You are on page 1of 5

PAPER ID : 095 Analisa Tekstur Untuk Membedakan Kista Dan Tumor Pada Citra Panoramik Rahang Gigi Manusia

Cucun Very Angkoso1,3), Ingrid Nurtanio 2,3), I Ketut Eddy Purnama3), Mauridhi Hery Purnomo4)
1)

Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik,Universitas Trunojoyo Jl. Raya Telang PO BOX 2, Kamal, Bangkalan Madura Telp. (031) 3011147, Faks. (031) 3011506 2) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Hasanudin, Makassar Indonesia, 90245 3,4) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya Telp. (031) 5947274 ext. 1206, Faks. (031) 5931237 E-mail: 1)cucunvery@if.trunojoyo.ac.id, 2)ingrid_unhas@yahoo.com, 3)ketut@ee.its.ac.id, 4)hery@ee.its.ac.id. Abstrak Topik penelitian klasifikasi tumor dan kista pada citra panoramik rahang gigi manusia merupakan salah satu topik baru dalam penelitian bidang biomedis yang sementara ini belum banyak dieksplorasi. Analisa tekstur berbasis pengolahan citra digital dilakukan untuk pencarian fitur spesifik untuk membedakan antara kista dan tumor. Klasifikasi telah dilakukan berdasarkan ekstraksi fitur yang didapat dari fungsi histogram serta Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) yaitu mean, entropy, standar deviasi, variance, correlation, energy, serta homogeneity dengan menggunakan metode Support Vector Machine (SVM) dengan kernel fungsi gaussian. Dari uji coba, didapatkan unjuk kerja akurasi sistem klasifikasi adalah sebesar 63,333%. Kata Kunci: citra panoramik, analisa tekstur, Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM), Support Vector Machine (SVM) 1. PENDAHULUAN Secara fisik, tumor adalah jaringan abnormal yang dikenali dengan adanya pertumbuhan jaringan atau organ yang tidak terorganisir, pada umumnya membentuk suatu massa yang jelas. Saat ini, kasus timbulnya tumor ganas semakin meningkat karena sering kali baru terdeteksi dalam stadium lanjut setelah timbul gejala klinis yang dirasakan oleh penderita. Kurangnya gejala klinis yang jelas, terutama pada stadium awal, membuat penentuan diagnosis secara klinis kurang dapat diandalkan [1]. Penentuan kista dan tumor melalui citra panoramik sangat sulit dibedakan secara kasat mata, tergantung pengetahuan dan pengalaman dokter gigi serta pada hasil analisis radiolog. Perbedaan persepsi ini beresiko terhadap pasien. Padahal dari penelitian di seluruh dunia, rongga mulut merupakan satu dari sepuluh lokasi tubuh yang paling sering terserang kanker serta menempati peringkat ketiga sesudah kanker lambung dan leher rahim [1]. Beberapa penelitian berkaitan dengan analisa tekstur pada bidang biomedis antara lain telah dilakukan oleh Harm, Landeweerd dan Gelsema, Insana,serta Chen [2][3][4][5]. Penelitian berkaitan dengan penggunaan fitur dari GLCM untuk analisa tekstur antara lain juga telah diusulkan oleh Harlick, M. Ben Othmen, Mari Partio,dan Anthony C.Copeland,[6][7][8][9] Penelitian pada tekstur citra untuk bidang biomedik telah banyak dilakukan antara lain Sutton dan Hall melakukan klasifikasi terhadap penyakit paru menggunakan fitur tekstur. Beberapa penyakit, seperti fibrosis interstisial, mempengaruhi paru-paru sedemikian rupa sehingga mengakibatkan perubahan gambar X-ray. Perubahan tekstur yang terjadi dibandingkan antara lesi dan organ yang sehat. Sutton dan Hall mengusulkan penggunaan tiga jenis fitur tekstur untuk membedakan paru-paru normal dari paru-paru sakit. Fitur tersebut dihitung berdasarkan isotropic contrast measure, directional contrast measure, dan energy sampling domain Fourier. Dalam eksperimen klasifikasi mereka, hasil klasifikasi terbaik telah diperoleh dengan menggunakan directional contrast measure [10]. Penelitian terhadap bidang ini belum secara maksimal dijumpai terutama yang melakukan eksplorasi khusus terhadap analisa tekstur pada citra panoramik rahang gigi manusia sehingga bisa dikatakan penelitian dalam menentukan lesi tumor dan kista pada citra panoramik rahang gigi manusia ini merupakan topik penelitian baru yang menarik untuk dilakukan.

Pada penelitian ini dilakukan analisis tekstur pada citra panoramik sinar-x rahang gigi manusia untuk membedakan jenis lesinya. Akuisisi fitur dari citra sinar-x panoramik rahang gigi manusia dilakukan dengan mencari fitur tekstur standar pada citra grayscale dan fitur pada GLCM. Proses penentuan kelas lesi dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi Support Vector Machine(SVM) dengan kernel fungsi gaussian. Metode SVM merupakan metode yang dikemukakan pada tahun 1992 oleh seorang ilmumawan dari Rusia bernama Vladimir Vapnik yang telah banyak diaplikasikan dan menunjukkan keberhasilan terutama dalam bidang ilmu bioinformatika. 2. EKSTRAKSI FITUR TEKSTUR Analisis tekstur merupakan topik penting dalam dunia machine vision. Kinerja algoritma pada sistem ketika menganalisis berbagai tekstur akan dievaluasi ataupun dibandingkan terhadap kinerja sistem visual manusia yaitu saat melakukan tugas yang sama. Sehingga nantinya sebuah sistem akan dikatakan baik jika mampu melakukan kerja sebaik seperti sistem visual manusia atau bahkan melebihinya. Salah satu sifat yang menentukan suatu tekstur adalah distribusi spasial nilai grayscale, oleh karena itu maka penggunaan fitur statistik menjadi salah satu metode awal yang diusulkan dalam berbagai literatur machine vision. Gambar 1 menunjukkan lesi kista dan tumor yang secara pengamatan mata sulit untuk bisa dibedakan.

tinggi (higher-order statistics). Metode GLCM (GrayLevel Cooccurrence Matrix) adalah salah satu cara mengekstrak fitur tekstur statistik orde-kedua. GLCM (yang disebut juga Grey Tone Spatial Dependency Matrix) adalah tabulasi mengenai frekuensi atau seberapa seringnya kombinasi nilai kecerahan piksel yang berbeda posisinya terjadi dalam suatu. Ilustrasi pembentukan GLCM atas citra dengan 4 tingkat keabuan (gray level) pada jarak d=1 dan arah 0 adalah seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Kiri: Contoh citra dengan 4 tingkat keabuan. Kanan: Hasil GLCM pada jarak 1 arah 0 Matriks GLCM mampu menangkap sifat tekstur tetapi tidak secara langsung dapat digunakan sebagai alat analisis, misalnya membandingkan dua tekstur. Data ini harus disarikan lagi agar didapatkan angka-angka yang bisa digunakan untuk mengklasifikasi tekstur. Haralick pada tahun 1973 mengusulkan 14 ukuran (atau ciri/fitur), tetapi Connors dan Harlow pada tahun 1980-an mengkaji bahwa dari 14 fitur yang diusulkan Haralick tersebut, hanya 5 diantaranya yang biasa digunakan. Kelima fitur itu adalah: energi, entropi, korelasi, homogenitas, dan inersia [12]. Pada penelitian ini fitur-fitur tekstur diperoleh dari fungsi histogram serta matrik GLCM sebagai masukan sistem pengklasifikasi yaitu antara lain : mean, entropy, standar deviasi, variance, correlation, energy, serta homogeneity.
= = 1

Gambar 1 Kiri : kista (tanda panah); Kanan : tumor (tanda panah) [11]

Salah satu metode analisis tekstur yang paling banyak digunakan adalah gray level cooccurrence matrix yang didasarkan pada fungsi statistika orde kedua. Matriks cooccurence ini diperkenalkan pertama kali oleh Haralick untuk mengekstrak fitur-fitur yang digunakan sebagai analisis citra hasil penginderaan jauh. Cooccurence didefinisikan sebagai distribusi gabungan dari level grayscale dua piksel yang terpisah jarak dan arah tertentu (x, y). Gray Level Cooccurence Matrix (GLCM). Pada analisis tekstur secara statistis, fitur tekstur dihitung berdasarkan distribusi statistik dari kombinasi intensitas piksel pada posisi tertentu relatif terhadap lainnya dalam suatu matriks citra. Bergantung pada jumlah piksel atau titik intensitas dalam masingmasing kombinasi, dibedakan adanya statistik ordepertama, statistik orde-kedua dan statistik orde-lebih-

=1

1 1, 2 (1 , 2 ) (2)
1 2

=
1 2

= =
1


=1

(3)

Variance:

2 =
=0

i 2p i

(4)

( )( ) (, )
2 ,

(5) 6

Energi =

(, ) 1 + | |

(7)

2. PROSEDUR KLASIFIKASI Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu untuk menentukan lesi kista dan tumor pada citra panoramik sinar-X rahang gigi manusia yaitu dengan memfokuskan hanya pada proses klasifikasi objek sedangkan proses segmentasi untuk pemisahan lesi dari global objek citra rahang gigi manusia dilakukan secara manual pada proses normalisasi dan preprocessing. Metode klasifikasi yang digunakan adalah Support Vector Machine (SVM).
Pengumpulan citra panoramik Proses normalisasi citra panoramik Segmentasi untuk menentukan daerah lesi Ekstraksi fitur dari hasil segmentasi

Algoritma pelatihan untuk masing-masing pengklasifikasi SVM yaitu : input berupa matrik Xtrain (matrik hasil ektraksi fitur pelatihan) dan vektor Ytrain sebagai pasangan input-target dan output-nya adalah w, x, b (variabel - variabel persamaan hyperplane). Langkah langkahnya dijelaskan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Menentukan input (Z = Xtrain) dan Target (Ytrain) sebagai pasangan pelatihan dari dua kelas. Menghitung kernel Gaussian K(Z,Zi) = exp
| |2 (2 2 )

Menghitung matrik Hessian H = K(Z,Zi) * Y * YT Menetapkan c dan epsilon. Menetapkan vektor e sebagai vektor satuan yang memiliki dimensi sama dengan dimensi Y. Menghitung solusi quadratic programming : 1 min , dengan = 0 dan 2 0

Input matrik Z merupakan matrik fitur yang dihasilkan pada proses ekstraksi fitur, adapun targetnya adalah vektor Ytrain.
Manual Segmentasi

Klasifikasi kista atau tumor pada lesi hasil segmentasi

Estraksi Fitur

(Matrik GLCM)

Tahap Training
Tahap Klasifikasi

Preprossesing

Uji coba dengan data aktual pasien untuk menentukan tingkat keberhasilan aplikasi Gambar 2. Diagram prosedur penelitian mbar3.

SVM

ROC Test

Estraksi Fitur (Matrik GLCM)

Tahap Pengujisn

Desain sistem proses penelitian ini dimulai dengan dilakukan proses segmentasi manual untuk memisahkan bagian objek lesi dan menormalisasi ukurannya menjadi 50x50 pixel pada semua data citra panoramik rahang gigi manusia yang telah dimiliki. Jumlah data citra yang dilakukan pelatihan sejumlah 20, sementara pada pengujian dilakukan dengan menggunakan data citra yang belum dilakukan pelatihan yaitu sejumlah 10 buah. Dalam proses pengujian sistem dilakukan dua tahap, tahap yang pertama adalah pelatihan sedangkan tahap yang kedua adalah tahap pengujian. Tahap pelatihan digunakan untuk mendapatkan koordinat dari support vector, weight, bias dan jarak suppot vector, sedangkan tahap pengujian adalah menggunakan data-data selain data pelatihan untuk mendapatkan hasil klasifikasi, sehingga dapat diketahui tingkat akurasinya. Beberapa fitur tekstur telah diseleksi sebagai masukan sistem pengklasifikasi yang dianggap mampu mempresentasikan sifat tekstur dari objek anatara lain adalah mean, entropy, standar deviasi, variance, correlation, energy, serta homogeneity.

Gambar 3. Diagram desain proses sistem penelitian

Hasil klasifikasi selanjutnya dilakukan perhitungan perbandingan untuk memperoleh empat nilai true positive, false negative, false positive, dan true negative. True positive (TP) menunjukkan citra teridentifikasi secara tepat sesuai dengan kelasnya (positif). False positive (FP) merupakan citra yang seharusnya teridentifikasi dengan tepat pada kelasnya ternyata dalam proses klasifikasi namun salah dalam mengidentifikasi. True negatif (TN) merupakan citra yang bukan anggota kelas tersebut teridentifikasi tepat bukan anggota kelas tersebut (negatif). False negatif (FN) menunjukkan citra yang seharusnya bukan anggota dari klas tersebut teridentifikasi sebagai anggota kelas tersebut. Pemetaan dari masing-masing nilai tersebut dapat dilihat dalam confusion matrix Tabel 1.

Tabel 1. Confusion matrix

Tabel 3. Contoh nilai ekstraksi fitur pada lesi tumor


No Nilai Fitur Tekstur Lesi Tumor 1 2 3 4 5 6 7

Target Positif Hasil Pengujian Positif Negatif TP FN Negatif FP TN

1 134.3728 74.45605 5.586449 0.40734 0.95349 0.32398 0.92464 2 126.5404 111.1954 5.32855 0.74857 0.96032 0.25956 0.89691 3 135.4592 65.57867 6.555129 0.25346 0.96083 0.26311 0.91925 4 176.5848 63.49399 5.632966 0.37755 0.94002 0.23419 0.90454 5 87.8484 64.09368 6.440496 0.22693 0.96389 0.28814 0.92054

3. PERCOBAAN DAN HASIL Percobaan pengujian sistem dilakukan setelah citra panoramik rahang gigi manusia diproses segmentasi secara manual untuk memisahkan lesi dan global objeknya, selanjutnya citra dinormalisasi ukurannya menjadi 50x50 piksel dengan tingkat derajat keabuan 256. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan three-fold cross validation (validasi silang tiga kali). Data pada setiap kelas dibagi menjadi 3 kelompok yaitu dengan perincian 20 data yang pertama menjadi data pelatihan sedangkan 1/3 data yang terakhir (10 data) diperlakukan sebagai data pengujian. Setiap data yang sedang diputar menjadi data uji tanpa terjadi saling tumpang tindih, sehingga semua dari data telah pernah menjadi data uji maupun data pelatihan. Adapun penentuan Region of Interest (ROI) objek lesi ditentukan secara manual.

Pada data hasil ekstraksi fitur, ternyata didapatkan kisaran(range) nilai yang saling tumpang-tindih antara jenis lesi kista dengan lesi tumor pada tiap jenis fitur yang sedang diamati. Secara detail hal tersebut tampak pada gambar 5 dan tabel 4.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Gambar 4. Proses penentuan ROI objek lesi kista

Setelah seleksi ROI objek lesi selanjutnya dilakukan penghitungan nilai fitur tekstur dari objek. Pada tabel 2 dan tabel 3 disajikan contoh hasil dari ekstraksi fitur pada lesi tumor dan kista pada 5 data.
Tabel 2. Contoh nilai ekstraksi fitur pada lesi kista
no Nilai Fitur Tekstur Lesi Kista 1 2 3 4 5 6 7

(6)

(7)

Gambar 5. Grafik nilai range hasil ekstraksi fitur, (1)mean, (2)entropy, (3)standar-deviasi, (4)variance, (5)correlation, (6)energy, serta (7)homogeneity Tabel 4. Nilai range (max-min) hasil ekstraksi fitur

1 162.832 54.9073 5.916941 0.211429 0.95621 0.234035 0.91496 2 199.7188 39.2514 6.047111 0.433469 0.82521 0.192977 0.87851 3 191.556 47.2236 5.692572 0.407347 0.88101 0.24627 0.91147 4 127.9708 97.8768 6.087071 0.654286 0.95691 0.16010 0.89478 5 117.7096 63.1179 6.474194 0.264898 0.95558 0.29380 0.92487

Fitur 1 2 3

Range Max Min Max Min Max Min

Kista 199.7188 117.7096 98.15516 39.25144 6.817341 4.928611

Tumor 206.8941 87.8484 111.1954 44.34918 6.649377 4.927393

4 5 6 7

Max Min Max Min Max Min Max Min

0.682041 0.211429 0.964358 0.82521 0.293802 0.131732 0.924871 0.878517

0.966122 0.226939 0.963892 0.903214 0.409149 0.153713 0.937231 0.890544

mendapatkan citra yang lebih baik kualitasnya selanjutnya bisa pula dilakukan pengujian dengan menggunakan metode klasifikasi yang berbeda serta dengan mencari fitur tekstur tambahan atau bahkan fitur lain yang dianggap lebih sesuai. Karena keterbatasan jumlah data penelitian yang layak, hal ini pada tahap selanjutnya perlu juga dipertimbangkan solusinya. DAFTAR REFERENSI [1] Sudiono Janti, Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut, Penerbit Buku Kedokteran: EGC, Jakarta,2008. [2] Harms, H., U. Gunzer, and H. M. Aus, Combined Local Color and Texture Analysis of Stained Cells, Computer Vision, Graphics, and Image Processing,1986. [3] Landeweerd, G. H. and E. S. Gelsema, The Use of Nuclear Texture Parameters in the Automatic Analysis of Leukocytes, Pattern Recognition,1978. [4] Insana, M. F., R. F. Wagner, B. S. Garra, D. G. Brown, and T. H. Shawker, Analysis of Ultrasound Image Texture via Generalized Rician Statistics, Optical Engineering,1986. [5] Chen, C. C., J. S. Daponte, and M. D. Fox, Fractal Feature Analysis and Classification in Medical Imaging, IEEE Transactions on Medical Imaging,1989. [6] Haralick, R.M. et. al., Textural Features for Image Classification, IEEE Transaction on System, Man, and Cybernetics, Vol. SMC-3, 1973. [7] M. Ben Othmen, M. Sayadi, and F. Fnaiech, A Multiresolution Approach for Noised Texture Classification based on the Co-occurrence Matrix and First Order Statistics, Journal of World Academy of Science Engineering and Technology vol.39, 2008. [8] Mari Partio, Bogdan Cramariuc, Moncef Gabbouj, and Ari Visa,Rock Texture Retrieval using Gray Level Co-occurrence Matrix, Proc. NORSIG-2002, Norwegia [9] Anthony C.Copeland, Gopalan Ravichandran, Mohan M. Trivedi, Texture synthesis using graylevel co-occurrence models: algorithms, experimental analysis,and psychophysical support, Optical Engineering Journal Vol. 40 No. 11, November 2001 [10] Sutton, R. and E. L. Hall Texture Measures for Automatic Classification of Pulmonary Disease, IEEE Transactions on Computers,1972. [11] Pasler Friedrich A., Visser Heiko, Pocket Atlas of Dental Radiology, Thieme, New York, 2007. [12] Kulak, Eray, Analysis of Textural Image Features for Content Based Retrieval, Thesis,Sabanci University, 2002.

Gambar 5 dan tabel 4 bisa dikatakan merupakan penjelasan dari fakta sulitnya membedakan kedua jenis lesi ini jika hanya bergantung pada pengamatan mata saja, yaitu dikarenakan nilai fitur tekstur yang ternyata hampir serupa pada kedua jenis lesi ini.
Tabel 5. Confusion matrix hasil klasifikasi

Target Positif Putaran keHasil Positif Penguji Negatif an


(1) (2) (3) (1)

Negatif
(2) (3)

Akurasi 60% 80% 50%

3 2

2 1

4 2

2 3

1 6

3 1

Pada tahap percobaan setelah dilakukan klasisfikasi menggunakan metode Support Vector Machine(SVM) telah didapatkan nilai akurasi pada masing-masing putaran pengujian adalah berturut-turut sebagai berikut 60%,80%, dan 50%. Sedemikian sehingga maka dari percobaan dapat diambil nilai rata-rata akurasi unjuk kerja metode klasifisikasi Support Vector Machine(SVM) terhadap data yang telah diujikan adalah sebesar 63,33%. 4. KESIMPULAN Setelah melakukan percobaan didapatkan kesimpulan bahwa dengan menggunakan metode klasifikasi Support Vector Machine(SVM) terhadap 30 data citra panoramik rahang gigi masih menunjukkan unjuk kerja yang masih perlu ditingkatkan yaitu dengan nilai rata-rata akurasi sebesar 63,33%. Sebagai salah satu topik riset yang baru, penelitian ini sangat menarik untuk dilanjutkan lebih dalam lagi untuk meningkatkan unjuk kerja sistem klasifikasi. Telah dibuktikan bahwa citra panoramik hasil sinar-x rahang gigi manusia yang secara kasat mata sulit dibedakan oleh dokter dengan menggunakan sistem yang diusulkan masih dimungkinkan untuk diterapkan. Usaha untuk memperbaiki kinerja sistem dapat diusulkan dengan melakukan proses preprossesing citra yang lebih seksama sehingga mampu

You might also like