You are on page 1of 60

Topik 10.

Drainase Bawah Permukaan-dkk 1

Topik 10. Drainase Bawah Permukaan

Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di


Belanda

Pendahuluan

Tujuan instruksional khusus: mahasiswa mampu memahami perhitungan spasing,


diameter pipa dan slope pada drainase bawah-permukaan

Bahan Ajar

Bahan Ajar terdiri dari: (1) Hidrolika Airtanah, (2) Persamaan Drainase Dalam Kondisi
Aliran Steady, (3) Persamaan Drainase Untuk Situasi Tidak Steady, (4) Drainase Bawah
Permukaan. Beberapa bahan ajar disimpan dalam File Tambahan Kuliah Topik 10
adalah: (1) Rainbow-win suatu software untuk menghitung DDF (Depth Duration
Frequency) hujan dalam perhitungan modulus drainase, (2) Drainage FAO dalam pdf,
(3) Pump drainage FAO dalam pdf, (3) Dedi Kusandi Kalsim, 2007. Pengembangan
Lahan Gambut Berkelanjutan, Seminar Ketahanan Pangan Nasional, UNILA, Bandar
Lampung 15-17 November 2007.

Teknik Irigasi dan Drainase 1


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 2

1. HIDROLIKA AIR TANAH

1.1. Asumsi DUPUIT- FORCHEIMER


Dupuit (1863), mempelajari aliran steady pada sumur dan saluran yang secara
skhematis seperti digambarkan pada Gambar 1.1 di bawah ini.

Gambar 1.1. Aliran steady pada aquifer tak tertekan

Asumsi yang dibuat adalah:


1. Untuk sistem aliran dengan kemiringan muka air bebas yang kecil, maka streamline
dapat diambil sebagai garis horizontal tegak lurus bidang vertikal.
2. Kecepatan aliran berbanding lurus dengan kemiringan muka air tanah, tetapi tidak
tergantung pada kedalaman aliran.

Asumsi tersebut di atas menyebabkan pengurangan dimensi aliran dari 2 dimensi


menjadi 1 dimensi, dan kecepatan aliran pada "phreatic surface" berbanding lurus dengan
tangens hydraulic gradient atau sama dengan nilai sinus atau dh/dx ≈ dh/ds. Berdasarkan
pada asumsi tersebut di atas Forcheimer (1886), mengembangkan suatu persamaan umum
untuk muka air bebas dengan menggunakan persamaan kontinyuitas pada air dalam kolom
vertikal dengan tinggi h, yang dibatasi oleh "phreatic surface" pada bagian atas dan
lapisan kedap pada bagian bawah (Gambar 1.2).

Komponen aliran horizontal :

∂h ∂h
Vx = − K dan V y = − K …. /1.1/
∂x ∂y

Jika qx aliran pada arah x per unit lebar arah y, maka :

∂h
q x dy = − K ( h.dy ) = − K  h ∂ h  dy  / 1.2 /
∂x  ∂x x

Teknik Irigasi dan Drainase 2


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 3

Bergerak dari sebelah kiri ke sebelah kanan, maka qx dy mengalami perubahan dengan
laju ∂qx/∂x , yakni menjadi :
 ∂ qx 
qx+dx dy atau  q x + .dx  dy
 ∂x 

Gambar 1.2. Pendekatan aliran horizontal suatu elemen fluida dalam ruang

Selisih outflow dan inflow per unit waktu pada arah x adalah :

∂ qx ∂  ∂h
( q x + dx − q x ) dy =
dx.dy = − K  h.  dx.dy  / 1.3 /
∂x ∂x ∂x
Dengan cara yang sama, maka perubahan aliran pada arah sumbu y adalah :

∂ qy ∂  ∂h
dx.dy = − K  h.  dx.dy  / 1 .4 /
∂y ∂ y  ∂ y 

Pada aliran steady, maka jumlah perubahan sama dengan nol, sehingga :

 ∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y ) 
− K +  dx.dy = 0  / 1.5 /
 ∂x ∂y 

∂  ∂h  ∂  ∂h 
h + h 
 = 0  / 1 .6 /
∂x  ∂x  ∂y 
 ∂y 

∂ 2h2 ∂ 2h2
atau + = 0  / 1.7 /
∂ x2 ∂ y2

Teknik Irigasi dan Drainase 3


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 4

persamaan /1.7/ ini disebut sebagai persamaan FORCHEIMER.

1.2. Aliran Tidak Steady

Pada kondisi aliran tidak steady, jumlah perubahan aliran pada arah x dan arah y harus
sama dengan perubahan kuantitas air yang disimpan pada kolom tersebut. Perubahan
storage ini digambarkan baik oleh penurunan atau kenaikan phreatic surface. Perubahan
storage adalah :
∆ S = µ. ∆h /1.8/

di mana ∆S : perubahan air yang disimpan per unit luas permukaan selama waktu
tertentu; µ. : porositas efektif dari tanah; ∆h : perubahan elevasi muka air tanah selama
waktu tertentu.

Persamaan kontinyuitas sekarang menjadi :

 ∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y )  ∂h
− K +  dx.dy = − µ dx.dy  / 1.9 /
 ∂x ∂y  ∂t
atau
∂ h
2 2
∂ h
2 2
µ ∂h
+ =  / 1.10 /
∂x 2
∂y 2
K ∂t

Persamaan /1.9/ di atas dapat juga ditulis sebagai berikut :

 ∂ 2h  ∂ h  2 ∂ 2h  ∂h 
2
∂h
− Kh 2 +   + h 2 +    = − µ  / 1.11 /
 ∂ x  ∂x ∂y  ∂ y   ∂t

Jika h cukup besar dibandingkan dengan perubahan h, maka kita dapat mengasumsikan h
konstan dengan nilai rata-rata D, dan dapat mengabaikan orde ke dua, (∂h/∂x)2 dan (∂h/∂
y)2 sehingga akan didapat :

∂ 2h ∂ 2h µ ∂h
+ =  / 1.12 /
∂x 2
∂y 2
KD ∂ t
Persamaan ini identik dengan persamaan konduksi panas 2 dimensi atau persamaan aliran
compressible fluid melalui medium berpori.

2. PERSAMAAN DRAINASE DALAM KONDISI ALIRAN STEADY

2.1. Aliran steady pada Saluran Paralel dengan Recharge seragam pada
Permukaan Tanah

Sebagai contoh aplikasi dari asumsi Dupuit, asumsikan suatu lapisan tanah yang
homogen dan isotropik, di bagian bawah dibatasi dengan lapisan kedap dan
didrainasekan oleh saluran paralel yang menembus lapisan tanah tersebut sampai ke
lapisan kedap. Pada permukaan tanah menerima hujan seragam dengan laju R (Gambar
2.1).

Teknik Irigasi dan Drainase 4


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 5

Gambar 2.1. Aliran air pada saluran drainase yang menembus aquifer tak tertekan

Dengan menggunakan asumsi Dupuit-Forcheimer di mana kemiringan muka air tanah


cukup kecil, sehingga aliran air tanah ke saluran drainase dapat dianggap horizontal.
Aliran pada bidang vertikal berjarak x dari saluran sebelah kiri adalah sebagai berikut :
dh
q x = R (0,5 L − x ) = K .h  / 2. 1 /
dx
Masing-masing dikalikan dengan dx

K .h.dh = R( 0,5 L − x ) dx  / 2.2 /

atau

K .h.dh = ( 0,5LR ) dx − Rx dx  / 2.3 /

Persamaan di atas dapat diintegrasikan dengan batas sebagai berikut :


x = 0 → h = yo; x = 0.5 L → h = H

H 0,5

K ∫ h.dh = R ∫ ( 0,5L − x ) dx
h = yo x= 0
 / 2.4 /

( )
0,5 K H 2 − yo 2 = R ( 0,5L ) − 0,5 R( 0,5 L ) = 0,5 R ( 0,5 L )
2 2 2

K(H2-yo2)=1/4 RL2

4 K ( H 2 − yo 2 )
L =2
 / 2.5 /
R

Atau dengan notasi seperti pada Gambar 2.2, maka :

R= q=
(
4K H 2 − D 2 )  / 2.6 /
L2

Teknik Irigasi dan Drainase 5


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 6

dimana , R : laju pemasukan air dari permukaan tanah per luas permukaaan (m/hari); q :
debit drainase per unit luas permukaan (m/hari); K : konduktivitas hidrolik tanah
(m/hari) ; H : jarak dari lapisan kedap ke tengah-tengah muka air tanah (m); D : jarak
dari lapisan kedap ke muka air pada saluran drainase (m); L : jarak antar saluran
drainase (m).

Persamaan tersebut dapat ditulis :

4 K ( H + D )( H − D )
q=  / 2.7 /
L2

Berdasarkan Gambar 2.2 a; h = H - D dan H + D = 2 D + h, maka

8 K ( D + 0,5h ) h
q=  / 2.8 /
L2

Faktor D + 0,5 h pada persamaan di atas dianggap menggambarkan rata-rata ketebalan


lapisan tanah disimbolkan dengan D'.

8KD ' h
q=  / 2.9 /
L2

di mana KD’ = transmissivity aquifer (m2/hari). Persamaan /2.8/ dapat juga ditulis
sebagai berikut :
8 K D h + 4 K h2
q=  / 2.10 /
L2

4 K h2
Dengan membuat D = 0, maka q =  / 2.11 /
L2
yang menggambarkan aliran horizontal di atas level drainase. Apabila D cukup besar
dibandingkan dengan h, maka 4Kh2 dapat diabaikan, sehingga :

8K Dh
q=  / 2.12 /
L2
Persamaan ini menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase. Pertimbangan
di atas menghasilkan konsepsi 2 lapisan tanah dengan batas pada level drainase.

8K b D h + 4 K a h 2
q=  / 2.13 /
L2
dimana Ka : konduktivitas hidrolik lapisan tanah di atas level drainase (m/hari); Kb
:konduktivitas hidrolik di bawah level drainase (m/hari).

2.2. Prinsip Persamaan HOOGHOUDT

Apabila saluran drainase tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka garis aliran
tidak sejajar dan horizontal akan tetapi akan membentuk aliran radial menuju pipa
drainase. Aliran radial tersebut mengakibatkan lintasan aliran menjadi lebih panjang.

Teknik Irigasi dan Drainase 6


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 7

Hooghoudt (1940) menurunkan persamaan aliran seperti digambarkan pada Gambar 2.2
b, dimana daerah aliran dibagi menjadi aliran horizontal dan aliran radial.

Gambar 2.2. Konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) untuk mentransformasikan kondisi
aliran horizontal dan radial ke suatu aliran horizontal ekivalen

Apabila aliran horizontal di atas level drainase diabaikan, maka persamaan aliran untuk
lapisan tanah seragam menjadi

qL
h= FH  / 2.14 /
K
dan

FH =
(L − D 2 ) 2

+
1
ln
D
+ f ( D, L)  / 2.15 /
8DL π ro 2

di mana ro : jari-jari pipa drainase; f(D,L) : fungsi D dan L, umumnya kecil bila
dibandingkan dengan term lainnya. Term pertama pada persamaan /2.15/
menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase, karena berdasarkan
persamaan /2.12/ menjadi :
qL2
h=
8 KD
, sedangkan pada Gambar 2.2b, panjang L untuk aliran horizontal adalah L-D√2
sehingga persamaan /2.12/ menjadi

h=
(
q L− D 2 ) 2
(
atau h = qL L − D 2 ) 2

8 KD K 8 DL

Teknik Irigasi dan Drainase 7


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 8

Term ke 2 dan ke 3 dari persamaan /2.15/ menggambarkan aliran radial.

Hooghoudt mempertimbangkan suatu formula yang lebih praktis, yaitu dengan


memperkenalkan suatu kedalaman ekivalen “d” sebagai pengganti D (di mana d < D).
Hal ini dimaksudkan untuk memperhitungkan tahanan tambahan (extra resistance) yang
disebabkan oleh aliran radial. Dengan menggunakan nilai d, maka pola aliran dalam
Gambar 2.2b dapat diganti dengan aliran horizontal seperti pada Gambar 2.2c. Apabila
yang diperhitungkan hanya aliran horizontal di bawah level drainase maka persamaan
/2.12/ sekarang menjadi:
8K d h
q=  / 2.16 /
L2

di mana d < D. Persamaan /2.16/ ini harus dibuat sama dengan persamaan /2.14/,
sehingga menghasilkan :
L L
d= =  / 2.17 /
8 FH (
8L− D 2
2
8
+ ln
) D
8 DL π ro 2

Nilai d (equivalent depth) merupakan fungsi dari L, D dan ro. Nilai untuk “d” dengan ro
= 0,1 m pada berbagai nilai L dan D dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk ro selain dari
0,1 m dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa “d” bertambah
besar dengan naiknya D sampai D ≈ 1/4 L, untuk D yang lebih besar nilai d nya relatif
konstan. Dengan demikian untuk D > 1/4 L pola aliran tidak dipengaruhi oleh
kedalaman lapisan kedap. Dengan pertimbangan memasukan pengaruh aliran radial,
maka persamaan /2.13/ dapat ditulis dengan menggunakan nilai d sebagai pengganti D,
menjadi persamaan /2.18/, persamaan ini disebut sebagai persamaan HOOGHOUDT.

8K b d h + 4 K a h 2
q=  / 2.18 /
L2

2.3. Aplikasi Persamaan Hooghoudt

Persamaan Hooghoudt digunakan untuk menghitung spasing drainase L, apabila faktor-


faktor q, K, h, D dan ro diketahui. Rumus ini dapat juga digunakan untuk menghitung
konstanta tanah K dan D jika diketahui q, h, L dan ro. Karena L tergantung pada d,
sedangkan d sendiri fungsi dari L, maka rumus di atas tidak dapat menghitung L secara
eksplisit. Dengan demikian prosedur yang digunakan adalah metoda "coba-ralat" (trial
and error). Coba-ralat dapat dihindarkan dengan menggunakan Nomograf seperti pada
Gambar2.4 dan 2.5.

Contoh 1:

Untuk drainase suatu areal irigasi akan digunakan pipa dengan jari-jari 0,1 m. Pipa
tersebut ditempatkan pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap
dijumpai pada kedalaman 6,8 m. Dari uji auger-hole didapatkan nilai konduktivitas
hidrolik K = 0,8 m/hari. Selang (interval) irigasi setiap 20 hari. Rata-rata air irigasi yang
hilang dan mengisi air tanah adalah sejumlah 40 mm per 20 hari, sehingga rata-rata
discharge dari sistem drainase 2 mm/hari. Pada jarak berapa spasing harus dibuat
apabila rata-rata kedalaman air tanah 1,2 m dari permukaan akan dipertahankan?.

Teknik Irigasi dan Drainase 8


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 9

Jawab :

q = 0,002 m/hari; ro = 0,1 m;Ka = Kb = 0,8 m/hari; h = 0,6 m; D = 5 m

8 K b d h + 4 K a h2
L2 =
q

L2 = {(8 x 0,8 x 0,6 x d) + (4x 0,8 x 0,36)} / 0,002 ⇒ L2 = 1920 d + 576


 Coba 1 :
L = 80 m, dari Tabel 1: d = 3,55 m; L2 = 1920 x 3,55 + 576 = 7392 ≠ 6400 ,
sehingga L terlalu kecil

 Coba 2 :
L = 87 m, dari Tabel 1: d = 3,63 m; L2 = 1920 x 3,63 + 576 = 7546 ≈ 872 = 7569 .
Maka spasing drainase yang diperlukan L = 87 m.

Dengan menggunakan nomograf pada Gambar 2.4 dan 2.5:

hitung D/h = 5/0,6 = 8,3 dan h/(πro) = 0,6/(πx0,1) = 1,9; hitung K/q = 0,8/0,002 =
400. Dengan menarik garis lurus dari titik (D/h) dan h/(πro) ke K/q = 400, didapat L/h
= 140. Dengan demikian L = 140 x 0,6 m = 84 m. Nomograf tersebut dapat juga
digunakan untuk saluran drainase terbuka di mana u = πro, u adalah perimeter basah.

2.4. Prinsip persamaan Ernst

Persamaan Ernst dapat digunakan pada tanah dengan 2 lapisan di mana batas kedua
lapisan tersebut dapat berada di atas atau di bawah level drainase. Khususnya dapat
dipakai pada kondisi dimana lapisan atas mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil
dari pada lapisan bawahnya. Seperti juga Hooghoudt, Ernst mendapatkan sejumlah
hidrolik head yang diperlukan untuk bermacam-macam komponen aliran dimana secara
skhematis aliran pada pipa drainase dibuat. Analogi dengan hukum Ohm, maka aliran
air tanah dapat ditulis :

q = h/w atau h = qw

Teknik Irigasi dan Drainase 9


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 10

di mana q adalah laju aliran, h hidrolik head dan w adalah tahanan. Jika aliran ke pipa
drainase dibagi menjadi aliran vertikal, horizontal dan radial, maka head hidrolik total
adalah :

h = hv + hh + hr = qwv + qL wh + qL wr

di mana subscript v = vertikal, h = horizontal, r = radial.

Aliran horizontal dan radial adalah sama dengan qL, yakni discharge drainase per unit
panjang pipa drainase, sedangkan aliran vertikal sama dengan q, yakni laju debit
drainase per unit luas permukaan tanah. Dengan menulis berbagai tahanan maka
persamaan Ernst dapat ditulis:

Dv L2 L aD
h= q + q + q ln r  / 2.19 /
Kv 8∑ ( KD ) h π Kr u

di mana, h : total hidrolik head atau tinggi water table di atas level drainase pada titik
tengah (m); q : laju debit drainase per luas permukaan (m/hari); L : spasing drainase
(m); Kv : konduktivitas hidrolik untuk aliran vertikal (m/hari) ; Kr : konduktivitas
hidrolik untuk aliran radial (m/hari); Dv : ketebalan lapisan dimana aliran vertikal
dipertimbangkan (m); Dr : ketebalan lapisan di mana aliran radial dipertimbangkan (m);
Σ(KD)h : transmisivitas lapisan-lapisan tanah dimana terjadi aliran horizontal (m2/hari);
a : faktor geometri untuk aliran radial, tergantung pada kondisi aliran; u : perimeter
basah (m).

Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr, a dan u ditentukan berdasarkan profil tanah dan posisi
relatif serta ukuran pipa drainase. Data berikut ini merupakan karakteristik dari kondisi
spesifik drainase yakni : D1 : rata-rata ketebalan lapisan atas di bawah muka air tanah
(water table) dengan permeabilitas K1; D2 : rata-rata ketebalan lapisan bawah dengan
permeabilitas K2; Do : ketebalan lapisan tanah di bawah level drainase; h : ketinggian
water table di atas level drainase pada titik tengah; y : kedalaman air dalam saluran
drainase ,untuk pipa drainase y = 0.

Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr , a dan u sekarang dalam bentuk detil dapat dilihat dengan
bantuan Gambar 2.6a sampai 2.6d.

• Aliran vertikal terjadi pada lapisan antara maksimum water table pada titik tengah
antar saluran dengan dasar saluran. Biasanya ketebalan lapisan untuk aliran vertikal
adalah Dv = y + h untuk saluran, dan Dv = h untuk pipa.

• Aliran horizontal terjadi pada seluruh ketebalan aquifer, jadi Σ(KD)h = K1 D1 + K2


D2. Apabila kedalaman sampai lapisan kedap bertambah besar, maka nilai K2 D2
juga bertambah besar sehingga membuat Σ(KD)h cenderung tak terhingga dan
akibatnya tahanan aliran horizontal menjadi nol. Untuk mencegah hal tersebut total
kedalaman lapisan di bawah level drainase Do atau Do + D2 dibatasi sampai (1/4)L
apabila lapisan kedap lebih dalam dari (1/4)L di bawah level drainase.

Teknik Irigasi dan Drainase 10


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 11

• Aliran radial hanya diperhitungkan pada lapisan di bawah level drainase, jadi D r =
Do, dengan batasan yang sama seperti aliran horizontal yaitu Do < (1/4)L

Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, maka beberapa kasus berikut ini dapat
dipertimbangkan :

A. Tanah Homogen (homogeneous soil)

Pada suatu tanah homogen (D2 = 0, Gambar 2.6b), nilai a diambil sama dengan 1, D v =
y + h, Σ(KD)h = K1 D1, Kr = K1 dan Dr = Do, dengan demikian persamaan /2.19/
menjadi :
y+ h L2 L D
h= q + q + q ln 0  / 2.20 /
K1 8 K 1 D1 π K1 u

Pada tanah homogen tahanan vertikal cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Lebih
lanjut dalam kebanyakan kasus yang ditemui di lapang h << Do, D 1 biasanya dianggap
sama dengan Do, aliran horizontal melalui lapisan di atas level drainase umumnya
diabaikan. Jika kedalaman dari dasar saluran sampai lapisan kedap Do lebih besar dari
(1/4)L, aliran tidak akan terjadi di bawah kedalaman tersebut. Karena spasing drainase
tidak diketahui sebelumnya, maka kondisi tersebut di atas harus diuji sesudahnya
didapat nilai L.

Teknik Irigasi dan Drainase 11


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 12

Tabel 2.1. Nilai kedalaman ekivalen (d) menurut Hooghoudt


(ro = 0.1 m, D dan L dalam m)

Teknik Irigasi dan Drainase 12


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 13

Gambar 2.3. Nomograf untuk menentukan kedalaman ekivalen (d) menurut van Beers

B. Tanah Berlapis (layered soil)

Teknik Irigasi dan Drainase 13


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 14

1. Apabila saluran drainase ditempatkan pada lapisan bawah (Gambar 2.6c) dan K1 <
K2, maka tahanan aliran vertikal pada lapisan ke dua dapat diabaikan dibandingkan
dengan pada lapisan pertama. Pada Gambar 2.6c dapat dilihat bahwa tebal lapisan di
mana terjadi aliran vertikal adalah sama dengan Dv = 2 D1. Untuk komponen aliran
horizontal dalam kasus tersebut adalah Σ (KD)h = K2 D2 + K1 D1. Karena K1 < K2
dan D1 < D2, maka suku kedua dapat diabaikan sehingga Σ (KD)h = K2 D2. Aliran
radial diperhitungkan pada lapisan Dr = Do. Untuk komponen aliran horizontal dan
radial sebagai pembatas Do < (1/4)L. Persamaan /2.19/ menjadi :

2 D1 L2 L aD
h= q + q + q ln 0  / 2.21 /
K1 8 K 2 D2 π K2 u

2. Jika saluran drainase berada seluruhnya pada lapisan atas (Gambar 2.6d), maka
untuk menentukan faktor geometri "a" terdapat berbagai kondisi sebagai berikut :

(a) K2 > 20 K1, faktor geometri "a" = 4 dan persamaan (2.19) menjadi :

y+ h L2 L 4 D0
h= q + q + q ln  / 2.22 /
K1 8( K 1 D1 + K 2 D2 ) π K1 u

(b) 0,1 K1 < K2 < 20 K1, faktor geometri "a" ditentukan berdasarkan nomograf seperti
pada Gambar 2.7, kemudian gunakan persamaan /2.19/.

(c) 0,1 K1 > K2, faktor geometri "a" = 1. Lapisan bawah dianggap sebagai lapisan kedap
air, sehingga pada kasus ini menjadi kasus tanah homogen dan persamaan /2.20/
menjadi berlaku.

Pada persamaan-persamaan di atas perimeter basah "u" untuk drainase pipa, sedangkan
untuk saluran drainase "u" dihitung sebagai berikut :

u = b + 2 y √ ( S2 + 1) .... /2.23/

di mana, b : lebar dasar saluran; y: kedalaman air pada saluran; S: kemiringan talud
(horizontal : vertikal).

Untuk pipa drainase yang dipasang pada suatu galian (trenches) yang diselimuti dengan
bahan berpermeabilitas yang baik, maka nilai u dihitung sebagai berikut :

u = b + 2 (2 ro) ..... /2.24/

di mana b : lebar trench; ro : jari-jari pipa drainase.

Teknik Irigasi dan Drainase 14


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 15

Gambar 2.4. Nomograf untuk penentuan spasing drainase jika L/h > 100
. Gambar 2.5. Jika L/h < 100 (Boumans, 1963)

Teknik Irigasi dan Drainase 15


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 16

Gambar 2.6. Geometri persamaan Ernst

2.5. Aplikasi Persaamaan Ernst

Perhitungan spasing drainase dilakukan dengan bantuan nomograf seperti pada Gambar
2.7 dan 2.8. Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan persamaan yang sesuai
dilakukan sebagai berikut :

 Tahap 1. Pelajari profil tanah

Jika tanah homogen atau jika kedalaman lapisan di mana drainase akan dipasang adalah
lebih dari (1/4)L, maka gunakan persamaan /2.20/. Apabila lebih kecil dari (1/4)L,
lanjutkan tahap 2 dan 3.

 Tahap 2. Hitung hv = q Dv/Kv


qL2 qL aDr
h' = h − hv = + ln  / 2.25 /
8∑ ( KD) h π Kr u

Teknik Irigasi dan Drainase 16


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 17

Dalam beberapa kasus nilai "hv" sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

 Tahap 3. Tentukan faktor geometri "a"

• Jika K2 > 20 K1, maka " a" = 4 dan gunakan persamaan /2.22/
• Jika 0,1 K1 < K2 < 20 K1 , tentukan "a" dari Gambar 2.7 dan gunakan persamaan
/2.19/
• Jika K2 < 0,1 K1, maka "a" = 1, pertimbangkan tanah homogen dan gunakan
persamaan /2.20/.

Aplikasi persamaan Ernst sebagai formula spasing drainase diberikan dengan 3 contoh
di bawah ini yaitu untuk tanah homogen (Do < 1/4 L), untuk tanah 2 lapisan di mana
batas lapisan berada di bawah level drainase (Do < 1/4 L) dan untuk tanah dalam (deep
soil) (Do > 1/4 L).
Contoh 2:

Data pada contoh 1, akan digunakan dengan tambahan dibuat suatu galian (trench)
dengan lebar 0,25 m (lihat Gambar 2.6b) :
ro = 0,1 m Do = 5 m
q = 0,002 m/hari h = 0,6 m
K1 = 0,8 m/hari

Karena tanah homogen, maka persamaan /2.20/ dan Gambar 2.8 dapat digunakan :

u = 0,25 + 4 x 0.1 = 0,65 m

Dengan mengabaikan aliran vertikal, maka :

L2 L D 0,002 L2 0,002 L 5
h = 0,6 = q + q ln 0 = + ln
8 K 1 D1 π K1 u 8 × 0,8 × 5,30 π × 0,8 0,65

− 0,8 ± 0,64 + 4 × 0,03 × 300 − 0,8 ± 6,05


L= =
2 × 0,03 0,06

Karena L > 0, maka L = 87,5 m. Hasil pengujian ternyata Do < 1/4 L.

Penggunaan nomograf Gambar 2.8 adalah sebagai berikut :

Σ (KD) = K1 D1 = K1 (Do + 1/2 h) = 0,8 x 5,30 = 4,2 m2/hari

h/q = 0,6/0,002 = 300. Hubungkan titik ΣKD dan h/q dengan garis lurus yang
memotong kurva untuk nilai "wr" sebagai berikut :

1 aDr 1 5
wr = ln = ln = 0,8
π Kr u π × 0,8 0,65

(a = 1, Dr = Do = 5 m) ⇒ terbaca pada arah vertikal ⇒ L = 88 m

Teknik Irigasi dan Drainase 17


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 18

Gambar 2.7. Nomograf untuk menentukan faktor geometri "a "sebagai


tahanan radial pada persamaan Ernst (van Beers, 1965)

Contoh 3 :

Suatu tanah terdiri dari 2 lapisan yang berbeda. Lapisan atas K 1 = 0,2 m/hari dan lapisan
bawah K2 = 2 m/hari. Batas kedua lapisan tersebut berada pada kedalaman 0,5 m di
bawah dasar saluran (Gambar 2.6d), tebal lapisan bawah sampai lapisan kedap D2 = 3
m. Saluran drainase mempunyai lebar dasar 50 cm, dengan talud 1 : 1 dan kedalaman
air y = 30 cm. Hidrolik head dipasang pada h = 1,2 m dengan q = 10 mm/hari.

Dari informasi di atas (lihat Gambar 2.6d):

h = 1,2 m Do = 0,5 + 0,3 = 0,8 m


q = 0,01 m/hari D1 = 0,8 + 0,5 x 1,2 = 1,4 m
K1 = 0,2 m/hari D2 = 3 m
y = 0,3 m u = 0,5 + 2 x 0.32 = 1,35 m

 Tahap 1. Asumsikan Do < 1/4 L

 Tahap 2.
Dv h+ y 1,2 × 0,3
hv = q = q = 0,01 = 0,075 m
Kv K1 0,2
h' = h − hv = 1,2 − 0,075 = 1,125 m

Teknik Irigasi dan Drainase 18


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 19

Gambar 2.8. Nomograf untuk menentukan spasing drainase


pada persamaan Ernst, jika D0 < 1/4 L

 Tahap 3. Karena K2/K1 = 10, tentukan "a"dari Gambar 2.7. D2/Do = 3,0/0,8 = 3,8 ⇒
terbaca a = 4; Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2 = 0,2 x 1,4 + 2 x 3,0 = 6,3 m2/hari
1 4 Dr 1 4 Do 1 4 × 0,8
wr = ln = ln = ln = 1,37 hari / m
π K1 u π × K1 u π × 0,2 1,35

qL2 qL aDr 0,01L2


h' = 1,125 = + ln = + 0,01 × 1,37 L
8∑ ( KD) h π Kr u 8 × 6,3

atau 0,2 L2 + 13,7 L - 1125 = 0, dengan menggunakan rumus ABC maka didapat L =
48 m.

Teknik Irigasi dan Drainase 19


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 20

Nilai L tersebut akan diperoleh juga apabila menggunakan Gambar 2.8. Karena Do =
0,8 m, maka kondisi Do < 1/4 L (aliran radial) dan D1 + D2 < 1/4 L (aliran horizontal)
keduanya dipenuhi.

Contoh 4 :

Data seperti pada contoh 6, kecuali Do = 10 m.


 Tahap 1 : Karena kelihatannya Do > 1/4 L, maka persamaan untuk tanah homogen
(persamaan /2.20/) akan digunakan. Hal ini berarti lapisan kedua, berapa pun
tebalnya dan permeabilitasnya tidak berpengaruh pada aliran ke pipa drainase.
Asumsi Do > 1/4 L ini harus diuji pada ahir perhitungan.

 Tahap 2 : hv = 0,075 ; h' = 1,125 m; Persamaan /2.20/ untuk a = 1, K1 D1 = 0,2 x


10,6 = 21 m2/hari, Do = 10 m dan u = 1,35 m, menghasilkan :
0,01L2 0,01L 10
1,125 = + ln
8 × 2,1 π × 0,2 1,35

Dari persamaan tersebut didapat L = 24 m. Dengan demikian asumsi semula Do > 1/4 L
adalah sesuai, dan contoh ini dapat diperlakukan sebagai tanah homogen.

2.6. Nomograf yang Berlaku Umum

Untuk tanah homogen dengan Do < 1/4 L dan tanpa memperhatikan head loss karena
aliran vertikal dan aliran horizontal di atas level drainase, maka persamaan /2.20/ dapat
ditulis ;
qL2 qL D0
h= + ln karena D1 ≈ Do
8KD0 π K u
Persamaan Hooghoudt (persamaan /2.16/) :
qL2
h=
8 Kd
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka :

Do
d=
8Do Do
1+ ln
πL u
Persamaan untuk kedalaman ekivalen di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti
pada Gambar 2.3. Nomograf pada Gambar 2.3 mempunyai keuntungan bahwa d dapat
ditentukan untuk semua nilai ro atau u, sedangkan Tabel 1 hanya berlaku untuk satu
nilai ro saja. Suatu contoh apabila Do/u sama dengan 15, Do = 10 m dan L = 40 m,
maka d = 3,7 m.

Van Beers menggambarkan spasing drainase untuk tanah homogen dengan pengabaian
aliran di atas level drainase dan D < 1/2 L sebagai berikut :

L = Lo - C ..../2.26/

Teknik Irigasi dan Drainase 20


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 21

8 KDh D
di mana, Lo = ; C = D ln
q u

Apabila Lo dibandingkan dengan persamaan Hooghoudt /2.16/ maka Lo


menggambarkan spasing drainase untuk aliran horizontal. Untuk mempertimbangkan
tahanan aliran radial maka dikurangi dengan C. Hal ini merupakan perbedaan dengan
persamaan Hooghoudt di mana pengurangan D menjadi d (equivalent depth) digunakan
untuk memperhitungkan aliran radial. Untuk menghitung nilai C, nomograf pada
Gambar 2.9 dapat digunakan. Nomograf ini mempunyai keuntungan karena dapat
digunakan untuk menyelesaikan persaman tidak-steady dari Glover-Dumm.

Untuk menghitung nilai C, ambil nilai D tertentu pada sumbu horizontal bawah. Dari
titik tersebut tarik garis vertikal ke atas sampai memotong kurva untuk nilai u tertentu,
dan baca nilai C pada sumbu vertikal.

Teknik Irigasi dan Drainase 21


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 22

C=D ln D/U

0.3

0.6 2.0
5.0

1.0 3.0

1.5 4.0

Gambar 2.9. Nomograf untuk menghitung nilai C pada persamaan /2.26/,


untuk pelbagai nilai u

Teknik Irigasi dan Drainase 22


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 23

3. PERSAMAAN DRAINASE UNTUK SITUASI TIDAK STEADY

Pada suatu daerah di mana recharge (pengisian) bersifat periodik (tidak kontinyu) atau
dengan intensitas hujan yang tinggi, maka asumsi recharge steady tidak dapat berlaku
lagi. Pada kondisi tersebut persamaan drainase untuk kondisi tidak steady harus
digunakan. Persamaan tidak-steady di mana recharge sama dengan nol telah diuraikan
seperti pada persamaan /1.12/ di mana untuk satu arah (sumbu x) dapat ditulis sebagai
berikut:
∂ 2h ∂h
KD 2 = µ  / 3.1 /
∂x ∂t

di mana : KD: transmisivity aquifer (m2/hari); h: hidrolik head sebagai fungsi dari x dan
t (m); x : jarak horizontal dari titik acuan, misalnya saluran (m); t: waktu (hari); µ:
ruang pori drainase

3.1.Prinsip Persamaan Glover-Dumm

Dumm (1954) menggunakan penyelesaian persamaan /3.1/ yang ditentukan oleh Glover
yang mengasumsikan muka air tanah awal horizontal pada suatu ketinggian tertentu di
atas level drainase. Penyelesaiannya menerangkan penurunan muka air tanah (yang
tidak lagi horizontal) sebagai fungsi dari waktu, tempat, spasing drainase dan sifat-sifat
tanah. Muka air tanah awal horizontal dipertimbangkan sebagai hasil dari kenaikan
seketika (instantaneous) akibat dari hujan atau irigasi, yang juga merupakan pengisian
air tanah seketika. Kemudian Dumm (1960) mengasumsikan muka air awal tidak datar
sama sekali, akan tetapi mempunyai bentuk parabola (pangkat 4) yang menghasilkan
rumus sedikit berbeda.

Gambar 3.1 di bawah ini merupakan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan muka air
tanah secara horizontal. Kondisi awal dan pembatas di mana persamaan /3.1/ harus
diselesaikan adalah sebagai berikut :
• t = 0, h = Ri/µ = ho, 0 < x < L (initial horizontal groundwater)
• t > 0, h = 0, x = 0, x = L (air pada saluran drainase tetap pada level drainase)
Ri : pengisian sesaat per unit luas permukaan (m)
ho : ketinggian muka air tanah awal di atas level drainase (m)

Persamaan /3.2/ dengan kondisi tersebut di atas ditemukan oleh Carslaw dan Jaeger
(1959) :
4ho ∞ 1 − n 2α t nπ x
h ( x, t ) = ∑
π n = 1,3,5, n
e sin
L
 / 3.2 /

π 2KD
di mana : α = (faktor reaksi, hari -1)
µ L2
Untuk ketinggian air tanah pada titik tengah antar saluran pada waktu t, h t = h(1/2 L,t)
maka x = 1/2 L, dimasukan pada persamaan /3.2/ menghasilkan :


4 1 − n 2α t
ht = ho ∑ e  / 3.3 /
π n = 1,3,5, n

Teknik Irigasi dan Drainase 23


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 24

Gambar 3.1. Kondisi pembatas untuk persamaan Glover-Dumm


dengan water table awal horizontal.

Nilai-nilai term pada persamaan /3.3/ akan menurun dengan bertambahnya nilai n. Jika
α > 0,2, term yang kedua dan seterusnya relatif kecil dan dapat diabaikan sehingga
persamaan /3.3/ sekarang menjadi :

4
ht = ho e − α t  / 3.4 /
π
Dengan asumsi muka air tanah awal mempunyai bentuk parabola maka persamaan /3.4/
berubah menjadi persamaan /3.5/ (Dumm, 1960):

ht = 1,16 ho e − α t  / 3.5 /

Perbedaan antara persamaan /3.4/ dengan /3.5/ hanyalah perubahan faktor bentuk
π 2 KD
(shape factor) dari 4/π = 1,27 menjadi 1,16. Dengan substitusi nilai α = pada
µ L2
persamaan /3.5/ dan selesaikan untuk nilai L, maka:
1/ 2 − 1/ 2
 KDt   ho 
L = π    ln 1,16   / 3.6 /
 µ   ht 
Persamaan ini
disebut sebagai persamaan Glover-Dumm.

Karena persamaan Glover-Dumm tidak memperhitungkan tahanan aliran radial menuju


pipa yang tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka tebal aquifer D sering diganti
dengan nilai kedalaman ekivalen “d” dari Hooghoudt. Sehingga persamaan /3.2/
menjadi :
π 2 Kd
α = ( hari − 1 )  / 3.7 /
µ L2
dan persamaan /3.6/ menjadi :
1/ 2 − 1/ 2
 Kdt  ho 
L = π    ln 1,16   / 3.8 /
 µ   ht 

Teknik Irigasi dan Drainase 24


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 25

Persamaan ini disebut sebagai persamaan Modifikasi Glover-Dumm.

3.2.Aplikasi Persamaan Glover-Dumm

Persamaan Glover-Dumm sering digunakan untuk menghitung spasing drainase pada


daerah irigasi. Untuk itu diperlukan data karakteristik tanah K, D dan µ, geometri
drainase dan kriteria drainase. Dibandingkan dengan persamaan drainase steady-state,
persamaan Glover-Dumm memerlukan kriteria penurunan air tanah dalam jangka waktu
tertentu (ho/ht) selain dari kriteria elevasi muka air tanah dan discharge. Perhitungan
spasing drainase L dari persamaan /3.8/ memerlukan metoda coba dan ralat, sebab
kedalaman ekivalen d = f(L,D,µ) sehingga nilai L tidak dapat diberikan secara eksplisit.
Dengan bantuan Nomograf pada Gambar 2.9 prosedur coba-ralat dapat dihindarkan.

Contoh 5 :

Air irigasi diberikan setiap 10 hari. Kehilangan air terjadi karena perkolasi ke zone air
tanah adalah 25 mm yang merupakan pengisian seketika, Ri = 0,025 m. Dengan
porositas efektif µ = 0,05 maka pengisian menyebabkan kenaikan muka air tanah
sebesar h = Ri/µ = 0,5 m. Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m di
bawah permukaan tanah. Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah, sehingga
ho = 1,8 – 1,0 = 0,8 m. Muka air tanah harus diturunkan sebesar ∆h = 0,5 m, selama 10
hari berikutnya dimana air irigasi akan diberikan lagi. H10 = h0 - ∆h = 0,8 – 0,5 = 0,3 m.
Jika kedalaman sampai lapisan kedap = 9,5 m dari permukaan tanah dengan K = 1
m/hari dan jari-jari pipa 10 cm, hitung spasing drainase?

Dari informasi di atas kita mendapat data sebagai berikut :


K = 1,0 m/hari; h10 = 0,3 m; D = 7,7 m; t = 10 hari; µ = 0,05; ro = 0,1 m;
h0 = 0,8 m. Dengan menggunakan persamaan /3.8/:

1/ 2 − 1/ 2 1/ 2 − 1/ 2
 Kdt  ho   1,0 × d × 10   0,8 
L = π    ln 1,16  = π   ln 1,16  = 41,8 d meter
 µ   ht   0,05   0,3 

 Coba 1 : L = 80 m, dari Gambar 2.3, dengan D/u = D/(π ro) = 7,7/ (π x 0.1) = 25 ; D
= 7,7 m;→ maka d = 4,4 m. Substitusi L = 41,8√ 4,4 = 88 m > 80 m, maka L harus
diduga lebih besar dari 88 m.

 Coba 2 : L = 100 m, dari Gambar 2.3 : d = 4,8 m, L = 41,8 √4,8 = 92 m < 100 m.
Jadi L harus diduga lebih kecil dari 92 m.

 Coba 3 : L = 90 m, dari Gambar 2.3: d = 4,7 m; L = 41,8√4,7 = 90 m. Karena L


dugaan sama dengan hitungan, maka spasing drainase adalah 90 m.

Penyelesaian dengan Nomograf pada Gambar 2.9 adalah sebagai berikut:


• Hitung persamaan /3.6/ untuk Lo, yang menggambarkan aliran horizontal untuk
tidak-steady:
1/2 − 1/2
 1,0 × 7,7 × 10   0,8 
L = π    ln1,16  = 116 meter
 0,05   0,3 

Teknik Irigasi dan Drainase 25


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 26

• Tentukan C = D ln (D/u) dari Gambar 2.9 dengan mengambil titik D = 7,7 m pada
sumbu bawah. Dengan menarik garis vertikal ke atas memotong kurva u = π ro =
0,3 m , dapat dibaca pada sumbu vertikal bahwa C = 25 m. Maka: L = Lo - C = 116
- 25 = 91 m.

Teknik Irigasi dan Drainase 26


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 27

4. DRAINASE BAWAH PERMUKAAN

4.1. Tipe Drainase Lapangan

Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih langsung
dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang air
dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang
bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu
sistim drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor,
dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm
drains atau suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman
air tanah di lahan pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari
lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama.

Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase
mole, yakni lubang bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau
plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit
kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila
kolektor juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa
komposit. Beberapa tipe penyusunan baik drainase pipa maupun drainase parit dapat
dilihat pada Gambar 4.1.

4.2. Drainase Parit

4.2.1. Prinsip dan Rancangan

Dibandingkan dengan drainase pipa, drainase parit mempunyai beberapa keuntungan


dan kerugian antara lain :
Keuntungan : (a) Selain untuk membuang air tanah juga dapat berfungsi untuk
membuang air permukaan; (b) Kemiringan saluran untuk mengalirkan air biasanya lebih
kecil daripada kemiringan yang diperlukan pada drainase pipa. Umumnya untuk parit
kemiringannya adalah sekitar 0,01 %, sedangkan untuk pipa sekitar 0,1 %.; (c)
Memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan.
Kerugian : (a) Akan terjadi lahan yang tidak dapat diusahakan untuk pertanian karena
adanya parit; (b) Pertumbuhan gulma dan pengendapan menyebabkan mahalnya biaya
pemeliharaan;(c) Lahan yang terpisah dengan adanya parit-parit, menyebabkan
sukarnya pengoperasian alat-alat mekanis.

Umumnya di daerah datar sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit
sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik
lateral maupun kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi
dalam situasi berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral :
• Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup
lebar, sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi
pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan
hantaran hidrolik tinggi,
• Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya pada
tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan yang
tinggi,

Teknik Irigasi dan Drainase 27


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 28

• Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah aluvial, yang baru
direklamasi.
• Apabila hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang
rumput atau tanah gambut.1

Gambar 4.1. Beberapa penyusunan sistim drainase pipa dan saluran terbuka

4.2.2. Spasing dan kedalaman


Apabila parit digunakan sebagai lateral, maka perhitungan spasing dan kedalaman telah
diberikan pada bab terdahulu. Untuk kolektor, spasing ditentukan oleh ukuran lahan
atau panjang maksimum pipa drainase. Pada lahan datar dengan sistim pipa drainase
singular, spasing parit biasanya antara 200 - 500 m. Elevasi muka air di parit kolektor
harus dipertahankan pada suatu kedalaman di bawah outlet dari pipa drainase (lateral).

4.2.3. Dimensi Parit


Perhitungan dimensi parit mengikuti rancangan saluran tidak berlapis dengan
mengetahui parameter seperti elevasi muka air yang diinginkan, kapasitas debit dan tipe
tanah2. Kadang-kadang perhitungan dimensi parit menghasilkan suatu dimensi yang
terlalu kecil sehingga dari segi konstruksi dan pemeliharaan sulit dikerjakan. Oleh
karena itu biasanya ada suatu dimensi minimum yang ditinjau dari segi konstruksi dan

1 Muka air tanah terlalu dalam pada tanah gambut akan menyebabkan kekeringan dan mudah terbakar
2 Lihat Diktat Kuliah Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase (TEP 423)

Teknik Irigasi dan Drainase 28


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 29

pemeliharaan masih memungkinkan. Di Belanda dimensi tersebut seperti pada Gambar


4.2.

Gambar 4.2. Penampang parit sebagai kolektor

Keterangan :
b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di bawah
pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80 m,
kemiringan talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang untuk
tanah berpasir 1 : 1 atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal)

4.2.4. Lokasi
Lokasi drainase parit dipengaruhi oleh pelbagai faktor, suatu kolektor sering digunakan
juga sebagai pembatas antara pemilikan lahan. Akan tetapi apabila memungkinkan parit
kolektor tersebut harus ditempatkan pada bagian terendah. Sehingga dengan demikian
drainase bawah tanah dapat berfungsi dengan baik dan penggalian dilakukan dengan
seminimum mungkin. Lebih lanjut parit kolektor tersebut juga berfungsi sebagai outlet
untuk aliran permukaan yang cenderung berakumulasi pada cekungan.

4.2.5. Konstruksi
4.2.5.1. Penandaan lokasi parit
Garis pusat rencana parit ditandai dengan patok-patok dimana puncak patok
menunjukkan elevasi tanggul di atas dasar saluran (Gambar 4.3). Lebar parit
ditunjukkan dengan patok A dan B yang ditempatkan pada elevasi yang sama dengan C.
Jarak antara A dan B adalah sedemikian rupa sehingga perpanjangan kemiringan talud
memotong puncak tanggul di kedua titik tersebut. Titik P dan Q di mana kemiringan
talud dimulai, dapat diukur dari patok A dan B berdasarkan sudut kemiringan talud.
Jarak P - Q ini akan bertambah dengan semakin tingginya elevasi lahan, sehingga pada
lahan bergelombang lebar P-Q akan bervariasi banyak.

4.2.5.2. Penggalian
Parit dapat digali dengan berbagai metoda antara lain : (a) Dengan tenaga manusia; (b)
Dengan "dragline" biasanya digunakan pada saluran utama; (c) Hydraulic excavators,
biasanya dilengkapi dengan "profile bucket" yang mempunyai bentuk sesuai dengan
bentuk saluran yang akan digali. Apabila penggalian akan dilakukan secara manual atau
dengan dragline, suatu penggalian pertama sedalam sekitar 20 cm dibuat sesuai dengan
kemiringan talud sepanjang saluran. Penggalian areal ini berfungsi sebagai suatu
pedoman dalam penggalian selanjutnya. Apabila bekerja dengan hydraulic excavator
penggalian areal tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam hal ini penandaan dengan
kapur bubuk dilakukan sepanjang garis P1 P2 P2 dan Q2 Q2 Q3. Metoda lainnya adalah

Teknik Irigasi dan Drainase 29


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 30

dengan merentangkan tali pada puncak patok A sepanjang garis A1 A2 A3 (dalam


Gambar 4.3). Jika "bucket" menyentuh tali maka profil saluran yang sedang digali
sudah benar.

Tanah galian harus dibuang cukup jauh dari saluran yang telah digali yang kemudian
digunakan untuk mengisi lahan-lahan yang lebih rendah. Apabila tanah galian ditumpuk
didekat parit yang telah digali maka akan berakibat tanah galian tersebut akan mudah
tercuci oleh hujan dan masuk kembali ke dalam parit, berat dari tumpukan tanah galian
akan menyebabkan runtuhnya talud yang telah dibuat, pelaksanaan pemeliharaan
saluran akan lebih sulit karena alat yang bergerak di puncak tanggul harus menjangkau
dasar saluran lebih dalam.

Gambar 4.3. Penandaan alignment pada saluran terbuka

Teknik Irigasi dan Drainase 30


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 31

4.2.5.3. Pemeliharaan

Pemeliharaan saluran dilakukan terhadap pertumbuhan gulma dan penumpukan


endapan. Gulma dan endapan menyebabkan aliran air di saluran kolektor menjadi lebih
lambat dan kemungkinan dapat menyebabkan elevasi muka air berada di atas elevasi
outlet pipa lateral sehingga efektivitas drainase pipa lateral akan berkurang.
Pemeliharaan saluran dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pembabad
rumput 3.

4.3. Drainase Mole

4.3.1. Prinsip dan Rancangan


Mole adalah lubang saluran dalam tanah yang dibuat dengan suatu alat mole plough
tanpa adanya galian. Metoda ini umumnya cocok untuk tanah liat berat dengan
konduktivitas lambat. Tujuan utamanya bukan untuk mengendalikan kedalaman air
tanah yang biasanya sudah cukup dalam, akan tetapi untuk membuang kelebihan air dari
permukaan lahan atau dari lapisan olah yang semula membentuk suatu perched water
table. Air mengalir ke mole melalui celah dan retakan-retakan yang terbentuk dalam
pembuatan mole (Gambar 4.4).

Umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
(a) Sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah; (b) Kondisi kelembaban tanah selama
konstruksi alat dan metoda konstruksi yang digunakan; (c) Kecepatan aliran air dalam
saluran mole;(d) Laju pengendapan pada mole.

4.3.2. Kondisi tanah dan kesesuaian lapang


Tanah harus mempunyai plastisitas tertentu supaya saluran mole dapat dibentuk dan
harus cukup stabil supaya dapat bertahan cukup lama. Menurut (Theobald, 1963)
kandungan liat minimum yang diperlukan adalah antara 25 % - 50 %; kandungan pasir
tidak lebih dari 20 %. Metoda praktis untuk menguji kesesuaian tanah adalah sebagai
berikut :
Suatu contoh tanah dibentuk suatu bola dengan diameter sekitar 20 cm dan ditempatkan
pada suatu wadah berisi air sehingga bola tanah tersebut terbenam. Apabila sesudah
beberapa hari contoh tanah tersebut tidak hancur maka hal tersebut merupakan suatu
indikasi bahwa drainase mole sesuai di daerah tersebut.

4.3.3. Topografi
Karena mesin pembuat mole ini umumnya hanya dapat ditarik sejajar dengan
permukaan lahan maka lahan harus mempunyai lereng yang seragam searah dengan
lokasi outlet. Pada lahan yang datar atau topografi bergelombang metoda ini biasanya
kurang sesuai.

4.3.4. Rancangan
Setiap saluran mole mengangkut air ke suatu saluran terbuka. Untuk mencegah
penyumbatan pada outlet tersebut, biasanya pada 2 atau 3 m dari outlet saluran mole
tersebut harus dilengkapi dengan pipa. Sering kali drainase pipa digunakan sebagai
kolektor untuk mengangkut air dari saluran mole. Pada situasi ini drainase pipa
(kolektor) pertama kali dipasang pada kedalaman sekitar 20 - 30 cm lebih dalam dari
3Di Belanda secara manual dulu menggunakan rantai sabit yang ditarik oleh dua orang masing-masing
dari tepi saluran

Teknik Irigasi dan Drainase 31


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 32

mole. Kemudian suatu galian (trench) diurug dengan bahan porous (umumnya kerikil).
Air dari saluran mole akan merembes melalui urugan dan masuk ke pipa kolektor
(Gambar 4.5).

Beberapa petunjuk dalam rancangan saluran mole adalah sebagai berikut :


• Spasing : untuk menjamin terbentuknya retakan di seluruh areal, umumnya spasing
antara 2 sampai 5 m
• Kedalaman : saluran mole harus cukup terlindung dari pengaruh beban mesin-mesin
berat. Semakin dalam mole tersebut semakin terlindung, tetapi di lain pihak biaya
instalasi juga semakin mahal. Dalam praktek biasanya kedalaman mole antara 45
cm sampai 60 cm
• Gradient atau kemiringan : kemiringan minimum antara 0,5 sampai 1 % dan
maksimum antara 4 - 7 %. Karena umumnya mesin pembuat saluran mole tersebut
hanya dapat menarik sejajar dengan permukaan lahan, maka kemungkinan tersebut
di atas akan menentukan arah mole sesuai dengan kemiringan lahan yang ada;
• Panjang saluran mole : dalam kondisi yang memungkinkan panjang saluran mole
dapat mencapai sejauh 200 m.

Gambar 4.4. Retakan yang terbentuk pada drainase mole

Gambar 4.5. Gabungan mole dengan pipa drainase.

Teknik Irigasi dan Drainase 32


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 33

4.3.5. Konstruksi

4.3.5.1. Mesin
Bagian-bagian umum dari suatu mole plough adalah suatu silinder baja berujung tajam
dengan diameter antara 5 - 10 cm yang biasanya di bagian belakang dilengkapi dengan
suatu expander dengan diameter sedikit lebih besar dari mole (Gambar 4.6). Mole
tersebut ditarik oleh suatu penyangga (blade) yang dihubungkan dengan tenaga penarik
(traktor) melalui suatu beam. Panjang beam biasanya sekitar 3 meter.

4.3.5.2. Kondisi kerja selama konstruksi


Hal yang penting adalah kondisi kelembaban tanah pada waktu konstruksi harus cukup
lembab. Apabila terlalu basah, saluran mole terbentuk tanpa adanya celah-celah atau
retakan-retakan yang diperlukan. Apabila terlalu kering retakan-retakan sekitar saluran
mole akan menyebabkan mole yang terbentuk mudah runtuh kembali. Informasi yang
tepat tentang kelembaban tanah yang paling sesuai sukar untuk ditentukan. Hal ini akan
didapatkan dengan mencobanya di lapangan.

Gambar 4.6. Mole plough

4.4. Rancangan Drainase Pipa

4.4.1. Pendahuluan
Dalam rancangan drainase pipa hal-hal di bawah ini harus ditentukan :
• Spasing dan kedalaman lateral yang merupakan faktor utama dalam pengendalian
muka air tanah
• Diameter dan kemiringan pipa lateral dan kolektor.
• Tata letak lateral dan kolektor, harus disesuaikan dengan kondisi topografi.

4.4.2. Spasing dan kedalaman lateral


Dasar teori dalam penentuan spasing dan kedalaman lateral telah diuraikan dalam Bab
terdahulu. Secara teoritis semakin dalam pemasangan pipa, maka semakin lebar spasing
antar pipa. Akan tetapi dalam praktek ada beberapa pembatas dalam penentuan
kedalaman pipa yang dipasang yaitu :
(a) Elevasi muka air yang dipertahankan pada saluran kolektor.
(b) Terdapatnya lapisan tanah yang kurang sesuai yaitu dapat berupa lapisan kedap pada
kedalaman yang dangkal dari permukaan tanah
(c) Kedalaman yang dapat dicapai oleh mesin yang tersedia.

Teknik Irigasi dan Drainase 33


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 34

(d) Apabila hantaran hidrolik lapisan tanah yang di bawah jauh lebih besar dari lapisan
di atasnya, sehingga pemasangan pipa drainase pada lapisan dalam menyebabkan
sedikit pengaruhnya terhadap penurunan muka air tanah di atasnya. Hal ini
disebabkan karena sebagian air yang masuk ke dalam pipa drainase berasal dari
lapisan di bawahnya.

Perhitungan spasing pipa berdasarkan nilai hantaran hidrolik tanah akan menghasilkan
spasing yang bervariasi di seluruh areal. Dalam prakteknya seluruh areal dibagi menjadi
beberapa blok dengan spasing yang sama dan angka-angka spasing hasil perhitungan
dibulatkan ke nilai spasing baku. Biasanya nilai spasing baku adalah 10 m, 15 m, 20 m,
25 m, 30 m, 40 m, 50 m, dan seterusnya.

4.4.3. Diameter dan Gradient (Rancangan Hidrolik)


Rancangan hidrolik drainase di bawah tanah bertujuan untuk menjawab beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
• Berapa luas areal yang dapat didrainasekan oleh suatu pipa dengan diameter
tertentu, pada kemiringan tertentu dengan mengasumsikan koefisien drainase
tertentu pula ?
• Berapa diameter pipa untuk panjang pipa, kemiringan, spasing dan koefisien
drainase tertentu ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut harus dipelajari beberapa hal, yakni :


• Persamaan dasar aliran seragam untuk berbagai tipe pipa drainase (pipa tanah atau
pipa plastik dan lain-lain).
• Persamaan aliran pada situasi tidak seragam (non uniform flow).
• Faktor pengaman (safety factor) untuk menanggulangi kemungkinan penurunan
kapasitas karena sedimentasi.
• Suatu pipa drainase yang terdiri dari diameter yang bertambah pada arah aliran air.

4.4.3.1. Persamaan untuk Aliran Seragam


Untuk aliran penuh dalam pipa persamaan umum adalah persamaan dari Darcy-
Weisbach:4
z λ V2
i= =  / 4.1 /
x d 2g

dimana z: kehilangan hydraulic head (m); x: panjang pipa (m); d: diameter dalam (m);
V: kecepatan aliran (m/dt); g: percepatan gravitasi (m/dt2); λ: faktor tahanan.

Faktor tahanan λ tergantung pada tipe aliran (laminer atau turbulen) dan kekasaran
dinding (kr) dan harus ditentukan melalui suatu percobaan. Gambar 4.7 merupakan
plotting antara λ dengan bilangan Reynold pada kertas grafik logaritmik ganda.
Bilangan Reynold didefinisikan sebagai:

Vd
Re =  / 4.2 /
ν
dimana, ν : viscositas kinematik cairan, untuk air pada suhu 100C besarnya ν = 1,31 x
10-6 m2/detik. Untuk pipa halus (pipa tanah liat dan pipa plastik) telah didapatkan suatu

4 Lihat Mekanika Fluida

Teknik Irigasi dan Drainase 34


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 35

hubungan antara λ dengan Re sebagai berikut (Wesseling dan Homma, 1967; Blashyz,
1965 dan Treude, 1964).

λ = a Re − 0, 25  / 4.3 /

dimana, a: suatu pengukur perubahan dari suatu garis lurus karena adanya ketidak-
tentuan yang terisolasi (misalnya sambungan pipa, lubang-lubang pada pipa). Untuk
aliran penuh dalam pipa, debit dapat dinyatakan:

π d2
Q= V  / 4.4 /
4

Substitusi persamaan /4.2/, /4.3/ dan /4.4/ ke dalam persamaan /4.1/ :

z
i= = 26,3 × 10 − 4 a Q 1,75 d − 4,75  / 4.5a /
x
atau

Q = 30 a − 0,57 d 2, 71 i 0,57  / 4.5b /

Gambar 4.7. Hubungan antara faktor tahanan (λ) dengan bilangan Reynold (Re).

Untuk pipa halus pada kondisi lapang, nilai a = 0,40 (Segeren dan Zuidema, 1966).
Untuk pipa plastik bergelombang (corrugated ) tidak terdapat hubungan yang langsung
antara λ dan Re. Wesseling dan Homma (1967) menyatakan bahwa aliran ini dapat
diterangkan dengan memuaskan oleh rumus Manning :

V = k m R 2 / 3 i 1 / 2  / 4.6 /

Teknik Irigasi dan Drainase 35


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 36

dimana, km= 70 (km = 1/n, dimana n: koefisien kekasaran Manning); R: jari-jari hidrolik
= ¼ d untuk aliran penuh.

Dengan mengubah persamaan /4.6/ sesuai dengan format pada persamaan /4.5/ maka :
−2
i = 10,25 k m Q 2 d − 5,33  / 4.7 a / atau Q = 0,312 k m d 2 , 67 i 0 , 50  / 4.7b /

Persamaan /4.5/ dan /4.7/ digambarkan secara grafis pada Gambar 4.8. Persamaan aliran
seragam dalam pipa dapat dinyatakan dengan persamaan umum :

i = c d −α Qβ  / 4.8a / atau Q = c − 1 / β d α /β
i1/ β  / 4.8b /

dimana untuk pipa halus c = 0,00107, α = 4,745 dan β = 1,748, sehingga :

Q = 50 d 2, 741 i 0,572

sedangkan untuk pipa plastik bergelombang (corrugated) : c = 0,002066, α = 5,334


dan β = 2, sehingga

Q = 22 d 2,667 i 0,5

4.4.3.2. Persamaan untuk aliran tidak seragam (non-uniform flow)

Suatu pipa drainase menyedot air di seluruh panjang pipa tersebut, dengan demikian Q
akan bertambah secara bertahap dari Q = 0 pada sebelah hulu sampai Q = q B L pada
outflow. Dimana q: spesific discharge (m/dt); B: lebar areal lahan yang didrainasekan
oleh pipa tersebut (m) = spasing drainase; L: panjang pipa drainase (m).

Tipe aliran ini disebut sebagai aliran tidak seragam (non-uniform flow). Karena debit
aliran bertambah secara bertahap sepanjang arah aliran, maka hydraulic gradient juga
bertambah (Gambar 4.9). Aliran dalam pipa diasumsikan penuh dan diletakkan
horizontal (pada pembahasan selanjutnya akan dibahas untuk pipa miring).

Laju aliran Qx pada suatu jarak x dari sebelah hulu (Gambar 4.9) adalah sama dengan :
Q x = q B x  / 4.9 /

Substitusi persamaan /4.9/ ke persamaan /4.8a/ memberikan :

dz
= c d − α ( qB ) x β
β
i=  / 4.10 /
dx

dengan menggunakan kondisi :z = 0 untuk x = 0 ; z = H untuk x = L; integrasi


persamaan /4.10/ memberikan :

1
c d − α ( qB ) Lβ + 1
β
H =  / 4.11 /
β +1

dengan memperkenalkan suatu istilah rata-rata hidrolik gradient

Teknik Irigasi dan Drainase 36


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 37

H
 / 4.12 / i =
L
dan mengingat QL = q B L adalah total debit dari pipa tersebut, maka persamaan /4.11/
dapat diubah menjadi
H 1 β
i = = c d − α QL  / 4.13a /
L β +1
atau

QL = q B L = ( β + 1)
1/ β
c − 1/ β d α /β
i1 / β  / 4.13b /

nilai c, α dan β untuk pipa halus dan corrugated dapat dimasukkan ke persamaan
/4.13/. Secara grafik persamaan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.11
dan Gambar 4.12.

Apabila dibandingkan antara persamaan aliran tidak seragam (persamaan 4.13) dengan
aliran seragam (persamaan 4.8) maka :

• Pada outflow yang sama, rata-rata gradient i untuk aliran tidak seragam hanya 1/(β
+1) ≈ 1/3 dari gradient i untuk aliran seragam (Gambar 4.13). Pada ujung sebelah
hilir, gradient dari kedua aliran tersebut akan sama.
• Untuk gradient yang sama, debit pada aliran tidak seragam adalah ( β+1)0,5 ≈ 1,75
kali debit pada aliran seragam atau

Q uniform ≈ 0,57 qnon-uniform .../4.14/

Tabel 4.1 merupakan ringkasan aliran penuh dalam pipa.

Tabel 4.1. Ringkasan persamaan aliran berlaku untuk aliran penuh dalam pipa

Aliran seragam (transport) Aliran tak-seragam (dewatering)


Persamaan Umum:
z − H 1
i= = c.d − α Q β i= = c.d − α Q L
β
x L β +1
Q = c − 1 / β d α / β i1 / β Q L = qBL = ( β + 1)
1/β
c − 1 / β d α / β i1 / β
Pipa Halus:
z −
α = 4 ,75 i= = 26,3 × 10 − 4 a.d − 4 ,75 Q1,75 i = 9,57 × 10 − 4 a d − 4 ,75 Q L
1,75
x

β = 1,75 Q = 30 a − 0 ,572 d 2 ,714 i 0 ,572 Q L = 53,4 a − 0 ,572 d 2,714 i 0 ,572

untuk a = 0,40 Q = 50 d 2,714 i 0 ,572 Q L = 89 d 2,714 i 0 ,572


Pipa Bergelombang:
−2 −
α = 5,333 i = 10,25 k m d − 5,33 Q 2 −2
i = 3,413 k m d − 5 ,33 Q L
2

β = 2 Q = 0,312 k m d 2,667 i 0 ,5 Q L = 0,54 k m d 2,667 i 0 ,5


Untuk km=70 Q = 22 d 2 ,667 i 0 ,5

Teknik Irigasi dan Drainase 37


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 38

Q L = 38 d 2 ,667 i 0 ,5

Teknik Irigasi dan Drainase 38


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 39

Gambar 4.8. Diagram untuk penentuan kapasitas pipa

4.4.3.3. Pipa Drainase Miring


Persamaan pada Tabel 4.1 berlaku untuk aliran penuh dalam pipa horizontal, hydraulic
gradient adalah merupakan juga kurva potensiometrik (Gambar 4.10). Apabila pipa

Teknik Irigasi dan Drainase 39


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 40

drainase diletakan dengan kemiringan tertentu, situasi aliran tetap tidak berubah bila
kemiringan tidak lebih dari rata-rata gradient (Gambar 4.14).

Gambar 4.9. Kehilangan energi (z) pada aliran penuh pipa drainase sebagai
fungsi dari jarak (x) dan kurva potensiometrik yang dihasilkan

Gambar 4.10. Potensiometrik yang terbentuk akibat dari tekanan lebih


pada pipa drainase horizontal hubungannya dengan gradient hidraulik

4.4.3.4. Prosedur Rancangan

Dalam praktek rancangan, kemiringan pipa pertama kali diduga dengan suatu syarat
bahwa pada debit rencana tidak akan terjadi tekanan lebih pada sebelah hulu
(kemiringan pipa sama dengan rata-rata hidraulik gradient). Dengan demikian aliran

Teknik Irigasi dan Drainase 40


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 41

pipa diasumsikan penuh pada seluruh panjang pipa dengan kata lain pipa berada pada
kondisi kapasitas maksimum.

4.4.3.5. Faktor Pengaman


Pada kenyataannya kemungkinan besar akan terjadi pengurangan kapasitas drainase
pipa sebagai akibat dari pengendapan ataupun pelurusan yang kurang baik. Dengan
demikian suatu faktor pengaman tertentu harus diambil dalam rancangan. Nilainya akan
sangat tergantung pada kualitas pekerjaan instalasi, dugaan laju pengendapan dan
intensitas pemeliharaan yang direncanakan. Pada Gambar 4.11 dan 4.12, dua alternatif
diberikan yaitu pengurangan kapasitas 75% dan 60%. Pengurangan kapasitas yang lebih
rendah (75%) direkomendasikan untuk diameter pipa yang lebih besar khususnya pada
pipa kolektor yang tidak secara langsung mengambil air dari tanah.

Untuk pipa lateral khususnya dengan diameter yang lebih kecil reduksi 60%
direkomendasikan. Masalah-masalah praktis seperti di bawah ini dapat diselesaikan
dengan bantuan Nomogram yakni:
• Penentuan diameter pipa yang diperlukan untuk kasus yang diberikan
• Penentuan luas areal maksimum yang dapat dilayani oleh pipa drainase dengan
diameter tertentu
• Pada kondisi yang diberikan dapat ditetukan apakah tekanan lebih akan terjadi pada
ujung sebelah hulu dan kalau ya sampai berapa jauh pengaruhnya?

Contoh 6:

Suatu rancangan drainase adalah sebagai berikut: spasing 30 m, panjang pipa 200 m,
slope 0,10%, koefisien drainase 7 mm/hari. Sebagai faktor pengaman digunakan
pengurangan kapasitas 60%.

Pertanyaan:
Berapa diameter pipa untuk (a) pipa halus dan (b) pipa plastik corrugated

Jawaban:
Luas areal drainase yang dilayani oleh satu pipa adalah 30 x 200 m2 = 0,6 ha
(a) Untuk pipa halus: dari Gambar 4.11, didapatkan diameter antara 5 - 6 cm, diameter
terbesar kita pilih yakni 6 cm
(b) Untuk pipa plastik corrugated: Dari Gambar 4.12, didapatkan diameter antara 6 - 7
cm, maka dipilih diameter 7 cm.

Contoh 7:
Suatu sistem drainase pipa komposit dengan tipe gridiron dirancang di suatu lahan.
Lateral bergabung dengan kolektor dari dua sisi. Panjang lateral pada satu sisi 300 m
dan pada sisi lainnya 200 m. Pipa kolektor dirancang pada slope 0,05%, koefisien
drainase 5 mm/hari, reduksi kapasitas 75%.

Pertanyaan:
Tentukan panjang maksimum pipa kolektor apabila pipa beton akan digunakan dengan
diameter dalam 20, 25 dan 30 cm (asumsikan diameter yang sama digunakan untuk
seluruh pipa)

Teknik Irigasi dan Drainase 41


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 42

Gambar 4.11. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa halus, dewatering,


aliran penuh berdasarkan persaman dari Wesseling:
Q L = q. A = q.B.L = 89 d 2,714 i 0,572

Teknik Irigasi dan Drainase 42


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 43

Gambar 4.12. Diagram untuk menentukan kapasitas pipa bergelombang, dewatering,


aliran penuh berdasarkan persaman dari Manning:
QL = q. A = q.B.L = 38 d 2,667 i 0,5

Teknik Irigasi dan Drainase 43


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 44

Gambar 4.13. Gradien hidrolik pada aliran penuh, pipa horizontal


untuk aliran seragam dan tak-seragam

Gambar 4.14. Kemiringan pipa drainase yang berbeda dalam

Jawab:
i = 0,05%; q = 5 mm/hari. Dari Gambar 4.11 Luas areal drainase adalah sebagai berikut:

Diameter pipa (cm) 20 25 30


Luas drainase (ha) 19 35 58

Lebar areal yang didrainasekan oleh kolektor adalah 500 m, maka panjang maksimum
kolektor untuk setiap ukuran diameter pipa adalah:

Diameter pipa (cm) 20 25 30


Panjang maksimum (m) 380 700 1160

Contoh 8:

Teknik Irigasi dan Drainase 44


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 45

Suatu pipa drainase kolektor terbuat dari beton dengan diameter 25 cm, panjang 700 m
dipasang dengan slope 0,05%, lebar areal drainase 500 m

Pertanyaan:
Asumsikan kapasitas kolektor dirancang pada 75% dan koefisien drainase terukur
adalah 10 mm/hari. Apakah kemungkinan terjadi tekanan-lebih di ujung sebelah hulu
kolektor?

Jawab:
Luas areal drainase = 700 x 500 m2 = 35 ha. Dari Gambar 4.11 didapat i = 0,16%,
dikurangi dengan 0,05% slope pipa drainase terdapat kelebihan slope sebesar 0,11%.
Tekanan-lebih adalah= 700 x 0,11% = 0,77 m. Kadang-kadang diperlukan untuk
mengetahui kapasitas relatif pipa pada berbagai ukuran yang berbeda. Beberapa nilai
tercantum pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Proporsi kapasitas untuk berbagai diameter pipa (berdasarkan persamaan 4.5b*)

Proporsi diameter 4 5 6 7 8 10
Proporsi kapasitas 1,00 1,83 3,00 4,56 6,54 12,00
2 , 71
*) Q2 d 
=  2  , asumsi i konstan.
Q1  d1 

Jika kapasitas suatu ukuran pipa telah ditentukan dari grafik, maka dengan
menggunakan Tabel 4.2, dapat dengan mudah ditentukan kapasitas untuk berbagai
diameter.

Sebagai contoh: Luas areal drainase untuk pipa diameter 20 cm dengan i = 0,05%, q = 5
mm/hari telah ditentukan sebesar 19 ha. Untuk menghitung kapasitas dengan diameter
25 cm dan 30 cm, dapat dilihat bahwa perbandingan diameternya adalah 4, 5 dan 6.
Berdasarkan Tabel 4.2 luas areal drainase untuk diameter pipa 25 cm = 1,83 x 19 ha =
35 ha. Untuk pipa berdiameter 30 cm = 3,0 x 19 ha = 57 ha.

4.4.3.6. Pipa Drainase dengan Diameter Bertambah


Pada prakteknya sudah biasa untuk memulai pipa drainase dari sebelah hulu (atas)
dengan ukuran diameter yang lebih kecil, kemudian dirubah dengan diameter yang lebih
besar sesudah jarak tertentu supaya mampu menampung pertambahan debit air yang
harus diangkut. Hal ini biasanya dipakai pada pipa kolektor.

Jika diasumsikan bahwa pipa kolektor pada contoh 3 akan dibuat terdiri dari pipa
berdiameter 20, 25 dan 30 cm. Pada jarak berapa dari hulu ukuran diameter pipa
tersebut berubah. Kondisinya harus tidak ada tekanan-lebih pada ujung sebelah hulu.

Berdasarkan hasil perhitungan pada Contoh 2, maka besarnya head loss di sepanjang
pipa kolektor dapat diplotkan seperti pada Gambar 4.15. Secara kasar komposisi
diameter pipa dapat dibuat sebagai berikut:

0 – 380 m : diameter pipa 20 cm


380 – 700 m : diameter pipa 25 cm
700 – 1160 m : diameter pipa 30 cm

Teknik Irigasi dan Drainase 45


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 46

Akan tetapi situasi ini akan mengakibatkan head loss akan lebih besar dari 58 cm (Lihat
Gambar 4.15)

Head loss 58 cm (1160 x 0,0005 m) akan terjadi apabila seluruh pipa berdiameter 30
cm. Karena aliran dalam keadaan penuh, maka penggantian pipa dengan diameter yang
lebih kecil dari 30 cm menyebabkan terjadinya tekanan-lebih di sebelah hulu. Pada
situasi ini akan terjadi head loss sebesar 96 cm dan ini berarti terjadi tekanan lebih
sebesar 38 cm di sebelah hulu.
Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa hydraulic gradient aktual didapat dengan
mengkombinasikan kurva potensiometrik dari beberapa diameter dengan penggeseran
vertikal sejajar dengan masing-masing kurva. Dari gambar tersebut jelas bahwa
komposisi yang baik didapat apabila kurva potensiometrik tidak memotong rata-rata
gradient (dalam hal ini diambil sama dengan slope pipa).

Salah satu metoda adalah dengan membuat deretan kurva standar potensiometrik untuk
masing-masing diameter dan buat suatu kombinasi pergeseran seperti pada Gambar
4.15. Kita dapat juga secara praktis mengikuti prosedur sebagai berikut:
Perubahan diameter:
Dari 20 ke 25 cm, pada ¾ x 380 m = 285 m
Dari 25 ke 30 cm, pada ¾ x 700 m = 525 m
Dari 30 ke 35 cm, pada ¾ x 1160 m = 870 m

Gambar 4.15. Kehilangan energi (head loss) pada pipa drainase dengan beberapa diameter

Maka komposisi pipa sekarang menjadi:

0 – 285 m : pipa diameter 20 cm


285 – 525 m : pipa diameter 25 cm
525 – 870 m : pipa diameter 30 cm
870 – (teoritis 1450) m : pipa diameter 35 cm

Pada situasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4.15, rata-rata gradient 0,05% tidak
akan terpotong.

Teknik Irigasi dan Drainase 46


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 47

4.4.4. Tata Letak

4.4.4.1. Tipe dan Pola Sistim Drainase Pipa


Dalam sistim singular masing-masing pipa drainase mempunyai outlet yang masuk ke
parit kolektor. Dalam sistim komposit air dari pipa lateral masuk ke pipa kolektor. Pola
pada sistim komposit dapat berbentuk tipe gridiron atau tipe herring-bone (tulang ikan).
Sistim ini merupakan pola yang teratur yang cocok untuk lokasi yang homogen. Untuk
mengeringkan lahan-lahan basah yang terisolasi dapat dilakukan dengan suatu sistim
yang random (acak). Sistim ini biasa disebut sebagai sistim drainase pipa random
(Gambar 4.17).

Gambar 4.16. Pola sistim pipa drainase komposit teratur

Gambar 4.17. Sistim drainase pipa random (acak)

4.4.4.2. Pemilihan Sistim


Pemilihan sistim tergantung pada berbagai faktor antara lain:

Teknik Irigasi dan Drainase 47


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 48

• Dengan sistim pipa komposit, areal yang luas dapat didrainasekan tanpa adanya
saluran terbuka sehingga gangguan terhadap penggunaan alat-alat mekanis dapat
dihindarkan
• Sistim singular mempunyai beberapa outlet yang masuk ke dalam suatu saluran
terbuka
• Jika dalam sistim komposit terjadi penyumbatan di suatu tempat, maka hal ini dapat
mengakibatkan areal yang terpengeruh akan lebih luas daripada sistim singular.
• Dalam beberapa hal suatu jaringan saluran terbuka lebih diinginkan untuk
menampung aliran permukaan
• Pipa kolektor memerlukan kemiringan yang lebih besar daripada parit kolektor.
• Biaya investasi pipa kolektor umumnya lebih besar dibandingkan dengan parit
kolektor
• Secara umum dalam jangka panjang ada kecenderungan sistim komposit lebih
murah dari pada sistim singular.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tersedia head yang
cukup maka sistim komposit lebih sesuai. Dengan demikian pada lahan berlereng
umumnya digunakan sistim komposit. Makin besar lerengnya, maka areal yang dapat
didrainasekan oleh sistim dengan satu outlet akan semakin luas. Pada lahan datar
umumnya sistim singular lebih sesuai.

4.4.4.3. Lokasi pipa drainase


Apabila arah aliran air tanah dapat diketahui dengan jelas, maka lateral harus
ditempatkan tegak lurus arah aliran tersebut sehingga mampu menyadap (intercept)
aliran secara efektif. Pada lahan datar atau hampir datar, lateral dipasang arah lereng
utama (apabila ada) dengan demikian kedalaman pipa akan seragam di seluruh areal.

4.5. Bahan Material dan Bangunan Untuk Drainase Pipa

4.5.1. Pipa Drainase


Bahan utama yang digunakan adalah tanah liat, beton dan plastik

4.5.1.1. Pipa tanah liat


Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter dalam
bervariasi dari 5 –15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu collar. Air masuk
ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa
4.5.1.2. Pipa beton
Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15 atau 20 cm.
Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu dipertimbangkan akan
kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat, sehingga perlu digunakan semen
yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa tanah liat, disini air masuk melalui celah-
celah antar sambungan pipa.
4.5.1.3. Pipa plastik
Bahan plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah polyvinyl chlorida
(PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat berbentuk pipa halus atau
bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat kaku dengan panjang tidak lebih dari 5
meter, sedangkan pipa bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung.
Panjang gulungan pipa bergelombang biasanya sekitar 200 meter untuk diameter 5 cm
dan 100 m untuk diameter 10 cm.

Teknik Irigasi dan Drainase 48


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 49

Dibandingkan dengan pipa halus, pipa bergelombang mempunyai beberapa keuntungan


antara lain memerlukan bahan plastik yang lebih sedikit per unit panjang, lebih tahan
terhadap tekanan luar, karena fleksibel maka hanya tipe pipa ini yang dapat digunakan
pada drainase tanpa gali.

Kerugian adalah koefisien kekasarannya lebih besar sehingga diperlukan diameter lebih
besar untuk mengalirkan sejumlah air yang sama daripada pipa halus. Pada pipa plastik
ini air masuk melalui lubang-lubang kecil di permukaan pipa. Beberapa data spesifik
dari pipa plastik halus dan bergelombang tercantum pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Data spesifik pipa halus dan bergelombang

Diameter Tebal dinding (mm) Berat per meter Perporasi


luar (mm) (gr/m)
Pipa Halus
40 0,80 150 Lubang (25x0,6) mm2, 40
50 0,95 220 lubang per meter, Total area
70 1,30 440 inflow 600 mm2/m pipa
90 2,00
110 2,20
125 2,50

Pipa Bergelombang
60 Diameter bagian dalam 75-80% dari pipa Lubang (1x1) mm2, (1x4)
65 10-12% lebih kecil PVC halus dengan mm2, total area inflow antara
80 daripada diameter luar diameter luar yang 1000-3000 mm2 per meter
100 sama pipa
125

4.5.1.4. Bahan penutup (cover materials)


Bahan penutup diperlukan dengan dua tujuan: (a) memfasilitasi aliran air ke pipa
drainase (fungsi penghantar air); (b) mencegah masuknya partikel tanah ke dalam pipa
(fungsi penyaringan). Bahan penutup dapat digunakan dengan berbagai cara: (a) dalam
bentuk curah (bulk) disebar merata di atas pipa drainase setelah pipa terpasang; (b)
dalam bentuk lembaran (sheet) atau tikar (mats) diletakkan dalam roll pada mesin
drainase, (c) sebagai lapisan pembungkus atau selubung pada pipa (pre-enveloped drain
pipes).

Sebagai bahan penutup dalam bentuk curah biasanya tanah gambut, kerikil, jerami,
bahan sintetik misalnya polystyrene. Dalam bentuk roll adalah thin glass fibre sheet.
Pipa drainase yang berfilter (pre-envelope) digunakan untuk pipa plastik baik yang
halus maupun yang corrugated. Bahan yang digunakan sebagai pembungkus adalah: (a)
fibre glass, nylon tissue atau bahan sintetik lainnya; (b) mats dengan tebal 1-2 cm dari
jerami, tanah gambut, sabut kelapa dan lainnya.

4.6. Konstruksi Sistem Drainase Pipa

4.6.1. Metoda Konstruksi


Prosedur yang biasanya dipakai dalan konstruksi sistim drainase pipa adalah:
• Menggali trench pada kedalaman dan slope yang diperlukan
• Memasang pipa dalam trench, tanpa atau dengan bahan penutup

Teknik Irigasi dan Drainase 49


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 50

• Mengurug trench dengan tanah galian


Konstruksi dapat menggunakan tenaga manusia secara manual maupun dengan mesin.

4.6.2. Pemasangan dengan Tenaga Manusia


Galian biasanya dibuat selebar 30 - 40 cm dengan kedalaman 0,50 m. Kemudian dengan
bermula dari galian ini penggalian diteruskan lebih dalam dengan lebar yang lebih
sempit (Gambar 4.20). Peralatan yang biasa dipakai dapat dilihat pada Gambar 4.19.

4.6.3. Mesin Gali (excavating machine)

Terdapat dua jenis mesin gali yang biasa digunakan dalam drainase yaitu:
(a) Mesin gali kontinyu (continous excavating machine). Penggalian dilakukan dengan
revolving digging machine atau rantai berpisau (Gambar 4.21). Umumnya mesin-
mesin ini menggali pada suatu kedalaman dan kemiringan tertentu dan mempunyai
perlengkapan tambahan untuk pemasangan pipa dan pengurugan bahan penutup.
(b) Back-acting excavators (Gambar 4.22). Apabila menggunakan alat ini, maka
penyelesaian akhir harus dilakukan dengan tenaga manusia. Alat ini cocok untuk
tanah berbatu. Biasanya alat ini dipakai sebagai pengganti apabila harus membuang
batu atau penghalang lainnya yang menyebabkan alat yang pertama tidak dapat
bekerja. Juga sering digunakan untuk menggali dimana akan dipasang pipa kolektor
dengan ukuran besar.

Berikut ini adalah beberapa data teknis tentang mesin gali kontinyu yang biasa
digunakan dalam proyek drainase di Belanda dan Eropah.
• Mesin umumnya bekerja pada tracks. Lebar tracks umumnya dapat diatur. Untuk
transportasi di jalan lebar tracks biasanya 2,5 m, untuk di lapangan maksimum
sampai 3,2 – 5,0 m
• Lebar trench: ukuran standar 20 - 25 cm, trench yang lebih lebar sampai 35 - 40 cm
masih memungkinkan dengan mengganti rantai pisau
• Kedalaman galian maksimum: standar 170 – 180 cm. Beberapa mesin dapat lebih
dalam lagi sampai 2,5 m.
• Engine: 100-200 HP. Beberapa mesin mempunyai dua engine, untuk gali 100 HP
dan untuk menarik 50 HP
• Pengaturan kedalaman dengan sistim hidrolik dimana operator mempertahankan
garis pandang sesuai dengan kedalaman yang diinginkan melalui patok-patok
pembantu sepanjang garis operasi. Perkembangan terbaru dilengkapi dengan sinar
laser
• Bobot total 7 – 12 ton
• Ground pressure tergantung pada ukuran track berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/cm2
• Kecepatan kerja sampai 1000 m pipa per jam
• Output netto tergantung pada kedalaman, tipe tanah, kondisi cuaca, panjang lintasan
pipa dan ukuran lahan. Untuk kedalaman 1 – 1,2 m pada tanah marine dengan
kandungan liat sekitar 25%, output netto yang wajar antara 300 – 400 m/jam,
sedangkan yang baik adalah sekitar 600 m/jam.

4.6.4. Trenchless Pipe Drainage (TPD)

Teknik TPD dikembangkan berdasarkan prinsip drainase mole sejak tahun 1960. Prinsip
kerja TPD dapat dilihat pada Gambar 4.23, dimana mesin menarik pisau atau blade
hampir sama seperti yang digunakan pada mole plough atau sub-soiler. Pipa plasik

Teknik Irigasi dan Drainase 50


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 51

bergelombang diletakkan di dasar trench melalui atau di belakang blade. Terdapat


berbagai tipe blade yang berbeda yang menentukan apakah tanah akan terdorong ke
samping atau terangkat ke atas. Apabila tanah terdorong ke samping kemungkinan akan
terjadi pemadatan yang dapat mengurangi fungsi drainase pipa. Bentuk blade yang
menyebabkan tanah terangkat akan lebih baik.

Beberapa keuntungan dari TPD adalah:


• Mesin relatif sederhana tanpa adanya gerak putar dalam penggalian
• Traktor dapat digunakan untuk tujuan lainnya di luar drainase
• Kecepatan kerja dan output netto lebih tinggi daripada mesin lainnya. Pada
kedalaman 1 m, kecepatan kerja sekitar 2,5 km/jam dengan output netto sampai 600
- 700 m/jam
Kerugian:
• Diperlukan tenaga tarik yang besar. Makin berpasir tanahnya maka tenaga yang
diperlukan semakin besar
• Pemadatan tanah terjadi di sekitar pipa drainase

Teknik Irigasi dan Drainase 51


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 52

Gambar 4.18. Penandaan alignments dan penyipat datar

Teknik Irigasi dan Drainase 52


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 53

Gambar 4.19. Beberapa peralatan yang digunakan untuk pemasangan


pipa drainase secara manual

Gambar 4.20. Penggalian suatu trench secara manual

Teknik Irigasi dan Drainase 53


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 54

Gambar 4.21. Mesin penggali kontinyu dan prinsip pengaturan kedalaman

Teknik Irigasi dan Drainase 54


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 55

Gambar 4.22. Back-acting trench excavator

Gambar 4.23. Instalasi pipa drainase tanpa galian

Teknik Irigasi dan Drainase 55


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 56

Foto Pemasangan pipa drainase dengan mesin di


Belanda

Foto Drainase lahan gambut untuk Kelapa di Guntung Riau

Teknik Irigasi dan Drainase 56


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 57

Penutup

Pertanyaan:

(1) Apa tujuan drainase bawah-permukaan

(2) Apa yang dimaksud dengan sistem drainase singular dan komposit

(3) Metoda Auger hole digunakan untuk menentukan hantaran hidrolik jenuh (Ks) suatu
tanah. Muka air tanah awal sebelum percobaan diambil sebagai reference level. Jari-
jari lubang bor 4 cm dan dasar lubang pada kedalaman 60 cm dari reference level.
Lapisan kedap terdapat pada kedalaman 6 m di bawah permukaan tanah. Pada
waktu t = 0, sejumlah 37 cm air telah dibuang ke luar. Nilai-nilai berikut ini adalah
muka air yang diamati setiap 16 detik :
37.0, 34.7, 33.4, 32.1, 30.8, 29.6, 28.3, 27.1, 26.3, 26.0, dan 25.6 cm.
Hitung hantaran hidrolik (Ks) pada tanah tersebut?

(4) Pada suatu areal pertanian seluas 90 ha (lihat gambar), air irigasi diberikan setiap 6
hari dengan efisiensi pemberian air 65%. Kebutuhan air irigasi di petak sawah
sebesar 7 mm/hari. Dianggap bahwa 80% kelebihan air irigasi yang diberikan akan
mengalir sebagai perkolasi menuju ke muka air tanah, dan harus dapat dibuang
(drainase) selama 5 hari sebelum waktu pemberian air irigasi berikutnya.
Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m dari permukaan tanah.
Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah. Kedalaman lapisan kedap adalah
10 m dengan konduktivitas hidrolik 2 mm/hari dan porositas efektif 0,05.
a. Apabila tidak ada penambahan air pada air tanah selain kelebihan air irigasi,
dan u = 0,2 m, tentukan spasing drainase yang sesuai dengan sistim tersebut?
b. Gambar/desain tata letak (lay out) sistim drainase pipa komposit untuk areal
tersebut?
c. Apabila sebagai kolektor digunakan pipa beton dengan diameter yang tersedia
10, 15, 20, 25 dan 30 cm, tentukan panjang pipa untuk masing-masing jenis
apabila akan dirancang suatu sistim drainase pipa (kolektor) dengan diameter
bertambah, faktor keamanan 75%, i = 0,2%.
d. Apabila nilai MAD (moisture allowable deficit) tanah pada areal tersebut
adalah 50% dan total air tersedia 120 mm/m, tentukan interval irigasi dan
koefisien drainase yang tepat untuk sistim tersebut (kedalaman akar = 1 m).

(5) Untuk rancangan drainase bawah permukaan suatu lahan pertanian akan digunakan
pipa drainase tanah liat. Pipa tersebut akan ditempatkan pada kedalaman 2,0 m dari
permukaan tanah. Lapisan kedap di daerah tersebut dijumpai pada kedalaman 5,0 m
dari permukaan tanah. Konduktivitas hidrolik tanah K = 4,0 m/hari. Rata-rata
kedalaman air tanah akan dipertahankan 1,0 m di bawah permukaan tanah.
Koefisien drainase di daerah tersebut 10 mm/hari. Tata-letak pipa lateral dan parit
kolektor seperti pada gambar di bawah ini. Jarak antar lateral (spacing) = 100 m.
Diameter pipa yang tersedia di pasaran adalah 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 mm.
Ditanyakan :
a. Hitung diameter pipa yang saudara pilih?
b. Lakukan pengujian apakah panjang maksimum pipa lateral pada rancangan ini
masih dapat dipenuhi oleh diameter pipa tersebut? (kemiringan pipa lateral sesuai
dengan kemiringan lahan)

Teknik Irigasi dan Drainase 57


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 58

c. Parit kolektor dirancang sesuai dengan kemiringan lahan yang tersedia.


Tentukan dimensi parit pada titik A? (dimensi parit kolektor dibuat seragam
dengan kapasitas maksimum)
d. Evaluasi berapa elevasi muka air maksimum di sungai supaya sistim drainase
tersebut dapat berjalan dengan baik?
e. Apabila elevasi muka air di sungai + 91.0 m. Kemungkinan apakah yang perlu
dirubah dalam rancangan tersebut, supaya sistim drainase dapat berjalan dengan
baik? (Uraikan jawaban saudara secara sistimatis)
f. Adakah kemungkinan untuk mengganti dengan diameter pipa yang lebih kecil
dari perhitungan pada a). Kalau ada diameter berapa yang saudara pilih? (cek
dengan spasing lateral yang sudah ditentukan)
g. Adakah kemungkinan untuk mengganti jenis pipa dengan pipa plastik
bergelombang dengan diameter yang sama seperti pada perhitungan a) ? ( Uraikan
jawaban saudara secara sistimatis)

(6) Terangkan dengan singkat dan jelas arti dari beberapa istilah di bawah ini dalam
kaitannya dengan drainase :
1. modulus drainase 9. drainase "mole"
2. lapisan kedap 10. perched water table
3. equivalent depth 11. trenchless pipe drainage
4. faktor geometri 12. tekanan pori
5. tahanan aliran radial 13. effective stress
6. porositas efektif 14. subsidence
7. level drainase 15. metoda rasional
8. hantaran hidrolik

(7) Suatu masalah aktual di daerah perkotaan dekat pantai adalah adanya penurunan
tanah (subsidence) dan intrusi (penerobosan) air asin ke daratan, akibat dari
eksplorasi air tanah yang berlebihan baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk
industri. Terangkan dengan singkat dan jelas secara teoritis kenapa eksplorasi air
tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah tersebut di atas. Bagaimana
menurut saudara usaha-usaha untuk menanggulangi masalah tersebut?

(8) Suatu persamaan drainase untuk kondisi "unsteady-state" adalah persamaan dari
Glover-Dumm. Uraikan kriteria agronomis apakah yang diperlukan untuk
menggunakan persamaan tersebut?

(9) Pada suatu daerah pertanian dengan koefisien drainase 12 mm/hari akan
dipertahankan maksimum muka air tanah di tengah antar parit drainase sebesar 0.8
m di bawah permukaan tanah. Dasar parit berada 2 m di bawah permukaan tanah
dengan kedalaman air pada parit 0.2 m, lebar dasar parit 0.2 m dengan kemiringan
talud 1 : 1. Profil tanah terdiri dari 2 lapisan, ketebalan lapisan atas 2.4 m dengan
konduktifitas hidrolik 0.5 m/hari, sedangkan lapisan bawah mempunyai ketebalan
2.4 m dengan konduktivitas hidrolik 1.5 m/hari. Berapa jarak antar parit lateral ?

(10)Untuk drainase suatu lahan pertanian dengan menggunakan drainase bawah-


permukaan, akan digunakan pipa drainase yang terbuat dari tanah liat. Pipa tersebut
ditempatkan pada kedalaman 1.5 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap dijumpai
pada kedalaman 7 m. Nilai konduktifitas hidrolik K = 0.8 m/hari. Koefisien
drainase di daerah tersebut sebesar 10 mm/hari, dan rata-rata kedalaman air tanah

Teknik Irigasi dan Drainase 58


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 59

yang akan dipertahankan adalah 1 m di bawah permukaan tanah. Pipa lateral


dirancang dengan kemiringan 0.1% ,dengan menggunakan faktor pengaman 60%.
Ditanyakan :
a) Apabila diameter pipa yang akan dipasang adalah 10 cm, berapa maksimum
panjang lateral yang diperkenankan ?
b) Apabila diameter pipa yang akan dipasang 20 cm, berapa panjang maksimum
lateral yang diperkenankan?

(11)Terangkan apa yang dimaksud dengan :


a. Aliran transien
b. Gradient hidrolika
c. Drainase
d. Koefisien drainase
e. Teori Dupuit-Forcheimer

(12)Terangkan perbedaan prinsip sistem drainase permukaan dan bawah permukaan

(13)a. Terangkan persamaan penentuan jarak saluran untuk sistim drainase bawah
permukaan menurut Donan (persamaan elips). Gambar dan sebutkan parameter
yang terlibat?
b. Apa persyaratan penggunaan persamaan tersebut
c. Terangkan persamaan modifikasi Hooghoudt dan sebutkan gunanya.

(14)Dalam rancangan drainase (permukaan ataupun bawah permukaan) ketersediaan


"outlet" merupakan hal yang sangat penting. Terangkan faktor-faktor apa saja yang
perlu dikaji dari suatu kondisi outlet tertentu

(15)Sebagai hasil akhir dari suatu survey drainase tingkat "reconnaissance" adalah
laporan akhir. Jelaskan hal-hal apa saja yang harus tertulis pada laporan akhir
tersebut

(16)Terangkan apa kegunaan eksplorasi bawah tanah (lebih dari 1.2 m) dalam suatu
survey drainase bawah permukaan

(17)Terangkan sistem drainase tradisional orang Bugis di daerah Pulau Kijang, Provinsi
Riau.

(18)Bagaimana prinsip kerja pintu air tradisional orang Bugis (blombong) di daerah
Pulau Kijang, Riau

(19)Sebutkan tiga tingkatan kematangan tanah organik dan terangkan ciri-ciri fisiknya.

(20)Uraikan tipologi lahan di daerah pasang-surut berdasarkan hidro-topografi dan


hubungannya dengan kesesuaian lahan.

(21)Terangkan sistem drainase daerah pasang-surut untuk perkebunan kelapa yang


dikembangkan oleh PT Pulau Sambu Grup di Riau.

(22)Uraikan perbedaan pokok rancangan saluran untuk irigasi dan untuk drainase
(jelaskan alasannya)?

Teknik Irigasi dan Drainase 59


Topik 10. Drainase Bawah Permukaan-dkk 60

(23)Suatu indikasi adanya kelebihan air (drainase jelek) adalah daun tanaman yang
berwarna pucat menguning. Terangkan kenapa hal tersebut terjadi? dan apa
dampaknya terhadap produksi tanaman?

(24)Uraikan proses terbentuknya pyrite (cat clay) di lahan pasang surut dan apa
pengaruhnya terhadap tanaman?

(25)Terangkan beberapa kemungkinan usaha reklamasi tanah sulfat masam di daerah


pasang-surut?

Daftar Pustaka

1. Dedi Kusnadi Kalsim, 2002. Teknik Drainase Bawah Permukaan untuk


Pengembangan Lahan Pertanian: Bahan Kuliah TEP 423 Rancangan Irigasi
Gravitasi dan Drainase. Laboratorium Teknik Tanah dan Air, FATETA, IPB.

2. ILRI, 1974. Drainage Principles and Application. International Institute for Land
Reclamation and Improvement, Wageningen. The Netherlands.
a. Volume I : Introductory Subjects
b. Volume II : Theory of Field Drainage and Watershed Runoff
c. Volume III : Surveys and Investigations
d. Volume IV : Design and Management of Drainage Systems.

Teknik Irigasi dan Drainase 60

You might also like