You are on page 1of 3

Glukosa Darah

Pemeriksaan glukosa darah adalah saatu-satunya jalan untuk mengetahui apakah pasien diabetes telah terkontrol dengan baik atau tidak. No news is not good news as a diabetic. Tidak ada kabar tentang bagaimana kadar glukosa darah adalah kabar buruk bagi pasien diabetes. Semakin banyak informasi mengenai kadar glukosa darah, semakin baik pengawasan terhadap penyakit diabetes pasien. Mungkin ada yang cemas, takut, tidak senang, bahkan marah terhadap anjuran untuk melakukan pemeriksaan darah yang akan terus berlangsung seumur hidup. Hal ini lumrah. Namun, bila pasien telah mengerti betapa pemeriksaan glukosa darah sangat membantu dalam pengobatan dan pencegahan komplikasi, pasien akan dengan senang hati dan disiplin melakukannya (Tandra, 2007). Berikut nilai-nilai rujukan untuk gula darah menurut Kee dalam bukunya yang berjudul Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan, 1. Gula darah puasa (FBS) a. Dewasa b. Anak c. Lansia Serum : : <140 mg/dL/2 jam : <120 mg/dL/2 jam : Serum : Serum : <60 mg/dL/2 jam : <120 mg/dL/2 jam : : 70-110 mg/dL : 60-100 mg/dL : 30-80 mg/dL : 60-100 mg/dL : : 70-120 mg/dL Serum atau plasma Whole blood : Bayi baru lahir Anak

2. Gula darah postpranndial (setelah makan) (PPBS) a. Dewasa b. Anak c. Lansia Serum atau plasma Darah

Darah

: <140 mg/dL/2 jam

Gula darah puasa lebih besar dari 125 mg/dL dapat merupakan indikasi diabetes, dan untuk mengkonfirmasi diagnosa bila nilai gula darah rata-rata atau sedikit lebih tinggi, dilakukan pemeriksaan gula darah postpranndial atau pemeriksaan toleransi glukosa, atau keduanya. Pemeriksaan gula darah 2 jam setelah makan biasanya dilakukan untuk menentukan respon pasien terhadap masukan tinggi karbohidrat 2 jam setelah makan. Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan skrining untuk diabetes yang biasanya dianjurkan jika gula darah pembatasan makan dan cairan lebih tinggi dari normal atau meningkat (Kee, 1997). Jumlah dan distribusi lemak tubuh tidak dapat menggambarkan keadaan metabolisme karbohidrat dalam tubuh. Padahal secara teoritis, peningkatan jumlah lemak tubuh dapat menimbulkan resistensi insulin yang merupakan salah satu faktor utama penyebab meningkatnya kadar glukosa darah. Namun hal ini dapat dijelaskan dengan patofisiologi timbulnya diabetes mellitus tipe 2. Pada fase awal dimana resistensi insulin telah terjadi, pankreas meningkatkan sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah masih dapat dipertahankan dalam kadar normal. Pada fase lanjut dimana sel-sel pankreas mengalami kelelahan maka sekresi insulin akan menurun secara bertahap sehingga barulah timbul hiperglikemia puasa ringan sampai berat (Lipoeto, Yerizel, Edward, & Widuri, 2007). Selain disebutkan diatas, gangguam toleransi glukosa juga merupakan faktor resiko untuk tahap awal aterosklerosis (Ando, et al., 2010). Untuk menurunkan kadar glukosa darah, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan latihan fisik. Pada latihan dengan intensitas rendah selama 40 menit tidak terjadi penurunan kadar gula darah secara signifikan. Pada latihan fisik intensitas rendah dalam keadaan puasa, glukosa yang digunakan awalnya disuplai oleh asam lemak, sehingga asam laktat yang meningkat lebih sedikit. Pada latiha fisik submaksimal yang berdurasi lebih dari 20 menit, glukosa merupakan sumber energi yang dominan. Pada latihan fisik intensitas sedang postabsorpsi terjadi keseimbangan antara peningkatan utilisasi glukosa dan produksi glukosa. Latihan fisik dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang pendek (2-20 detik) produksi ATP didominasi oleh sistem ATP-PC sehingga kadar glukosa darah relatif konstan. Sedangkan bila aktifitas lebih dari 20 menit produksi ATP didominasi oleh glikolisis anaerobik. Glikolisis anaerobik sumber utamanya adalah glikogen atau glukosa, sehingga glukosa darah akan menurun (Widiyano, 2011).

Daftar Pustaka Ando, T., Okada, S., Niijima, Y., Hashimoto, K., Shimizu, H., Tsuchiya, T., et al. (2010). Impaired glucose tolerance, but not impaired fasting glucose, is a risk factor for earlystage atherosclerosis. Diabetic Medicine, 1430 - 1435. Kee, J. L. (1997). Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC. Lipoeto, N. I., Yerizel, E., Edward, Z., & Widuri, I. (2007). Hubungan Nilai Antropometri dengan Kadar Glukosa Darah. Medika, 23 - 28. Tandra, H. (2007). Segala Sesuatu yang harus Anda ketahui tentang DIABETES : Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Widiyano. (2011). Glukosa Darah sebagai Sumber Energi.

You might also like