasi untuk mengurangi keluhan pada fase reaksi akut3. Pasien dipulangkan pada tanggal 31 Mei 2006 dengan kondisi membaik dan dinyatakan rawat jalan dengan pengobatan lanjutan.

35

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus gagal jantung kongestif et causa defek septum atrium pada seorang anak perempuan berusia 12 tahun dengan berat badan 22 kg yang dirawat di Ruang Anak Rumah Sakit Umum daerah Ulin Banjarmasin. Diagnosa gagal jantung kongestif et causa defek septum atrium berdasarkan anamnesa yang dilakukan yaitu sesak napas saat beristirahat, malam hari sering terbangun karena sesak dan juga batuk; tidur dengan 3 bantal, nyeri dada dan cepat lelah dan pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali, thrill dan irama gallop, ronki basah halus., hepatomegali., dan akral dingan, tetapi tidak didapatkan clubbing finger, dan oedem pada tungkai. Anak mendapatkan terapi cairab D5 NS, oksigen, furosemid, kaptopril, digoksin, ampicilin, gentamisin, aspar K, ambroxol syrup, bed rest total dan diet rendah garam. Pada hari perawatan kesepuluh keadaan anak mulai membaik dimana gejala sesak tidak ada lagi dan anak dipulangkan.

36

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Markum, A.H. 1991. Saluran Cerna. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 448-50. Widyantoro, Bambang. 2006. Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah Selalu Berakhir di Ujung Pisau Bedah? Available from URL :http://io.ppijepang.org/article.php?id=157 Inovasi Online Vol. 6/XVIII/Maret 2006 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 1985. Kardiologi dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI; 705 711. Teddy Ontoseno. Gagal Jantung Kongestif Dan Penatalaksanaannya Pada Anak dalam Simposium Nasional Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan SelatanBanjarmasin, 12 13 Februari 2005 Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 1995. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan bantuan Sirkulasi dalam Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit Edisi 4 Buku 1. Jakarta, EGC.; 581 587. Berul,Charles. Atrial Septal Defect 7Signs, Symptoms, Diagnosis, Treatment, Results . Available from URL : http://www.cincinnatichildrens.org/health/heartencyclopedia/anomalies/as d.htmn Kaplan S. Atrial Septal Defect URL :http://en.wikipedia.org/wiki/Atrial_septal_defect . Available from

3.

4.

5.

6.

7. 8. 9. 10. 11. 12.

King, Brent R. . Atrial Septal defect, General Concepts. Available from URL: http://www.emedicine.com/ped/topic171.htm . Last Updated: July 15, 2003 Mansjoer, Arif. 2001. Kardiologi dalam Kapita Selekta Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta, Media Aesculapius; 434 437. Markum, A.H. 1991. Sistem Kardiovaskular dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 548 551 Snell, Richard S.1997. Rongga Thorax dalam Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Bagian 1 Edisi 3. Penerbit EGC, Jakarta :107 - 114 Satou, Gary M. Congestive Heart Failure.Available from URL : http://www.emedicine.com/ped/topic2636.htm . Last Updated: September 1, 2004

37

38

You might also like