You are on page 1of 39

I. PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang bersifat asimtomatis sehingga banyak penderita yang tidak waspada terhadap perjalanan lanjut hipertensi. Penderita hipertensi banyak yang tidak menyadari gejala hipertensi, sehingga baru disadari setelah terjadi gangguan organ seperti penyakit jantung, saraf, ginjal, dan pembuluh darah dengan fatalitas tinggi seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik. Saat ini hipertensi disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya meninggal. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng, 2009). Data penelitian Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi hipertensi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Hipertensi ini dapat menimbulkan banyak masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. (Depkes, 2012) Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan resistensi perifer. Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor genetik, obesitas, usia, serta jenis kelamin. Gaya hidup seperti kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, konsumsi garam berlebih, dan kurangnya aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya hipertensi. Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik yang dapat dikendalikan dengan manajemen gaya hidup yang tepat sehingga intervensi pada tingkat promotif dan preventif harus dilakukan sedini mungkin. Tingginya prevalensi hipertensi dan urgensi intervensi penyakit tersebut pada tingkat promotif dan preventif membuat penyusun tertarik untuk melakukan analisis kesehatan

komunitas (Community Health Analysis) dengan cara mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi di desa Tinggarjaya kecamatan Jatilawang. B. Tujuan 1. Tujuan umum Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. 2. Tujuan khusus
a. Manganalisis

permasalahan

Hipertensi

yang

terjadi

di

desa

Tinggarjaya. b. Melakukan skrining hipertensi terhadap penduduk di wilayah kerja puskesmas Jatilawang.
c. Mengetahui faktor risiko yang dimiliki lansia terhadap Hipertensi yang

paling dominan.
d. Melakukan intervensi terhadap permasalahan Hipertensi untuk di Desa

Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang. C. Manfaat 1. Manfaat Praktis


a. Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas

Jatilawang khususnya tentang Hipertensi beserta pencegahannya. b. Membantu Puskesmas dalam menjalankan salah satu dari enam program pokok yang ada ke masyarakat. 2. Manfaat Teoritis Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.

II. ANALISIS SITUASI A. Gambaran Umum 1. Keadaan Geografis Kecamatan Jatilawang merupakan salah satu bagian dari wilayah kabupaten Banyumas dengan luas wilayah kurang lebih 43,23 km2 dan berada pada ketinggian 1821 m dari permukaan laut dengan curah hujan 2.272 mm/tahun. Kecamatan ini memiliki batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Purwojati
b. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Wangon c. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Cilacap d. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Rawalo

Kecamatan Jatilawang terdiri dari 11 desa, 46 dukuh, 56 RW dan 323 RT. Desa dengan wilayah terluas adalah desa Tunjung yaitu 8,32 km2 dan desa yang memiliki wilayah tersempit adalah Margasana dengan luas 1,82 km2. Bila dilihat dari jaraknya maka desa Gunungwetan adalah desa terjauh dengan jarak 5 km dari pusat kota Jatilawang dan desa Tunjung merupakan desa terdekat dengan jarak 0,15 km. 2. Keadaan Demografi Total jumlah penduduk di kecamatan Jatilawang pada tahun 2011 adalah 57.286 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 28.461 jiwa (49,66%) dan perempuan 28.938 jiwa (50,34%) dengan jumlah kepala keluarga 17.437 KK dan sex ratio sebesar 1080,99. Jumlah penduduk terbanyak berada di desa Tinggarjaya yaitu sebesar 9.294 jiwa atau sebesar 16,17% dari keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Jatilawang, sedangkan desa Margasana merupakan desa dengan jumlah penduduk paling sedikit yaitu 2.100 (3,82%). Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Jatilawang dibagi menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang tidak begitu besar. Penduduk terbanyak ada di kelompok umur 10-14 tahun yaitu sebesar 5.851 jiwa (10,18%) dan sebagian besar penduduk berada pada usia produktif, hal ini merupakan aset sumber daya manusia yang besar.

Tabel 1.1. Jumlah penduduk menurut golongan umur Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah (tahun) 04 2.897 2.771 5.650 59 2.913 2.815 5.728 10 14 3.002 2.849 5.851 15 19 2.736 2.369 5.105 20 24 1.943 1.921 3.864 25 29 1.922 2.213 4.135 30 34 1.993 2.320 4.313 35 39 1.994 2.335 4.329 40 44 1.999 2.095 4.090 45 49 1.663 1.584 3.267 50 54 1.337 1.302 2.539 55 59 1.052 1.127 2.179 60 64 1.086 1.135 2.221 65 69 821 892 1.713 70 74 636 654 1.290 >75 550 556 1.106 Jumlah 28.564 28.938 57.485 Sumber: Profil Kesehatan Kecamatan Jatilawang Tahun 2011 Sebagian besar penduduk Kecamatan Jatilawang memiliki mata pencaharian sebagai petani, baik petani sendiri maupun hanya sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 33.367 orang (58,04%). Mata pencaharian lainnya adalah pengusaha, buruh industri, Jatilawang buruh paling bangunan, banyak pedagang, menempuh pengangkutan, PNS dan ABRI. Penduduk Kecamatan pendidikan hanya sampai dengan tamat Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 21.986 orang. Penduduk Kecamatan Jatilawang yang melanjutkan pendidikan hingga tingkat SLTP berjumlah 6752 orang, SLTA berjumlah 7432 orang, dan Universitas berjumlah 605 orang. Penduduk yang tidak atau belum tamat SD sebesar 12.635 orang. Penduduk yang tidak pernah menjalani pendidikan berjumlah 1411 orang. Data tersebut menunjukkan bahwa keinginan atau kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan masih kurang. Jumlah tenaga puskesmas Jatilawang yang ada menurut data tahun 2011 berjumlah 53 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.2. Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Jenis Tenaga Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Umum Perawat Gigi Bidan PNS 2 1 5 1 10 PTT 14 Honor Honor Jumlah Daerah Puskes -mas 2 4 1 9 1 24 Keterangan 2 S1 2 SPK, 7 AKPER DIII 7 DI, 15 DIII, 2DIV DIII DIII

Apoteker 1 1 Pelaksana 1 1 Gizi Pelaksana 1 1 SPPH Kesling Analis Pekarya Kes. Juru Imunisasi TU 9 1 10 3 SI, 6 SMA, 2 Juru masak 1 1 SD Cleaning 1 1 SD service SMP Sopir 1 1 SMA Jumlah 31 14 7 53 Sumber: Profil Kesehatan Kecamatan Jatilawang Tahun 2011 Tabel 1.2. menunjukkan bahwa ketenagaan yang terdapat di puksesmas Jatilawang berjumlah 53 orang yang terdiri dari dokter umum 2 orang, dokter gigi 1 orang, perawat umum 9 orang, perawat gigi 1 orang, bidan 24 orang, apoteker 1 orang, pelaksan gizi 1 orang, pelaksana kesling 1 orang, bagian tata usaha 10 orang, juru masak 1 orang, cleaning service 1 orang, dan sopir 1 orang. Puskesmas Jatilawang tidak memiliki analis, pekarya kesehatan, dan juru imunisasi. Seperti halnya puskesmas lainnya, puskesmas Jatilawang juga memiliki program kerja sebagai berikut:
a. Program Umum (Basic Six) yaitu Promosi Kesehatan, KIA/KB,

Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan, P2M, dan Pengobatan)

b. Program Pengembangan (meliputi konsultasi gigi, laboraturium dan

klinik sanitasi) c. Puskesmas dengan Tempat Perawatan (Puskesmas DTP) B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat Permasalahan kesehatan yang ada di kecamatan Jatilawang dapat dilihat dari terpenuhi atau tidaknya target dari setiap program yang telah disepakati dengan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). Terdapat 16 masalah di puskesmas Jatilawang yang pencapaian program kesehatan belum mencapai standar pelayanan minimal (SPM), antara lain Deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah; Pemeriksaan kesehatan siswa SLTP, SLTA dan setingkat; Pelayanan KB; Pelayanan kesehatan jiwa; Balita ditimbang; Ibu hamil mendapat tablet Fe; Pemberian MP-ASI pada bayi BGM; TB paru positif; Pneumonia balita; Rumah yang memiliki SPAL; Pelyanan higiene sanitasi ditempat umum; Ketersediaan obat; Pengadaan obat esensial; Pelayanan penggunaan obat generik; Peserta ASKES; Peserta JAMKESMAS. Persentase angka cakupan kesehatan deteksi dini tumbuh kembang anak balita dan pra sekolah didapatkan sebesar 61,5% dan sangat jauh dari nilai SPM tahun 2010, yaitu sebesar 95%. Persentase pemeriksaan kesehatan siswa SLTP, SLTA dan setingkat sudah mencapai angka 30,7%, tetapi belum memenuhi nilai SPM tahun 2010 sebesar 40%. Kedua kriteria tersebut termasuk dalam program pelayananan kesehatan anak pra sekolah dan usia sekolah yang masih belum mencapai target SPM. Program peserta KB aktif termasuk dalam pelayanan keluarga berencana. Akan tetapi, program peserta KB aktif di kecamatan Jatilawang masih belum memenuhi SPM tahun 2010 sebesar 80%, yaitu hanya berkisar sebesar 77,6%. Persentase pelayanan kesehatan jiwa sebesar 0,4% dan masih belum memenuhi SPM 2010 15%. Program ini masih belum memenuhi target SPM dikarenakan kemampuan penegakkan diagnosis oleh petugas kesehatan masih kurang, lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan, serta sebagian besar pasien gangguan jiwa lebih memilih berobat langsung ke Rumah Sakit.

Persentase balita yang ditimbang sebesar 69,8% dan masih belum memenuhi SPM 2010 80%. Persentase ibu hamil yang mendapat tablet Fe 86,04% dan masih belum memenuhi SPM 2010 90%. Pemberian MP-ASI pada bayi BGM 56,25%. Ketiga hal tersebut termasuk dalam program pemantauan tumbuh balita. Kasus TB paru positif sebesar 42,5% dan masih belum memenuhi SPM tahun 2010 sebesar 70%. Hal ini termasuk dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit TB paru.Kasus pneumonia balita sebesar 19,09% dan masih belum memenuhi SPM 2010 tahun 100%. Kasus ini termasuk dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit ISPA. Persentase rumah yang memiliki SPAL sebesar 47% dan belum memenuhi SPM 2010 sebesar 80%.Sedangkan untuk pelayanan hygiene sanitasi ditempat umum 60% dan belum memenuhi SPM 2010 sebesar 80%.Hal tersebut termasuk dalam program pelayanan keehatan lingkungan. Persentase ketersediaan obat sebesar 33,33% belum memenuhi target SPM sebesar 90%, dan untuk pengadaan obat esensial sebesar 72,67% belum memenuhi target SPM tahun 2010 sebesar 100%. Kedua hal ini termasuk dalam program pelayanan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan. Sementara program pelayanan penggunaan obat generik sebesar 73,6% belum memenuhi target SPM tahun 2010 sebesar 100%; Persentase peserta ASKES sebesar 8,78% belum memenuhi target SPM 2010 yaitu sebesar 80%. Sementara untuk peserta JAMKESMAS 84,03% belum memenuhi target SPM tahun 2010 sebesar 100%. Kedua hal ini termasuk dalam program penyelenggaraan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan perorangan. Dari penyelenggaraan program puskesmas serta kesesuaian dengan SPM tahun 2010, akan dipilih beberapa permasalahan yang dapat dijadikan alternatifprioritas di Puskesmas Jatilawang dengan alasan karena masih terdapat kesenjangan antara data primer dengan target SPM Puskesmas tahun 2010.

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH A. Daftar Permasalahan Kesehatan Masalah merupakan sesuatu yang terjadi karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Suatu permasalahan diidentifikasi dengan memperhatikan target pencapaian dengan keadaan yang terjadi di lapangan saat ini. Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk memutuskan adanya masalah, yaitu: 1. Adanya kesenjangan 2. Adanya rasa tidak puas 3. Adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas Jatilawang mengidentifikasi permasalahan dari segi angka morbiditas penyakit di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. Angka morbiditas dilihat dari besar penyakit pada Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Puskesmas Jatilawang. Tabel 3.1. 10 Besar Penyakit pada IRJ Puskesmas Jatilawang Oktober 2012 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Penyakit ISPA Myalgia Dispepsia Observasi Febris Faringitis Akut Dermatitis Kontak Alergika (DKA) Gastroenteritis Bakteri Cephalgia Tipe Cluster Asma Bronkhial Hipertensi Jumlah 213 67 44 36 29 29 28 25 23 19 Presentase 0,37% 0,12% 0,08% 0,06% 0,05% 0,05% 0,048% 0,043% 0,040% 0,030%

B. Penentuan Prioritas Masalah Penentuan prioritas masalah di Puskesmas Jatilawang dilakukan menggunakan diantaranya: 1. Kelompok kriteria A: besarnya masalah 2. Kelompok kriteria B: kegawatan masalah 3. Kelompok kriteria C: kemudahan dalam penanggulangan
4. Kelompok kriteria D: faktor PEARL (Property, Economic, Acceptability,

metode Hanlon Kuantitatif. Kriteria yang digunakan dalam

penetapan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon kuantitatif

Resources availability, and Legality). Perincian penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dari masing masing kriteria adalah sebagai berikut: I. Kriteria A Kriteria A digunakan untuk menentukan besarnya masalah dan diukur dari jumlah penduduk yang terkena efek langsung. Tabel 3.3. Nilai Kriteria A metode Hanlon Kuantitatif Masalah Kesehatan ISPA Myalgia Dispepsia Observasi Febris Faringitis Akut Dermatitis Kontak Alergika (DKA) Gastroenteritis Bakteri Cephalgia Tipe Cluster Asma Bronkhial Hipertensi Besarnya Masalah Berdasar Presentase Nilai 0-20%21-40% 41-60% 61-80% 81-100% (1) (2) (3) (4) (5) x 1 x 1 x 1 x 1 x x 1 1

x x x x

1 1 1 1

II.

Kriteria B Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk masalah yang paling gawat. Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai kriteria B untuk masing-masing masalah kesehatan. Tabel 3.4. Nilai Kriteria B metode Hanlon Kuantitatif Masalah Kesehatan ISPA Myalgia Dispepsia Observasi Febris Faringitis Akut Dermatitis Kontak Alergika (DKA) Gastroenteritis Bakteri Cephalgia Tipe Cluster Asma Bronkhial Hipertensi Keparahan 3 3 2 4 2 1 4 2 3 4 Tingkat Urgensi 3 1 3 4 2 1 4 3 4 4 Biaya yang Nilai Dikeluarkan 2 8 1 3 2 7 3 11 2 6 1 3 3 2 4 4 11 7 11 12

III.

Kriteria C Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan masalah, maka dinilai apakan sumber daya dan teknologi yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor yang digunakan dari skala 1 sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan semakin kecil. Kriteria C terdapat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Nilai Kriteria C metode Hanlon Kuantitatif Masalah Kesehatan ISPA Myalgia Dispepsia Observasi Febris Faringitis Akut Dermatitis Kontak Alergika (DKA) Gastroenteritis Bakteri Cephalgia Tipe Cluster Asma Bronkhial Hipertensi Nilai rata rata As 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 Ai 4 4 3 2 4 4 3 2 3 3 Ra 4 4 3 3 4 4 3 3 2 3 Ri 4 3 4 3 3 4 3 2 2 3 Jml 16 15 13 11 15 16 12 10 10 12 N 4 3,7 5 3,2 5 2,7 5 3,7 5 4 3 2,5 2,5 3

Keterangan : As: Asti ; Ai : Ai ; Ra : Rahmah ; Ri : Rian ; Jml: Jumlah, N:

IV.

Kriteria D (Faktor PEARL) Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor faktor tersebut adalah:
A. Kesesuaian (Propriety) B. Murah (Economic) C. Dapat diterima (Acceptability) D. Tersedianya sumber daya (Resources Availability) E. Legalitas terjamin (Legality)

Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing permasalahan kesehatan adalah pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Nilai Kriteria D metode Hanlon Kuantitatif Masalah Kesehatan ISPA Myalgia Dispepsia Observasi Febris Faringitis Akut Dermatitis Kontak Alergika (DKA) Gastroenteritis Bakteri Cephalgia Tipe Cluster Asma Bronkhial Hipertensi V. Penetapan nilai Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut : Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D Tabel 3.7. Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT) Masalah Kesehatan ISPA Myalgia Dispepsia Observasi Febris Faringitis Akut A 1 1 1 1 1 B 8 3 7 11 6 C 4 3,75 3,25 2,75 3,75 NPD 36 15 26 33 26,2 5 D 1 1 1 1 1 NPT 36 15 26 33 26,2 5 Prioritas 2-3 10 7 4 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 P E 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 L Hasil Perkalian 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Dermatitis Kontak Alergika (DKA) Gastroenteritis Bakteri Cephalgia Tipe Cluster Asma Bronkhial Hipertensi

16

16

1 1 1 1

11 7 11 12

3 2,5 2,5 3

36 20 30 39

1 1 1 1

36 20 30 39

2-3 8 5 1

Berdasarkan hasil pemilihan prioritas masalah dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif didapatkan permasalahan hipertensi, ISPA, dan gastroenteritis bakteri menempati prioritas masalah 1, 2, dan 3. Kelompok ini akan membahas hipertensi di Jatilawang.

IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi dan Klasifikasi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi tekanan darah dimana systole sama atau melebihi 140 mmHg dan/atau diastole sama atau melebihi 90 mmHg pada seseorang yang tidak sedang menggunakan obat anti hipertensi (Wilson dan Price, 2006). Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ tubuh yang umum ditemui pada pasien hipertensi antara lain penyakit jantung (infark miokard, gagal jantung), stroke, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, dan retinopati (Yogiantoro, 2006). Klasifikasi tekanan darah dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Wilson dan Price, 2006). Tabel 4.1. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih (JNC VII) Klasifikasi Sistole (mmHg) Normal < 120 dan Prehipertensi 120-139 atau Hipertensi derajat 1 140-159 atau Hipertensi derajat 2 160 atau Sumber: Wilson dan Price, 2006 2. Etiologi Hipertensi Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak jelas eiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kriteria ini. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor terdiri dari faktor genetic dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor genetic Diastole (mmHg) < 80 80-89 90-99 100

ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskuler, dan resistensi insulin. Terdapat 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu intake natrium berlebihan, stress, dan obesitas. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi akibat adanya gangguan fungsional pada organorgan tubuh lainnya sehingga menimbulkan kenaikan tekanan darah. Etiologi hipertensi sekunder antara lain (Sherwood, 2001): a. Hipertensi endokrin (feokromositoma, sindrom conn) b. Hipertensi neurogenik (defek pusat kontrol kardiovaskuler, tumor otak) c. Hipertensi kardiovaskuler (aterosklerosis, koarktasio aorta) d. Hipertensi renal (penyakit parenkim ginjal) e. Hipertensi pada kehamilan (pre-eklamsia) f. Akibat obat / faktor eksogen 3. Patogenesis dan Patofisiologi Hipertensi Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras simpatis yang berlanjut ke bawah menuju korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Peningkatan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain stres, hiperinsulinisme, konsumsi garam yang berlebihan, obesitas, dan disfungsi endotel. Stres dan hiperinsulinisme akan meningkatkan saraf simpatis yang akan merangsang pengeluaran hormon katekolamin yang akan meningkatkan produksi renin dan kontraktilitas jantung. Pengeluaran renin yang berlebihan akan merangsang pengeluaran angiotensinogen dan dengan bantuan angiotensin converting enzyme akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang akan meningkatkan resistensi perifer dan berdampak dalam peningkatan tekanan darah. Sedangkan

meningkatnya kontraktilitas jantung, konsumsi garam yang berlebih, dan obesitas akan meningkatkan cardiac output yang akan meningkatkan tekanan darah. Konsumsi garam dalam meningkatkan cardiac output dikarenakan meningkatnya konsentrasi Na+ sehingga meningkatkan venous return yang akan meningkatkan preload sehingga tekanan darah akan meningkat. Disfungsi endotel juga mempengaruhi kenaikan tekanan darah, hal ini karena disfungsi endotel akan menurunkan reaktivitas NO dan vasodilator, hal ini akan meningkatkan resistensi perifer sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah (Price dan Wilson, 2006).

Gambar 4.1. Patofisiologi Hipertensi (Price dan Wilson, 2006) 4. Faktor Risiko Hipertensi a) Faktor Keturunan atau Gen Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tua. Apabila riwayat hipertensi didapat pada orang tua, maka keturunannya akan memiliki risiko untuk menderita hipertensi esensial lebih besar (Gray, et. al., 2005). b) Faktor Berat Badan (Obesitas atau Kegemukan) Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh >25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko timbulnya hipertensi. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkosumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin darah. Hal inilah yang menimbulkan hipertensi. c) Faktor Stres Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik, atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengtasinya dengan efektif. Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang. Stres dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.

d) Faktor Jenis Kelamin Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Seorang pria dewasa akan mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk mengidap hipertensi. e) Faktor Usia Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturannya dan tekanan darah meningkat seiring bertambahnya usia sehingga kebanyakan orang mengalami hipertensi pada usia lima puluhan dan enam puluhan. f) Faktor Diet ( Asupan Garam) Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Asupan garam kurang dari tiga gram setiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per hari menyebabkan prevalensi hipertensi meningkat 15-20%. WHO menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah. Natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi tinggi.

g) Kebiasaan Merokok Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang dapat menimbulkan hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. h) Konsumsi Alkohol Konsumsi lebih dari 250 ml alkohol per hari dapat meningkatkan tekanan darah, melemahkan otot jantung, serta menyebabkan kegemukan dan aterosklerosis sehingga menyebabkan timbulnya penyakit jantung yang lebih parah. Selain itu, alkohol juga menurunkan efek obat antihipertensi. i) Aktivitas Fisik (Olahraga) Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan olahraga.

B.

Kerangka Konsep Tak dapat diubah: Genetik, Usia, Jenis kelamin, Stres HIPERTENSI Dapat diubah: Diet asupan garam, Kebiasaan merokok, obesitas, aktivitas fisik, Konsumsi alkohol, Pekerjaan, Hobi = Faktor yang tidak diteliti = Faktor yang diteliti Gambar 4.2. Kerangka Konsep

C. Hipotesis A. Terdapat hubungan antara hipertensi dan diet asupan garam B. Terdapat hubungan antara hipertensi dan kebiasaan merokok C. Terdapat hubungan antara hipertensi dan obesitas D. Terdapat hubungan antara hipertensi dan aktivitas fisik E. Terdapat hubungan antara hipertensi dan konsumsi alcohol F. Terdapat hubungan antara hipertensi dan pekerjaan G. Terdapat hubungan antara hipertensi dan hobi

V. METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitiaan Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian observasional analitik dengan metode Cross Sectional. Penelitian ini akan mencari hubungan antara variabel bebas berupa faktor risiko dengan variabel tergantung yaitu efek yang berupa kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang. B. Ruang Lingkup Kerja Posyandu lansia wilayah Jatilawang, Desa Adisara Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. C. Populasi Sampel 1. Populasi a. Populasi Target Seluruh lansia yang memiliki riwayat hipertensi di Desa Adisara Kecamatan Jatilawang. b. Populasi Terjangkau Peserta posyandu lansia yang tercatat pada bulan Desember 2012 di Desa Adisara Kecamatan Jatilawang. 2. Sampel/ Responden Sampel/responden adalah sebagian dari peserta yang mengikuti posyandu lansia dan akan dijadikan obyek penelitiaan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Besar sampel Besar sampel diambil dengan keseluruhan jumlah peserta posyandu lansia yang tercatat pada bulan Desember 2012. b. Metode pengambilan sampel Metode yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah dengan metode total sampling.

Kriteria inklusi : a. Berumur diatas 55 tahun. b. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangai lembar persetujuan menjadi subjek penelitian setelah membaca lembar informed consent. c. Berdomisili di Kecamatan Jatilawang. Kriteria eksklusi : a. Tidak Mengisi data kuesioner secara lengkap. b. Tidak Kooperatif dalam melakukan tahap wawancara dan pengisian kuesioner. c. Peserta posyandu lansia yang tidak datang saat pelaksanaan posyandu. D. Variabel Penelitian 1. Variabel terikat 2. Variabel bebas : Kejadian Hipertensi : Diet asupan garam, kebiasaan merokok, obesitas, aktivitas fisik, konsumsi alcohol, pekerjaan, hobi E. Definisi Operasional Tabel 5.1. Definisi Operasional Variabel Kejadian Hipertensi Keterangan Skala

Keadaan seseorang memiliki tekanan darah sistolik Nominal >140 mmHg dan atau Diastolik >90 mmHg. Dikategorikan menjadi Ya : hipertensi Tidak : hipertensi Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi garam Nominal Ya : mengkonsumsi makanan tinggi garam dan kolesterol. Tidak : tidak mengkonsumsi makanan tinggi garam dan kolesterol. Kebiasaan mengkonsumsi rokok Ya : konsumsi rokok lebih dari satu batang perhari Tidak : tidak mengkonsumsi rokok Nominal

Diet

Kebiasaan merokok

Obesitas

Keadaan seseorang dengan Indeks Masa Tubuh > Nominal 25 Ya : Obesitas Tidak : Tidak Obesitas Melakukan olah raga teratur 3 kali seminggu Nominal selama 30 menit. Ya : melakukan olah raga Tidak : tidak melakukan olah raga Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol Nominal lebih dari 250 ml Ya : mengkonsumsi alkohol Tidak : tidak mengkonsumsi alkohol Mata pencaharian yang dimiliki responden dalam Nominal mengisi aktivitas sehari- hari nya Ya : bekerja Tidak : tidak bekerja Aktivitas responden dalam mengisi waktu luang Nominal sehari-hari Kualitas baik : ngasuh cucu, jalan-jalan Kualitas buruk : hanya tiduran/nonton televisi

Aktivitas fisik

Konsumsi alkohol

Pekerjaan

Hobi

F. Instrumen Pengambilan Data Sumber data adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan pada saat Posyandu Lansia. G. Rencana Analisis Data Data dianalisis dengan metode analisis deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan persentase tentang karakteristik sampel. Analisis bivariat menggunakan metode Chi-square untuk mengetahui hubungan antar variable jika syarat terpenuhi, jika tidak maka digunakan uji Fisher. H. Waktu dan Tempat Kegiatan dilaksanakan pada: Tanggal : 6 Januari 2013

Tempat

: Posyandu lansia

VI. A. Hasil

HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas pada tanggal 6 Januari 2012.Penelitian ini dilakukan bersamaan dengan Posyandu Lansia di RW 02, Desa Adisara dengan jumlah peserta 28 lansia. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner kepada lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan dari 31 lansia hanya 28 lansia yang memenuhi kriteria inklusi dikarenakan responden tidak hadir sampai acara selesai. 1. Analisis Univariat Pada penelitian Cross-sectional yang dilakukan pada Lansia Desa Adisara didapatkan responden sejumlah 29 lansia. Karakteristik responden dapat dilihat dalam Tabel 6.1. Pada tabel dapat dilihat bahwa distribusi responden menurut faktor internal dari jenis kelamin didapatkan 81,3 % berjenis kelamin perempuan, sedangkan laki laki berjumlah 18,8 % dan responden yang memiliki predisposisi genetik berjumlah 19 lansia (59,4%). Responden yang memiliki pekerjaan berjumlah lansia (%) Faktor eksternal pada tabel dapat diketahui bahwa responden yang obesitas berjumlah 5 lansia (15,6%), mengkonsumsi makanan asin dan berkolesterol berjumlah 20 lansia (62,5%), dan yang tidak melakukan olah raga secara teratur berjumlah 14 lansia (43,8%). Responden yang memiliki kebiasaan merokok berjumlah .lansia (..%), kebiasaan konsumsi alkohol berjumlah lansia (%), dan lansia yang memiliki hobi/kebiasaan buruk berjumlah ..lansia (%). Dari seluruh responden, responden yang memiliki teanan darah tinggi atau hipertensi berjumlah 18 lansia (56,3%) sedangkan 14 lansia lain tidak (43,8%).

Tabel 6.1. Karakteristik Responden


No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variabel Jenis Kelamin Predisposisi genetik Obesitas Diet Aktivitas fisik Hipertensi Konsumsi Alkohol Pekerjaan Hobi Kebiasaan Merokok Total 32 100 Perempuan Laki - Laki Ya Tidak Obesitas Non Obesitas Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Frekuensi (Orang) 26 6 19 13 5 27 20 12 16 16 18 14 Presentas e (%) 81,3 18,8 59,4 40,6 15,6 84,4 62,5 37,5 50 50 56,3 43,8

Sumber: Data primer, 2011 2. Analisis Bivariat a. Hubungan antara diet dengan kejadian hipertensi Tabel 6.2 Hasil uji chi square antara faktor risiko Diet dengan Hipertensi Diet Hipertensi Total X2 p Ya Tidak N (%) N (%) Ya 15 11 26 0,117 1,000 Tidak 3 3 6 Jumlah 18 14 32 Tabel diatas menunjukan hasil uji chi square antara diet dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji chi square menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0, 093 atau p >0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa diet tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi.

b. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi Tabel 6.3 Hasil uji chi square antara faktor risiko kebiasaan merokok dengan Hipertensi Kebiasaan Hipertensi Jumlah X2 p Merokok Ya Tidak Merokok Tidak merokok Jumlah N (%) 3 15 18 N (%) 2 12 14 5 27 32 0,03 4 1,00 0

Tabel diatas menunjukan hasil uji chi square antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji chi square menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0, 093 atau p >0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kebiasaan merokok tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi. c. Hubungan antara Obesitas dengan kejadian Hipertensi Tabel 6.4 Hasil uji chi square antara faktor risiko Obesitas dengan Hipertensi Obesitas Obesitas Non Obesitas Jumlah Hipertensi Ya Tidak N (%) N (%) 13 6 5 18 18 14 Jumlah 19 13 32 X2 2,81 5 p 0,09 3

Tabel diatas menunjukan hasil uji chi square antara obesitas dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji chi square menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0, 093 atau p >0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa obesitas tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi.

d. Hubungan antara Akitvitas fisik dengan kejadian hipertensi Tabel 6.5 Hasil uji chi square antara faktor risiko Aktivitas Fisik dengan Hipertensi Aktivitas Fisik Ya Tidak Jumlah Hipertensi Ya N (%) 11 7 18 Tidak N (%) 9 5 14 Jumlah X2 Nilai p 0,854

20 12 32

0,03 4

Berdasarkan uji chi square variabel aktivitas fisik dan dengan terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0,854 atau p >0,05. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa secara statistik aktivitas fisik tidak berhubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. e. Hubungan antara Konsumsi Alkohol dengan kejadian Hipertensi Tabel 6.6 Hasil uji chi square antara faktor risiko Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi Konsumsi Alkohol Ya Tidak Jumlah Hipertensi Ya N (%) 8 10 18 Tidak N (%) 8 6 14 Jumlah X2 Nilai p 0,476

16 16 32

0,508

Berdasarkan uji chi square variable faktor risiko konsumsi alkohol dan dengan terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0,476 atau p >0,05. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa secara statistik konsumsi alkohol tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.

f. Hubungan antara Pekerjaan dengan kejadian Hipertensi Tabel 6.6 Hasil uji chi square antara faktor risiko Pekerjaan dengan Hipertensi Pekerjaan Hipertensi Ya N (%) 8 10 18 Tidak N (%) 8 6 14 Jumlah X2 Nilai p 0,476

Ya Tidak Jumlah

16 16 32

0,508

Berdasarkan uji chi square variable faktor risiko pekerjaan dan dengan terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0,476 atau p >0,05. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa secara statistik pekerjaan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi. g. Hubungan antara Hobi dengan kejadian Hipertensi Tabel 6.6 Hasil uji chi square antara faktor risiko Hobi dengan Hipertensi Hobi Hipertensi Ya N (%) 8 10 18 Tidak N (%) 8 6 14 Jumlah X2 Nilai p 0,476

Baik Buruk Jumlah

16 16 32

0,508

Berdasarkan uji chi square variable faktor risiko hobi dan dengan terjadinya hipertensi menunjukkan hasil yang tidak signifikan ditunjukkan dengan nilai p 0,476 atau p >0,05. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa secara statistik hobi tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.

B. Pembahasan Pada penelitian ini peneliti ingin melihat hubungan antara faktor resiko dengan kejadian hipertensi pada lansia Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang. Faktor resiko yang dilihat ialah faktor resiko internal yaitu jenis kelamin dan predisposisi genetik, dan faktor resiko ekternal yaitu kebiasaan diet, kebiasaan merokok, obesitas, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, pekerjaan dan hobi. Hipotesis yang peneliti ajukan adalah terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi. Uji Fisher menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai p 1,000 . Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang (2006) yang menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak berhubungan secara signifikan (nilai p=0,500) dengan terjadinya hipertensi. Penelitian yang dilakukan oleh Wang menyebutkan bahwa pada laki- laki dan perempuan terdapat persamaan dalam tekanan darah sistolik tetapi sedikit berbeda pada tekanan diastolik. Hipertensi diperkirakan lebih banyak terjadi peningkatan pada tekanan sistolik (>140 mmHg) dibandingkan dengan dengan tekanan diastolik (> 90mmHg), karena perempuan dan laki-laki mempunyai tekana sitolik yang sama maka keduanya mempunyai peluang yang sama terkena hipertensi. Penelitian ini juga meneliti diet dengan terjadinya hipertensi, yaitu menilai apakah diet tinggi garam berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Hasil uji chi square menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai p 0,854 atau p > 0,005. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa konsumsi garam tidak cukup sebagai penyebab terjadinya hipertensi. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa konsumsi garam tidak selalu berhubungan dengan terjadinya hipertensi, hal ini tergantung dari seberapa banyak garam yang dikonsumsi (Hollenberg, 2006). Menurut penelitian ini hubungan antara obesitas dan hipertensi juga tidak signifikan. Hal ini terlihat dari nilai p 1,000 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jerant (2012) yang menyebutkan bahwa obesitas tidak berhubungan dengan terjadinya hipertensi.

Riwayat hipertensi pada keluarga menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan terjadinya hipertensi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barksdale (2010) yang menemukan bahwa riwayat hipertensi dalam keluarga bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Menurut Barksdale (2010) hal ini dimungkinkan karena dalam pengambilan sampel terjadi bias, dikarenakan penderita tidak mengetahui atau belum terdiagnosa kalau anggota kelurga yang lain menderita hipertensi. Hasil uji chi square antara aktivitas fisik dengan risiko terjadinya hipertensi juga menghasilkan nilai yang tidak signifikan dengan nilai p 0,476. Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Stewart (2005) yang menemukan bahwa olahraga yang dilakukan sendiri tanpa program yang benar tidak dapat mengurangi terjadinya hipertensi, bahkan tidak berhubungan Namun hasil penelitian diatas tidak sesuai dengan hasil penelitian Formand (2009) yang menyebutkan bahwa diet, riwayat keluarga, olahraga, gaya hidup, IMT berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Perbedaan hasil penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan jumlah sampel dimana dalam penelitian ini hanya menggunakan 32 sampel penderita hipertensi dan pada penelitian yang terdahulu menggunakan 12.319 kasus hipertensi. Selain perbedaan jumlah sampel, design study yang digunakan juga berbeda, pada penelitian ini menggunakan cross sectional sedangkan pada penelitian Formand (2009) menggunakan cohort prospective. Hasil uji chi-square antara kebiasaan merokok dengan kejadian hiopertensi menunjukkan hasil . Penelitian ini sesuai dgn Hasil uji chi-square antara konsumsi alkohol dengan kejadian hiopertensi menunjukkan hasil . Penelitian ini sesuai dgn Hasil uji chi-square antara pekerjaan dengan kejadian hiopertensi menunjukkan hasil . Penelitian ini sesuai dgn Hasil uji chi-square antara hobi dengan kejadian hiopertensi menunjukkan hasil . Penelitian ini sesuai dgn Dari hasil analisis univariat dan bivariate yang telah dilakukan didapatkan satu faktor risiko yang memiliki hubungan yang signifikan dengan dengan terjadinya hipertensi.

kejadian hipertensi di Desa Adisara Kecamatan Jatilawang adalah faktor risiko obesitas. VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan kejadian hipertensi pada subjek penelitian adalah: 1. Senam hipertensi secara rutin. Senam dilakukan setiap satu minggu sekali secara rutin sebagai upaya untuk menurunkan risiko hipertensi. 2. Skrining kesehatan dengan mengukur tekanan darah. 3. Pemberian penyuluhan mengenai Hipertensi, menjelaskan mengenai gizi seimbang yang baik untuk hipertensi. Selain itu menjelaskan faktor yang menyebabkan sampai penanganan serta komplikasi yang dapat terjadi. B. Penentuan Alternatif Terpilih Pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah harus dilakukan karena adanya keterbatasan baik dalam sarana, tenaga, dana, serta waktu. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah adalah metode Rinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar. Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi, kelanggengan selesainya masalah, dan kecepatan penyelesaian masalah. Efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah. Skoring efisiensi jalan keluar adalah dari sangat murah (1), hingga sangat mahal (5). Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas Jalan Keluar
Skor M (besarnya masalah yang dapat diatasi) sangat kecil Kecil cukup besar I (kelanggengan selesainya masalah) sangat tidak langgeng tidak langgeng cukup langgeng V (kecepatan penyelesaian masalah) sangat lambat Lambat cukup cepat

1 2 3

4 5

Besar sangat besar

langgeng sangat langgeng

Cepat sangat cepat

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke adalah sebagai berikut: Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah Metode Reinke
No 1 2 3 Daftar Alternatif Jalan Keluar Senam hipertensi secara rutin Skrining kesehatan dengan mengukur tekanan darah. Pemberian penyuluhan mengenai Hipertensi, kepada kader kesehatan dan lansia Efektivitas M 4 4 3 I 4 4 3 V 5 4 2 Efisiensi C 2 3 2 MxIxV C 40 21,3 9 Urutan Prioritas Masalah 1 2 3

Berdasarkan

hasil

perhitungan

prioritas

pemecahan

masalah

menggunakan metode Reinke, didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu rutin menjadwalkan senam hipertensi pada lansia, Skrining kesehatan yaitu dengan mengukur tekanan darah, diberikan juga penyuluhan sederhana untuk meningkatkan pengetahuan serta kesadaran untuk hidup sehat guna pencegahan terhadap penyakit ini.

RENCANA KEGIATAN (Plan of Action) 1. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit yang bersifat asimtomatis sehingga banyak penderita yang tidak waspada terhadap perjalanan lanjut hipertensi. Penderita hipertensi banyak yang tidak menyadari gejala hipertensi, sehingga baru disadari setelah terjadi gangguan organ seperti penyakit jantung, saraf, ginjal, dan pembuluh darah dengan fatalitas tinggi seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik. Saat ini hipertensi disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya meninggal. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat (Rahajeng, 2009). Data penelitian Kementerian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi hipertensi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Hipertensi ini dapat menimbulkan banyak masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. (Depkes, 2012). Hipertensi merupakan penyebab utama stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal kronik yang dapat dikendalikan dengan manajemen gaya hidup yang tepat sehingga intervensi pada tingkat promotif dan preventif harus dilakukan sedini mungkin. 2. Tujuan 1) Tujuan Umum Mengetahui hubungan Faktor resiko dengan kejadian hipertensi pada lansia Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang.

2) Tujuan Khusus a. Melakukan senam hipertensi bagi lansia hipertensi sebagai upaya menurunkan kejadian hipertensi. b. Melakukan skrining hipertensi terhadap penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. c. Meningkatkan pengetahuan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tentang hipertensi. 3. Manfaat 1) Manfaat Praktis Memberikan informasi pada warga masyarakat di wilayah Puskesmas Jatilawang mengenai hipertensi. 2) Membantu menjalankan program promosi kesehatan pada wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. 3) Manfaat Teoritis Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang permasalahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. 4. Bentuk dan Materi Kegiatan Kegiatan akan dilaksanakan dan disajikan dalam bentuk senam hipertensi, kemudian dilakukan skrining kesehatan dan penyuluhan dengan materi tentang Hipertensi serta gizi seimbang bagi penderita hipertensi. Kegiatan ini disisipkan pada kegiatan Posyandu Lansia pada warga Desa Adisara RW 02, Kecamatan Jatilawang yang diselenggarakan secara rutin. 5. Sasaran Lansia dan Kader Kesehatan Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. 6. Pelaksanaan 1. Personil Penanggung jawab : dr. Suripto (Preseptor Lapangan).

Pembimbing Pelaksana Pembicara Hari Tanggal Waktu Tempat

: Bidan Lilik (Bidan Desa) : Ai Irma Siti Rahmah, Masrian : Ai Irma Siti Rahmah, Masrian : Minggu : 6 Januari 2012 : 06.00 selesai WIB : RW 02 Desa Adisara, Kecamatan Jatilawang

2. Waktu dan Tempat

7. Rencana Anggaran 1. Materi 2. Fotocopy kuesioner 3. Konsumsi Total : Rp. 150.000,00 : Rp. 5.000,00 : Rp. 150.000,00 : Rp. 305.000,00

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN A. Evaluasi hasil kegiatan Dilakukan senam hipertensi pada pukul 06.00 WIB yang dilanjutkan dengan kegiatan penyuluhan. Penyuluhan mengenai Hipertensi yang difokuskan pada apa itu hipertensi, faktor risiko, cara pencegahan dan penangananya yaitu gizi seimbang bagi penderita hipertensi diselenggarakan di RW 02 Desa Adisara pada hari Minggu, 6 Januari 2012 Pukul 08.00 WIB berbarengan dengan acara Posyandu Lansia di Desa Adisara. 1. Evaluasi Input Penyuluhan diikuti oleh 28 peserta. 2. Evaluasi Proses a. Sasaran Dari target mendapatkan sasaran penyuluhan sebanyak 31 orang, ternyata didapatkan peserta kurang yaitu hanya 28 orang. Hal ini diperkirakan terjadi karena terdapat beberapa lansia yang tidak bisa mengikuti acara sampai selesai dikarenakan alasan pribadi. b. Waktu Dalam pelaksanaanya tidak didapatkan kendala yang berarti. Penyuluhan dimulai pukul 08.05 WIB setelah dibuka oleh ketua posyandu lansia. Sebelumnya panitia melakukan skrining kesehatan yang dibantu kader posyandu untuk mengukur tekanan darah dan indeks lansia. c. Anggaran Anggaran yang dihabiskan ketika acara adalah sejumlah Rp. 346.000. Hal ini lebih tinggi dari rencana karena ternyata jumlah biaya yang diperkirakan panitia pada kenyataan lebih mahal. 3. Evaluasi Output massa tubuh, lalu dilakukan penyuluhan. Penyuluhan berlangsung tertib dan dilanjutkan proses tanya jawab dengan para

Dalam pelaksanaan skrining dan penyuluhan, beberapa indikator keberhasilan acara ini tercapai yaitu, Jumlah peserta yang melebihi 80% target, adanya antusias dari peserta dengan adanya proses tanya jawab yang lancar dan acara berlangsung tepat waktu. B. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan Hasil analisis permasalahan kesehatan komunitas yang terjadi di Puskesmas Jatilawang adalah hipertensi yang difokuskan sebagai prioritas permasalahan. Faktor yang didapatkan dari hasil prioritas masalah dan analisis kesehatan komunitas yang paling berpengaruh di Desa Adisara adalah Faktor Resiko Internal dan Eksternal terhadap kejadian Hipertensi. Alternatif pemecahan masalah yang menjadi prioritas untuk masalah tersebut adalah Skrining dan penyuluhan. b. Saran Penyuluhan dapat menjadi metode efektif untuk menurunkan angka kejadian Hipertensi di Kecamatan Jatilawang pada umunya dan Desa Adisara pada khususnya. Perlu digalakkan promosi kesehatan di Desa Adisara khususnya dan Kecamatan Jatilawang pada umumnya untuk mengurangi angka Kejadian Hipertensi di Wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.

Daftar Pustaka Depkes. 2012. Masalah Hipertensi di Indonesia. Tersedia di http://www.depkes.go.id diakses pada tanggal 20 Desember 2012. Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati tuminah . 2009 .Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Tersedia di indonesia.digitaljournals.org diakses pada tanggal 20 Desember 2012.

You might also like