You are on page 1of 17

F.

44 GANGGUAN DISOSIATIF (KONVERSI) SINDROM KONVERSI Gejala utama adanya kehilangan sebagian atau seluruhnya dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran), antara : Ingatan masa lalu, Kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate sensation), dan Kontrol terhadap gerakan tubuh. Pada konversi, kemampuan kendali di bawah kesadaran dan kendali selektif tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari ke hari atau bahkan jam ke jam. Tidak terdapat adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala tersebut. Bukti terdapat penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang jelas dengan problem dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh pasien). KONVERSI DSM IV-TR Satu atau lebih gejala atau defisit yang mempengaruhi fungsi motorik volunter, atau sensorik yang memberi kesan sesuatu konsidi neurologis atau kondisi medis lain. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena cetusan atau eksaserbasi gejala atau defisit didahului oleh konflik atau stresor lainnya. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura). Gejala atau defisit tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh suatu kondisi medis umum,atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara cultural, setelah penelitian yang valid. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya atau membutuhkan evaluasi medis. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi secara eksklusif selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain. JENIS GANGGUAN KONVERSI F.44.0 AMNESIA DISOSIATIF Ciri utama hilangnya daya ingat, biasanya kejadian penting yang baru terjadi (selektif), amnesia dapat total atau parsial, mengenai kejadian stressful atau traumatik yang baru terjadi. Harus dapat dibedakan dengan simulasi sadar (malingering), amnesia buatan (conscious simulation of amnesia) ini biasanya berkaitan dengan problema keuangan, bahaya kematian dalam peperangan, atau kemungkinan hukuman penjara atau hukuman mati. F.44.1 FUGUE DISOSIATIF Selain ada amnesia disosiatif, pasien melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umumdilakukan sehari-hari, masih mampu mengurus kebutuhan dasar (makan, mandi, dsb), juga interaksi sosial sederhana (membeli karcis, bensin, menanyakan arah, memesan makana, dll), beda dengan postical fugue pada setelah serangan epilepsi, dimana dalam hal ini tidak ada problem atau kejadian stressful, dan kurang jelasnya tujuan berkepergian serta kegiatan pada pasien epilepsi.

Diagnosis Banding : Intoksikasi, epilepsi lobus temporalis, amnesia psikogenik, gangguan kepribadian ganda, gangguan buatan sendiri dan berpura-pura. F.44.2 STUPOR DISOSIATIF Harus ada stupor, dengan ciri sangat berkurang atau hilangnya gerakan volunter dan respon normal terhadap rangsangan luar, misal cahaya, suara, perabaan, sedang kesadarannya tidak hilang. Adanya problem atau kejadian baru yang stressful, harus dapat dibedakan stupor pada skizofrenia dan stupor depresi atau manik, perbedaannya pada gangguan skizofrenia ataupun depresi perkembangannya sangat lambat. F.44.3 GANGGUAN TRANS DAN KESURUPAN Ciri khas kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya; individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain. Gangguannya involunter, bukan aktivitas biasa, juga bukan ritual budaya atau agama. F.44.4 GANGGUAN MOTORIK DISOSIATIF Gejala paling sering berupa tidak mampu menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak, dan gejala tersebut berbeda dengan prinsip fisiologis maupun anatomik. F.44.5 KONVULSI DISOSIATIF Disebut juga pseudo suizures, mirip dengan kejang epilepsi dalam hal gerakannya, bedanya : sangat jarang disertai lidah tergigit, luka jatuh karena serangan, mengompol, tidak ada kehilangan kesadaran F.44.6 ANESTESIA DAN KEHILANGAN SENSORIK DISOSIATIF Anestesia pada kulit sering kali mempunyai batasan yang jelas, dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya perasaan pada berbagai jenis modalitas penginderaan ysng tidak disebabkan kerusakan neurologis, misalnya hilangnya perasaan dapat disertai dengan keluhan parestesia. Gangguan penglihatan jarang total, biasanya berupa gangguan ketajaman penglihatan, kabur atau tunnel vision (area lapangan pandang sama, tidak tergantung pada perubahan jarak mata dari titik fokus). Tetapi mobilitas pasien dan kemampuan motoriknya masih baik. Dapat juga terjadi tuli disosiatif dan anosmia. F.44.7 GANGGUAN DISOSIATIF CAMPURAN Apa yang mungkin terjasi di SSP, sampai saat ini belum diketahui pasti, Cuma kalau dilihat dari kelompok gangguan sangat mungkin berhubungan dengan gejala anxietas, yang mana terjadi hipersensitivitas serotonin reseptor di SSP, tidak menutup kemungkinan ciri kepribadian dari masing-masing pasien sangat berhubungan. F44.8 Gangguan Disosiatif Lainnya

F44.80 Sindrom Ganser F44.81 gangguan kepribadian multiple F44.82 gangguan disosiatif terjadi pada masa kanak dan remaja F44.88 gangguan disosiatif konversi lainnya YDT

F44.9Gangguan disosiatif YTT

PENATALAKSANAAN Psikoterapi : Tujuan : menyelidiki adanya konflik yang mendasarinya atua problem / kejadian baru yang sressful, selanjutnya menghilangkan problem / stressful tersebut, dan mencegah terulangnya serangan berikut. Untuk mengorek informasi mengenai problem yang mendasari munculnya disosiatif, dapat dilakukan hipnosis wawancara dengan menggunakan hipnotika sedatif, seperti diasepam IV, atau Amobarbital (Amytal), caranya sebagai berikut: 1. Baringkan pasien 2. Jelaskan bahwa medikasi akin menjadikan pasien santai (relaks) dan ingin berbicara. 3. Tusukkan jarum (narrow-bore scalp-vein needle) ke vena di lengan atau tangan. 4. Mulai injeksi larutan Amobarbital 5% (Amytal)-500 mg yang dilarutkan dalam 10 ml air stiril-dengan jumlah tetesan tidak melampaui 1 ml / mnt (50 mg / mnt untuk mencegah tertidur atau terhentinya pernafasan. 5. Wawancara : a. Pasien yang communicative mulai pembicaraan dengan yang netral dulu, lambat laun menuju ke masalah yang traumatik, yang menimbulkan rasa berdosa, dan kemungkinan yang direpresi. b. Pasien yang bungkam, melanjutkan memberikan saran agar mau berbicara, menyebut fakta kehidupan pasien yang diketahui sering membantu mempercepat penyembuhan. 6. Teruskan invus sampai pasien menunjukkan nistagmus lateral cepat atau mengantuk. Bicara agak pelo adalah jamak; ambang tidur biasanya akan tercapai pada dosis antara 150 mg (3 ml) dan 350 mg (7 ml), tetapi tercapai pada dosis 75 mg (1,5 ml) pada lansia atau dengan penyakit organik. Dorongan untuk bebicara akan mencapai puncaknya pada saat ini. 7. Untuk mempertahankan tingkat nargosis, teruskan invus itu dengan kecepatan 0,5 - 1 ml tiap 5 mnt. 8. Lakukan wawancara seperti wawancara psychiatric lain, tetapi denga beebread pesan : a. Perbincangan masalah yang penuh lekatan emosi dan traumatic secara perlahan,kemudian perbincangan masalah tersebut secara berulang untuk menggali rincian yang terlupakan. Perasaan yang menyertainya dan reaksi saat ini terhadap masalah itu. b. Pasien mutistik atau terhambat komonikasinya, janganlah mencecar masalah itu (seperti perasaan amarah yang ingin membunuh terhadap seseorang) untuk mencegah timbulnya panik setelah wawancara. 9. Hentikan wawancara bila bahan sudah cukup, atau bila tujuan terapi sudah tercapai. Biarkan pasien berbaring untuk 15 mnt lagi hingga dapat berjalan di bawah pengawasan. Medikamentosa : biasanya menggunakan BZ, untuk caranya lihat bab sebelumnya

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi : F.45.0 gangguan somatisasi F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci F.45.2 gangguan hipokondriasis F.45.3 disfungsi otonomik somatoform F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap F.45.8 gangguan somatoform lainnya F.45.9 gangguan somatoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh. Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan somatisasi dan hipokondriasis.

F. 45.0 Gangguan Somatisasi Definisi Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan. Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhankeluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesarbesarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya. atau: Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, 4 gejala nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi) 2 gejala gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) 1 gejala seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).

1 gejala pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

Salah satu (1) atau (2): Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)

Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).

Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi) Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Anti anxietas dan antidepressan

Prognosis Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh diri.

F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci

Etiologi Tidak diketahui

Epidemiologi Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang tak terperinci Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya. atau : Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih) Salah satu (1) atau (2) Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol) Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.

Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).

Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)

Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi) Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Prognosis Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang lebih dominan.

F.45.2 Gangguan Hipokondriasis Definisi Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya. Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun. Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom yang muncul, orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik, dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.

Etiologi Masih belum jelas

Epidemiologi

Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada: Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya

Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis: Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat. Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh). Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain. Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial 4. Therapi kognitif-behaviour Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 2. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80 mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain.

Prognosis 10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut menjadi kronik dengan onset yang berfluktuasi, 25 % prognosisnya buruk.

F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform Kriteria diagnostik yang diperlukan : Ada gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (tidak khas) Preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan maupun penjelasan dari dokter Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud Kriteria ke 5, ditambahkan : F.45.30 = Jantung dan Sistem Kardiovaskular F.45.31 = Saluran Pencernaan Bagian Atas F.45.32 = Saluran Pencernaan Bagian Bawah F.45.33 = Sistem Pernapasan F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria F.45.38 = Sistem atau Organ Lainnya

F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap Definisi Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung bertahuntahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004). Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi Tidak diketahui

Epidemiologi Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan nyeri punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).

Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tatalaksana Tujuan pengobatan 1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan nyata 2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu 3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi) 4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul 5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial 1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama 2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai 3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial 4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-behavioural Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik 1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas 2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi 3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada opioid 4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID 5. Pertimbangkan akupunktur

Prognosis : Jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan, cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya Pedoman Diagnostik :

Keluhan yang ada tidak melalui saraf otonom, terbatas secara spesifik pada bagian tubuh/sistem tertentu

Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan Termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, globus histericus(perasaan ada benjolan di kerongkongan>>>disfagia) dan dismenore psikogenik

F.45.9 gangguan somatoform YTT

F.48 GANGGUAN NEUROTIK LAINNYA F.48.0 Neurastenia Pedoman Diagnostik a. Adanya keluhan-keluhan yang menetap dan mengganggu berupa meningkatnya rasa lelah setelah suatu kegiatan mental, atau keluhan mengenai kelemahan badaniyah dan kehabisan tenaga hanya setelah kegiatan ringan saja. b. Paling sedikit ada 2 dari hal-hal tersebut dibawah ini: - Perasaan sakit dan nyeri otot-otot - Pusing kepala - Sakit kepala - Gangguan tidur - Tidak dapat bersantai - Peka/mudah tersinggung - Dispepsia c. Bila ditemukan gejala otonomik ataupun depresif , keadaan tersebut tidak cukup menetap dan berat untuk dapat memenuhi kriteria tersebut agar dapat didiagnosis secara tersendiri. Harus diusahkan terlebih dahulu menyingkirkan kemungkinan gangguan depresif atau gangguan anxietas F.48.1 Sindrom Depersonalisasi-derealisasi Pedoman Diagnostik

a. Gejala depersonalisasi, yaitu individu merasa bahwa perasaanya dan atau pengalamannya terlepas dari dirinya, jauh, bukan dari dirinya, hilang. b. Gajala derealisasi, yaitu objek, orang dan atau lingkungan menjadi seperti tidak sesungguhnya (unreal),jauh, semu, tanpa warna, tidak hidup. c. Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan subjektif dan bukan disebabkan oleh kekuatan luar atau orang lain. d. Peng-inderaan tidak terganggu (clear sensorium) dan tidak ada toxic confusional state atau epilepsi Harus dibedakan dengan gangguan lain dengan gejala change of personality, seperti Skizofrenia, Gangguan disosatif, Epilepsi.

F.48.8 Gangguan Neurotik Lainnya YDT Kategori ini mencakup gangguan-gangguan campuran dari perilaku, keyakinan dan emosi yang tidak ada penyebabnya dan status neurologik yang jelas, dan yang terjadi dengan frekuensi tertentu di dalam lingkungan budaya tertentu. F.48.9 Gangguan Neurotik YTT

You might also like