You are on page 1of 8

Teuku Husni T.

R; Tes Provokasi Hidung pada Rinitis Alergi dan Non Alergi

Tes Provokasi Hidung pada Rinitis Alergi dan Non Alergi


Teuku Husni T.R
Abstrak.Rinitis Alergi (RA) maupun Rinitis Non Alergi (RNA) adalah penyakit yang banyak dijumpai. Untuk menegakkan diagnosis penyakit rinitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. ejala RA maupun RNA hampir sama yaitu pilek, bersin, buntu hidung dan gatal. Gejala buntu hidung lebih menonjol pada RNA, sedangkan gejala pada mata lebih banyak dijumpai pada RA. elain tes kulit, tes provokasi hidung sebagai salah satu pemeriksaan penunjang, saat ini mulai banyak dilakukan selain dalam penelitian, juga sebagai evaluasi klinis penyakit RA maupun RNA. Tes provokasi hidung diindikasikan pada keadaan dimana gejala klinis dan hasil tes kulit atau tes darah tidak bermakna atau malah bertentangan. euntungan tes provokasi hidung bila hasilnya negatif, menunjukkan bahwa alergen yang dipakai bukan sebagai penyebab rinitis.Tes ini sangat berguna terutama pada RNA akibat kerja. Kerugian tes ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal. (JKS 2010; 1:45-52) Kata kunci: tes provokasi hidung, rhinitis alergi, rhinitis non alergi Abstract.Allergic Rhinitis (AR) and Non Allergic Rhinitis (NAR) are most commonly found disease. Diagnosis is based on history taking, physical examination and supporting examination. The symptoms of AR are similar to the symptoms of NAR: cold, sneezing, obstructed and itchy nose. Obstructed nose is more dominant on NAR while symptoms on eye are more dominant on AR. Besides skin test, nasal provocation test as one of supporting examination is nowadays more used either in research and clinical evaluation on AR and NAR. The indications are absence or contradictive result of clinical signs, skin test and blood test. The advantage is that negative result shows that the allergen used in the test is not the cause of the rhinitis. This test is very useful to examine the work-related NAR. The disadvantages are long required period and high cost. (JKS 2010; 1:45-52) Keywords: nasal provocation test, allergic rhinitis, non allergic rhinitis

Pendahuluan1 Rinitis adalah penyakit pada mukosa hidung yang ditandai oleh adanya pilek, bersin, hidung gatal dan buntu hidung. Rinitis berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi ; rinitis karena infeksi, alergi, occupational rhinitis, rinitis karena obat dan penyebab lainnya.1 Dewasa ini Rinitis Alergi ( RA ) merupakan masalah kesehatan global, ditemukan sedikitnya 10-25% populasi di dunia menderita RA dan prevalensinya terus meningkat.1,2 Di Amerika Serikat prevalensi Teuku Husni T.R adalah Dosen Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

penderita RA sekitar 10-17 %, sedangkan Rinitis Non Alergi (RNA) prevalensinya 2860%.2 Diagnosis RA maupun RNA secara klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat penderita, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang.1-4 Selain tes kulit, tes provokasi hidung sebagai salah satu pemeriksaan penunjang sangat bermanfaat dan aman digunakan dalam menegakkan diagnosis RA dan RNA. Di Amerika Serikat tes provokasi hidung terutama diindikasikan untuk tujuan penelitian. Sedangkan di beberapa Negara Eropa, disamping sebagai penelitian, juga digunakan sebagai evaluasi klinis.4,5 Tes provokasi hidung terutama digunakan untuk mengetahui jenis alergen inhalan, tetapi juga dipakai untuk mengetahui efek 45

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 10 Nomor 1 April 2010

iritasi bahan-bahan tertentu terutama dalam hubungan penyakit yang disebabkan oleh paparan akibat kerja.6 Di samping itu, tes ini juga sangat berguna pada kasus dimana tidak ditemukan antibodi yang spesifik terhadap imunoglobulin E (Ig E) pada tes kulit maupun tes darah, tetapi dengan tes provokasi hidung bisa dibuktikan secara jelas adanya reaksi patologik pada mukosa kavum nasi. Akhir-akhir ini walaupun sangat jarang, dapat ditunjukkan adanya Ig E yang spesifik terhadap berbagai antigen yang diproduksi di dalam mukosa kavum nasi tanpa menunjukkan reaksi yang dapat dideteksi dari tes kulit maupun tes darah.4 Dalam makalah ini disajikan tentang definisi RA dan RNA, diagnosis, protokol tes provokasi hidung serta keuntungan dan kerugiannya. Definisi Rinitis Alergi (RA) secara klinis didefinisikan sebagai gangguan fungsi hidung, terjadi setelah pajanan alergen melalui inflamasi yang diperantarai oleh IgE pada mukosa hidung.1 Rinitis Non Alergi (RNA) merupakan suatu terminologi yang dapat dipakai untuk suatu kelainan pada hidung dengan gejala-gejala pilek, buntu hidung, meningkatnya sensitivitas hidung, dimana faktor alergi tidak jelas ( hasil tes kulit negatif).1,2,7,8 Pengertian ini dapat dipersempit hanya pada suatu kondisi kronis, dimana tidak termasuk didalamnya rinitis akut karena infeksi bakteri/virus.2 Gejala dan Diagnosis Gejala RA adalah pilek, buntu hidung, gatal pada hidung dan bersin, kadang-kadang disertai gejala pada mata.1-3,5 Gejala RNA biasanya menyerupai dengan gejala pada RA tipe perenial, yaitu pilek,

buntu hidung, post nasal drip dan gejala pada sinus, kadang-kadang disertai bersin dan gatal.2 Faktor pencetus tidak dapat diketahui, tetapi sering didahului oleh rangsangan nonspesifik seperti asap rokok, parfum, alkohol, udara dingin maupun makanan yang terlalu pedas. Gejala buntu hidung lebih menonjol, tapi gejala pada mata jarang dijumpai.1 Untuk menegakkan diagnosis RA maupun RNA berdasarkan pada anamnesis riwayat khas alergi, keluhan : pilek, buntu hidung, bersin, gatal, serta pemeriksaan penunjang.1,3,5 Ada dua macam pemeriksaan untuk menunjang diagnosis RA maupun RNA, yaitu tes invivo dan invitro. Yang termasuk tes invivo adalah tes kulit dan tes provokasi hidung (nasal challenge).2,3 Tes Provokasi Hidung Indikasi Tes provokasi hidung dapat digunakan secara rutin untuk diagnosis yang tepat dan aman dari RA dimana gejala-gejala klinis dan hasil tes kulit atau tes darah tidak bermakna atau malah bertentangan. Tes provokasi hidung juga penting dalam menyeleksi kasus-kasus dengan sensitivitas pada berbagai alergen.6 Indikasi utama tes provokasi hidung adalah sebagai berikut 3,9 Mengidentifikasi peranan alergen sebagai penyebab RA, yaitu alergen yang tidak terstandarisasi, alergen yang baru atau alergen yang unik dan spesifik. Mengetahui hubungan klinis dengan alergen spesifik pada penderita yang mempunyai hasil tes kulit positif multipel. Mengetahui peranan alergen pada penderita dengan hasil tes kulit atau 46

Teuku Husni T.R; Tes Provokasi Hidung pada Rinitis Alergi dan Non Alergi

Sebagai tambahan dari kontraindikasi RAST (Radioallergosorbent test ) absolut, ada beberapa kontraindikasi relatif, negatif dimana bila alergen diberikan dimana membutuhkan penundaan selang melalui mukosa hidung lebih beberapa waktu untuk keamanan dan menghasilkan yang pasti. akurasi sebelum tes provokasi hidung Mengetahui apakah alergen spesifik dikerjakan, yaitu:6 hidung dapat menginduksi gejala-gejala Episode RA ( ditunda selama 2-4 minggu) pada mata, telinga tengah, sinus dan Riwayat operasi pada hidung saluran napas bawah. Sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu, Mengetahui peranan alergen misalnya antihistamin, korikosteroid dilingkungan kerja (special topikal, kortikosteroid oral, NSAID, occupational agen) seperti debu bakers, antihipertensi asetamizole, dan ketotifen Carpentersaw dust atau latex. Mengetahui food induced rhinorhoe Bahan Alergen Konfirmasi alergen spesifik pada asma bronkial, dimana tidak memungkinkan Alergen yang digunakan harus melakukan provokasi bronkial distandarisasi. Apabila tidak dipakai harus Sedangkan indikasi yang direkomendasidisimpan dalam lemari es, dan bila akan kan oleh WHO:1,10 dipakai harus diletakkan dalam temperatur Apabila terdapat perbedaan antara riwayat penyakit kamar terlebih dahulu.1,4,6 dengan tes kulit WHO telah menetapkan standard Mendiagnosis rinitis akibat kerja internasional baru untuk konsentrasi alergen Sebelum melakukan tindakan imunoterapi 6 yaitu (g allergen/mL). Jumlah yang biasa pada RA dipakai untuk tes provokasi hidung adalah Untuk kepentingan penelitian 50-100L larutan untuk satu sisi hidung. Pada kasus yang dicurigai intoleransi Pada kasus dengan hasil negatif tetapi ada terhadap NSAID, tes ini sebagai riwayat positif alergi terhadap bahan yang pengganti tes provokasi oral dicurigai, maka tes dapat diulang dengan Untuk mengetahui adanya hiperreaktivitas konsentrasi yang sama dengan yang yang tidak spesifik digunakan pada tes kulit. Bahkan jika pada konsentrasi ini hasilnya negatif tetapi Kontraindikasi terdapat kecurigaan yang kuat, digunakan 50L larutan allergen yang mengandung 4 Kontraindikasi absolut untuk tes provokasi hidung mg/mL histaminhydrochloride (pH 6-7).3 adalah:6,9 Rinosinusitis bakterial atau virus akut Metode Pemeriksaan Periode akut atau eksaserbasi dari penyakit alergi Pemeriksaan tes provokasi hidung untuk Riwayat reaksi anafilaksis sebelumnya terhadap penggunaan klinis sebagian besar dilakukan suatu alergen di negara-negara Eropa. Waktu yang baik Penyakit-penyakit berat, khususnya untuk melakukan tes adalah pagi hari penyakit kardiopulmoner yang sebelum waktu makan siang, oleh karena menurunkan kapasitas paru-paru pada waktu tersebut tubuh masih sedikit Kehamilan

47

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 10 Nomor 1 April 2010

mendapat rangsangan asap, udara dingin, latihan fisik.3,9 Pemeriksaan rinoskopi dilakukan terlebih dahulu untuk mengevaluasi kondisi kavum nasi. Dievaluasi kondisi awal dari mukosa hidung dan struktur patologis didalamnya, seperti polip nasi, septum deviasi, atau adanya rinitis atrofika. Jika terdapat keadaan patologis hidung, maka tes tidak dapat dilakukan.3,6 Pasien harus menjalani adaptasi pada suhu ruangan selama sedikitnya 30 menit sebelum evaluasi dasar dengan melakukan rinoskopi dan skor gejala klinis, rinomanometri anterior, dan rinometri akustik.1,6 Tes provokasi hidung dimulai dengan memberikan larutan dengan volume tertentu. Mula-mula diberikan larutan yang disebut phosphate-buffered saline, mengandung 0,4% phenol, ringer laktat atau normal saline. Larutan disemprotkan ke kavum nasi dengan menggunakan alat penyemprot dosis terukur (metered dose delivefy device).1,6 Tes dengan menggunakan larutan tersebut digunakan untuk mengetahui adanya respon non spesifik dari hidung. Kemudian ditunggu selama 10 menit, lalu dihitung jumlah bersin, pilek, gatal dan gejala ekstranasal yang lain. Bila tidak ada perubahan yang bermakna, dilanjutkan dengan

menyemprotkan 50-100L alergen yang dipakai ke dalam satu sisi hidung, selama pemberian alergen penderita harus menahan napas untuk mencegah alergen masuk ke saluran napas bawah. Untuk penggunaan klinis rutin, penerapan satu konsentrasi tunggal alergen sudah cukup mengingat tujuan evaluasi adalah kualitatif dan bukan kuantitatif dari reaktivitas hidung. Peningkatan dosis alergen secara titrasi hanya diindikasikan bila perubahan reaktivitas hidung sebelum dan sesudah tindakan imunoterapi akan diukur. 6 Sepuluh menit setelah pemaparan alergen, tanda-tanda / gejala-gejala klinis dinilai, dan pengukuran patensi hidung diulang untuk menentukan hasil negatif atau positif. Pada kasus dimana hasilnya tidak jelas, maka reevaluasi dari semua parameter dapat dilakukan setelah 10 menit kemudian.1,6 Penilaian Gejala Klinis Parameter klinis dari tes ini adalah terjadinya iritasi pada mukosa kavum nasi yaitu timbulnya bersin, sekresi hidung, gejala mata, kulit atau gejala pada paru. Dibidang THT parameter yang sudah distandarisasi oleh Germann Society for Allergology and Clinical Immunology :

Tabel.1 Sistem Skor pada tes provokasi hidung. 6 GEJALA PILEK DERAJAT Tidak ada pilek Pilek sedikit Pilek berat 0-2 kali 3-5 kali >5 kali SKOR 0 1 2 0 1 2 S

IRITASI (BERSIN)

48

Teuku Husni T.R; Tes Provokasi Hidung pada Rinitis Alergi dan Non Alergi

0 GEJALA EKSTRA NASAL Tidak ada Mata gatal/berair 1 Konjungtivitis/mata merah 2+ Urtikaria +Batuk/sesak Tes provokasi hidung positif jika skor gejala sebagai evaluasi selama 10 menit setelah pemaparan adalah lebih besar dari 3. Evaluasi klinis ini selalu dikombinasikan dengan penilaian aliran udara hidung dengan menggunakan rinomanometri anterior. Bila terjadi penurunan aliran udara kavum nasi lebih besar dari 40% pada tekanan intranasal 150 Pa setelah pelaksanaan tes, hasil dianggap positif tanpa memperhatikan skor gejala klinis. Tes provokasi hidung juga dinilai positif bila skor gejala klinis lebih dari 2, dimana penurunan aliran udara dalam kavum nasi lebih besar dari 20%.6 Grafik rinomanometri anterior sesudah tes provokasi hidung menunjukkan kurva yang lebih horizontal dibandingkan sebelum tes , ini berarti adanya penurunan aliran udara dalam hidung akibat pemberian tekanan intraansnasal.(Gambar. 1)

Gambar 1. Rinomanometri anterior ; (A) sebelum dan (B) sesudah tes provokasi hidung kanan

Pengukuran Obyektif Volume udara dalam kavum nasi dan patensinya dapat dinilai dengan menggunakan alat nasal spirometry, nasal peak expiratory flow rate (NPEFR), atau nasal peak inspiratory flow rate (NPIFR), tetapi rinomanometri anterior aktif tetap

dipakai sebagai standard untuk pengukuran resistensi dan aliran udara hidung.3,4,6 Untuk melengkapi penilaian patensi dari hidung, digunakan rinomanometri akustik.6 Hasil dari keduanya digambarkan dalam bentuk grafik dengan angka yang menunjukkan aliran udara dalam hidung (cm3/dt) dan daerah cross sectional (cm2)

49

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 10 Nomor 1 April 2010

yang nampak pada grafik rinomanometri akustik. Gambar 2 menunjukkan grafik rinomanometri akustik, dimana pada daerah cross sectional, puncak C menunjukkan

penurunan secara drastis sesudah dilakukan tes provokasi hidug. Hal ini menggambarkan adanya udim mukosa pada kavum nasi. 6

Gambar 2. Rinomanometri akustik ; (A) sebelum dan (B) sesudah tes provokasi hidung kanan.

Tes provokasi hidung dapat memberikan hasil positif palsu maupun negatif palsu. Penyebab tersering dari hasil positif palsu pada pengukuran patensi hidung adalah efek dari siklus hidung. Penyebab yang lain adalah hiperreaktivitas dari mukosa hidung atau episode rinosinusitis atau paparan sebelumnya oleh bahan iritant yang nonspesifik. Hasil negatif palsu dapat terjadi setelah penggunaan larutan alergen murni atau karena adanya gangguan aliran udara pada hidung sebelum dilakukan tes.6

Keuntungan dan Kerugian Keuntungan dari hasil tes provokasi hidung adalah bila didapatkan hasil negatif, menunjukkan bahwa reaksi alergi yang diderita tidak mungkin disebabkan oleh alergen yang diteskan.2 Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa tes provokasi hidung sangat berguna dalam menegakkan diagnosis alergi debu (house dust mite) pada pasien dengan hasil tes kulit positif ringan.11 Pada RNA terutama rinitis akibat kerja, tes 50

Teuku Husni T.R; Tes Provokasi Hidung pada Rinitis Alergi dan Non Alergi

ini tidak hanya berguna untuk menegakkan diagnosis, tetapi dapat menerangkan adanya hubungan antara gejala dan tanda dari penyakit terhadap paparan. Tes ini juga memberikan gambaran intensitas reaksi alergi dalam mukosa hidung.4 Kerugian tes ini adalah membutuhkan waktu yang lama, mahal dan prosedur tidak menyenangkan. Tes ini mungkin bisa menunjukkan tidak ada hubungannya dengan kondisi nyata oleh karena jumlah alergen yang diberikan lebih besar dari dosis paparan sebenarnya. Tes ini memiliki hasil bervariasi tergantung besar alergen yang diberikan.3,6 Ringkasan RA maupun RNA adalah penyakit yang banyak dijumpai. Untuk menegakkan diagnosis penyakit rinitis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala RA maupun RNA hampir sama yaitu pilek, bersin, buntu hidung dan gatal. Gejala buntu hidung lebih menonjol pada RNA, sedangkan gejala pada mata lebih banyak dijumpai pada RA. Selain tes kulit, tes provokasi hidung sebagai salah satu pemeriksaan penunjang, saat ini mulai banyak dilakukan selain dalam penelitian, juga sebagai evaluasi klinis penyakit RA maupun RNA. Tes provokasi hidung diindikasikan pada keadaan dimana gejala klinis dan hasil tes kulit atau tes darah tidak bermakna atau malah bertentangan. Keuntungan tes provokasi hidung bila hasilnya negatif, menunjukkan bahwa alergen yang dipakai bukan sebagai penyebab rinitis.Tes ini sangat berguna terutama pada RNA akibat kerja. Kerugian tes ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal.

Daftar Pustaka
Bousquet L, van Cauwenberge P, Khaltaev N. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA). In collaboration with World Health Organisation. J Allergy Clin Immunol 2001. 108: 5-87 2. Togias A. Non allergic rhinitis. In: Mygind N, Naclerio R, eds. Allergic and non-allergic rhinitis, clinical aspects, 1st ed,. Munksgaard: Copenhagen Offset. 1993: 160-65 3. Mygind, N MD. Allergy diagnosis. In: Frankland A ed. Nasal Allergy, 2nd ed. London, Blackwell scientific publications. 1981.185-192 4. Hytonen M, Sala E. Nasal provocation test in the diagnostics of occupational allergic rhinitis. Rhynology.1996.34:86-90 5. DS Roestiniadi. Patofisiologi rinitis alergi.Simposium Penatalaksanaan Rinitis Alergi Masa Kini. Surabaya. 2001: 1-12 6. Gosepath J, Amedee, RG, Mann WJ. Nasal provocation testing as an international standard for evaluation of allergic and nonallergic rhinitis. Laryngoscope.2005.115:512-16 7. Randall D. The Nose and paranasal sinuses. In: Lee KJ, ed Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery, 8th ed. USA. Appleton & Lange.2003: 702-5 8. Morris A. Occupational Allergies. http://www.yahoo.com//work place.htm. Waktu akses: 14 Agustus 2005 9. Baranjuk J, Litvyakova LI. Nasal provocation testing: a review, Ann Allergy, Asthma & Immunol.2001.86: 355-62 10. Malm L, Wijk RGV, Bachert C. Guidelines for nasal provocation with aspect of nasal patency, airflow and airflow resistence. Rhynology.2000.38: 1-6 11. Kanthawatana S, Maturim W, Foonan S. Skin prick reaction and nasal provocation response in diagnosis of nasal allergy to the house dust mite.http://allergy.edoc.com/1997_archives/pdf/ nov_97/427.pdf. Waktu akses 20 Juni 2005 1.

51

JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 10 Nomor 1 April 2010

52

You might also like