You are on page 1of 19

Presentasi Kasus

ILMU KESEHATAN MATA

Oleh: Gabriel Arni S, S.Ked Arifatun Nisa, S.Ked Nuri Puspita, S.Ked Lanny Margaretha B., S.Ked G9911112071 G9911112021 G9911112114 G9911112088

Pembimbing : dr. Raharjo Kuntoyo, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2013

STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS Nama Umur Jenis Kelamin Suku Kewarganegaraan Agama Pekerjaan Alamat Tgl pemeriksaan No. RM II. ANAMNESIS A. Keluhan utama : mata kiri merah : B. Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. M U : 55 tahun : Laki-laki : Jawa : Indonesia : Islam : Pensiunan : Tawangmangu Karanganyar, Jawa Tengah : 29 Desember 2012 : 01 16 95 04

Tiga hari sebelum periksa di poli Mata RSDM pasien mengeluh mata kiri nya merah, yang tampak pada bagian yang seharusnya berwarna putih serta kelopak mata sebelah dalam baik atas maupun bawah. Pasien merasakannya sejak tiga hari yang lalu hingga saat ini. Keluhan bertambah berat setiap kali pasien mengucek matanya. Pasien belum melakukan upaya pengobatan untuk mengurangi keluhannya tersebut. Semakin lama terasa semakin merah, terasa panas, gatal, bengkak, dan berair. Cairan yang keluar tidak

berwarna, tidak berbau dan encer. Pasien juga merasakan mengganjal saat membuka dan menutup mata akibat bengkaknya daerah mata yang merah. Pasien menyangkal riwayat trauma sebelumnya, tidak demam sebelumnya dan tidak mengetahui apakah ada yang sakit serupa di sekitarnya. Pasien merasa penglihatannya baik-baik saja tidak kabur, hanya saja tidak nyaman sehingga pasien sering mengucek matanya. C. Riwayat Penyakit Dahulu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Riwayat hipertensi Riwayat kencing manis Riwayat trauma mata Riwayat pemakaian softlens Riwayat kacamata Riwayat hipertensi Riwayat kencing manis Riwayat sakit serupa : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

D. Kesimpulan Anamnesis OD Proses Lokalisasi Sebab Perjalanan Komplikasi OS Infeksi Konjungtiva palpebra et konjungtiva bulbi Virus Akut -

PEMERIKSAAN FISIK Kesan umum 10. Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup Pemeriksaan subyektif OD A. Visus Sentralis 1. Visus sentralis jauh a. pinhole b. koreksi 2. Visus sentralis dekat B. Visus Perifer 1. Konfrontasi tes 2. Proyeksi sinar 3. Persepsi warna 6/6 Tidak dilakukan Emetrop S+2.50 Lapang pandang pasien sama dengan pemeriksa Tidak dilakukan Tidak dilakukan OS 6/6 Tidak dilakukan Emetrop S+2.50 Lapang pandang pasien sama dengan pemeriksa Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan Obyektif 1. Sekitar mata a. tanda radang b. luka c. parut d. kelainan warna e. kelainan bentuk 2. Supercilia a. warna b. tumbuhnya c. kulit d. gerakan
3. Pasangan bola mata dalam orbita

OD Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Hitam Normal Sawo matang Dalam batas normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat

OS + Tidak ada Tidak ada + Oedem Hitam Normal Sawo matang Dalam batas normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat 4

a. heteroforia b. strabismus c. pseudostrabismus d. exophtalmus e. enophtalmus 4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus b. makroftalmus c. ptisis bulbi d. atrofi bulbi 5. Gerakan bola mata a. temporal b. temporal superior c. temporal inferior

d. nasal e. nasal superior f. nasal inferior 6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema 2.) hiperemi 3.) blefaroptosis 4.) blefarospasme b. gerakannya 1.) membuka 2.) menutup c. rima 1.) lebar 2.) ankiloblefaron 3.) blefarofimosis d. kulit 1.) tanda radang 2.) warna 3.) epiblepharon 4.) blepharochalasis e. tepi kelopak mata 1.) enteropion 2.) ekteropion 3.) koloboma 4.) bulu mata 7. sekitar glandula lakrimalis a. tanda radang b. benjolan c. tulang margo tarsalis 8. Sekitar saccus lakrimalis a. tanda radang b. benjolan 9. Tekanan intraocular a. palpasi b. tonometri schiotz 10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) sikatrik 5). cobble stone b. konjungtiva palpebra inferior 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret

Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak tertinggal Tidak tertinggal 10 mm Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sawo matang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam batas normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada kelainan Tidak ada Tidak ada Kesan normal Tidak dilakukan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak terhambat Tidak ada Tidak ada + Tidak ada Sulit membuka Tidak tertinggal 7 mm Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sawo matang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dalam batas normal Tidak ada Tidak ada Tidak ada kelainan Tidak ada Tidak ada Kesan normal Tidak dilakukan + + + serous Tidak ada Tidak ada + + + serous 5

4.) sikatrik c. konjungtiva fornix 1.) edema 2.) hiperemi 3.) sekret 4.) benjolan d. konjungtiva bulbi 1.) edema 2.) hiperemis 3.) sekret 4.) pterigium 5.) pinguekula e. caruncula dan plika semilunaris 1.) edema 2.) hiperemis 3.) sikatrik 11. Sclera a. warna b. tanda radang c. penonjolan 12. Kornea a. ukuran b. limbus c. permukaan d. sensibilitas e. keratoskop ( placido ) f. fluorecsin tes g. arcus senilis 13. Kamera okuli anterior a. kejernihan b. kedalaman 14. Iris a. warna b. bentuk c. sinekia anterior d. sinekia posterior 15. Pupil a. ukuran b. bentuk c. letak d. reaksi cahaya langsung e. tepi pupil 16. Lensa a. ada/tidak b. kejernihan c. letak e. shadow test

Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih Tidak ada Tidak ada 12 mm Jernih Rata, mengkilap Tidak dilakukan Regular Tidak dilakukan Ada Jernih Normal Cokelat Tampak lempengan Tidak tampak Tidak tampak 3 mm Bulat Sentral Positif Tidak ada kelainan Ada Jernih Sentral Negative

Tidak ada + + + serous Tidak ada + + injeksi konjungtiva + serous Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Putih Tidak ada Tidak ada 12 mm Jernih Rata, mengkilap Tidak dilakukan Regular Tidak dilakukan Ada Jernih Normal Cokelat Tampak lempengan Tidak tampak Tidak tampak 3 mm Bulat Sentral Positif Tidak ada kelainan Ada Jernih Sentral Negative 6

17. Corpus vitreum a. Kejernihan b. Reflek fundus KESIMPULAN PEMERIKSAAN A. Visus sentralis jauh B. Visus sentralis dekat C. Visus perifer D. Sekitar mata E. Supercilium F. Pasangan bola mata dalam orbita G. Ukuran bola mata H. Gerakan bola mata I. Kelopak mata J. Sekitar saccus lakrimalis K. Sekitar glandula lakrimalis L. Tekanan intarokular M. Konjungtiva palpebra N. Konjungtiva bulbi O. Konjungtiva fornix P. Sklera Q. Kornea R. Camera okuli anterior S. Iris T. Pupil U. Lensa V. Corpus vitreum

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

OD 6/6 Koreksi S+2.50 Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Kesan normal Bulat, warna coklat Diameter 3 mm, bulat, sentral Kesan normal Tidak dilakukan

OS 6/6 Koreksi S+2.50 Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Blefaroptosis (+) Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Hiperemis (+), sekret serous (+), oedem (+) Injeksi konjungtiva (+), sekret serous (+), oedem (+) Hiperemis (+), sekret serous (+), oedem (+) Dalam batas normal Dalam batas normal Kesan normal Bulat, warna coklat Diameter 3 mm, bulat, sentral Kesan normal Tidak dilakukan

DIAGNOSIS BANDING OS konjungtivitis suspek viral OS perdarahan subkonjungtiva OS episkleritis ODS presbiopi DIAGNOSIS OS konjungtivitis suspek Viral ODS presbiopia TERAPI Non Medikamentosa o Beristirahat dan menghindari kontak dengan keluarga maupun lingkungan di sekitarnya beberapa hari agar tidak menularkan ke orang yang sehat. Pasien diberi penjelasan bahwa konjungtivitis bisa menular melalui udara. o Memberikan edukasi kepada pasien bahwa konjungtivitis karena virus merupakan penyakit yang dapat sembuh secara spontan. Pasien harus menjaga asupan nutrisi sehingga meningkatkan sistem imun. o Memberikan edukasi kepada pasien untuk tidak mengucek mata, menghindari paparan debu (dapat menggunakan penutup misalnya kaca mata hitam). o Menjaga kebersihan diri dan lingkungan (mencuci tangan, memisahkan handuk, pakaian, dan seprei pasien dengan keluarga yang lain). 8

o Pemberian resep kaca mata baca sesuai hasil koreksi . Medikamentosa o Neomisin, polimiksin, deksametason ED o Asam mefenamat 4x1 tetes OS 3 x 500 mg (jika perlu)

III. PROGNOSIS Konjungtivitis 1. Ad vitam 2. Ad fungsionam 3. Ad sanam 4. Ad kosmetikum Presbiopi 1. Ad vitam 2. Ad fungsionam 3. Ad sanam 4. Ad kosmetikum OD OD Bonam Bonam Malam Bonam OS Bonam Bonam Bonam Bonam OS Bonam Bonam Malam Bonam

TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI KONJUNGTIVA Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.1 Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian:2 Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.

Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva bulbi terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea.

10

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dikelompokkan menjadi dua yaitu1,2: a. Penghasil musin 1) Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah inferonasal. 2) Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior. 3) Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus. b. Kelenjar asesoris lakrimalis Kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring termasuk kelenjar aksesoris. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria. Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaringjaringvaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusundalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluhlimfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak5. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri5,6.

IV. KONJUNGTIVITIS 11

A. Definisi Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu4. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental4. Jumlah agen-agen yang patogen dan dapat menyebabkan infeksi pada mata semakin banyak, disebabkan oleh meningkatnya penggunaan obat-obatan topikal dan agen imunosupresif sistemik, serta meningkatnya jumlah pasien dengan infeksi HIV dan pasien yang menjalani transplantasi organ dan menjalani terapi imunosupresif4. B. Etiologi Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat: 1. Infeksi olah virus atau bakteri 2. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang 3. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik atau sinar matahari 6. C. Gejala dan Tanda Klinis Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Jika ada rasa sakit agaknya kornea terkena. Sakit pada iris atau corpus siliaris mengesankan terkenanya kornea. Tanda penting konjungtivitis adalah hiperemia, berair mata, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis (edem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.4 D. Klasifikasi Konjungtivitis, terdiri dari: 1. Konjungtivitis bakterial 2. Konjungtivitis viral 3. Konjungtivitis alergi 4. Konjungtivitis Jamur 5. Konjungtivitis Parasit 6. Konjungtivitis iritasi atau kimia 6 12

1. Konjungtivitis bakterial a. Definisi Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah, sekret pada mata dan iritasi mata 7. b. Etiologi dan Faktor Risiko Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N. gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N. meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H. influenza dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis 8. Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi 8. c. Patofisiologi Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti Streptococci, Staphylococci dan Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah 8,9. Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik 8,9. Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva. d. Gejala Klinis 13

Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada konjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata 10. Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur7. e. Diagnosis Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obatobatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak8. f. Komplikasi Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bakteri, kecuali pada pasien yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva paling sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea4. g. Penatalaksanaan Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gramnegatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva6.

14

2. Konjungtivitis Viral a. Definisi Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri4. b. Etiologi dan Faktor Risiko Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan Herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus 11. Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi6. c. Patofisiologi Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi. d. Gejala Klinis Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam4 . Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis11. 15

e. Diagnosis Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi10 . f. Komplikasi Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit4. g. Penatalaksanaan Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea . Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi7,11 . 3. Konjungtivitis Alergi a. Definisi Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun. Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 12. b. Etiologi dan Faktor Risiko Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa. Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada 16

waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa kontakatau mata buatan dari plastik4,6. c. Patofisiologi Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal 4. d. Diagnosis Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia 13. e. Komplikasi Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi sekunder. f. Penatalaksanaan Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya 4.

4. Konjungtivitis Jamur

17

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang4. 5. Konjungtivitis Parasit Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang4. 6. Konjungtivitis Kimia-Iritatif Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan4.

DAFTAR PUSTAKA 18

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asburys Oftalmologi Umum: edisi 17. Jakarta : EGC. 2010. Hal 119. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. http://PPM.pdf.com/info-pterigiumanatomi (21 Desember 2012). Junqueira,LC., 2007. Persiapan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik. Histology Dasar: teks dan atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC. Vaughan , Asbury. 2010. General Ophtalmology. 18 th Edition. UK. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006 Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003 James, Brus, dkk. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakatra : Erlangga Marlin, DS. 2009. Conjunctivitis, Bacterial. Diakses tanggal 21 Desember 2012 darihttp://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview Visscher, KL; Hutnik, CM; Thomas, M. 2009. "Evidence-based treatment of acute infective conjunctivitis: Breaking the cycle of antibiotic prescribing.". Canadian family physician Medecin de famille canadien

10.

Holds JB, Chang WJ, Dailey RS, Foster JA, Kazim M, McCulley TJ, et al, editors. Orbit, eyelid and lacrimal system. Basic and clinical science course 2009 2010 Section 7. American Academy of Ophthalmology: San Francisco; 2009.

11.

Scott IU, Kevin L. 2010. Conjunctivitis, Viral

California: Penn State College of

Medicine Diunduh dari:http://www.scribd.com/doc/35575605/ laporan- penelitiankomunitas-tentang-hasil-program-demam-berdarah-di puskesmas- bareng. Diakses pada tanggal 21 Desember 2012. 12. 13. Cuvillo , et al. 2009. Allergic Conjunctivitis and H1 Antihistamine. J Investig Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Esmon Publicidad Weissman. 2010. Giant Papillary Conjunctivitis. http://emedicine.medscape.com/article/1191641-overview. Diakses 21 desember 2012/

19

You might also like