Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Bahan Ajar
Bahan Ajar terdiri dari: (1) Hidrolika Airtanah, (2) Persamaan Drainase Dalam Kondisi
Aliran Steady, (3) Persamaan Drainase Untuk Situasi Tidak Steady, (4) Drainase Bawah
Permukaan. Beberapa bahan ajar disimpan dalam File Tambahan Kuliah Topik 10
adalah: (1) Rainbow-win suatu software untuk menghitung DDF (Depth Duration
Frequency) hujan dalam perhitungan modulus drainase, (2) Drainage FAO dalam pdf,
(3) Pump drainage FAO dalam pdf, (3) Dedi Kusandi Kalsim, 2007. Pengembangan
Lahan Gambut Berkelanjutan, Seminar Ketahanan Pangan Nasional, UNILA, Bandar
Lampung 15-17 November 2007.
∂h ∂h
Vx = − K dan V y = − K …. /1.1/
∂x ∂y
∂h
q x dy = − K ( h.dy ) = − K h ∂ h dy / 1.2 /
∂x ∂x x
Bergerak dari sebelah kiri ke sebelah kanan, maka qx dy mengalami perubahan dengan
laju ∂qx/∂x , yakni menjadi :
∂ qx
qx+dx dy atau q x + .dx dy
∂x
Gambar 1.2. Pendekatan aliran horizontal suatu elemen fluida dalam ruang
Selisih outflow dan inflow per unit waktu pada arah x adalah :
∂ qx ∂ ∂h
( q x + dx − q x ) dy =
dx.dy = − K h. dx.dy / 1.3 /
∂x ∂x ∂x
Dengan cara yang sama, maka perubahan aliran pada arah sumbu y adalah :
∂ qy ∂ ∂h
dx.dy = − K h. dx.dy / 1 .4 /
∂y ∂ y ∂ y
Pada aliran steady, maka jumlah perubahan sama dengan nol, sehingga :
∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y )
− K + dx.dy = 0 / 1.5 /
∂x ∂y
∂ ∂h ∂ ∂h
h + h
= 0 / 1 .6 /
∂x ∂x ∂y
∂y
∂ 2h2 ∂ 2h2
atau + = 0 / 1.7 /
∂ x2 ∂ y2
Pada kondisi aliran tidak steady, jumlah perubahan aliran pada arah x dan arah y harus
sama dengan perubahan kuantitas air yang disimpan pada kolom tersebut. Perubahan
storage ini digambarkan baik oleh penurunan atau kenaikan phreatic surface. Perubahan
storage adalah :
∆ S = µ. ∆h /1.8/
di mana ∆S : perubahan air yang disimpan per unit luas permukaan selama waktu
tertentu; µ. : porositas efektif dari tanah; ∆h : perubahan elevasi muka air tanah selama
waktu tertentu.
∂ ( h.∂ h / ∂ x ) ∂ ( h.∂ h / ∂ y ) ∂h
− K + dx.dy = − µ dx.dy / 1.9 /
∂x ∂y ∂t
atau
∂ h
2 2
∂ h
2 2
µ ∂h
+ = / 1.10 /
∂x 2
∂y 2
K ∂t
∂ 2h ∂ h 2 ∂ 2h ∂h
2
∂h
− Kh 2 + + h 2 + = − µ / 1.11 /
∂ x ∂x ∂y ∂ y ∂t
Jika h cukup besar dibandingkan dengan perubahan h, maka kita dapat mengasumsikan h
konstan dengan nilai rata-rata D, dan dapat mengabaikan orde ke dua, (∂h/∂x)2 dan (∂h/∂
y)2 sehingga akan didapat :
∂ 2h ∂ 2h µ ∂h
+ = / 1.12 /
∂x 2
∂y 2
KD ∂ t
Persamaan ini identik dengan persamaan konduksi panas 2 dimensi atau persamaan aliran
compressible fluid melalui medium berpori.
2.1. Aliran steady pada Saluran Paralel dengan Recharge seragam pada
Permukaan Tanah
Sebagai contoh aplikasi dari asumsi Dupuit, asumsikan suatu lapisan tanah yang
homogen dan isotropik, di bagian bawah dibatasi dengan lapisan kedap dan
didrainasekan oleh saluran paralel yang menembus lapisan tanah tersebut sampai ke
lapisan kedap. Pada permukaan tanah menerima hujan seragam dengan laju R (Gambar
2.1).
Gambar 2.1. Aliran air pada saluran drainase yang menembus aquifer tak tertekan
atau
H 0,5
K ∫ h.dh = R ∫ ( 0,5L − x ) dx
h = yo x= 0
/ 2.4 /
( )
0,5 K H 2 − yo 2 = R ( 0,5L ) − 0,5 R( 0,5 L ) = 0,5 R ( 0,5 L )
2 2 2
K(H2-yo2)=1/4 RL2
4 K ( H 2 − yo 2 )
L =2
/ 2.5 /
R
R= q=
(
4K H 2 − D 2 ) / 2.6 /
L2
dimana , R : laju pemasukan air dari permukaan tanah per luas permukaaan (m/hari); q :
debit drainase per unit luas permukaan (m/hari); K : konduktivitas hidrolik tanah
(m/hari) ; H : jarak dari lapisan kedap ke tengah-tengah muka air tanah (m); D : jarak
dari lapisan kedap ke muka air pada saluran drainase (m); L : jarak antar saluran
drainase (m).
4 K ( H + D )( H − D )
q= / 2.7 /
L2
8 K ( D + 0,5h ) h
q= / 2.8 /
L2
8KD ' h
q= / 2.9 /
L2
di mana KD’ = transmissivity aquifer (m2/hari). Persamaan /2.8/ dapat juga ditulis
sebagai berikut :
8 K D h + 4 K h2
q= / 2.10 /
L2
4 K h2
Dengan membuat D = 0, maka q = / 2.11 /
L2
yang menggambarkan aliran horizontal di atas level drainase. Apabila D cukup besar
dibandingkan dengan h, maka 4Kh2 dapat diabaikan, sehingga :
8K Dh
q= / 2.12 /
L2
Persamaan ini menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase. Pertimbangan
di atas menghasilkan konsepsi 2 lapisan tanah dengan batas pada level drainase.
8K b D h + 4 K a h 2
q= / 2.13 /
L2
dimana Ka : konduktivitas hidrolik lapisan tanah di atas level drainase (m/hari); Kb
:konduktivitas hidrolik di bawah level drainase (m/hari).
Apabila saluran drainase tidak sampai menembus ke lapisan kedap, maka garis aliran
tidak sejajar dan horizontal akan tetapi akan membentuk aliran radial menuju pipa
drainase. Aliran radial tersebut mengakibatkan lintasan aliran menjadi lebih panjang.
Hooghoudt (1940) menurunkan persamaan aliran seperti digambarkan pada Gambar 2.2
b, dimana daerah aliran dibagi menjadi aliran horizontal dan aliran radial.
Gambar 2.2. Konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) untuk mentransformasikan kondisi
aliran horizontal dan radial ke suatu aliran horizontal ekivalen
Apabila aliran horizontal di atas level drainase diabaikan, maka persamaan aliran untuk
lapisan tanah seragam menjadi
qL
h= FH / 2.14 /
K
dan
FH =
(L − D 2 ) 2
+
1
ln
D
+ f ( D, L) / 2.15 /
8DL π ro 2
di mana ro : jari-jari pipa drainase; f(D,L) : fungsi D dan L, umumnya kecil bila
dibandingkan dengan term lainnya. Term pertama pada persamaan /2.15/
menggambarkan aliran horizontal di bawah level drainase, karena berdasarkan
persamaan /2.12/ menjadi :
qL2
h=
8 KD
, sedangkan pada Gambar 2.2b, panjang L untuk aliran horizontal adalah L-D√2
sehingga persamaan /2.12/ menjadi
h=
(
q L− D 2 ) 2
(
atau h = qL L − D 2 ) 2
8 KD K 8 DL
di mana d < D. Persamaan /2.16/ ini harus dibuat sama dengan persamaan /2.14/,
sehingga menghasilkan :
L L
d= = / 2.17 /
8 FH (
8L− D 2
2
8
+ ln
) D
8 DL π ro 2
Nilai d (equivalent depth) merupakan fungsi dari L, D dan ro. Nilai untuk “d” dengan ro
= 0,1 m pada berbagai nilai L dan D dapat dilihat pada Tabel 2.1. Untuk ro selain dari
0,1 m dapat dilihat pada Gambar 2.3. Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa “d” bertambah
besar dengan naiknya D sampai D ≈ 1/4 L, untuk D yang lebih besar nilai d nya relatif
konstan. Dengan demikian untuk D > 1/4 L pola aliran tidak dipengaruhi oleh
kedalaman lapisan kedap. Dengan pertimbangan memasukan pengaruh aliran radial,
maka persamaan /2.13/ dapat ditulis dengan menggunakan nilai d sebagai pengganti D,
menjadi persamaan /2.18/, persamaan ini disebut sebagai persamaan HOOGHOUDT.
8K b d h + 4 K a h 2
q= / 2.18 /
L2
Contoh 1:
Untuk drainase suatu areal irigasi akan digunakan pipa dengan jari-jari 0,1 m. Pipa
tersebut ditempatkan pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah. Lapisan kedap
dijumpai pada kedalaman 6,8 m. Dari uji auger-hole didapatkan nilai konduktivitas
hidrolik K = 0,8 m/hari. Selang (interval) irigasi setiap 20 hari. Rata-rata air irigasi yang
hilang dan mengisi air tanah adalah sejumlah 40 mm per 20 hari, sehingga rata-rata
discharge dari sistem drainase 2 mm/hari. Pada jarak berapa spasing harus dibuat
apabila rata-rata kedalaman air tanah 1,2 m dari permukaan akan dipertahankan?.
Jawab :
8 K b d h + 4 K a h2
L2 =
q
Coba 2 :
L = 87 m, dari Tabel 1: d = 3,63 m; L2 = 1920 x 3,63 + 576 = 7546 ≈ 872 = 7569 .
Maka spasing drainase yang diperlukan L = 87 m.
hitung D/h = 5/0,6 = 8,3 dan h/(πro) = 0,6/(πx0,1) = 1,9; hitung K/q = 0,8/0,002 =
400. Dengan menarik garis lurus dari titik (D/h) dan h/(πro) ke K/q = 400, didapat L/h
= 140. Dengan demikian L = 140 x 0,6 m = 84 m. Nomograf tersebut dapat juga
digunakan untuk saluran drainase terbuka di mana u = πro, u adalah perimeter basah.
Persamaan Ernst dapat digunakan pada tanah dengan 2 lapisan di mana batas kedua
lapisan tersebut dapat berada di atas atau di bawah level drainase. Khususnya dapat
dipakai pada kondisi dimana lapisan atas mempunyai konduktivitas hidrolik lebih kecil
dari pada lapisan bawahnya. Seperti juga Hooghoudt, Ernst mendapatkan sejumlah
hidrolik head yang diperlukan untuk bermacam-macam komponen aliran dimana secara
skhematis aliran pada pipa drainase dibuat. Analogi dengan hukum Ohm, maka aliran
air tanah dapat ditulis :
q = h/w atau h = qw
di mana q adalah laju aliran, h hidrolik head dan w adalah tahanan. Jika aliran ke pipa
drainase dibagi menjadi aliran vertikal, horizontal dan radial, maka head hidrolik total
adalah :
h = hv + hh + hr = qwv + qL wh + qL wr
Aliran horizontal dan radial adalah sama dengan qL, yakni discharge drainase per unit
panjang pipa drainase, sedangkan aliran vertikal sama dengan q, yakni laju debit
drainase per unit luas permukaan tanah. Dengan menulis berbagai tahanan maka
persamaan Ernst dapat ditulis:
Dv L2 L aD
h= q + q + q ln r / 2.19 /
Kv 8∑ ( KD ) h π Kr u
di mana, h : total hidrolik head atau tinggi water table di atas level drainase pada titik
tengah (m); q : laju debit drainase per luas permukaan (m/hari); L : spasing drainase
(m); Kv : konduktivitas hidrolik untuk aliran vertikal (m/hari) ; Kr : konduktivitas
hidrolik untuk aliran radial (m/hari); Dv : ketebalan lapisan dimana aliran vertikal
dipertimbangkan (m); Dr : ketebalan lapisan di mana aliran radial dipertimbangkan (m);
Σ(KD)h : transmisivitas lapisan-lapisan tanah dimana terjadi aliran horizontal (m2/hari);
a : faktor geometri untuk aliran radial, tergantung pada kondisi aliran; u : perimeter
basah (m).
Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr, a dan u ditentukan berdasarkan profil tanah dan posisi
relatif serta ukuran pipa drainase. Data berikut ini merupakan karakteristik dari kondisi
spesifik drainase yakni : D1 : rata-rata ketebalan lapisan atas di bawah muka air tanah
(water table) dengan permeabilitas K1; D2 : rata-rata ketebalan lapisan bawah dengan
permeabilitas K2; Do : ketebalan lapisan tanah di bawah level drainase; h : ketinggian
water table di atas level drainase pada titik tengah; y : kedalaman air dalam saluran
drainase ,untuk pipa drainase y = 0.
Nilai-nilai Dv, Σ (KD)h, Dr , a dan u sekarang dalam bentuk detil dapat dilihat dengan
bantuan Gambar 2.6a sampai 2.6d.
• Aliran vertikal terjadi pada lapisan antara maksimum water table pada titik tengah
antar saluran dengan dasar saluran. Biasanya ketebalan lapisan untuk aliran vertikal
adalah Dv = y + h untuk saluran, dan Dv = h untuk pipa.
• Aliran radial hanya diperhitungkan pada lapisan di bawah level drainase, jadi D r =
Do, dengan batasan yang sama seperti aliran horizontal yaitu Do < (1/4)L
Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, maka beberapa kasus berikut ini dapat
dipertimbangkan :
Pada suatu tanah homogen (D2 = 0, Gambar 2.6b), nilai a diambil sama dengan 1, D v =
y + h, Σ(KD)h = K1 D1, Kr = K1 dan Dr = Do, dengan demikian persamaan /2.19/
menjadi :
y+ h L2 L D
h= q + q + q ln 0 / 2.20 /
K1 8 K 1 D1 π K1 u
Pada tanah homogen tahanan vertikal cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Lebih
lanjut dalam kebanyakan kasus yang ditemui di lapang h << Do, D 1 biasanya dianggap
sama dengan Do, aliran horizontal melalui lapisan di atas level drainase umumnya
diabaikan. Jika kedalaman dari dasar saluran sampai lapisan kedap Do lebih besar dari
(1/4)L, aliran tidak akan terjadi di bawah kedalaman tersebut. Karena spasing drainase
tidak diketahui sebelumnya, maka kondisi tersebut di atas harus diuji sesudahnya
didapat nilai L.
Gambar 2.3. Nomograf untuk menentukan kedalaman ekivalen (d) menurut van Beers
1. Apabila saluran drainase ditempatkan pada lapisan bawah (Gambar 2.6c) dan K1 <
K2, maka tahanan aliran vertikal pada lapisan ke dua dapat diabaikan dibandingkan
dengan pada lapisan pertama. Pada Gambar 2.6c dapat dilihat bahwa tebal lapisan di
mana terjadi aliran vertikal adalah sama dengan Dv = 2 D1. Untuk komponen aliran
horizontal dalam kasus tersebut adalah Σ (KD)h = K2 D2 + K1 D1. Karena K1 < K2
dan D1 < D2, maka suku kedua dapat diabaikan sehingga Σ (KD)h = K2 D2. Aliran
radial diperhitungkan pada lapisan Dr = Do. Untuk komponen aliran horizontal dan
radial sebagai pembatas Do < (1/4)L. Persamaan /2.19/ menjadi :
2 D1 L2 L aD
h= q + q + q ln 0 / 2.21 /
K1 8 K 2 D2 π K2 u
2. Jika saluran drainase berada seluruhnya pada lapisan atas (Gambar 2.6d), maka
untuk menentukan faktor geometri "a" terdapat berbagai kondisi sebagai berikut :
(a) K2 > 20 K1, faktor geometri "a" = 4 dan persamaan (2.19) menjadi :
y+ h L2 L 4 D0
h= q + q + q ln / 2.22 /
K1 8( K 1 D1 + K 2 D2 ) π K1 u
(b) 0,1 K1 < K2 < 20 K1, faktor geometri "a" ditentukan berdasarkan nomograf seperti
pada Gambar 2.7, kemudian gunakan persamaan /2.19/.
(c) 0,1 K1 > K2, faktor geometri "a" = 1. Lapisan bawah dianggap sebagai lapisan kedap
air, sehingga pada kasus ini menjadi kasus tanah homogen dan persamaan /2.20/
menjadi berlaku.
Pada persamaan-persamaan di atas perimeter basah "u" untuk drainase pipa, sedangkan
untuk saluran drainase "u" dihitung sebagai berikut :
u = b + 2 y √ ( S2 + 1) .... /2.23/
di mana, b : lebar dasar saluran; y: kedalaman air pada saluran; S: kemiringan talud
(horizontal : vertikal).
Untuk pipa drainase yang dipasang pada suatu galian (trenches) yang diselimuti dengan
bahan berpermeabilitas yang baik, maka nilai u dihitung sebagai berikut :
Gambar 2.4. Nomograf untuk penentuan spasing drainase jika L/h > 100
. Gambar 2.5. Jika L/h < 100 (Boumans, 1963)
Perhitungan spasing drainase dilakukan dengan bantuan nomograf seperti pada Gambar
2.7 dan 2.8. Tahap-tahap perhitungan untuk mendapatkan persamaan yang sesuai
dilakukan sebagai berikut :
Jika tanah homogen atau jika kedalaman lapisan di mana drainase akan dipasang adalah
lebih dari (1/4)L, maka gunakan persamaan /2.20/. Apabila lebih kecil dari (1/4)L,
lanjutkan tahap 2 dan 3.
Dalam beberapa kasus nilai "hv" sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
• Jika K2 > 20 K1, maka " a" = 4 dan gunakan persamaan /2.22/
• Jika 0,1 K1 < K2 < 20 K1 , tentukan "a" dari Gambar 2.7 dan gunakan persamaan
/2.19/
• Jika K2 < 0,1 K1, maka "a" = 1, pertimbangkan tanah homogen dan gunakan
persamaan /2.20/.
Aplikasi persamaan Ernst sebagai formula spasing drainase diberikan dengan 3 contoh
di bawah ini yaitu untuk tanah homogen (Do < 1/4 L), untuk tanah 2 lapisan di mana
batas lapisan berada di bawah level drainase (Do < 1/4 L) dan untuk tanah dalam (deep
soil) (Do > 1/4 L).
Contoh 2:
Data pada contoh 1, akan digunakan dengan tambahan dibuat suatu galian (trench)
dengan lebar 0,25 m (lihat Gambar 2.6b) :
ro = 0,1 m Do = 5 m
q = 0,002 m/hari h = 0,6 m
K1 = 0,8 m/hari
Karena tanah homogen, maka persamaan /2.20/ dan Gambar 2.8 dapat digunakan :
L2 L D 0,002 L2 0,002 L 5
h = 0,6 = q + q ln 0 = + ln
8 K 1 D1 π K1 u 8 × 0,8 × 5,30 π × 0,8 0,65
h/q = 0,6/0,002 = 300. Hubungkan titik ΣKD dan h/q dengan garis lurus yang
memotong kurva untuk nilai "wr" sebagai berikut :
1 aDr 1 5
wr = ln = ln = 0,8
π Kr u π × 0,8 0,65
Contoh 3 :
Suatu tanah terdiri dari 2 lapisan yang berbeda. Lapisan atas K 1 = 0,2 m/hari dan lapisan
bawah K2 = 2 m/hari. Batas kedua lapisan tersebut berada pada kedalaman 0,5 m di
bawah dasar saluran (Gambar 2.6d), tebal lapisan bawah sampai lapisan kedap D2 = 3
m. Saluran drainase mempunyai lebar dasar 50 cm, dengan talud 1 : 1 dan kedalaman
air y = 30 cm. Hidrolik head dipasang pada h = 1,2 m dengan q = 10 mm/hari.
Tahap 2.
Dv h+ y 1,2 × 0,3
hv = q = q = 0,01 = 0,075 m
Kv K1 0,2
h' = h − hv = 1,2 − 0,075 = 1,125 m
Tahap 3. Karena K2/K1 = 10, tentukan "a"dari Gambar 2.7. D2/Do = 3,0/0,8 = 3,8 ⇒
terbaca a = 4; Σ(KD)h = K1 D1 + K2 D2 = 0,2 x 1,4 + 2 x 3,0 = 6,3 m2/hari
1 4 Dr 1 4 Do 1 4 × 0,8
wr = ln = ln = ln = 1,37 hari / m
π K1 u π × K1 u π × 0,2 1,35
atau 0,2 L2 + 13,7 L - 1125 = 0, dengan menggunakan rumus ABC maka didapat L =
48 m.
Nilai L tersebut akan diperoleh juga apabila menggunakan Gambar 2.8. Karena Do =
0,8 m, maka kondisi Do < 1/4 L (aliran radial) dan D1 + D2 < 1/4 L (aliran horizontal)
keduanya dipenuhi.
Contoh 4 :
Dari persamaan tersebut didapat L = 24 m. Dengan demikian asumsi semula Do > 1/4 L
adalah sesuai, dan contoh ini dapat diperlakukan sebagai tanah homogen.
Untuk tanah homogen dengan Do < 1/4 L dan tanpa memperhatikan head loss karena
aliran vertikal dan aliran horizontal di atas level drainase, maka persamaan /2.20/ dapat
ditulis ;
qL2 qL D0
h= + ln karena D1 ≈ Do
8KD0 π K u
Persamaan Hooghoudt (persamaan /2.16/) :
qL2
h=
8 Kd
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka :
Do
d=
8Do Do
1+ ln
πL u
Persamaan untuk kedalaman ekivalen di atas dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti
pada Gambar 2.3. Nomograf pada Gambar 2.3 mempunyai keuntungan bahwa d dapat
ditentukan untuk semua nilai ro atau u, sedangkan Tabel 1 hanya berlaku untuk satu
nilai ro saja. Suatu contoh apabila Do/u sama dengan 15, Do = 10 m dan L = 40 m,
maka d = 3,7 m.
Van Beers menggambarkan spasing drainase untuk tanah homogen dengan pengabaian
aliran di atas level drainase dan D < 1/2 L sebagai berikut :
L = Lo - C ..../2.26/
8 KDh D
di mana, Lo = ; C = D ln
q u
Untuk menghitung nilai C, ambil nilai D tertentu pada sumbu horizontal bawah. Dari
titik tersebut tarik garis vertikal ke atas sampai memotong kurva untuk nilai u tertentu,
dan baca nilai C pada sumbu vertikal.
C=D ln D/U
0.3
0.6 2.0
5.0
1.0 3.0
1.5 4.0
Pada suatu daerah di mana recharge (pengisian) bersifat periodik (tidak kontinyu) atau
dengan intensitas hujan yang tinggi, maka asumsi recharge steady tidak dapat berlaku
lagi. Pada kondisi tersebut persamaan drainase untuk kondisi tidak steady harus
digunakan. Persamaan tidak-steady di mana recharge sama dengan nol telah diuraikan
seperti pada persamaan /1.12/ di mana untuk satu arah (sumbu x) dapat ditulis sebagai
berikut:
∂ 2h ∂h
KD 2 = µ / 3.1 /
∂x ∂t
di mana : KD: transmisivity aquifer (m2/hari); h: hidrolik head sebagai fungsi dari x dan
t (m); x : jarak horizontal dari titik acuan, misalnya saluran (m); t: waktu (hari); µ:
ruang pori drainase
Dumm (1954) menggunakan penyelesaian persamaan /3.1/ yang ditentukan oleh Glover
yang mengasumsikan muka air tanah awal horizontal pada suatu ketinggian tertentu di
atas level drainase. Penyelesaiannya menerangkan penurunan muka air tanah (yang
tidak lagi horizontal) sebagai fungsi dari waktu, tempat, spasing drainase dan sifat-sifat
tanah. Muka air tanah awal horizontal dipertimbangkan sebagai hasil dari kenaikan
seketika (instantaneous) akibat dari hujan atau irigasi, yang juga merupakan pengisian
air tanah seketika. Kemudian Dumm (1960) mengasumsikan muka air awal tidak datar
sama sekali, akan tetapi mempunyai bentuk parabola (pangkat 4) yang menghasilkan
rumus sedikit berbeda.
Gambar 3.1 di bawah ini merupakan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan muka air
tanah secara horizontal. Kondisi awal dan pembatas di mana persamaan /3.1/ harus
diselesaikan adalah sebagai berikut :
• t = 0, h = Ri/µ = ho, 0 < x < L (initial horizontal groundwater)
• t > 0, h = 0, x = 0, x = L (air pada saluran drainase tetap pada level drainase)
Ri : pengisian sesaat per unit luas permukaan (m)
ho : ketinggian muka air tanah awal di atas level drainase (m)
Persamaan /3.2/ dengan kondisi tersebut di atas ditemukan oleh Carslaw dan Jaeger
(1959) :
4ho ∞ 1 − n 2α t nπ x
h ( x, t ) = ∑
π n = 1,3,5, n
e sin
L
/ 3.2 /
π 2KD
di mana : α = (faktor reaksi, hari -1)
µ L2
Untuk ketinggian air tanah pada titik tengah antar saluran pada waktu t, h t = h(1/2 L,t)
maka x = 1/2 L, dimasukan pada persamaan /3.2/ menghasilkan :
∞
4 1 − n 2α t
ht = ho ∑ e / 3.3 /
π n = 1,3,5, n
Nilai-nilai term pada persamaan /3.3/ akan menurun dengan bertambahnya nilai n. Jika
α > 0,2, term yang kedua dan seterusnya relatif kecil dan dapat diabaikan sehingga
persamaan /3.3/ sekarang menjadi :
4
ht = ho e − α t / 3.4 /
π
Dengan asumsi muka air tanah awal mempunyai bentuk parabola maka persamaan /3.4/
berubah menjadi persamaan /3.5/ (Dumm, 1960):
ht = 1,16 ho e − α t / 3.5 /
Perbedaan antara persamaan /3.4/ dengan /3.5/ hanyalah perubahan faktor bentuk
π 2 KD
(shape factor) dari 4/π = 1,27 menjadi 1,16. Dengan substitusi nilai α = pada
µ L2
persamaan /3.5/ dan selesaikan untuk nilai L, maka:
1/ 2 − 1/ 2
KDt ho
L = π ln 1,16 / 3.6 /
µ ht
Persamaan ini
disebut sebagai persamaan Glover-Dumm.
Contoh 5 :
Air irigasi diberikan setiap 10 hari. Kehilangan air terjadi karena perkolasi ke zone air
tanah adalah 25 mm yang merupakan pengisian seketika, Ri = 0,025 m. Dengan
porositas efektif µ = 0,05 maka pengisian menyebabkan kenaikan muka air tanah
sebesar h = Ri/µ = 0,5 m. Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m di
bawah permukaan tanah. Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah, sehingga
ho = 1,8 – 1,0 = 0,8 m. Muka air tanah harus diturunkan sebesar ∆h = 0,5 m, selama 10
hari berikutnya dimana air irigasi akan diberikan lagi. H10 = h0 - ∆h = 0,8 – 0,5 = 0,3 m.
Jika kedalaman sampai lapisan kedap = 9,5 m dari permukaan tanah dengan K = 1
m/hari dan jari-jari pipa 10 cm, hitung spasing drainase?
1/ 2 − 1/ 2 1/ 2 − 1/ 2
Kdt ho 1,0 × d × 10 0,8
L = π ln 1,16 = π ln 1,16 = 41,8 d meter
µ ht 0,05 0,3
Coba 1 : L = 80 m, dari Gambar 2.3, dengan D/u = D/(π ro) = 7,7/ (π x 0.1) = 25 ; D
= 7,7 m;→ maka d = 4,4 m. Substitusi L = 41,8√ 4,4 = 88 m > 80 m, maka L harus
diduga lebih besar dari 88 m.
Coba 2 : L = 100 m, dari Gambar 2.3 : d = 4,8 m, L = 41,8 √4,8 = 92 m < 100 m.
Jadi L harus diduga lebih kecil dari 92 m.
• Tentukan C = D ln (D/u) dari Gambar 2.9 dengan mengambil titik D = 7,7 m pada
sumbu bawah. Dengan menarik garis vertikal ke atas memotong kurva u = π ro =
0,3 m , dapat dibaca pada sumbu vertikal bahwa C = 25 m. Maka: L = Lo - C = 116
- 25 = 91 m.
Drainase lapang (field drainage) adalah suatu sistim yang menerima air lebih langsung
dari lahan pertanian dan menyalurkannya ke sistim drainase utama yang membuang air
dari areal lahan pertanian. Sistem drainase utama harus memberikan suatu outlet yang
bebas dan dapat diandalkan bagi pengeluaran air dari drainase lapang. Dalam suatu
sistim drainase bawah-tanah dapat dibedakan 3 kategori drainase yakni lateral, kolektor,
dan drainase utama. Lateral biasa disebut juga drainase lapang (field drains), farm
drains atau suction drains berfungsi selain untuk mengendalikan fluktuasi kedalaman
air tanah di lahan pertanian juga berfungsi sebagai pengumpul aliran permukaan. Dari
lateral air mengalir ke kolektor yang mengangkutnya ke drainase utama.
Sistem drainase lapang dapat terdiri dari : (a) drainase terbuka dengan parit; (b) drainase
mole, yakni lubang bawah-tanah; (c) drainase pipa, terbuat dari tanah liat, beton, atau
plastik yang ditanam di bawah tanah. Apabila pipa-pipa lateral berakhir pada parit
kolektor, maka sistim tersebut disebut sebagai sistim drainase pipa singular. Apabila
kolektor juga terbuat dari pipa maka sistim tersebut disebut sistim drainase pipa
komposit. Beberapa tipe penyusunan baik drainase pipa maupun drainase parit dapat
dilihat pada Gambar 4.1.
Umumnya di daerah datar sistim drainase menggunakan pipa sebagai lateral dan parit
sebagai kolektor. Sedangkan di daerah berlereng seluruh sistim drainase lapang baik
lateral maupun kolektor terbuat dari pipa (sistim drainase pipa komposit). Akan tetapi
dalam situasi berikut ini biasanya parit lebih sesuai untuk digunakan sebagai lateral :
• Apabila muka air tanah dapat dikendalikan dengan spasing lateral yang cukup
lebar, sehingga petakan lahan yang terbentuk cukup luas tidak mengurangi efisiensi
pemakaian alat mekanis. Situasi ini kemungkinan dapat terjadi pada tanah dengan
hantaran hidrolik tinggi,
• Apabila drainase harus juga mampu mengangkut air permukaan, misalnya pada
tanah dengan laju infiltrasi rendah atau di daerah dengan intensitas hujan yang
tinggi,
• Apabila diinginkan percepatan proses pematangan pada tanah aluvial, yang baru
direklamasi.
• Apabila hanya diinginkan muka air tanah yang dangkal, misalnya untuk padang
rumput atau tanah gambut.1
Gambar 4.1. Beberapa penyusunan sistim drainase pipa dan saluran terbuka
1 Muka air tanah terlalu dalam pada tanah gambut akan menyebabkan kekeringan dan mudah terbakar
2 Lihat Diktat Kuliah Rancangan Irigasi Gravitasi dan Drainase (TEP 423)
Keterangan :
b : lebar dasar 0.5 m; y : kedalaman; elevasi dasar saluran sekitar 0,4 – 0,5 m di bawah
pengeluaran pipa drainase, sehingga total kedalaman (Do) sekitar 1,40-1,80 m,
kemiringan talud (vertikal : horizontal) biasanya 1 : ¾ untuk tanah liat sedang untuk
tanah berpasir 1 : 1 atau 1 : 1.5.; p : talud (vertikal : horizontal)
4.2.4. Lokasi
Lokasi drainase parit dipengaruhi oleh pelbagai faktor, suatu kolektor sering digunakan
juga sebagai pembatas antara pemilikan lahan. Akan tetapi apabila memungkinkan parit
kolektor tersebut harus ditempatkan pada bagian terendah. Sehingga dengan demikian
drainase bawah tanah dapat berfungsi dengan baik dan penggalian dilakukan dengan
seminimum mungkin. Lebih lanjut parit kolektor tersebut juga berfungsi sebagai outlet
untuk aliran permukaan yang cenderung berakumulasi pada cekungan.
4.2.5. Konstruksi
4.2.5.1. Penandaan lokasi parit
Garis pusat rencana parit ditandai dengan patok-patok dimana puncak patok
menunjukkan elevasi tanggul di atas dasar saluran (Gambar 4.3). Lebar parit
ditunjukkan dengan patok A dan B yang ditempatkan pada elevasi yang sama dengan C.
Jarak antara A dan B adalah sedemikian rupa sehingga perpanjangan kemiringan talud
memotong puncak tanggul di kedua titik tersebut. Titik P dan Q di mana kemiringan
talud dimulai, dapat diukur dari patok A dan B berdasarkan sudut kemiringan talud.
Jarak P - Q ini akan bertambah dengan semakin tingginya elevasi lahan, sehingga pada
lahan bergelombang lebar P-Q akan bervariasi banyak.
4.2.5.2. Penggalian
Parit dapat digali dengan berbagai metoda antara lain : (a) Dengan tenaga manusia; (b)
Dengan "dragline" biasanya digunakan pada saluran utama; (c) Hydraulic excavators,
biasanya dilengkapi dengan "profile bucket" yang mempunyai bentuk sesuai dengan
bentuk saluran yang akan digali. Apabila penggalian akan dilakukan secara manual atau
dengan dragline, suatu penggalian pertama sedalam sekitar 20 cm dibuat sesuai dengan
kemiringan talud sepanjang saluran. Penggalian areal ini berfungsi sebagai suatu
pedoman dalam penggalian selanjutnya. Apabila bekerja dengan hydraulic excavator
penggalian areal tersebut biasanya tidak diperlukan. Dalam hal ini penandaan dengan
kapur bubuk dilakukan sepanjang garis P1 P2 P2 dan Q2 Q2 Q3. Metoda lainnya adalah
Tanah galian harus dibuang cukup jauh dari saluran yang telah digali yang kemudian
digunakan untuk mengisi lahan-lahan yang lebih rendah. Apabila tanah galian ditumpuk
didekat parit yang telah digali maka akan berakibat tanah galian tersebut akan mudah
tercuci oleh hujan dan masuk kembali ke dalam parit, berat dari tumpukan tanah galian
akan menyebabkan runtuhnya talud yang telah dibuat, pelaksanaan pemeliharaan
saluran akan lebih sulit karena alat yang bergerak di puncak tanggul harus menjangkau
dasar saluran lebih dalam.
4.2.5.3. Pemeliharaan
Umumnya efektifitas drainase mole ditentukan oleh berbagai faktor antara lain :
(a) Sifat tanah yang menentukan stabilitas tanah; (b) Kondisi kelembaban tanah selama
konstruksi alat dan metoda konstruksi yang digunakan; (c) Kecepatan aliran air dalam
saluran mole;(d) Laju pengendapan pada mole.
4.3.3. Topografi
Karena mesin pembuat mole ini umumnya hanya dapat ditarik sejajar dengan
permukaan lahan maka lahan harus mempunyai lereng yang seragam searah dengan
lokasi outlet. Pada lahan yang datar atau topografi bergelombang metoda ini biasanya
kurang sesuai.
4.3.4. Rancangan
Setiap saluran mole mengangkut air ke suatu saluran terbuka. Untuk mencegah
penyumbatan pada outlet tersebut, biasanya pada 2 atau 3 m dari outlet saluran mole
tersebut harus dilengkapi dengan pipa. Sering kali drainase pipa digunakan sebagai
kolektor untuk mengangkut air dari saluran mole. Pada situasi ini drainase pipa
(kolektor) pertama kali dipasang pada kedalaman sekitar 20 - 30 cm lebih dalam dari
3Di Belanda secara manual dulu menggunakan rantai sabit yang ditarik oleh dua orang masing-masing
dari tepi saluran
mole. Kemudian suatu galian (trench) diurug dengan bahan porous (umumnya kerikil).
Air dari saluran mole akan merembes melalui urugan dan masuk ke pipa kolektor
(Gambar 4.5).
4.3.5. Konstruksi
4.3.5.1. Mesin
Bagian-bagian umum dari suatu mole plough adalah suatu silinder baja berujung tajam
dengan diameter antara 5 - 10 cm yang biasanya di bagian belakang dilengkapi dengan
suatu expander dengan diameter sedikit lebih besar dari mole (Gambar 4.6). Mole
tersebut ditarik oleh suatu penyangga (blade) yang dihubungkan dengan tenaga penarik
(traktor) melalui suatu beam. Panjang beam biasanya sekitar 3 meter.
4.4.1. Pendahuluan
Dalam rancangan drainase pipa hal-hal di bawah ini harus ditentukan :
• Spasing dan kedalaman lateral yang merupakan faktor utama dalam pengendalian
muka air tanah
• Diameter dan kemiringan pipa lateral dan kolektor.
• Tata letak lateral dan kolektor, harus disesuaikan dengan kondisi topografi.
(d) Apabila hantaran hidrolik lapisan tanah yang di bawah jauh lebih besar dari lapisan
di atasnya, sehingga pemasangan pipa drainase pada lapisan dalam menyebabkan
sedikit pengaruhnya terhadap penurunan muka air tanah di atasnya. Hal ini
disebabkan karena sebagian air yang masuk ke dalam pipa drainase berasal dari
lapisan di bawahnya.
Perhitungan spasing pipa berdasarkan nilai hantaran hidrolik tanah akan menghasilkan
spasing yang bervariasi di seluruh areal. Dalam prakteknya seluruh areal dibagi menjadi
beberapa blok dengan spasing yang sama dan angka-angka spasing hasil perhitungan
dibulatkan ke nilai spasing baku. Biasanya nilai spasing baku adalah 10 m, 15 m, 20 m,
25 m, 30 m, 40 m, 50 m, dan seterusnya.
dimana z: kehilangan hydraulic head (m); x: panjang pipa (m); d: diameter dalam (m);
V: kecepatan aliran (m/dt); g: percepatan gravitasi (m/dt2); λ: faktor tahanan.
Faktor tahanan λ tergantung pada tipe aliran (laminer atau turbulen) dan kekasaran
dinding (kr) dan harus ditentukan melalui suatu percobaan. Gambar 4.7 merupakan
plotting antara λ dengan bilangan Reynold pada kertas grafik logaritmik ganda.
Bilangan Reynold didefinisikan sebagai:
Vd
Re = / 4.2 /
ν
dimana, ν : viscositas kinematik cairan, untuk air pada suhu 100C besarnya ν = 1,31 x
10-6 m2/detik. Untuk pipa halus (pipa tanah liat dan pipa plastik) telah didapatkan suatu
hubungan antara λ dengan Re sebagai berikut (Wesseling dan Homma, 1967; Blashyz,
1965 dan Treude, 1964).
λ = a Re − 0, 25 / 4.3 /
dimana, a: suatu pengukur perubahan dari suatu garis lurus karena adanya ketidak-
tentuan yang terisolasi (misalnya sambungan pipa, lubang-lubang pada pipa). Untuk
aliran penuh dalam pipa, debit dapat dinyatakan:
π d2
Q= V / 4.4 /
4
z
i= = 26,3 × 10 − 4 a Q 1,75 d − 4,75 / 4.5a /
x
atau
Gambar 4.7. Hubungan antara faktor tahanan (λ) dengan bilangan Reynold (Re).
Untuk pipa halus pada kondisi lapang, nilai a = 0,40 (Segeren dan Zuidema, 1966).
Untuk pipa plastik bergelombang (corrugated ) tidak terdapat hubungan yang langsung
antara λ dan Re. Wesseling dan Homma (1967) menyatakan bahwa aliran ini dapat
diterangkan dengan memuaskan oleh rumus Manning :
V = k m R 2 / 3 i 1 / 2 / 4.6 /
dimana, km= 70 (km = 1/n, dimana n: koefisien kekasaran Manning); R: jari-jari hidrolik
= ¼ d untuk aliran penuh.
Dengan mengubah persamaan /4.6/ sesuai dengan format pada persamaan /4.5/ maka :
−2
i = 10,25 k m Q 2 d − 5,33 / 4.7 a / atau Q = 0,312 k m d 2 , 67 i 0 , 50 / 4.7b /
Persamaan /4.5/ dan /4.7/ digambarkan secara grafis pada Gambar 4.8. Persamaan aliran
seragam dalam pipa dapat dinyatakan dengan persamaan umum :
i = c d −α Qβ / 4.8a / atau Q = c − 1 / β d α /β
i1/ β / 4.8b /
Q = 50 d 2, 741 i 0,572
Q = 22 d 2,667 i 0,5
Suatu pipa drainase menyedot air di seluruh panjang pipa tersebut, dengan demikian Q
akan bertambah secara bertahap dari Q = 0 pada sebelah hulu sampai Q = q B L pada
outflow. Dimana q: spesific discharge (m/dt); B: lebar areal lahan yang didrainasekan
oleh pipa tersebut (m) = spasing drainase; L: panjang pipa drainase (m).
Tipe aliran ini disebut sebagai aliran tidak seragam (non-uniform flow). Karena debit
aliran bertambah secara bertahap sepanjang arah aliran, maka hydraulic gradient juga
bertambah (Gambar 4.9). Aliran dalam pipa diasumsikan penuh dan diletakkan
horizontal (pada pembahasan selanjutnya akan dibahas untuk pipa miring).
Laju aliran Qx pada suatu jarak x dari sebelah hulu (Gambar 4.9) adalah sama dengan :
Q x = q B x / 4.9 /
dz
= c d − α ( qB ) x β
β
i= / 4.10 /
dx
1
c d − α ( qB ) Lβ + 1
β
H = / 4.11 /
β +1
H
/ 4.12 / i =
L
dan mengingat QL = q B L adalah total debit dari pipa tersebut, maka persamaan /4.11/
dapat diubah menjadi
H 1 β
i = = c d − α QL / 4.13a /
L β +1
atau
QL = q B L = ( β + 1)
1/ β
c − 1/ β d α /β
i1 / β / 4.13b /
nilai c, α dan β untuk pipa halus dan corrugated dapat dimasukkan ke persamaan
/4.13/. Secara grafik persamaan tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.11
dan Gambar 4.12.
Apabila dibandingkan antara persamaan aliran tidak seragam (persamaan 4.13) dengan
aliran seragam (persamaan 4.8) maka :
−
• Pada outflow yang sama, rata-rata gradient i untuk aliran tidak seragam hanya 1/(β
+1) ≈ 1/3 dari gradient i untuk aliran seragam (Gambar 4.13). Pada ujung sebelah
hilir, gradient dari kedua aliran tersebut akan sama.
• Untuk gradient yang sama, debit pada aliran tidak seragam adalah ( β+1)0,5 ≈ 1,75
kali debit pada aliran seragam atau
Tabel 4.1. Ringkasan persamaan aliran berlaku untuk aliran penuh dalam pipa
Q L = 38 d 2 ,667 i 0 ,5
drainase diletakan dengan kemiringan tertentu, situasi aliran tetap tidak berubah bila
kemiringan tidak lebih dari rata-rata gradient (Gambar 4.14).
Gambar 4.9. Kehilangan energi (z) pada aliran penuh pipa drainase sebagai
fungsi dari jarak (x) dan kurva potensiometrik yang dihasilkan
Dalam praktek rancangan, kemiringan pipa pertama kali diduga dengan suatu syarat
bahwa pada debit rencana tidak akan terjadi tekanan lebih pada sebelah hulu
(kemiringan pipa sama dengan rata-rata hidraulik gradient). Dengan demikian aliran
pipa diasumsikan penuh pada seluruh panjang pipa dengan kata lain pipa berada pada
kondisi kapasitas maksimum.
Untuk pipa lateral khususnya dengan diameter yang lebih kecil reduksi 60%
direkomendasikan. Masalah-masalah praktis seperti di bawah ini dapat diselesaikan
dengan bantuan Nomogram yakni:
• Penentuan diameter pipa yang diperlukan untuk kasus yang diberikan
• Penentuan luas areal maksimum yang dapat dilayani oleh pipa drainase dengan
diameter tertentu
• Pada kondisi yang diberikan dapat ditetukan apakah tekanan lebih akan terjadi pada
ujung sebelah hulu dan kalau ya sampai berapa jauh pengaruhnya?
Contoh 6:
Suatu rancangan drainase adalah sebagai berikut: spasing 30 m, panjang pipa 200 m,
slope 0,10%, koefisien drainase 7 mm/hari. Sebagai faktor pengaman digunakan
pengurangan kapasitas 60%.
Pertanyaan:
Berapa diameter pipa untuk (a) pipa halus dan (b) pipa plastik corrugated
Jawaban:
Luas areal drainase yang dilayani oleh satu pipa adalah 30 x 200 m2 = 0,6 ha
(a) Untuk pipa halus: dari Gambar 4.11, didapatkan diameter antara 5 - 6 cm, diameter
terbesar kita pilih yakni 6 cm
(b) Untuk pipa plastik corrugated: Dari Gambar 4.12, didapatkan diameter antara 6 - 7
cm, maka dipilih diameter 7 cm.
Contoh 7:
Suatu sistem drainase pipa komposit dengan tipe gridiron dirancang di suatu lahan.
Lateral bergabung dengan kolektor dari dua sisi. Panjang lateral pada satu sisi 300 m
dan pada sisi lainnya 200 m. Pipa kolektor dirancang pada slope 0,05%, koefisien
drainase 5 mm/hari, reduksi kapasitas 75%.
Pertanyaan:
Tentukan panjang maksimum pipa kolektor apabila pipa beton akan digunakan dengan
diameter dalam 20, 25 dan 30 cm (asumsikan diameter yang sama digunakan untuk
seluruh pipa)
Jawab:
i = 0,05%; q = 5 mm/hari. Dari Gambar 4.11 Luas areal drainase adalah sebagai berikut:
Lebar areal yang didrainasekan oleh kolektor adalah 500 m, maka panjang maksimum
kolektor untuk setiap ukuran diameter pipa adalah:
Contoh 8:
Suatu pipa drainase kolektor terbuat dari beton dengan diameter 25 cm, panjang 700 m
dipasang dengan slope 0,05%, lebar areal drainase 500 m
Pertanyaan:
Asumsikan kapasitas kolektor dirancang pada 75% dan koefisien drainase terukur
adalah 10 mm/hari. Apakah kemungkinan terjadi tekanan-lebih di ujung sebelah hulu
kolektor?
Jawab:
Luas areal drainase = 700 x 500 m2 = 35 ha. Dari Gambar 4.11 didapat i = 0,16%,
dikurangi dengan 0,05% slope pipa drainase terdapat kelebihan slope sebesar 0,11%.
Tekanan-lebih adalah= 700 x 0,11% = 0,77 m. Kadang-kadang diperlukan untuk
mengetahui kapasitas relatif pipa pada berbagai ukuran yang berbeda. Beberapa nilai
tercantum pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Proporsi kapasitas untuk berbagai diameter pipa (berdasarkan persamaan 4.5b*)
Proporsi diameter 4 5 6 7 8 10
Proporsi kapasitas 1,00 1,83 3,00 4,56 6,54 12,00
2 , 71
*) Q2 d
= 2 , asumsi i konstan.
Q1 d1
Jika kapasitas suatu ukuran pipa telah ditentukan dari grafik, maka dengan
menggunakan Tabel 4.2, dapat dengan mudah ditentukan kapasitas untuk berbagai
diameter.
Sebagai contoh: Luas areal drainase untuk pipa diameter 20 cm dengan i = 0,05%, q = 5
mm/hari telah ditentukan sebesar 19 ha. Untuk menghitung kapasitas dengan diameter
25 cm dan 30 cm, dapat dilihat bahwa perbandingan diameternya adalah 4, 5 dan 6.
Berdasarkan Tabel 4.2 luas areal drainase untuk diameter pipa 25 cm = 1,83 x 19 ha =
35 ha. Untuk pipa berdiameter 30 cm = 3,0 x 19 ha = 57 ha.
Jika diasumsikan bahwa pipa kolektor pada contoh 3 akan dibuat terdiri dari pipa
berdiameter 20, 25 dan 30 cm. Pada jarak berapa dari hulu ukuran diameter pipa
tersebut berubah. Kondisinya harus tidak ada tekanan-lebih pada ujung sebelah hulu.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Contoh 2, maka besarnya head loss di sepanjang
pipa kolektor dapat diplotkan seperti pada Gambar 4.15. Secara kasar komposisi
diameter pipa dapat dibuat sebagai berikut:
Akan tetapi situasi ini akan mengakibatkan head loss akan lebih besar dari 58 cm (Lihat
Gambar 4.15)
Head loss 58 cm (1160 x 0,0005 m) akan terjadi apabila seluruh pipa berdiameter 30
cm. Karena aliran dalam keadaan penuh, maka penggantian pipa dengan diameter yang
lebih kecil dari 30 cm menyebabkan terjadinya tekanan-lebih di sebelah hulu. Pada
situasi ini akan terjadi head loss sebesar 96 cm dan ini berarti terjadi tekanan lebih
sebesar 38 cm di sebelah hulu.
Dari Gambar 4.15 dapat dilihat bahwa hydraulic gradient aktual didapat dengan
mengkombinasikan kurva potensiometrik dari beberapa diameter dengan penggeseran
vertikal sejajar dengan masing-masing kurva. Dari gambar tersebut jelas bahwa
komposisi yang baik didapat apabila kurva potensiometrik tidak memotong rata-rata
gradient (dalam hal ini diambil sama dengan slope pipa).
Salah satu metoda adalah dengan membuat deretan kurva standar potensiometrik untuk
masing-masing diameter dan buat suatu kombinasi pergeseran seperti pada Gambar
4.15. Kita dapat juga secara praktis mengikuti prosedur sebagai berikut:
Perubahan diameter:
Dari 20 ke 25 cm, pada ¾ x 380 m = 285 m
Dari 25 ke 30 cm, pada ¾ x 700 m = 525 m
Dari 30 ke 35 cm, pada ¾ x 1160 m = 870 m
Gambar 4.15. Kehilangan energi (head loss) pada pipa drainase dengan beberapa diameter
Pada situasi tersebut seperti terlihat pada Gambar 4.15, rata-rata gradient 0,05% tidak
akan terpotong.
• Dengan sistim pipa komposit, areal yang luas dapat didrainasekan tanpa adanya
saluran terbuka sehingga gangguan terhadap penggunaan alat-alat mekanis dapat
dihindarkan
• Sistim singular mempunyai beberapa outlet yang masuk ke dalam suatu saluran
terbuka
• Jika dalam sistim komposit terjadi penyumbatan di suatu tempat, maka hal ini dapat
mengakibatkan areal yang terpengeruh akan lebih luas daripada sistim singular.
• Dalam beberapa hal suatu jaringan saluran terbuka lebih diinginkan untuk
menampung aliran permukaan
• Pipa kolektor memerlukan kemiringan yang lebih besar daripada parit kolektor.
• Biaya investasi pipa kolektor umumnya lebih besar dibandingkan dengan parit
kolektor
• Secara umum dalam jangka panjang ada kecenderungan sistim komposit lebih
murah dari pada sistim singular.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apabila tersedia head yang
cukup maka sistim komposit lebih sesuai. Dengan demikian pada lahan berlereng
umumnya digunakan sistim komposit. Makin besar lerengnya, maka areal yang dapat
didrainasekan oleh sistim dengan satu outlet akan semakin luas. Pada lahan datar
umumnya sistim singular lebih sesuai.
Kerugian adalah koefisien kekasarannya lebih besar sehingga diperlukan diameter lebih
besar untuk mengalirkan sejumlah air yang sama daripada pipa halus. Pada pipa plastik
ini air masuk melalui lubang-lubang kecil di permukaan pipa. Beberapa data spesifik
dari pipa plastik halus dan bergelombang tercantum pada Tabel 4.3.
Pipa Bergelombang
60 Diameter bagian dalam 75-80% dari pipa Lubang (1x1) mm2, (1x4)
65 10-12% lebih kecil PVC halus dengan mm2, total area inflow antara
80 daripada diameter luar diameter luar yang 1000-3000 mm2 per meter
100 sama pipa
125
Sebagai bahan penutup dalam bentuk curah biasanya tanah gambut, kerikil, jerami,
bahan sintetik misalnya polystyrene. Dalam bentuk roll adalah thin glass fibre sheet.
Pipa drainase yang berfilter (pre-envelope) digunakan untuk pipa plastik baik yang
halus maupun yang corrugated. Bahan yang digunakan sebagai pembungkus adalah: (a)
fibre glass, nylon tissue atau bahan sintetik lainnya; (b) mats dengan tebal 1-2 cm dari
jerami, tanah gambut, sabut kelapa dan lainnya.
Terdapat dua jenis mesin gali yang biasa digunakan dalam drainase yaitu:
(a) Mesin gali kontinyu (continous excavating machine). Penggalian dilakukan dengan
revolving digging machine atau rantai berpisau (Gambar 4.21). Umumnya mesin-
mesin ini menggali pada suatu kedalaman dan kemiringan tertentu dan mempunyai
perlengkapan tambahan untuk pemasangan pipa dan pengurugan bahan penutup.
(b) Back-acting excavators (Gambar 4.22). Apabila menggunakan alat ini, maka
penyelesaian akhir harus dilakukan dengan tenaga manusia. Alat ini cocok untuk
tanah berbatu. Biasanya alat ini dipakai sebagai pengganti apabila harus membuang
batu atau penghalang lainnya yang menyebabkan alat yang pertama tidak dapat
bekerja. Juga sering digunakan untuk menggali dimana akan dipasang pipa kolektor
dengan ukuran besar.
Berikut ini adalah beberapa data teknis tentang mesin gali kontinyu yang biasa
digunakan dalam proyek drainase di Belanda dan Eropah.
• Mesin umumnya bekerja pada tracks. Lebar tracks umumnya dapat diatur. Untuk
transportasi di jalan lebar tracks biasanya 2,5 m, untuk di lapangan maksimum
sampai 3,2 – 5,0 m
• Lebar trench: ukuran standar 20 - 25 cm, trench yang lebih lebar sampai 35 - 40 cm
masih memungkinkan dengan mengganti rantai pisau
• Kedalaman galian maksimum: standar 170 – 180 cm. Beberapa mesin dapat lebih
dalam lagi sampai 2,5 m.
• Engine: 100-200 HP. Beberapa mesin mempunyai dua engine, untuk gali 100 HP
dan untuk menarik 50 HP
• Pengaturan kedalaman dengan sistim hidrolik dimana operator mempertahankan
garis pandang sesuai dengan kedalaman yang diinginkan melalui patok-patok
pembantu sepanjang garis operasi. Perkembangan terbaru dilengkapi dengan sinar
laser
• Bobot total 7 – 12 ton
• Ground pressure tergantung pada ukuran track berkisar antara 0,20 – 0,30 kg/cm2
• Kecepatan kerja sampai 1000 m pipa per jam
• Output netto tergantung pada kedalaman, tipe tanah, kondisi cuaca, panjang lintasan
pipa dan ukuran lahan. Untuk kedalaman 1 – 1,2 m pada tanah marine dengan
kandungan liat sekitar 25%, output netto yang wajar antara 300 – 400 m/jam,
sedangkan yang baik adalah sekitar 600 m/jam.
Teknik TPD dikembangkan berdasarkan prinsip drainase mole sejak tahun 1960. Prinsip
kerja TPD dapat dilihat pada Gambar 4.23, dimana mesin menarik pisau atau blade
hampir sama seperti yang digunakan pada mole plough atau sub-soiler. Pipa plasik
Penutup
Pertanyaan:
(2) Apa yang dimaksud dengan sistem drainase singular dan komposit
(3) Metoda Auger hole digunakan untuk menentukan hantaran hidrolik jenuh (Ks) suatu
tanah. Muka air tanah awal sebelum percobaan diambil sebagai reference level. Jari-
jari lubang bor 4 cm dan dasar lubang pada kedalaman 60 cm dari reference level.
Lapisan kedap terdapat pada kedalaman 6 m di bawah permukaan tanah. Pada
waktu t = 0, sejumlah 37 cm air telah dibuang ke luar. Nilai-nilai berikut ini adalah
muka air yang diamati setiap 16 detik :
37.0, 34.7, 33.4, 32.1, 30.8, 29.6, 28.3, 27.1, 26.3, 26.0, dan 25.6 cm.
Hitung hantaran hidrolik (Ks) pada tanah tersebut?
(4) Pada suatu areal pertanian seluas 90 ha (lihat gambar), air irigasi diberikan setiap 6
hari dengan efisiensi pemberian air 65%. Kebutuhan air irigasi di petak sawah
sebesar 7 mm/hari. Dianggap bahwa 80% kelebihan air irigasi yang diberikan akan
mengalir sebagai perkolasi menuju ke muka air tanah, dan harus dapat dibuang
(drainase) selama 5 hari sebelum waktu pemberian air irigasi berikutnya.
Maksimum tinggi muka air tanah yang diijinkan adalah 1 m dari permukaan tanah.
Level drainase dipilih 1,8 m dari permukaan tanah. Kedalaman lapisan kedap adalah
10 m dengan konduktivitas hidrolik 2 mm/hari dan porositas efektif 0,05.
a. Apabila tidak ada penambahan air pada air tanah selain kelebihan air irigasi,
dan u = 0,2 m, tentukan spasing drainase yang sesuai dengan sistim tersebut?
b. Gambar/desain tata letak (lay out) sistim drainase pipa komposit untuk areal
tersebut?
c. Apabila sebagai kolektor digunakan pipa beton dengan diameter yang tersedia
10, 15, 20, 25 dan 30 cm, tentukan panjang pipa untuk masing-masing jenis
apabila akan dirancang suatu sistim drainase pipa (kolektor) dengan diameter
bertambah, faktor keamanan 75%, i = 0,2%.
d. Apabila nilai MAD (moisture allowable deficit) tanah pada areal tersebut
adalah 50% dan total air tersedia 120 mm/m, tentukan interval irigasi dan
koefisien drainase yang tepat untuk sistim tersebut (kedalaman akar = 1 m).
(5) Untuk rancangan drainase bawah permukaan suatu lahan pertanian akan digunakan
pipa drainase tanah liat. Pipa tersebut akan ditempatkan pada kedalaman 2,0 m dari
permukaan tanah. Lapisan kedap di daerah tersebut dijumpai pada kedalaman 5,0 m
dari permukaan tanah. Konduktivitas hidrolik tanah K = 4,0 m/hari. Rata-rata
kedalaman air tanah akan dipertahankan 1,0 m di bawah permukaan tanah.
Koefisien drainase di daerah tersebut 10 mm/hari. Tata-letak pipa lateral dan parit
kolektor seperti pada gambar di bawah ini. Jarak antar lateral (spacing) = 100 m.
Diameter pipa yang tersedia di pasaran adalah 50, 100, 150, 200, 250 dan 300 mm.
Ditanyakan :
a. Hitung diameter pipa yang saudara pilih?
b. Lakukan pengujian apakah panjang maksimum pipa lateral pada rancangan ini
masih dapat dipenuhi oleh diameter pipa tersebut? (kemiringan pipa lateral sesuai
dengan kemiringan lahan)
(6) Terangkan dengan singkat dan jelas arti dari beberapa istilah di bawah ini dalam
kaitannya dengan drainase :
1. modulus drainase 9. drainase "mole"
2. lapisan kedap 10. perched water table
3. equivalent depth 11. trenchless pipe drainage
4. faktor geometri 12. tekanan pori
5. tahanan aliran radial 13. effective stress
6. porositas efektif 14. subsidence
7. level drainase 15. metoda rasional
8. hantaran hidrolik
(7) Suatu masalah aktual di daerah perkotaan dekat pantai adalah adanya penurunan
tanah (subsidence) dan intrusi (penerobosan) air asin ke daratan, akibat dari
eksplorasi air tanah yang berlebihan baik untuk keperluan konsumsi maupun untuk
industri. Terangkan dengan singkat dan jelas secara teoritis kenapa eksplorasi air
tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah tersebut di atas. Bagaimana
menurut saudara usaha-usaha untuk menanggulangi masalah tersebut?
(8) Suatu persamaan drainase untuk kondisi "unsteady-state" adalah persamaan dari
Glover-Dumm. Uraikan kriteria agronomis apakah yang diperlukan untuk
menggunakan persamaan tersebut?
(9) Pada suatu daerah pertanian dengan koefisien drainase 12 mm/hari akan
dipertahankan maksimum muka air tanah di tengah antar parit drainase sebesar 0.8
m di bawah permukaan tanah. Dasar parit berada 2 m di bawah permukaan tanah
dengan kedalaman air pada parit 0.2 m, lebar dasar parit 0.2 m dengan kemiringan
talud 1 : 1. Profil tanah terdiri dari 2 lapisan, ketebalan lapisan atas 2.4 m dengan
konduktifitas hidrolik 0.5 m/hari, sedangkan lapisan bawah mempunyai ketebalan
2.4 m dengan konduktivitas hidrolik 1.5 m/hari. Berapa jarak antar parit lateral ?
(13)a. Terangkan persamaan penentuan jarak saluran untuk sistim drainase bawah
permukaan menurut Donan (persamaan elips). Gambar dan sebutkan parameter
yang terlibat?
b. Apa persyaratan penggunaan persamaan tersebut
c. Terangkan persamaan modifikasi Hooghoudt dan sebutkan gunanya.
(15)Sebagai hasil akhir dari suatu survey drainase tingkat "reconnaissance" adalah
laporan akhir. Jelaskan hal-hal apa saja yang harus tertulis pada laporan akhir
tersebut
(16)Terangkan apa kegunaan eksplorasi bawah tanah (lebih dari 1.2 m) dalam suatu
survey drainase bawah permukaan
(17)Terangkan sistem drainase tradisional orang Bugis di daerah Pulau Kijang, Provinsi
Riau.
(18)Bagaimana prinsip kerja pintu air tradisional orang Bugis (blombong) di daerah
Pulau Kijang, Riau
(19)Sebutkan tiga tingkatan kematangan tanah organik dan terangkan ciri-ciri fisiknya.
(22)Uraikan perbedaan pokok rancangan saluran untuk irigasi dan untuk drainase
(jelaskan alasannya)?
(23)Suatu indikasi adanya kelebihan air (drainase jelek) adalah daun tanaman yang
berwarna pucat menguning. Terangkan kenapa hal tersebut terjadi? dan apa
dampaknya terhadap produksi tanaman?
(24)Uraikan proses terbentuknya pyrite (cat clay) di lahan pasang surut dan apa
pengaruhnya terhadap tanaman?
Daftar Pustaka
2. ILRI, 1974. Drainage Principles and Application. International Institute for Land
Reclamation and Improvement, Wageningen. The Netherlands.
a. Volume I : Introductory Subjects
b. Volume II : Theory of Field Drainage and Watershed Runoff
c. Volume III : Surveys and Investigations
d. Volume IV : Design and Management of Drainage Systems.