You are on page 1of 15

Vertigo Perifer (Benign Paroxysmal Positional Vertigo)

Intan Arkas Refra 10.2009.043 (B-8) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510 E-mail: intanarkas@rocketmail.com
PENDAHULUAN Latar Belakang Vertigo berasal dari Bahasa Latin, yaitu vertere yang artinya memutar. Nama ini diberikan kepada orang yang biasanya merasa dunia di sekitarnya berputar, sehingga hilang keseimbangan. Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Dengan kata lain, adanya halusinasi gerakan dalam bentuk rasa berputar atau lurus, yaitu tubuh seakan-akan ditarik atau didorong menjauhi sumbu vertikal. Hal ini disebabkan sistem keseimbangan tubuh dalam otak terganggu. Pada dasarnya vertigo bukanlah merupakan diagnosis penyakit, melainkan sesuatu gejala atau kumpulan gejala yang bisa disebabkan oleh berbagai penyakit fisik ataupun psikis. Vertigo terjadi secara mendadak, bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali..

Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Memahami gejala klinis vertigo perifer 2. Memahami patofisiologi dari vertigo perifer 3. Mengetahui cara penanganan dan pencegahan pasien vertigo perifer

PEMBAHASAN DEFINISI Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan gangguan alat keseimbangan tubuh. Gambar 1. vertigo

Berdasarkan penyebab terjadinya vertigo dibedakan menjadi 2 jenis,yaitu : 1. Vertigo perifer (peripheral vertigo) disebabkan oleh disfungsi struktur perifer hingga ke batang otak (brain stem) 2. Vertigo sentral, melibatkan proses penyakit yang memengaruhi batang otak (brain stem) atau cerebellum. A. Anamnesis Jenis anamnesis yang dapat dilakukan ialah autoanamnesis dan alloanamnesis. Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila pasien tidak sadar atau tidak punya kemampuan untuk menjawab (anak-anak) maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya yang mengikuti perjalanan penyakitnya. Pada setiap anamnesis selalu ditanyakan identitas pasien terlebih dahulu. Indentitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan dan pekerjaan. Setelah itu dapat ditanyakan pada pasien apa keluhan utama dia datang. Pada umumnya diagnosis vertigo tidaklah sulit, tetapi sulit mendiagnosis lokalisasi lesi dan sangat sulit mendiagnosis etiologinya. Anamnesis memegang peranan paling vital dalam

mendiagnosis vertigo, karena 50% lebih informasi yang berguna untuk diagnosis berasal dari anamnesis. Yang perlu ditanyakan pada pasien vertigo Bagaiamana bentuk vertigonya: melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan sebagainya. Keadaan yang memicu timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh, keletihan, ketegangan dan keparahan vertigonya Apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang karakteristik. Adakah keluhan lain seperti berdengung, mual, muntah, dll. Adakah penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru juga perlu ditanyakan. Apakah ada gangguan pendengaran (biasanya menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n. vestibularis), gangguan penglihatan, gangguan pergerakan Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik/vestibulotoksik.1 B. Pemeriksaan Fisik Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks serebri, serebelum, batang otak, ataukah berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik. Selain itu harus dipertimbangkan pula factor

psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif, anemi, hipoglikemi. Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa. Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada penderita vertigo

1. Mencari adanya strabismus. 2. Mencari adanya nistagmus. 3. Pemeriksaan dengan rangsangan perubahan posisi kepala dan tubuh. Tes baring terlentang, baring miring ke kiri, ke kanan dan baring terlentang dengan kepala menggantung. Dicari adanya posisi tertentu yang membangkitkan nistagmus atau vertigo. 4. Manuver Hallpike, ialah pemeriksaan untuk mencari adanya vertigo/nistagmus posisional paroksismal oleh karena itu untuk membangkitkannya diperlukan rangsangan perubahan posisi secara cepat. 5. Tes gerakan halus mata. 6. Tes nistagmus optokinetik. 7. Pemeriksaan dengan ENG (elektronistagmografi). Uji keseimbangan Pasien Berdiri tegak, berjalan, berjalan di atas jari kaki, berjalan di atas tumit, dan berjalan secara tandem. Duduk di kursi dan angkat kedua lengan serta kedua kaki dengan mata tertutup. Bila ada gangguan propioseptif terjadi kenaikan lengan dan kaki. Diadokokinesis, tes jari-hidung, tes tumit-tibia, dan tes salah tunjuk. Tes jari-hidung : menahan jari pemeriksa sepanjang kira-kira satu lengan dari pasien. Instruksikan pasien untuk menyentuh jari pemeriksa dengan menggunakan jari telunjuk kemudian menyentuh hidungnya kembali. Gerakan ini diulangi beberapa kali. Pasien mungkin saja tidak dapat menyentuh jari anda atau terjadi tremor intense, mengindikasikan adanya disfungsi serebellar. Tes Romberg, pasien diinstruksikan untuk berdiri dan membuka mata. Kemudian pasien diinstruksikan untuk menutup mata (pastikan dapat menopang pasien jika dia jatuh). Kemudian perhatikan apakah pasien terlalu banyak bergoyang atau kehilangan keseimbangan. Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup Tes Berjalan : berjalan lurus ke depan dan ke belakang dengan mata tertutup dan terbuka. Pada kelainan labirin bilateral terjadi sempoyongan ke semua arah.
4

Tes menulis vertical : penderita duduk di depan meja, tangan dan tubuhnya tidak boleh menyentuh meja, tangan yang satu di atas lutut yang lain disuruh menulis huruf A-B-C-D disusun kea rah bawah mula-mula dengan mata terbuka kemudian tertutup. Bila ada deviasi deretan huruf-huruf dari yang paling atas terhadap yang paling bawah lebih besar dari 100 berarti ada kelainan labirin unilateral. Bila tulisannya tidak karuan (atau bila kian lama huruf yang ditulis kian besar), berarti ada kelainan serebelum.1 C. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada vertigo meliputi tes audiometric, vestibular testing, evalusi laboratories dan evalusi radiologis, 1. Tes audiologik tidak selalu diperlukan. Tes ini diperlukan jika pasien mengeluhkan gangguan pendengaran. Namun jika diagnosis tidak jelas maka dapat dilakukan audiometric pada semua pasien meskipun tidak mengeluhkan gangguan pendengaran. 2. Vestibular testing membantu jika tidak ditemukan sebab yang jelas. 3. Pemeriksaan laboratories meliputi pemeriksaan elekrolit, gula darah, fungsi thyroid dapat menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1 persen pasien 4. Pemeriksaan radiologi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan vertigo yang memiliki tanda dan gejala neurologis, ada factor resiko untuk terjadinya CVA, tuli unilateral yang progresif.. 5. CT Scan, MRI kepala mengevaluasi struktur dan integritas batang otak, cerebellum, dan dan kompleks nervus VIII 6. Neurofisiologi : Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).2

D. Diagnosis Kerja Vertigo perifer akibat Benign paroxysmal positional vertigo. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang juga dapat ditentukan berdasarkan gejala yang terdapat pada pasien.3

E. Diagnosis Banding
a. Mnire's disease,yang ditandai vertigo,gangguan pendengaran (tinnitus : sensasi /suara

berdenging),penurunan pendengaran,seringkali berhubungan dengan rasa tertekan pada telinga,serangan vertigo dapat mulai 1-24 jam,tetapi seringkali disertai gangguan keseimbangan permanen/menetap dan telinga serasa berdenging yang bisa semakin terasa memberat,penurunan pendengaran pada jenis ini bisa membaik,tetapi bisa juga permanen.
b. Vestibular neuritis, Radang/infeksi saraf keseimbangan biasanya terjadi serangan vertigo

berulang beberapa jam atau beberapa hari setelah serangan pertamanya,seringkali disertai perasaan cemas,seringkali dialami setelah infeksi virus sebelumnya, tidak disertai gangguan maupun penurunan pendengaran. Table 1. diagnosis banding Gejala Episode serangan BPPV Beberapa detik Meniere Beberapa menit atau jam Etiologi Endapan kalsium pada canalis semicircularis Fungsi pendengaran Tidak terganggu Ketajaman pendengaran menurun, tuli Tidak terganggu Fluktuasi tekanan cairan dalam telinga Neuritits vestibular Beberapa hari sampai minggu Infeksi virus

Table 2. diagnosis banding Vertigo perifer dan sentral Gejala Bangkitan Vertigo Derajat Vertigo Pengaruh gerakan kepala Gejala Otonom (mual dan muntah) Gangguan pendengaran (tinitus, tuli) Tanda Fokal Otak V. Perifer Lebih Mendadak Berat + ++ + V. Sentral Lebih Lambat Ringan +

Beberapa hal yang membedakan vertigo perifer dengan vertigo sentral: 1. Vertigo perifer beronset akut (waktunya singkat atau serangannya cepat terjadi), sedangkan vertigo sentral beronset kronis atau perlahan (gradual). Dengan kata lain, durasi gejala pada vertigo perifer terjadi dalam hitungan menit, harian, mingguan, namun berulang (recurrent). 2. Penyebab umum vertigo perifer adalah infeksi (labyrinthitis), Mnires, neuronitis, iskemia, trauma, toksin. Penyebab umum vertigo sentral adalah vaskuler, demyelinating, neoplasma. 3. Intensitas vertigo perifer sedang hingga berat, sedangkan vertigo sentral ringan hingga sedang. 4. Mual (nausea) dan muntah (vomiting) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral. 5. Vertigo perifer umumnya berhubungan dengan posisi (positionally related), sedangkan vertigo sentral jarang berhubungan dengan posisi. 6. Kehilangan pendengaran (hearing loss) hingga ketulian (deafness) umumnya terjadi pada vertigo perifer dan jarang terjadi pada vertigo sentral. 7. Tinnitus (telinga berdenging) seringkali menyertai vertigo perifer. Pada vertigo sentral, biasanya tidak disertai tinnitus. 8. Pada vertigo perifer tidak ada defisit neurologis. Defisit neurologis (neurologic deficits) umumnya terjadi pada vertigo sentral. 9. Sifat nystagmus pada vertigo perifer adalah fatigable, berputar (rotary) atau horisontal, dan dihambat oleh fiksasi okuler, sedangkan sifat nystagmus pada vertigo sentral adalah nonfatigable, banyak arah (multidirectional), tidak dihambat oleh fiksasi okuler.4 F. Etiologi Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan vertigo perifer antara lain:
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana

vertigo terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring, bangun, berguling diatas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya memicu terjadinya episode vertigo ini. Penyakit ini

tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. Tidak disertai hilangnya pendengaran maupun telinga berdenging.

2. Drug-induced vertigo (salisilat,kina,golongan aminoglikosid)

3. Labyrinthitis Labirinitis merupakan inflamasi pada telinga dalam atau labirin. Secara klinik

menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran. Bakteri dan virus dapat menyebabkan peradangan akut labirin dan berkaitan dengan infeksi lokal atau sistemik. Labirinitis viral ditandai dengan hilangnya fungsi vestibular dan pendengaran unilateral secara tiba-tiba. Vertigo akut, sering diikuti mual dan muntah merupakan karakteristik gangguan ini. vertigo dapat membaik dalam beberapa hari atau minggu.Labirinitis bakteri sering merupakan komplikasi meningitis dan otitis media. Dapat bersifat supuratif dan serosa. Gejala labirinitis dapat berupa; vertigo, tuli, tinitus, otorhea, otalgia, mual atau muntah, demam, asimetri wajah, nyeri leher, infeksi saluran nafas atas, gangguan visual.

4. Mnire's disease,yang ditandai vertigo,gangguan pendengaran (tinnitus : sensasi /suara

berdenging),penurunan pendengaran,seringkali berhubungan dengan rasa tertekan pada telinga,serangan vertigo dapat mulai 1-24 jam,tetapi seringkali disertai gangguan keseimbangan permanen/menetap dan telinga serasa berdenging yang bisa semakin terasa memberat,penurunan pendengaran pada jenis ini bisa membaik,tetapi bisa juga permanen

5. Vestibular neuritis, Radang/infeksi saraf keseimbangan biasanya terjadi serangan vertigo

berulangbeberapa jam atau beberapa hari setelah serangan pertamanya,seringkali disertai perasaan cemas,seringkali dialami setelah infeksi virus sebelumnya,tidak disertai gangguan maupun penurunan pendengaran.5

G. Epidemiologi Kasus vertigo diperkirakan mencakup 5% setiap tahunnya, dan 1.4% insiden terjadi pada orang dewasa. Prevalensi meningkat sesuai usia, wanita beresiko 2-3 kali lebih sering diabanding pria.6

H. Patofisisologi Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telingan dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Vertigo bukan gejala pusing saja, tetapi merupakan kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, keringat dingin, mual, muntah), dan pusing. Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.

Susunan aferen yang terpenting adalah susunan vestibuler yang secara terus menerus menyampaikan impuls ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan adalah susunan optik dan susunan propioseptik yang melibatkan jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei n III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo adalah: 1. Reseptor alat keseimbangan tubuh. Berperan dalam mengubah rangsang menjadi bioelektrokimia, terdiri dari reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina dan reseptor mekanis atau propioseptik di kulit, otot, dan sendi. 2. Saraf aferen berperan dalam proses transmisi. Terdiri dari saraf vestibularis, saraf optikus dan saraf spino-vestibulo-serebelaris. 3. Pusat keseimbangan. Berperan dalam modulasi, komparasi, koordinasi dan persepsi. Terletak pada inti vestibularis, serebelum, korteks serebri, hipothalamus, inti okulomtorius dan formatio retikularis.7 Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut : 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau

ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. 3. Teori neural mismatch.
10

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulangulang akan terjadi

mekanisme adaptasi sehingga berangsurangsur tidak lagi timbul gejal. 4. Teori otonomik . Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi

gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan 5. Teori neurohumoral. Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo. 6. Teori sinap. Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan

perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf

parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.5 I. Gejala Klinik Gejala-gejala vertigo meliputi: Pusing Kepala terasa ringan
11

Rasa terapung, terayun Mual Keringat dingin Pucat Muntah Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan Nistagmus Gejala-gejala di atas dapat diperhebat dengan berubahnya posisi kepala.6 J. Penatalaksanaan Terapi vertigo terdiri dari:
1. 2. 3.

Terapi kausal Terapi rehabilitative Terapi Simtomatik, ditujukan kepada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo (berputar, melayang) dan gejala otonom (mual, muntah). Pasien biasanya merasa cemas dan menderita, maka perlu diberikan obat simtomatik. Pemberiannya secukupnya saja untuk mengurangi gejala, tujuannya agar pasien dapat segera dimobilisasi untuk melakukan latihan rehabilitasi.

Jenis Obat Antivertigo Benzodiazepine Mekanisme kerja; menurunkan resting activity neuron pada N. vestibularis, dengan menekan recticular facilitatory system. Obat : diazepam (Valium) Calsium entry blockler Mekanisme kerja: mengurangi aktivitas eksitatori SSP dan bekerja langsung sebagai depresor labirin. Bisa untuk vertigo perifer dan sentral. Obat: flunarisin (SIBELIUM) Antihistamin

12

Mekanisme kerja: efek antikolinergik dan merangsang inhibitory-monoaminergik, dengan akibat inhibisi N. vestibularis Obat: sinarisin (STUGERON), dimenhidrinat (Dramamine), prometasin (Phenergan), meclizine, cyclizine. Antikolinergik Mekanisme kerja: mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras eksitatorikkolinergik ke N. vestibularis yang bersifat kolinergik. Mengurangi firing rate dan respon N. vestibularis terhadap rangsang. Obat: skopolamin, atropin. Monoaminergik Mekanisme kerja: merangsang jaras inhibitori-monoaminergik pada N. vestibularis, akibatnya mengurangi eksitabilitas neuron. Obat: amfetamin, efedrin Fenotiasin (Antidopaminergik) Mekanisme kerja: bekerja pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di medula oblongata. Obat: klorpromasin (Largactil), proklorperasin (Stemetil), haloperidol (Haldol, Serenace), droperidol. Antiepileptik Karbamasepin, fenitoin, pada temporal lobe epilepsi dengan gejala vertigo. Bekerja meningkatkan ambang rangsang epilepsinya. Terapi pada BPPV Pada kondisi ini tidak direkomendasikan terapi bat-obatan. Vertigo dapat membaik dengan maneuver rotasi kepala hal ini akan mmemindahkan deposit kalsium yang bebas ke belakang vestibule. Manuver ini meliputi reposisi kanalit berupa maneuver epley, modifikasi maneuver epley. Pasien perlu tetap tegak selama 24 jam setelah reposisi kanalit untuk mencegah deposit kalsium kembali ke kanalis semisirkularis.

Terapi Rehabilitasi Vestibular

13

Terapi rehabilitasi vestibular (vestibular rehabilitation therapy/VRT) merupakan terapi fisik untuk menyebuhkan vertigo. Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi pusing, meningkatkan keseimbangan, dan mencegah seseorang jatuh dengan mengembalikan fungsi sistem vestibular.3

K. Pencegahan Mencegah serangan balik vertigo Biasakan untuk tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dari tubuh. Ketika bangun tidur, bangkitlah secara perlahan-lahan. Baiknya Anda jangan langsung berdiri, melainkan gunakan beberapa menit untuk duduk dulu. Jangan mengangkat barang dengan posisi membungkuk. Gerakkan kepala secara hati-hati. Konsumsi HD Bee-Propolis dengan teratur untuk memperkuat kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri atau virus yang mampu mengganggu organ pendengaran Pasien yang keseimbangannya dipengaruhi oleh vertigo seharusnya diberi perhatian untuk mencegah luka akibat jatuh. Seseorang dengan faktor risiko stroke seharusnya mengontrol tekanan darah dan kolesterol serta menghentikan konsumsi rokok.4 L. Prognosis Prognosis BPPV umumnya baik, gejala akan menghilang secara spontan.2

14

PENUTUP Kesimpulan Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo bukan gejala pusing saja, tetapi merupakan kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, keringat dingin, mual, muntah), dan pusing. Pada kasus ini munculnya sindrom vertigo selama 1 menit, timbul bila pasien merubah posisi waktu tidur, bangun tidur, membungkuk waktu tidur dan kemudian tegak kembali, ada gejala otonom berupa mual, pendengaran kedua telinga baik, tidak berdengung dapat mengarah ke diagnosis vertigo perifer yang disebabkan oleh Vertigo posisional benigna paroksismal.

Daftar Pustaka 1. Kowalak JP. Welsh W, ed. Buku Pegangan uji diagnostic. Edisi III. Jakarta : EGC; 2009. H 61-3. 2. Benign Paroxismal Positional Vertigo, edisi 5 juni 2009. URL:HIPERLINK

http://medicastore.com/artikel/260/Vertigo_perifer.html, 9 januari 2012. 3. Welsby, DP. Panduan praktis diagnostic dan tatalaksana penyakit saraf. Edisis I vertigo. Jakarta : Erlangga ; 2005. H 111-4 4. Mansjoer A. kapita selecta kedokteran. Vertigo positional benigna jilid 1. Jakarta : media Aesculapius ; 2000. H 51-3 5. Harsono. Kapita selekta kedokteran. Edisis II. Gangguan ekstrapiramidal dan keseimbangan. Jakarta : FK UGM ; 2007. H 341-58 6. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi 8. Erlangga ;2008. 7. Snell R. Neuroaanatomi klinik. Edisi V. Nervus vestibulotroklearis. Jakarta : EGC; 2006. H 383-87.

15

You might also like