You are on page 1of 81

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 16

Disusun oleh : Kelompok 8 Erniyanti Puspita Sari Laode Muhammad H Agien Tri Wijaya Obby Saleh Azizha Ros Lutfia Nyimas Inas Mellanisa Risha Meilinda M Kinanthi Sabilillah Desy Aryani Try Febriani Siregar Randina Dwi Megasari Ridhya Rahmayani Amelia Yunira Pratiwi Randa Deka Putra Tutor: dr. Liniyanti D.Oswari.MSc 04111001026 04111001029 04111001041 04111001046 04111001063 04111001067 04111001069 04111001071 04111001085 04111001086 04111001110 04111001111 04111001115 04111001141

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial ini dapat terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini. Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun,

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI SKENARIO B BLOK 16 I. II. III. IV. V. VI. Klarifikasi Istilah Dentifikasi Masalah Analisis Masalah Hipotesis Learning Issue Sintesis ii iii 1 2 3 3 32 32 33 76 77 78

VII. Kerangka Konsep VIII. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA

iii

Skenario B Blok 16
Panji, 6 tahun, diantar ibunya ke klinik THT RSMH dengan keluhan sakit tenggorokan dan demam sejak satu hari yang lalu panji sudah menderita batuk pilek. Keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga disangkal oleh ibu penderita. Keluhan serupa dialami panji tiga bulan yang lalu, sembuh setelah berobat di puskesmas.

Pemeriksaan fisik: Tekanan darah normal, denyut nadi normal, frekuensi pernafasan normal, suhu 37,8oC. Pemeriksaan status lokalis: Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: Mukosa hiperemis Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Secret kental berwarna putih Orofaring: Tonsil T3-T3, detritus (+), kripta melebar Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Post nasal drip (+) Pemeriksaan laboratorium: Hb: 12,5 g%, WBC: 12.00/uL, Trombosit 250.000/uL

I. -

KLARIFIKASI ISTILAH Otoskopi : alat untuk memeriksa atau untuk mengauskultasi telinga. Rhinoskopi : pemeriksaan hidung dengan speculum baik melalui nares anterior atau nasofaring. Batuk : ekspulsi udara yang tiba-tiba sambil mengeluarkan suara dari paru-paru. Pilek : Penyakit kataralis saluran napas atas, yang dapat disebabkan oleh virus, infeksi campuran atau reaksi alergi dan ditandai oleh rhinitis akut, sedikit peningkatan suhu tubuh dan rasa menggigil. Demam ; peningkatan temperature tubuh diatas normal (37o C). Mukosa : membran yang menghasilkan lendir bebas atau kelenjar. Hiperemis : kelebihan darah pada suatu bagian. Secret : produk dari sekresi atau proses selular penguraian dan pelepasan produk spesifik. Edema : pengumpulan cairan secara abnormal dalam ruang jaringan interselular tubuh. Konka inferior : tulang yang membentuk bagian bawah dinding lateral rongga nasal. Tonsil : massa jaringan yang bulat dan kecil, khususnya jaringan limfoid umumnya digunakan tersendiri untuk menunjukan tonsil palatina. Detritus : merupakan bahan particulat yang dihasilkan dengan atau sisa pengausan atau disintegrasi substansi atau jaringan. Kripta : celah yang dilapisi epitel pada tonsila palatina, tonsila lingualis dan tonsila faringealis. Orofaring : bagian faring yang terletak antara palatum mole dan tepi atas epiglotis. Granula : Partikel kecil/butir. Post nasal drip : drainase sekret mucus atau mukopurulen yang berlebihan dari daerah post nasal kedalam faring.

II.

IDENTIFIKASI MASALAH 1. Panji , 6 tahun mengeluh sakit tenggorokan dan demam sejak 1 hari yang lalu. 2. Sejak 3 hari yang lalu panji menderita batuk pilek, keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga di sangkal oleh ibu. 3. 3 bulan yang lalu panji mengalami keluhan yang sama dan sembuh setelah berobat di puskesmas. 4. Pemeriksaan fisik. 5. Pemeriksaan status lokalis. 6. Pemeriksaan laboratorium.

III.

ANALISIS MASALAH 1. Panji , 6 tahun mengeluh sakit tenggorokan dan demam sejak 1 hari yang lalu a. Apa penyebab sakit tenggorokan? Penyebab sakit tenggorokan (pharyngitis) secara umum dapat dibagi menjadi : 1. Penyebab Umum Penyebab tersering adalah virus 40-60% (90% pada dewasa dan 6075% pada anak). Contohnya rhinovirus, adenovirus, parainfluenza virus, RSV dll. Penyebab virus dapat juga diawali dengan flu yang bertahan lama disertai dengan daya tahan tubuh yang menurun sehingga menimbulkan kesempatan bagi virus menimbulkan Masalah baru yaitu radang tenggorokan. Bakteri 5-40% : GABHS Contohnya S. pyogenes, N. gonorrhoeae, H. influenza dll. Jamur : Candida bisa ditemukan pada orang dengan

imunnocompromised. 2. Penyebab yang Jarang Iritasi zat kimia GERD Post nasal drainage dari alergi kronik Neoplasma M. pneumonia C. pneumonia Pada Panji, kita tidak dapat menetukan secara langsung apakah infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus. Harus dilakukan swab faring (tes apus

tenggorok) dan kultur untuk mengetahui pasti mo penyebab sakit tenggorokan. Adapun perbedaan berdasarkan hasil klinis antara infeksi virus dan bakteri :

Faringitis Virus

Faringitis Bakteri ditemukan nanah di

Biasanya tidak ditemukan nanah di Sering tenggorokan Demam ringan atau tanpa demam

tenggorokan Demam ringan sampai sedang

Jumlah sel darah putih normal atau Jumlah sel darah putih meningkat agak meningkat Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar ringan sampai sedang Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening

Tes apus tenggorokan memberikan Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif hasil positif untuk strep throat Bakteri Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri tumbuh pada biakan di

laboratorium

Berdasarkan pemeriksaan fisik kemungkinan faringitis yang terjadi pada Panji akibat infeksi bakteri. b. Apa penyebab demam? Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lainlain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, 4

systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).

c. Bagaimana mekanisme sakit tenggorokan pada kasus ini? Bakteri streptococcus menginfeksi sel epitel pharynx respon imun reaksi inflamasi pelepasan mediator inflamasi oleh sel-sel radang (makrofag, neutrofil, dll), terutama bradikinin, prostaglandin menstimulasi ujung saraf nyeri (nosireseptor pada saraf sensorik) yang terdapat pada pharynx transmisi sinyal ke kornu dorsalis medulla spinalis dan dilanjutkan ke otak respon dari otak sensasi nyeri

d. Bagaimana mekanisme demam pada kasus ini? Mikroorganisme masuk kedalam tubuh mengeluarkan pirogen eksogen, tubuh juga memiliki pirogen endogen yang dihasilkan dari makrofag seperti limfosit, basofil dan neutrofil. Tujuannya adalah untuk memfagosit dan melisis mikroorganisme dan toksin yang masuk kedalam tubuh Saat fagositosis ada reaksi kimia yang terjadi, yang akan memicu messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain pada system imun kita. Messenger yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah IL-1 IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan memicu keluarnya Prostaglandin (PG) Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam. Demam dimaksudkan agar mikroorganisme atau virus tidak bias bereplikasi

e. Bagaimana hubungan umur dan jenis kelamin dengan keluhan? Faringitis : terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Rhinitis : diperkirakan sekitar 20% 30% populasi orang dewasa Amerika dan lebih dari 40% anak-anak menderita penyakit ini. Tonsiltis : sering terjadi pada anak-anak pada umur 5-10 tahun dan dewasa mudaantara 15-25 tahun. Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa. Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan sekitar 10%nya diderita oleh dewasa. Faringitis ini jarang terjadi pada anak usia <3 tahun. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ disekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis dapat mengenai semua umur, insiden meningkat sesuai dengan beratambahnya usia, mencapai puncak pada umur 4-7 yahun, dam berlanjut hingga dewasa. Tak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Insiden tonsilofaringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang di bawah usia 3 tahun dan sebanding antara laki-laki dengan perempuan perbandingan antara laki-laki dengan perempuan yaitu 52% : 48% Pada anak-anak, Group A streptococcus menyebabkan sekitar 30% kasus tonsilofaringitis akut, sedangkan pada orang dewasa hanya sekitar 5-10%. Tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh Group A streptococcus jarang terjadi pada anak berusia 2 tahun ke bawah.

2. Sejak 3 hari yang lalu panji menderita batuk pilek, keluhan nyeri dan keluar cairan dari telinga di sangkal oleh ibu a. Apa penyebab batuk pilek? Batuk Iritan : Rokok Asa SO2 Gas di tempat kerja

Mekanik : Retensi sekret bronkopulmoner Benda asing dalam saluran nafas Postnasal drip Aspirasi

Penyakit paru obstruktif : Bronkitis kronis Asma Emfisema Fibrosis kistik Bronkiektasis

Penyakit paru restriktif : Pnemokoniosis Penyakit kolagen Penyakit granulomatosa

Infeksi : Laringitis akut Bronkitis akut Pneumonia Pleuritis Perikarditis

Tumor : Tumor laring Tumor paru

Pilek Picornavirus (contohnya rhinovirus) 7

Virus influenza Virus sinsisial pernafasan.

b. Bagaimana mekanisme batuk pilek pada kasus? Mekanisme batuk Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan. Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal. Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi Saat bernafas paru memiliki daya kembang paru yang akan menyebabkan glottis menutup selama 0,2 detik. Saat glottis menutup tekanan intratorak naik sampai 300cmH20. Fase ini disebut fase kompresi Mekanisme pilek Kuman patogen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. 8

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin, Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Histamin menyebabkan Vasodilatasi, penurunan tekanan kapiler & permeabilitas, sekresi mucus Sekresi mukus yang berlebih itulah yang menghasilkan pilek

c. Bagaimana hubungan batuk pilek dengan keluhan utama? Batuk pilek (selesma) lebih sering terjadi karena infeksi virus, namun dapat pula disebabkan oleh bakteri sebagai komplikasi atau pun infeksi campuran. Mo yang masuk ke daerah nasal akan menyebabkan terjadinya proses peradangan. Permaebilitas kapiler akan meningkat, hidung juga akan mensekresikan lendir yang bening untuk menggumpalkan kuman sehingga melindungi hidung dan sinus akibatnya sehingga muncullah gejala pilek. Mo yang telah masuk ke daerah faring akan menyebabkan munculnya mekanisme pertahanan tubuh yaitu melalui batuk. Reseptor batuk akan terangsang dengan irritan, sehingga akan terjadi penutupan glottis dan peningkatan tek. Rongga dada. Aktivasi rec. batuk juga akan merangsang serabut afferent ke pusat batuk dan diturunkan ke eferen untuk terjadinya reflex batuk. Akibat batuk pilek dapat terjadi sekresi mucus yang berlebihan dan menyebabkan iritasi di faring. Jika imun menurun, Mo yg berasal dari sumber yg sama dengan batuk pilek atau mo baru seperti bakteri akan semakin mudah masuk ke faring dan menyebabkan inflamasi. Akibatnya akan terjadi peradangan di dinding posterior faring di lapisan mucosa hingga ke submucosa yang akan merangasang rec. nyeri sensorik, maka timbulah sakit

tenggorokan. Akibat inflamasi ini juga akan dikeluarkan sitokin sitokin yang dapat menginduksi terjadinya demam.

d. Bagaimana hubungan nyeri dan keluar cairan dari telinga dengan keluhan panji? Nyeri dan keluar cairan dari telinga menunjukkan adanya otitis media.Pada kasus keluhan ini disangkal ibu pasien, yang menunjukkan bahwa Panji tidak mengalami otitis media.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius., itu sebabnya dokter perlu menanyakan kondisi ini. Selain itu apabila ditemukan gejala nyeri dan keluar cairan dari telinga maka dapat disimpulkan telah terjadi komplikasi akibat infeksi pada faring dan tonsil.

e. Apa faktor risiko batuk pilek? Usia, anak-anak lebih rentan mengalami batuk pilek. Namun seiring bertambahnya usia sistem imun makin berkembang sehingga resiko terkena batuk pilek menurun. Alergi, batuk berkepanjangan, banyak lendir dan tanpa demam. Daya tahan tubuh menurun. Infeksi virus, gejalanya didahului oleh demam yang tidak begitu tinggi, disertai bersin-bersin dan hidung tersumbat. Faktor Lingkungan, misalnya pencemaran udara akibat asap rokok dapat merusak sistem pertahanan paru. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya. Status gizi, penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.

10

3. 3 bulan yang lalu panji mengalami keluhan yang sama dan sembuh setelah berobat di puskesmas a. Adakah hubungan antar keluhan 3 bulan yang lalu dengan keluhan sekarang? Jelaskan! Ada atau tidak ada hubungan belum bisa dipastikan secara pasti pada kasus ini. Hal ini harus dipastikan dengan pemeriksaan sputum, kultur bakteri, dan swab tenggorokan. Akan tetapi, mungkin saja ada hubungan dengan keluhan tiga bulan yang lalu berupa eksaserbasi akibat oleh imunitas yang sedang menurun dan pengobatan yang tidak adekuat sehingga masih ada patogen yang tersisa dalam tubuh walaupun tidak menimbulkan gejala yang mengganggu pasien, sehingga dianggap sembuh. Namun, patogen aktif dan berkembang biak kembali karena faktor yang sudah disebutkan di atas. Hal ini menandakan terjadinya fase kronik. Bisa juga tidak ada hubungan karena penyakit pasien yang tiga bulan lalu sudah benar-benar sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam fase infeksi akut.

b.

Mengapa keluhan bisa timbul kembali? Ada 2 kemungkinan. Pertama, penyakit pasien yang 3 bulan lalu sudah benar-benar sembuh dan terjadi infeksi oleh patogen baru, jadi pasien masih dalam fase infeksi akut. Kedua, keluhan yang muncul kembali akibat exacerbasi dari keluhan yang dulu, hal ini bisa disebabkan oleh imunitas yang sedang menurun dan pengobatan yang tidak adekuat sehingga masih ada patogen yang tersisa dalam tubuh walaupun tidak menimbulkan gejala yang mengganggu pasien,sehingga dianggap sembuh. Namun, patogen aktif dan berkembang biak kembali karena faktor yang sudah disebutkan di atas. Hal ini menandakan terjadinya fase kronik.

4. Pemeriksaan fisik a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik? Panji Tekanan Darah: Normal Denyut nadi: Normal 11 60-95 x/menit Normal Normal 120/80 mmHg Interpretasi Normal

Respiration Rate: Normal Suhu: 37,8oC suhu 37,8C.

14-22 x/menit

Normal

36,5-37,2oC

Subfebris

Mikroorganisme (MO) masuk kedalam tubuh Proses infeksi Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam (sub febris)

5. Pemeriksaan status lokalis a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan status lokalis?

Panji Otoskopi dalam batas normal Rhinoskopi anterior

Normal

Interpretasi

Normal

hidung kanan dan kiri: Mukosa Hiperemis Peningkatan Vaskularisasi Konka edema Hiperemis +/+ inferior +/+ Peradangan konka inferior pada dan

Peningkatan Vaskularisasi

Sekret

kental Adanya sel PMN

berwarna putih Orofaring: Tonsil T3-T3,

T3: 50-75% volume 12

detritus (+), kripta melebar

tonsil

dibandingkan

dengan volume orofaring Detritus: terdiri atas kumpulan leukosit

polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Kripta melebar adanya perubahan dari jaringan limfoid menjadi jaringan parut Hiperemis: Dinding hiperemis (+), adanya

peningkatan vaskularisasi faring pada dinding faring. Granula: limfoid faring granula (+) Rhinoskopi anterior hidung kanan dan kiri: pada Jaringan dinding dan granul-

menebal

membentuk granul

Mukosa hiperemis Hiperemis merupakan gambaran mukosa yang terlihat merah akibat peningkatan vaskularisasi daerah terkait. Ketika terjadi infeksi di mukosa hidung, missal akibat virus. Maka virus atau bakteri akan difagosit oleh APC, melalui MHC II, epitop virus/bakteri akan dibawa ke permukaan dan dideteksi oleh limfosit T. ketika difagosit APC akan menghasilkan mediator yang membantu proses lisisnya virus/bakteri. CD 8 akan membunuh sel yang terinfeksi dengan menyuntikan perforin, sementara Th2 akan membantu pembentukan antibody. Akibat ada inflamasi maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sebagai mekanisme untuk menarik sebanyak mungkin sel imun ke focus infeksi melalui mekanisme kemotaksis. Dengan terjadinya vasodilatasi, arteriol yang sebelumnya tidak terisi darah akan penuh dan pembuluh darah yang sebelumnya sudah terisi darah akan semakin meningkat mendekati permukaan sel. Hal ini akan memberikan gambaran hiperemis pada mukosa. Peranan sel mast 13

yang terdegranulasi dan menghasilkan histamine dan menyebabkan vasodilatasi juga memainkan peran walaupun secara minor. Konka inferior edema +/+ hiperemis +/+ Akibat terjadinya inflamasi dan mekanisme kemotaksis dengan

pengeluaran sitokin dan mediator lain seperti histamine dan brakidinin, maka akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini akan mengakibtkan hubungan antar endotel menjadi menjauh dan dapat terjadi transudasi cairan plasma ke intertistial dan mengakibatkan edema. Selain itu dengan adanya pelepasan mediator radang akan memnbuat permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga menyebabkan terjadinya transudasi cairan sehingga timbulah edema pada konka nasalis inferior. Hiperemis terjadi akibat vasodilatasi pembuluh darah. Sekret kental berwarna putih Hal ini terjadi akibat sensitisasi kelenjar mucus sehingga terjadi hipersekresi yang mengakibatkan adanya secret. Pada awal infeksi secret yang terbentuk adalah mukoid akibat hipersekresi mucus, kemudian lama kelamaan secret ini akan mengental dan berubah warna menjadi kekuningan dan hijau akibat superinfeksi oleh bakteri dan akumulasi PMN. -

Orofaring:

Orofaring: T3-T3, detritus (+), kripta melebar Radang berulang epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut jaringan mengkerut sehingga kripta melebar kripta berisi detritus (akumulasi epitel yang mati, leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan) proses meluas menembus kapsul akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris.

Orofaring: Dinding faring hiperemis (+), granula (+) Infeksi sel-sel inflamasi seperti makrofag, neutrofil, dll akan keluar dari pembuluh darah menuju jaringan yang terinfeksi menstimulus keluarnya mediator-mediator inflamasi (histamine, bradikinin) peningkatan permeabilitas vaskuler dan dilatasi pembuluh darah 14

dinding faring tampak hiperemis dan jaringan limfoid pada dinding belakang akan menebal terbentuk granul-granul Staging pembesaran tonsil

b. Bagaimana cara pemeriksaan rhinoskopi? Penggunaan Rinoskopi

Identifikasi penyebab dari gejala klinis seperti bersin, mimisan, stertor, dan stridor (wheezing)

Memperoleh sampel jaringan (biopsi) untuk evaluasi sitologis dan histologis. Sampel akan dievaluasi untuk menentukan inflamasi, infeksi, fibrosis, dan kanker.

Memperoleh sampel untuk pemeriksaan kultur Mengobati gangguan pada nasal, sinus atau nasofaringeal, seperti menghilangkan polip nasal, dan menghilangkan infeksi jamur.

Prosedur Rinoskopi Pasien biasanya diperintahkan untuk berpuasa 12 jam sebelum melakukan rinoskopi untuk mengurangi risiko aspirasi isi perut ke dalam paru selama anestesi. Setelah dianestesi, pasien dalam keadaan berbaring dan dimonitor denyut jantung, respiratory rate, tekanan darah, level karbon dioksida dan saturasi oksigennya untuk mencegah dan meminimalisir komplikasi pada anestesi. Pada persiapan untuk melakukan rinoskopi, kavitas oral diperiksa jika ada gangguan atau ketidaknormalan seperti hiperemi mukosa, penyakit dental, dan bahan asing. Untuk Rinoskopi Anterior, ujung rinoskop dilubrikasi dan secara perlahan dimasukkan ke dalam hidung melalui kavitas nasal. Untuk Rinoskopi Posterior, ujung rinoskop dimasukkan melalui mulut ke dalam bagian belakang mulut dan kavitas nasal. Selama endoskop dimasukkan, permukaan kavitas diperiksa jika ada kelainan seperti inflamasi, ulser, plak, 15

bahan asing, dan massa. Sekresi nasal dan darah dapat dihilangkan dengan saline steril untuk memperjelas visualisasi. Rinoskopi pada umumnya menghabiskan waktu 20 menit hingga 1 jam tergantung pada penemuan dalam kavitas dan banyaknya biopsi yang diambil. Pada akhir prosedur, rinoskop dikeluarkan secara perlahan. Setelah pemeriksaan rinoskopi berakhir, cold pack atau pendingin diberikan pada hidung pasien untuk meminimalisir pendarahan dan pembengkakan. Jenis Rinoskopi Pemeriksaan rongga hidung dilakukan melalui lubang hidung yang disebut dengan Rhinoskopi anterior dan yang melalui rongga mulut dengan menggunakan cermin nasofaring yang disebut dengan Rhinoskopi posterior.

Rhinoskopi anterior RA dilakukan dengan menggunakan speculum hidung yang

disesuaikan dengan besarnya lubang hidung. Spekulum hidung dipegang dengan tangan yang dominant. Spekulum digenggam sedemikian rupa sehingga tangkai bawahdapat digerakkan bebas dengan menggunakan jari tengah, jari manis dan jarikelingking. Jari telunjuk digunakan sebagai fiksasi disekitar hidung. Lidah speculum dimasukkan dengan hati-hati dan dalam keadaan tertutup ke dalam rongga hidung. Di dalam rongga hidung lidah speculum dibuka. Jangan memasukkan lidah speculum terlalu dalam atau membuka lidah speculum terlalu lebar. Pada saat mengeluarkan lidah speculum dari rongga hidung , lidah speculum dirapatkan tetapi tidak terlalu rapat untuk menghindari terjepitnya bulu-bulu hidung. Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung, konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan mukosa rongga hidung, ada tidaknya massa , benda asing dan sekret. Struktur yang terlihat pertama kali adalah konka inferior . Bila ingin melihat konka medius dan superior pasien diminta untuk tengadahkan kepala. Pada pemeriksaan RA dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf i . Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agararah pandang mata sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang.Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf i . 16

Fenomena Palatum Molle akan negatif bila terdapat massa di dalam rongga nasofaringyang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor velli palatini.Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon kapas efedrin yang dicampur dengan lidokain yang dimasukkan kedalam rongga hidung untuk mengurangi edema mukosa.

Rhinoskopi posterior Pasien diminta untuk membuka mulut tanpa mengeluarkan lidah, 1/3 dorsallidah ditekan dengan menggunakan spatel lidah. Jangan melakukan penekan yang terlalu keras pada lidah atau memasukkan spatel terlalu jauh hingga mengenai dinding faring oleh karena hal ini dapat merangsang refleks muntah. Cermin nasofaring yang sebelumnya telah dilidah apikan, dimasukkan kebelakang rongga mulut dengan permukaan cermin menghadap ke atas.Diusahakan agar cermin tidak menyentung dinding dorsal faring.. Perhatikan struktur rongga nasofaring yang terlihat pada cermin.Amati septum nasi bagian belakang, ujung belakang konka inferior, medius dansuperior, adenoid (pada anak), ada tidak secret yang mengalir melalui meatus. Perhatikan pula struktur lateral rongga nasofaring : ostium tuba, torus tubarius, fossa Rossenmulleri. Selama melakukan pemeriksaan pasien diminta tenang dan tetap bernapas melalui hidung. Pada penderita yang sangat sensitif, dapat disemprotkan anestesi lokal ke daerah faring sebelum dilakukan pemeriksaan.

c. Bagaimana cara pemeriksaan otoskopi? Otoskop adalah alat untuk memeriksa liang dan gendang telinga dengan jelas. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga. Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa. 1. Otoskop dipegang dengan satu tangan sementara aurikulus dipegang

dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke atas, ke belakang dan

17

sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana timpani. 2. Spekulum dimasukkan dengan lembut dan perlahan ke kanalis telinga,dan

mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar ringan agar tidak menimbulkan nyeri. 3. Setiap adanya cairan, inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat. 4. Membrana, timpani sehat berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dilihat mungkin pars tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis. 5. Gerakan memutar lambat spekulum memungkinkan penglihat lebih jauh pada lipatan malleus dan daerah perifer. dan warna membran begitu juga tanda yang tak biasa dan deviasi kerucut cahaya dicatat. Adanya cairan, gelembung udara, atau massa di telinga tengah harus dicatat. 6. Pemeriksaan otoskop kanalis auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop. 7. Bila serumen sangat lengket maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.

6. Pemeriksaan laboratorium a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan laboratorium?

Pemeriksaan Hb

Panji 12,5 g%

Kadar Normal 11-14 g%, 11-16 gr/dl

Interpretasi Normal

18

WBC

12.000/L

5000-10000/L

Infeksi (peradangan)

Trombosis L

250.000/

150.000450.000)/L

Normal

7. Diagnosis a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis? Rhinitis: Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis. Dikatakan rhinitis non alergika jika diketahui terdapat post nasal drip, ingus, atau hidung tersumbat, sehingga tidak perlu dilakukan tes allergi (untuk allergic rhinitis). Pada pemeriksaan fisik (biasanya dilakukan rhinoskopi): Findings are similar in rhinitis allergic and NAR syndromes and include swollen and beefy red nasal turbinates; and scant mucus. Faringotonsilitis:Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan terhadap tenggorokan. Keluhan utama untuk faringotonsilitis adalah sakit tenggorokan dan sulit menelan.Tanda-tanda inflamasi juga dapat dilihat dari hasil pemeriksaan darah yang terkadang dilakukan, akan ditemukan peningkatan jumlah sel sel darah putih.Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk membedakan etiologi, karena bakteri atau virus. Langkah pemeriksaan yang utama yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Pemeriksaan fisik yang utama yaitu pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan THT.Pada pemeriksaan tenggorokan dapat ditemukan eksudat dan kemerahan pada tonsil, pembesaran tonsil, bercak kemerahan pada palatum molle. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah: kultur swab tenggorokan (gold standar), tes infeksi jamur, tes monospot, ELISA, dll. 1. Anamnesis a) b) Identitas Keluhan utama : sakit tenggorokan dan demam. 1). Sakit tenggorokan - sejak kapan? 19

- riwayat kontak dengan penderita yang sakit tenggorokan? - riwayat paparan dengan lingkungan yang berpolusi? - riwayat imunisasi DPT? - nyeri saat menelan? - apakah ada eksudat di tenggorkan (putih/kuning/abu-abu)? - apakah juga disertai batuk? - berdahak/tidak? warna dahak? - apakah juga disertai pilek (rhinitis)? - apa juga disertai kesulitan bernapas/sesak napas? - apakah disertai nyeri dada? 2) Demam - sejak kapan? - waktu timbul (pagi/siang/sore/malam)? - menetap atau tidak? - menggigil/tidak? - apakah diberi obat antipiretik? hasil? - apakah demam disertai pengeluaran keringat yang banyak? c. Keluhan lain : - mual/muntah? - nyeri otot (myalgia) - nafsu makan berkurang? - BB turun? - pusing atau sakit kepala? - diare? d. Riwayat penyakit sebelumnya - pernah mengalami gejala serupa sebelumnya? - sudah pernah berobat? diagnosisnya? - diberi obat apa? hasil? e. Riwayat penyakit dalam keluarga 20

- Anggota keluarga / orang yang serumah yang serupa? - Frekuensi kontak dengan penderita? 2. Pemeriksaan Fisik General appearance: i.

mengalami gejala

Temp. : 37,8C demam yg tidak terlalu tinggi biasanya bersumber dari pirogen eksogen (mediator inflamasi) ENT examination :

ii.

Nasal : rhinorrhea menunjukkan adanya hipersekresi mucus akibat respon terhadap antigen yang terdapat di nasal. Konka nasalis inferior : hiperemis, edematous menunjukkan adanya respon inflamasi berupa peningkatan permeabilitas vascular sehingga choncha tampak bewarna merah, akhirnya debris dan mucus akan mengumpul menbentuk keadaan seperti edematous.

iii.

iv.

Throat : granular, hyperemic, tonsilitis T3-T3, detritus, kripta melebar Menandakan infeksi telah menginvasi ke pharyngeal, dan peningkatan akumulasi sel radang berupa PMN sehingga juga ditemukan granular hyperemic.

3. Pemeriksaan lab Darah rutin : leukosit 12.000/L menandakan keadaan agak meningkat yg memperkuat indikasi infeksi bakteri. ASTO untuk indikasi kecurigaan infeksi streptokokus. 4. Pemeriksaan lanjutan a) b) Kultur bakteri Uji resistensi

BAKU EMAS (GOLD STANDARD) Rhinitis: Baku emasnya untuk pemeriksaan rhinitis adalah ditemukannya virus penyebab rhinitis . Metode identifikasi virus dapat dilakukan meliputi kultur virus, deteksi Ag, dan PCR. Tonsilofaringitis: Baku emasnya adalah melalui pemeriksaan kultur apusan tenggorok untuk mengidentifikasi adanya bakteri S. Pyogen

21

b. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini? Sulit untuk membedakan antara tonsilofaringitis bakteri dan virus berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Baku emas penegakan diagnosis tonsilofaringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang adekuat pada area tonsil diperlukan untuk menegakkan adanya bakteri ataupun virus. Untuk memaksimalkan akurasi maka diambil apusan dari dinding faring posterior dan regio tonsil, lalu diinokulasi pada media segar darah dan piringan basitrasin, kemuadian ditunggu 24 jam. Hitung darah lengkap, pengukuran kadar elektrolit, dan kultur darah Tes monospot (antibodi heterophile) perlu dilakukan pada pasien dengan tonsilitis dan bilateral cervical lymphadenophaty. Throat culture diperlukan untuk identifikasi organisme yang infeksius. Hasilnya dapat digunakan untuk pemilihan antibiotik yang tepat dan efektif, untuk mencegah timbulnya resistensi antibiotik. Plain radiographs, pandangan jaringan lunak lateral dari nasopharynx dan oropharynx dapat membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis abses retropharyngeal. CT Scan, untuk mengetahui adanya kumpulan cairan hypodense di apex tonsil yang terinfeksi. c. Apa DD dari kasus ini? Kasus Tonsilopharingitis Tonsillitis Rhinotonsilopharingiti difteri Disfagia Odinofagia Batuk Pilek Demam Pem.kelenjar Pharynx hiperemis 22 + + + + + + + + subfebris + s + + + + + + +

Detritus (+) Tonsil T3/T3 Konka Edema

+ + -

+ + -

+ + +

Kasus

AKUT

KRONIS EKSASERBASI AKUT

KRONIS

Tonsil hiperemis Tonsil edema Kriptus melebar Destruitus Perlengketan

+ +

+ +

+/+

+ -

+ +

+ +

d. Apa WD dari kasus ini? Rhinitis akut dan tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut:

rhinotonsilofaringitis yang

sudah lama dan kembali ke fase akut (muncul peningkatan keparahan dari suatu

gejala akut, recurren) sebagai tanda penyakit dengan tanda : 1. tonsil hiperemis dan edema 2. Kripta melebar 3. Detritus + 4. perlengketan e. Apa etiologi dari diagnosis ini?

Rhinitis: pemicu rhinitis nonallergic meliputi: iritasi lingkungan atau pekerjaan. Debu, asap, asap rokok atau bau yang kuat, seperti parfum, dapat memicu rhinitis alergi. Uap kimia, seperti yang Anda mungkin terpapar dalam pekerjaan tertentu, mungkin juga untuk menyalahkan. Perubahan Cuaca. Perubahan suhu atau kelembaban dapat memicu membran dalam hidung Anda membengkak dan menyebabkan hidung berair atau tersumbat. 23

Infeksi. Penyebab umum dari rhinitis nonallergic adalah infeksi virus pilek atau flu, misalnya. Jenis rhinitis nonallergic biasanya akan hilang setelah beberapa minggu, tetapi dapat menyebabkan berlama-lama lendir di tenggorokan (postnasal drip). Kadang-kadang, jenis rhinitis dapat menjadi kronis, menyebabkan sedang berlangsung berubah warna hidung debit, nyeri wajah dan tekanan (sinusitis). Makanan dan minuman. Rhinitis nonallergic mungkin terjadi saat Anda makan, terutama ketika makan makanan panas atau pedas. Minum minuman beralkohol juga dapat menyebabkan selaput dalam hidung Anda membengkak, menyebabkan hidung tersumbat. Obat-obat tertentu. Beberapa obat dapat menyebabkan rhinitis alergi. Ini termasuk aspirin, ibuprofen (Advil, Motrin IB, orang lain), dan tekanan darah tinggi (hipertensi) obat-obatan seperti beta blockers. Rhinitis nonallergic juga bisa dipicu pada beberapa orang dengan obat penenang, antidepresan, kontrasepsi oral atau obat yang digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi. Terlalu sering menggunakan semprotan hidung dekongestan dapat menyebabkan jenis rhinitis nonallergic disebut rhinitis medicamentosa. Perubahan hormon. Perubahan hormon akibat kehamilan, menstruasi, penggunaan kontrasepsi oral atau kondisi hormonal lainnya seperti hipotiroidisme dapat menyebabkan rhinitis alergi. Stres. Stres emosional atau fisik dapat memicu rhinitis nonallergic pada beberapa orang.

Faringotonsilitis: Virus (rhinoviruses, coronaviruses, influenza, adeno, herpes, EBV dan lain-lain) adalah penyebab utama faringotonsilitis, hadir dalam 70-80% kasus. faringotonsilitis bakteri agak jarang. Grup A streptokokus hemolitik beta (s.pyogenes) adalah agen penyebab utama dalam kasus-kasus. Dalam beberapa kasus yang jarang penyakit mungkin disebabkan oleh staphylococcus atau gonococcus (yang menyebabkan gonore).

f. Apa epidemiologi dari diagnosis ini? Dapat mengenai semua umur dengan insiden tertinggi pada anak-anak usia 5-15 tahun. Pada anak-anak, Group A streptococcus menyebabkan sekitar 30% kasus tonsilofaringitis akut, sedangkan pada orang dewasa hanya sekitar 5-10%. Tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh Group A streptococcus jarang terjadi pada anak berusia 2 tahun ke bawah. Faringitis: terjadi pada semua umur dan tidak dipengaruhi jenis kelamin, tetapi frekuensi yang paling tinggi terjadi pada anak-anak

24

Rinitis: diperkirakan sekitar 20% 30% populasi orang dewasa Amerika dan lebih dari 40% anak-anak menderita penyakit ini. Tonsilitis: sering terjadi pada anak-anak pada umur 5-10 tahun dan dewasa mudaantara 15-25 tahun.

g. Apa faktor resiko dari diagnosis ini? Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, gejala predormal dari penyakit scarlet fever , dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam. inhalasi droplet dan kontak lansung dengan mukosa yang terinfeksi. hygine mulut yang buruk pengaruh cuaca,perokok pasif.

h. Apa patogenesis dari diagnosis ini? Nasofaring dan orofaring adalah tempat untuk organisme ini, kontak langsung dengan mukosa nasofaring atau orofaring yang terinfeksi atau dengan benda yang terkontaminasi seperti sikat gigi merupakan cara penularan yang kurang berperan, demikian juga penularan melalui makanan. Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus

menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi streptokokus ditandai dengan invasi lokal serta penglepasan toksin ekstraselular dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang pendek, yaitu 24-72 jam. Setelah terjadi proses infeksi yang tidak ditangani dengan adekuat dan atau sistem imun yang menurun, maka mo masih akan tetap berada di dalam tubuh dan sebabkan peradangan. Saat terdapat faktor predisposisi/pencetus maka proses peradangan akan terjadi kembali sehingga akan muncul tanda infeksi akut pada proses peradangan yang sebelumnya telah terjadi. 25

i. Apa manifestasi klinis dari diagnosis ini? Rhinitis: Signs and symptoms dari nonallergic rhinitis termasuk:

Stuffy nose (hidung tersumbat) Runny nose (ingusan) Sneezing (bersin bersin) Mucus (phlegm) pada tenggorokan (postnasal drip)

Faringotonsilitis: Sign and symptoms pada faringotonsilitis adalah: demam, hilang nafsu makan, nausea, sakit ketika menelan, sakit tenggorokan, muntah, sakit kepala. Yang sering muncul pada faringitis adalah: Nyeri tenggorok dan nyeri menelan Tonsil (amandel) membesar Mukosa yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan pus (nanah). Demam, bisa mencapai 40C. Pembesaran kelenjar getah bening di leher. Setelah bakteri atau virus mencapai sistemik maka gejala-gejala sistemik akan muncul, Lesu dan lemah, nyeri pada sendi-sendi otot, tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. Peningkatan jumlah sel darah putih.

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1. gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan 2. gejala sistemik, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian 3. gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis), edema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional. Pada tonsilofaringitis streptokokus akan dijumpai gejala dan tanda berikut: 1. Obstruktive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) 26

2. Faring hiperemis 3. Demam 4. Nyeri tenggorokan 5. Tonsil bengak dengan eksudasi 6. Kelenjar getah bening anterior bangkak dan nyeri 7. Uvula bengkak dan merah 8. Ekskoriasi hidung disertai lasi impetigo sekunder 9. Paetekie palatum molae j. Apa tatalaksana dari diagnosis ini? Kasus ini etiologinya belum jelas apakah virus atau bakteri. Untuk tahu etiologi harus periksa kultur jaringan dan melihat hasil diff count darah. Berdasarkan tanda klinis yang ditimbulkan kemungkinan pada kasus ini etiologinya adalah bakteri. Tetapi karena jenis bakterinya belum bisa diketahui karna kurangnya pemeriksaan maka diberi Antibiotik berupa broadspectrum selama 5 hari. Setelah itu lihat kondisi pasien. Jika pasien tidak membaik maka harus periksa kultur, tetapi jika pasien mengalami perbaikan maka lanjutkan broadspectrum sampai hari ke 14. Tetapi jelaskan pasien bahwa pemakaian antibiotic harus teratur. Untuk gejala batuk dan pilek berikan obat simptomatik seperti Antihistamin , Antitusif. Dalam kasus ini penyebab infeksi belum diketahui, maka dari itu diperlukan kultur apusan tenggorok untuk menentukan tatalaksana yang tepat. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Faringitis streptokokus grup A merupakan satu-satunya faringitis yang memiliki indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibiotik selain difteri. Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus karena tidak akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi derajat keparahan. Istirahat cukup serta pemberian cairan yang sesuai merupakan terapi yang baik. Pemberian gargles (obat kumur) dan lozenges (obat hisap) pada anak yang cukup besar dapat mengurangi gejala nyeri tenggorok. Apabila terdapat demam atau nyeri berlebih, dapat diberikan parasetamol atau ibuprofen.

27

Pemberian aspirin tidak dianjurkan, terutama pada infeksi influenza karena seringnya insiden sindrome Reye. a. Terapi antibiotik Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasarkan gejala klinis dan hasil kultur positif pada pemeriksaan apusan tenggorok. Akan tetapi, hingga saat ini masih terdapat pemberian antibiotik yang tidak rasional untuk kasus faringitis akut. Salah satu penyebabnya adalah terdapat overdiagnosis faringitis menjadi faringitis akut streptokokus karena kekhawatiran pada salah satu

komplikasinya, yaitu demam reumatik. Antibiotik pilihan pada terapi faringitisakut streptokokus grup A adalah Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau Bnezatin Penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000 IU (BB>30 kg). Amoksisilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil karena selain efeknya sama, amoksisilin memiliki rasa yang lebih enak. Amoksisilin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari, efektivitasnya sama dengan Penisilin V oral selama 10 hari. Untuk anak dengan alergi penisilin dapat diberikan eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari , eritomisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2, 3, atau 4 kali sehari selama 10 hari. Atau makrolid generasi terbaru seperti azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut. Antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II juga dapat memberikan efek yang sama tapi jarang diberikan karena selain mahal, risiko resistensinya lebih besar. Kegagalan terapi adalah terdapatnya streptokokus persisten setelah terapi selesai yang terjadi pada 5-20% populasi, dan lebih sering ditemukan pada populasi dengan pengobatan penisilin oral dan bukannya suntik. Hal ini dapat disebabkan oleh komplians yang kurang, infeksi ulang, atau adanya flora normla yang memproduksi laktamase. Kultur ulang apusan tenggorok hanya dilakukan pada keadaan dengan risiko tinggi, misalnya pada pasien dengan riwayat demam reumatik atau infeksi berulang streptokokus. Apabila hasil kultur kembali positif, beberapa kepustakaan menyarankan terapi kedua, klindamisin 20-30 mg/kgBB/hari selama 10 hari, amoksisilin-klavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis dalam 10 hari, atau injeksi Bnezathine Penisilin G IM dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000 IU (BB>30 kg). Akan tetapi, bila setelah terapi 28

ketiga pasien tetap positif, kemungkinan pasien merupakan karier yang risiko ringan terinfeksi demam reumatik. b. Tonsilektomi Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah dilakukan secara luas untuk mengurangi frekuensi tonsilitis rekuren walaupun dasar ilmiah tindakan ini masih belum jelas. Terapi dengan adenoidektomi dan tonsilektomi telah menurun dalam dua dasawarsa terakhir ini. Ukuran tonsil dan adenoid bukan lah indikator yang tepat. Tonsilektomi biasanya dilakukan pada tnsilofaringitis berulang atau kronis. Terdapat beberapa indikator klinis yang digunakan, salah satunya adalah kriteria yang digunakan Childrens Hospital of Pittsburgh Study, yaitu tujuh atau lebih infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik pada tahun sebelumnya, lima atau lebih infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya, dan tiga atau lebih infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 3 tahun sebelumnya. American Academy Otolaryngology and Head and Neck Surgery mneetapkan terdapatnya tiga atau lebih infeksi tenggorokan yang diterapi dalam setahun sebagai bukti yang cukup untuk dilakukan pembedahan. Indikator klinis di atas tidak dapat diterapkan di Indonesia dan memerlukan pemikiran lebih lanjut. Keputusan tonsilektomi harus didasarkan pada tanda dan gejala yang terkait secara langsung terhadap hipertrofi, obstruksi, dan infeksi kronis pada tonsil dan struktur terkait. Ukuran tonsil anak relatif lebih besar daripada orang dewasa. Infeksi tidak selalu menyebabkan hipertrofi tonsil. Tonsilektomi sedapat mungkin dihindari pada anak usia di bawah 3 tahun. Bila ada infeksi aktif, tonsilektomi harus ditunda selama 2-3 minggu. Adenoidektomi sering direkomendasikan sebagai terapi tambahan pada otitis media kronis dan rekuren. Sebuah RCT menunjukkan bahwa adenoidektomi dan miringotomi bilateral (tanpa timpanoplasti) memberikan keuntungan pada anak berusia 4-8 tahun yang menderita otitis media kronis dengan efusi. Indikasi lain tonsiloadeoidektomi adalah terjadinya obstructive sleep apnea akibat pembesaran adenotonsil.

29

INDIKASI ABSOLUT: 1. Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal. 2. Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran wajah atau tonsil mulut yang yang

mengakibatkan

gangguan

pertumbuhan

terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut. 3. Tonsillitis yang mengakibatkan kejang demam. 4. Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan.

INDIKASI RELATIF: 1. Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai. 2. Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. 3. Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan antibiotika. 4. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan keganasan (neoplastik).

KONTRAINDIKASI TONSILEKTOMI Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan

pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya 30

baru dilakukan setelah minimal 23 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal

k. Apa prognosis dari diagnosis ini? Prognosis dari faringitis ini biasanya baik, karena biasanya faringitis ini dapat sembuh sendiri. Namun, jika faringitis ini berlangsung lebih dari satu minggu, masih terdapat demam, pembesaran nodus limfa, atau muncul bintik kemerahan, hal tersebut dapat berarti terjadi komplikasi dari faringitis, seperti demam reumatik. Ad Fungsionam,Ad Vitam Bonam l. Apa pencegahan dari diagnosis ini? Primer:

a. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan b. Cuci tangan setelah melakukan kontak dengan penderita c. Pemberian imunisasi influensza d. Meningkatkan imunitas tubuh dengan konsumsi makanan bergizi e. Mengkonsumsi vitamin Sekunder:

a. Pengobatan yang adekuat b. Meningkatkan imunitas c. Istirahat yang cukup d. Menghindari infeksi berulang e. Menghindari factor resiko yang menyebabkan komplikasi m. Apa komplikasi dari diagnosis ini? Rhinitis: rhinitis alergi berpotensi untuk mengalami komplikasi, seperti sinusitis, polip nasi, dan disfungsi tuba. Faringitis: Rheumatic fever Scarlet fever Glomerulonefritis Abses peritonsilar 31

Tonsilitis: Otitis media akut Abses peritonsil Abses parafaring Sepsis Bronchitis Miokarditis

n. Apa KDU dari diagnosis ini? Tingkat 4 Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itusecara mandiri hingga tuntas.

IV. HIPOTESIS Panji, 6 tahun, menderita rhinotonsilofaringitis et causa infeksi virus

V. LEARNING ISSUE a. Anatomi, histologi dan fisiologi THT -. Telinga (4) -. Hidung (1) -. Tenggorokan(2) b. infeksi saluran pernafasan atas -. Rhinitis (3) -. Faringitis (4) -. Tonsillitis (1) c. immunologi saluran pernafasan atas (1)

32

VI. SINTESIS ANATOMI, HISTOLOGI, DAN FISIOLOGI THT

1. TELINGA 1.1. ANATOMI TELINGA Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: 1,2,3,5 1.1.1 Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani. Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat = Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi.

33

Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga 1,2,3 1.1.2 Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan : Batas luar Batas depan Batas Bawah Batas belakang Batas atas Batas dalam : Membran timpani : Tuba eustachius : Vena jugularis (bulbus jugularis) : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis. : Tegmen timpani (meningen / otak ) : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo. Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang 34

menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawahdepan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 2.2 : Membran Timpani 1,2,3 Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga 35

menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani. 1.1.3 Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membrane vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

36

Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam Koklea

1,2,3,5

Bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia panjangnya 35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh: 1. membrane reissner bagian atas 2. lamina spiralis membranasea bagian bawah 3. dinding luar koklea Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

37

Gambar 2.4 : Koklea 2,3 Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris dari basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah berpengaruh dibagian atas (ujung) dari koklea.

GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3 Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria. Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimf. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions. Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium. Vestibulum Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus. 38

Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel penunjang yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan macula utrikuli. Kanalis semisirkularisanlis Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis). Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis. Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla. Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista ampularis yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla. 1.2 Fisiologi pendengaran 1,2,3,4,5 Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris 39

dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran 1,4 1.3 HISTOLOGI TELINGA 1.3.1 Telinga Luar 1. Auricula Dibungkus oleh perikondrium yang mengandung serat elastic Terdiri dari tulang rawan elastic 2. Meatus akustikus eksternus Sepertiga bagian luar berupa tulang rawan , dua pertiga bagian dalam bagian dari tulang temporal Kulitnya dilapisi oleh perikondrium dan perioestium Sepertiga luar dilapisi oleh rambut kasar Meatus akustikus eksternus mengandung kelenjar sebasea dan kelenjar seruminosa yang menyekresikan serumen. Lumen kelenjar besar dan epitel nya selapis gepeng

1.3.2 Telinga Tengah 1. Kavum Timpani Dilapisi sel gepeng di dekat muara tuba eustachius dan sel kuboid silia di tepian

40

2.

Tulang pendengaran : dihubungkan oleh sendi diartrosis dan disokong oleh ligament halus

3.

Membran Timpani Semi transparan , lonjong dan seperti kerucut Terdiri dari dua lapisan berupa serat kolagen dan fibroblast serta jalinan tipis serat elastic (bagian luar radial dan bagian dalam melingkar) Bagian luar membrane timpani dilapisi kulit tipis tanpa rambut / kelenjar, didalamnya dilapisi mukosa dengan sel epitel gepeng, lamina propria tipis dan sedikit serat kolagen dan kapiler

4.

Tuba eustachius Sepertiga pertama disokong oleh tulang, di medial dilapisi oleh tulang rawan dan di lateral dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa Hampir seluruh tuba dilapisi oleh tulang rawan elastin, tetapi di dekat ujung faring dilapisi tulang rawan hialin Bagian tulang tuba relative tipis, terdiri dari epitel kolumnar rendah bersilia, lamina propria tipis Bagian tulang rawan , terdiri dari sel kolumnar tinggi , bersilia dan di lamina propria banyak limfosit

1.3.3 Telinga Dalam 1. 2. a. Labirin oseosa Labirin membranosa: Utrikulus Lapisan luar : lapisan fibrosa Lapisan tengah : jaringan ikat vascular halus Lapisan dalam : sel gepeng dan kuboid rendah b. Sakulus Makula sakuli duktus sakulus dan utrikulus menyatu menjadi duktus endolimfatikus : dilapisi oleh epitel kuboid sampai gepeng , dekat ujung ada kolumnar tingga berupa sel gelap dan sel terang. c. Duktus semisirkularis (anterior, posterior dan lateral) , berisi cairan endolimfe Pada duktus semisirkularis mengalami pelebaran yang disebut ampula dan berisi Krista ampula . Krista ampula mengandung epitel sensoris , terbagi dua : sel rambut dan sel penyokong

3.

Koklea 41

Skala vestibuli : dinding dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel selapis gepeng Skala media : dibentuk oleh stria vascularis dengan epitel bertingkat dan mengandung anyaman kapiler intraepitelial yang terbentuk dari pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi jaringan ikat di ligamentum spirale. Skala timpani : dilapisi jaringan ikat tipis dengan epitel selapis gepeng HIDUNG Hidung atau naso adalah saluran pernafasan yang pertama. Ketika proses pernafasan berlangsung, udara yang diinspirasi melalui rongga hidung akan menjalani tiga proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan, dan pelembaban. Hidung terdiri atas bagian- bagian sebagai berikut: Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung ( konka nasalis ), yang berjumlah 3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis superior.

Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu:

meatus superior,

meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati oleh udara pernafasan , sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak yang disebut koana. Dasar rongga hidung dibentuk oleh rahang atas ke atas rongga hidung berhubungan dengan rongga yang disebut sinus paranasalis yaitu sinus maksilaris pada rahang atas, sinus frontalis pada tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji, dan sinus etmoidalis pada rongga tulang tapis. Pada sinus etmoidalis keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke konka nasalis . Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman , sel tersebut terutama terdapat pada di bagian atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor dari saraf penciuman ( nervus olfaktorius ).

Di sebelah konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga pendengaran tengah . Saluran ini disebut tuba auditiva eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata atau tuba lakrimalis.

42

Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir di sekresi secara terus-menerus oleh selsel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

Septum hidung terbuat dari tulang rawan hialin. Organ vomeronasal (s) pada kedua sisi septum yang hadir di bagian ini, seperti juga beberapa bagian tulang hidung, ditutupi dengan epitel penciuman. Dua jenis epitel yang hadir dalam rongga hidung, yaitu adalah pernapasan epitel khas atau TRE, jenis lapisan epitel semu dari sebagian besar saluran pernapasan. Yang kedua adalah epitel penciuman, jenis chemoreceptive hanya ditemukan di hidung danorgan vomeronasal.

HISTOLOGI

Rongga Hidung

Vestibulum Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini terdapat banyak granul.

Fosa Nasalis Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah celah kecil yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan pengkondisian udara inspirasi. Sinus Paranasal Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus sinus ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang lubang kecil.

43

TENGGOROKAN Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari faring dan laring.Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika adamakanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak didepan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal prosesus nasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,dibentuk oleh gabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garistengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan. Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan terutama berasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan cabang korda timpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang.Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus keleher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelahdepan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialismelekat pada kelenjar parotis. 44

FARING Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus aerodigestivus dengan struktur tubular iregular mulai dari dasar tengkorak sampai setinggi vertebra servikal VI, berlanjut menjadi esophagus dan sebelah anteriornya laring berlanjut menjadi trakea. Batas-batas faring : Superior : Oksipital dan sinus sphenoid Inferior : Berhubungan dengan esophagus setinggi m. Krikofaringeus Anterior : Kavum nasi, kavum oris, dan laring Posterior : kolumna vertebra servikal melalui jaringan areolar yang longgar. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring (hipofaring). Vaskularisasi Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.Yang utama berasal dari cabang a. Karotis eksterna serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang palatine superior. Persarafan Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan serabut simpatis.Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus. Kelenjar Getah Bening

45

Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media daninferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjargetah bening servikal dalam atas.Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah beningjugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfeinferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas: Nasofaring Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantongrathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suaturefleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare,yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tubaeustachius. Batas-batas nasofaring : Superior : Basis Cranii Inferior : Bidang datar yang melalui palatum molle Anterior : Berhubungan dengan cavun nasi melalui choana Posterior : Vertebra Servikalis Lateral : Otot-otot konstriktor faring Mukosa nasofaring sama seperti mukosa hidung dan sinus paranasalis yaitu terdiri dari epitel pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa kelenjar mukus di bawah selaput (membrana) mukosa terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat melekatnya mukosa. Ruang nasofaring yang relatif kecil mempunyai beberapa sturktur penting, yaitu : Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang kadang disebut tonsila faringea atau tonsil nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding anterior basis sphenoid. Torus tubarius atau tuba faringotimpanik, merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan palatum molle dan satu sentimeter di belakang tepi posterior konka inferior. Resesus faringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai fossa Rosenmuler, merupakan tempat predileksi karsinoma faring

46

Muara tuba eustachius atau orifisium tube, terletak di dinding lateral nasofaring, dan inferior torus tubarius, setinggi palatum molle Koana atau nares posterior

Orofaring Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. a. Dinding Posterior Faring: Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akutatau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguanotot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguann.vagus. b. Fosa tonsil: Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalahm.konstriktor faring superior.Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapatsuatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil.Fosa ini berisi jaringan ikat jarang danbiasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenarbenarnya 47

bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya. c. Tonsil: Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsillingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.Tonsilpalatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil.Pada kutub atas tonsilseringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua.Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yangdisebut kriptus.Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteridan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsultonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus. Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar. Jaringan Limfoid pada Faring Jaringan limfoid yang berkembang pada faring dengan baik dikenal dengan nama cincin Waldeyer yang terdiri dari : Tonsila Palatina (faucial) Tonsila Faringeal (adenoid) Tonsila Lingualis Lateral Faringeal Band 48

Nodul-nodul soliter di belakang faring

Gambar. Cincin Waldeyer

Jaringan Limfoid Nasofaring Adenoid atau bursa faringeal/faringeal tonsil merupakan massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen dengan selah atau kantung diantaranya. Penyakit Thornwaldts merupakan infeksi dari bursa faringeal ini. Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di perifer, yang duktus eferennya menuju kelenjar limfe leher yang terdekat. Dilapisi epitel selapis semu bersilia yang merupakan kelanjutan epitel pernafasan dari dalam hidung dan mukosa sekitar nasofaring. Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna dan sebagian kecil cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang pleksus faringeus ke dalam Vena Jugularis Interna.

Gambar. Adenoid 49

Aliran limfe melalui kelenjar interfaringeal yang kemudian masuk ke dalam kelenjar Jugularis. Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang N IX serta N. Vagus. Tubal tonsil dibentuk terutama oleh perluasan nodulus limfatikus faringeal tonsil ke arah anterior mukosa dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus tersebut terutama ditemukan pada mukosa tuba eustachius dan fossa Rossenmuler. Jaringan limfoid ini disebut juga Gerlachs Tonsil.

Jaringan Limfoid Orofaring Tonsila Lingualis Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina, dan meluas ke arah anteroposterior dari papila sirkumvalata ke epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan jumlah yang sedikit. Selsel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus. Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari A. Karotis Eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke Vena Jugularis Interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.

Laringofaring (hipofaring) Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekulaepiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makananpada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateralterdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinuspiriformis pada tiap sisi laringofaring.Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotikadan kartilago tiroid.Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batasposterior adalah vertebra servikal.Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoiddan di bawahnya terdapat muara esofagus. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan

50

yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotikalateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga 3 kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapaorang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega danperkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentukomega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadidemikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara.Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketikamenelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformisdan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisilaringofaring.Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan laringoskopi langsung.

LARING Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas yang bagian atas. Bentuk laring seperti limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan trakea dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Laring dibentuk oleh kartilago, ligamentum, otot dan membrana mukosa.Terletak di sebelah ventral faring.Berada di sebelah kaudal dari os hyoideum dan lingua, berhubungan langsung dengan trakea.Di bagian ventral ditutupi oleh kulit dan fasia, di kiri kanan linea mediana terdapat otot-otot infra hyoideus.Posisi laring dipengaruhi oleh gerakan kepala, deglutisi, dan fonasi. Secara umum, laring dibagi menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal.Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis.Daerah subglotik memanjang dari permukaan bawah pita suara hingga kartilago krikoid.Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi struktur laringeal, unik pada neonatus. Batas atas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya adalah batas kaudal kartilago krikoid.Laring membentang dari laryngoesophageal junction dan menghubungkan faring (pharynx) dengan trachea.Laring terletak setinggi Vertebrae Cervical IV VI. Stuktur penyangga Laring Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hyoid dan beberapa tulang rawan. 51

Tulang hyoid: Tulang hioid merupakan tulang yang berbentuk seperti huruf U. Terletak

di antara laring dan mandibula. Hioid berfungsi sebagai tempat melekatnya beberapa otot mulut dan lidah. Jumlah tulang hioid hanya 1 pada setiap manusia.

Tulang rawan (kartilago): Tulang rawan yang menyusun laring adalah : kartilago

epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan kartilago tritisea.Tulang rawan pada laring ada yang sepasang dan ada yang tunggal. Yang sepasang antara lain kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis. Sedangkan yang hanya berjumlah satu buah yaitu kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid

Epiglotis adalah tulang rawan yang berfungsi sebagai katup pada pita suara (laring) dan

tabung udara (trakea), yang akan menutup selama proses menelan berlangsung. Pada saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi mulut laring yaitu menutup dan mengangkat jakun keatas untuk mencegah masuknya makanan dan cairan, sehingga tidak mengganggu pernapasan kita karena masuknya makanan atau cairan tersebut. Epiglotis akan terus terbuka ketika kita bernapas.

Stuktur otot laring

Otot-otot yang menyusun laring terdiri dari otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik.

Otot atau muskulus ekstrinsik adalah otot yang berada diluar laring sedangkan otot intrinsik adalah otot yang berada di dalam laring.

Otot-otot ekstrinsik berfungsi menggerakkan laring, sedangkan otot-otot intrinsik

berfungsi membuka rima glotidis sehingga dapat dilalui oleh udara respirasi. Juga menutup rima glotidis dan vestibulum laringis, mencegah bolus makanan masuk ke dalam laring (trakea) pada waktu menelan. Selain itu, juga mengatur ketegangan (tension) plika vokalis ketika berbicara. Kedua fungsi yang pertama diatur oleh medula oblongata secara otomatis, sedangkan yang terakhir oleh korteks serebri secara volunter. 52

Cavitas Laryngis

Merupakan suatu ruangan yang meluas dari pintu masuk larynx sampai setinggi tepi

bawa cartilago cricoidea untuk beralih kedalam lumen trachea.

Rongga di dalam laring dibagi menjadi tiga yaitu, vestibulum laring, dibatasi oleh aditus

laringis dan rima vestibuli. Lalu ventrikulus laringis, yang dibatasi oleh rima vestibuli dan rima glotidis. Di dalamnya berisi kelenjar mukosa yang membasahi plika vokalis. Yang ketiga adalah kavum laringis yang berada di sebelah ckudal dari plika vokalis dan melanjutkan diri menjadi kavum trakealis.

Urutan bangunan yang ada di cavitas laryngis mulai dari atas ke bawah : Aditus

laryngis, Vestibulum laryngis, Rima vestibuli, Ventriculus laryngis, Rima glottidis, cavitas infraglottica.

Aditus laryngis.:Merupakan pintu masuk larynx yang menghadap ke dorsocranial dan

menghadap ke laryngopharynx. Aditus laryngis mempunyai batas-batas: Ventral : pinggir atas epiglottis Lateral : plica aryepiglottica. Dorsocaudal : membrane mucosa antar cartilage arytenoidea

Vestibulum laryngis merupakan cavitas laryngis yang terletak dibawah aditus laryngis

sampai tepat diatas plica vestibularis (pita suara palsu)


Rima vestibuli adalah celah yang dibentuk oleh kedua plica vestibularis Ventriculus laryngis terletak dibawah rima vestibuli dan diatas rima glottidis.Ventriculus bagian anterior dan lateralnya meluas ke ats sebagai kantong buntu yangmensekresi lendir untuk lubrikasi plica vicalis. Kantong buntu ini disebut Sacculuslaryngis.

Rima glottidis merupakan celah yang dibentuk oleh plica vocalis dexter et sinister. Plica vocalis melekat pada cartilago Arytenoid dan pada facies posterior cartilago Thyroidea, sehingga ada ahli berpendapat plica vocalis 40 % disusun cartilago Arytenoidea dan 60 % disusun tepi atas membrana cricothyroidea. Panjang plica vocalis menentukan tinggi rendah nada suara manusia, pada pria yang plica vocalisnya panjang suara lebihrendah (ngebass) sedang pada wanita plica vocalis pendek sehingga nada sua ratinggi.

Spintcher Larynx Terdapat dua spintcher pada larynx yaitu pada Aditus laryngis dan Rima glottidis.

53

Aditus laryngis: Spintcher pada aditus laryngis hanya berfungsi pada saat menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan palatum durum, larynx tertarik ke atas dibawah bagian lidah. Aditus laryngis menyempit akibat kontraksi m. arytenoideus obliquus dan m. aryeepiglottica. Epiglottis didorong kebelakang oleh lidah berfungsi sebagai sungkup di atas aditus laryngis. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam oesophagus dengan berjalan di atas epiglotti atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi aditus laryngis, yaitu melalui fossa piriformis.

Rima glottidis: Ketika batuk atau bersin, rima glottidis berfungsi sebagai sphincter. Setelah inspirasi, plica vocalis adductio, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi dengan kuat. Akibatnya tekanan dalam tekanan di dalam thorax meningkat, dan dalam waktu yang bersamaan plica vocalis mendadak abduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang terkompresi sering mengeluarkan partikel asing atau mucus dari saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke pharynx. Di sini, partikel-partikel ditelan atau dikeluarkan

Inervasi Laring dipersarafi oleh cabang-cabang n. vagus, yaitu n. Laringeus superior dan n. Laringeus inferior.Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Vaskularisasi Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a. Laringis superior dan a. Laringis inferior.

Pembuluh Limfe Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali daerah lipatan vokal.Disini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale.Di daerah lipatan vokal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior. Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis dan a.laringis superior, kemudian ke atas dan bergabung dengan kelenjar dari bagian superior rantai servikal dalam.Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan kebawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam, dan beberapa diantaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

Struktur Mikroskopis 54

Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal sebagai epitel respiratorius.Namun, bagian bagian laring yang terpapar aliran udara yang terbesar, misalnya permulaan lingua pada epiglottis, permukaan superior plika ariepiglotika, dan permukaan superior serta tepi batas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius

Laring menghubungkan faring dan trakea. Bentuk laring tidak beraturan / irreguler.

stuktur mikroskopis pada laring yaitu berupa Epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet kecuali ujung plika vokalis yang mempunyai epitel berlapis gepeng. Pada dinding laring stuktur mikroskopisnya berupa Tulang Rawan Hialin dan Tulang Rawan elastis, mengandung jaringan ikat dan kelenjar campur. Otot pada musculus vokalis berupa otot skelet.

Tulang rawan pada laring hialin dan tulang rawan elastin, yaitu tulang rawan Hialin

yang terdiri dari satu buah tulang rawan tiroid dan tulang rawan krikoid serta dua buah tulang rawan aritenoid (pada ujung tulang rawan aritenoid merupakan tulang rawan Elastis, sedangkan bagian lain dari tulang rawan ini merupakan tulang rawan Hialin). Sedangkan tulang rawan Elastis yang terdiri dari satu buah tulang rawan epiglotis dan dua buah tulang rawan masing-masing tulang rawan Kuneiformis dan Kornikulata

Pada otot-otot laring terdiri dari muskulus ekstrinsik dan intrinsik. Muskulus intrinsik

adalah Otot yang menghubungkan kartilago dengan daerah sekelilingnya dan berperan untuk fonasi. Sedangkan Muskulus ekstrinsik merupakan Otot yang menghubungkan Tulang rawan satu dengan yang lainnya dan berperan untuk proses menelan

Epiglotis: Rangka epiglotis berupa tulang rawan Elastis. Mempunyai dua permukaan

yaitu Pars lingual dan pars laringeal, dimana Pars lingual dari tebal semakin menipis dan beralih menjadi pars laryngeal. Permukaan lingual yang menghadap ke lidah. Pada permukaan ini dijumpai epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Permukaan ini merupakan bagian anterior yang paling sering berkontak dengan akar lidah, pada waktu proses menelan. Lapisan Lamina propria pada permukaan ini dibawahnya langsung melekat pada perikondrium. Ada kelenjar campur dan jaringan limfoid. Permukaan laringeal yang menghadap ke laring. Pada permukaan ini di jumpai Epitel berlapis gepeng yang tipis dari permukaan lingual menjadi epitel. bertingkat torak bersilia bersel goblet,yang akan melanjutkan ke trakea dan bronkus. Permukaan ini merupakan bagian posterior yang sering berkontak dengan makanan. Lamina propria dibawahnya mempunyai kelenjar campur ( lebih banyak daripada permukaan lingual )

55

TULANG RAWAN HIALIN

TULANG RAWAN ELASTIN Dibawah epiglotis terdapat dua lipatan mukosa yang menonjol ke lumen laring yaitu plika ventrikularis dan plika vokalis. Bagian atas disebut pita suara palsu / plika ventrikularis.Pada bagian ini mempunyai epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet.lapisan Lamina proprianya tipis, terdiri dari jaringan penyambung jarang. Bagian bawah disebut pita suara sejati / plika vokalis.Pada plika vokalis terdapat epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk.Pada lamina propria terdapat serat-serat elastin yang tersusun sejajar membentuk ligamentum vokalis, dimana sejajar dengan ligamentum vokalis terdapat otot skelet yang disebut muskulus vokalis. Fungsi muskulus vokalis ini adalah mengatur ketegangan pita suara dan ligamentum, sehingga udara yang melalui pita suara dapat menimbulkan suara dengan nada yang berbeda-beda Diantara dua plika vokalis terdapat daerah yang disebut rima vokalis / rima glotidis

Fisiologi Tenggorokan Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untukartikulasi. Proses menelan Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnyaadalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah danpalatum mole mendorong bolus ke orofaring.Otot supra hiod berkontraksi, elevasi 56

tulanghioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegahaspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanankebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis mediadan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringisinferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gayaberat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung. Proses Berbicara Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaringdan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faringsuperior.Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatummole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa inidiisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkinkedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepatbersamaan dengan gerakan palatum. RHINITIS

RHINITIS Rinitis atau dikenal juga sebagai common cold, coryza, cold, atau selesma adalah salah satu dari penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) tersering pada anak-anak. Anakanak lebih sering mengalami rinitis daripada dewasa. Rata-rata mereka mengalami 6-8 kali rinitis per tahun, sedangkan orang dewasa 2-4 kali per tahun. Selama tahun pertama kehidupan, anak laki-laki lebih sering mengalami rinitis daripada anak perempuan. Penyakit ini juga merupakan penyebab terbanyak yang menyebabkan anak tidak dapat pergi ke sekolah. Diperlukan pemahaman yang lebih baik akan epidemiologi dan patofisiologi penyakit tersebut sehingga dapat mengurangi kunjungan ke dokter dan tatalaksana yang tidak 57

perlu. Selain itu, diperlukan juga rasionalisasi penggunaan antibiotik dalam tatalaksana rinitis untuk mengatasi keadaan tersebut. Rinitis dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi insidennya tergantung pada musim. Di belahan bumi utara, insiden rinitis meningkat. Rinitis tetap tinggi selama musim dingin, dnan menurun pada musim semi, sedangkan di daerah tropis, rinitis terutama terjadi pada musim hujan. Rinitis adalah infeksi virus akut yang sangat menular. Rinitis ditandai dengan pilek, bersin, hidung tersumbat, dan iritasi tenggorokan, serta dapat disertai dengan atau tanpa demam. Hampir semua rinitis disebabkan oleh virus, virus penyebab tersering adalah Rhinovirus, sedangkan jenis virus lainnya adalah virus parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), dan Coronavirus. Dengan demikian, antibiotik tidak diperlukan dalam tatalaksana rinitis. Hanya dalam keadaan tertentu saja bakteri berperan dalam rinitis, yaitu jika merupakan bagian dari faringitis seperti pada rinofaringitis (nasofaringitis).

Definisi Rinitis Rinitis merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran pernapasan atas ringan gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok, dan batuk. Infeksi ini terjadi secara akut, dapat sembuh spontan, dan merupakan penyakit yang paling sering diderita manusia. Di Amerika Serikat, lebih kurang 25 juta pasien per tahun datang ke dokter karena infeksi saluran pernapasan atas tanpa komplikasi. Rinitis merupakan penyakit akut yang sangat infeksius, dan biasanya disebabkan oleh virus. Salah satu penyebab virus rinitis adalah virus Influenza, sehingga terdapat salah pengertian penyebutan rinitis dengan flu, yang merupakan nama lain influenza. Pada kenyataannya, ada banyak jumlah virus yang dapat menyebabkan rinitis, misalnya Rhinovirus, Adenovirus, virus Parainfluenza, Respiratory Syncitial Virus (RSV), dan lainlain. Kumpulan gejala yang terdapat pada penyakit ini adalah hidung tersumbat, bersin, coryza (inflamasi mukosa hidung dan pengeluaran sekret), iritasi faring, serta dapat pula dijumpai demam yag tidak terlalu tinggi. Melihat kumpulan gejala tersebut, maka terminologi selesma lebih sesuai daripada rinitis, coryza, atau nasofaringitis(terminologi yang biasa dipakai di literatur. Terminologi rinitis terlalu terfokus pada kelainan di hidung dan infeksi pada faring, walaupun pada keadaan sebenarnya bukan hanya itu yang terjadi. Akan tetapi beberapa literatus masih menggunakan nasofaringitis untuk membicarakan rinitis.

Etiologi

58

Beberapa virus telah teridentifikasi sebagai penyebab rinitis. Rhinovirus, RSV, virus Influenzavirus Parainfluenza, dan R \Adenovirus merupakan penyebab rinitis tersering pada anak usia prasekolah. Persentase virus-virus ini sebagai penyebab rinitis bervariasi antara penelitian satu dengan yang lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan perbedaan waktu dilakukannya penelitian, metode pengambilan sampel dan pemeriksaan, serta usia subyek penelitian. Meskipun demikian, Rhinovirus merupakan penyebab rinitis tersering pada semua usia, apapun metode pemeriksaannya. Rhinovirus yang mempunyai lebih dari 100 serotipe merupakan penyebab 30-50% rinitis per tahun, dan dapat mencapai 80% selama musim semi. Tabel 2.1.1 Etiologi Rinitis Berdasarkan Kekerapannya Mikroorganisme Rhinovirus Virus Parainfluenza RSV Coronavirus Dapat menyebabkan rinitis Adenovirus Enterovirus Virus Influenza Virus Parainfluenza Reovirus Mycoplasma pneumoniae Jarang menyebabkan rinitis Coccidioidas immitis Histoplasma capsulatum Bordetella pertussis Chlamydia psitacci Coxiella burnetti Sumber: Herendeen, E.N., Szilagy G.P. Infection of the upper respiratory tract dalam: Behrman, E.R., Kliegmann, M.R., Jenson, H.B. Penyunting. Textbook of Pediatrics 16th ed, Philadelphia dalam: Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., Setyanto, D.B. 2010.

Kategori

Penyebab rinitis terbanyak

Meskipun jarang, rinitis dapat juga disebabkan oleh Enterovirus (Echovirus dan Coxsakievirus) dan Coronavirus. Coronavirus ditemukan pada 17-18% orang dewasa dengan onfeksi saluran pernapasan atas. Human metapneumovirus, virus yang relatif baru ditemukan, selain diketahui menyebabkan pneumonia dan bronkiolitis, dapat juga menyebabkan infeksi 59

saluran pernapasan atas ringan. Pada sekitar 5% pasien dengan rinitis, ditemukan dua atau lebih virus pada saat yang bersamaan; sedangkan 20-30% rinitis tidak diketahui penyebabnya. Etiologi rinitis berdasarkan kekerapannya dapat dilihat pada Tabel 2.1.1

Patofisiologi Penularan rinitis dapat terjadi melalui inhalasi aerosol yang mengandung partikel kecil, deposisi droplet pada mukosa hidung atau konjungtiva, atau melalui kontak tangan dengan sekret yang mengandung virus yang berasal dari penyandang atau dari lingkungan. Cara penularan antara virus yang satu berbeda dengan yang lainnya. Virus Influenza terutama ditularkan melalui inhalasi aerosol partikel kecil, sedangkan Rhinovirus ditularkan melalui kontak tangan dengan sekret, yang diikuti dengan kontak tangan ke mukosa hidung atau konjungtiva. Patogenesis rinitis sama dengan patogenesis infeksi virus pada umumnya, yaitu melibatkan interaksi antara replikasi virus dan respon inflamasi pejamu. Meskipun demikian, patogenesis virus-virus saluran respiratori dapat sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya karena perbedaan lokasi primer tempat replikasi virus. Replikasi virus Influenza terjadi di epitel trakeobronkial, sedangkan Rhinovirus terutama di epitel nasofaring. Pemahaman patogenesis rinitis terutama didapat dari penelitian pada sukarelawan yang diinfeksi dengan Rhinovirus. Infeksi dimulai dengan deporit virus di mukosa hidung anterior atau di mata. Dari mata, virus menuju hidung melalui duktus lakrimalis, lalu berpindah ke nasofaring posterior akibat gerakan mukosilier. Di daerah adenoid, virus memasuki sel epitel dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik di epitel. Sekitar 90% virus Rhinovirus menggunakan intercellular adhesion mollecule-1 (ICAM-1) sebagai reseptornya. Setelah berada di dalam sel epitel, virus bereplikasi dengan cepat. Hasil replikasi virus tersebut dapat dideteksi 8-10 jam setelah inokulasi virus intranasal. Dosis yang dibutuhkan untuk terjadinya infeksi Rhinovirus adalah kecil, dan lebih dari 95% sukarelawan tanpa antibodi spesifik terhadap serotipe virus akan terinfeksi setelah inokulasi intranasal. Meskipun demikian, tidak semua infeksi menyebabkan timbulnya gejala klinis. Gejala klinis hanya terjadi pada 75% orang yang terinfeksi. Infeksi virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga timbul gejala klinis tersumbat dan sekret hidung yang merupakan gejala utama rinitis. Stimulasi kolinergik menyebabkan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin. Mekanisme pasti tentang bagaimana virus menyebabkan perubahan di mukosa hidung belum diketahui dengan pasti. Dilaporkan bahwa gejala timbul bersamaan dengan influks sel-sel polimorfonuklear (PMN) ke dalam mukosa dan sel epitel hidung. 60

Derajat keparahan kerusakan mukosa hidung berbeda antar virus. Virus Influenza dan Adenovirus menyebabkan kerusakan yang luas, sedangkan infeksi Rhinovirus tidak menyebabkan perubahan histopatologik pada mukosa hidung. Tidak adanya kerusakan mukosa pada infeksi Rhinovirus menimbulkan dugaan bahwa gejala klinis pada infeksi Rhinovirus mungkin bukan disebabkan oleh efek sitopatik virus, melainkan karena respons inflamasi pejamu. Beberapa mediator inflamasi yang berperan pada virus adalah kinin, leukotrien, histamin, interleukin (IL) 1, 6, dan 8, tumor necrosis factor (TNF), dan regulated by activation normal T-cell expressed and secreted (RANTESI). Kadar IL-6 dan IL-8 menentukan derajat keparahan rinitis.

Manifestasi Klinis Gejala rinitis timbul setelah masa inkubasi yang sangat bervariasi antar virus. Gejala klinis pada infeksi Rhinovirus terjadi 10-12 jam setelah inokulasi intranasal, sedangkan masa inkubasi virus Influenza adalah 1-7 hari. Secara umum, keparahan gejala meningkat secara cepat, mencapai puncak dalam 2-3 hari, dan setelah itu membaik. Rata-rata lama terjadi rinitis adalah 7-14 hari, tetapi pada beberapa pasien gejala dapat menetap hingga 3 minggu. Gejala pada anak sangat berbeda dengan dewasa. Adanya sekret hidung dan demam merupakan gejala yang sering ditemukan selama tiga hari pertama. Sekret hidung yang semula encer dan jernih akan berubah menjadi lebih kental dan purulen. Sekret yang purulen tersebut tidak selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, tetapi berhubungan dengan peningkatan jumlah sel PMN. Sekret berwarna putih atau kuning berhubungan dengan adanya sel PMN, sedangkan sekret berwarna kehijauan disebabkan oleh aktivitas enzim sel PMN. Gejala lain meliputi nyeri tenggorok, batuk, rewel, gangguan tidur, dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan firik tidak menunjukkan tanda yang khas, tetapi dapat dijumpai oedem dan eritema mukosa hidung serta limfadenopati servikalis anterior. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa efek rinitis tidak hanya terbatas pada kavum nasalis, tetapi dapat juga terjadi di sinus paranasalis. Pemeriksaan CT-scan dan foto polos sinus yang dibuat pada awal perjalanan penyakit pada orang dewasa dengan rinitis tanpa komplikasi menunjukkan adanya kelainan bermakna pada sinus yang sembuh spontan tanpa pemberian antibiotik. Hal ini menunjukkan bahwa kelainan sinus selama rinitis tidak selalu akibat infeksi sekunder oleh bakteri, tetapi dapat merupakan bagian dari perjalanan penyakit normal. Penelitian lain pada 65 anak menunjukkan bahwa 47% anak dengan rinitis mempunyai kelainan sinus pada pemeriksaan CT-scan atau MRI kepala, yang secara bermakna berhubungan dengan gejala rinitis yang terjadi dua minggu sebelumnya. Tidak diketahui dengan jelas apakah kelainan ini disebabkan oleh kegagalan sistem drainase sinus atau karena 61

infeksi virus ke mukosa sinus. Kelainan pada telinga tengah juga sering terjadi pada penyakit rinitis tanpa komplikasi. Dua pertiga anak berusia 2-12 tahun mempunyai tekanan telinga tengah yang abnormal selama dua minggu sejak terjadinya onset rinitis. Tekanan yang abormal ini hanya sementara selama terjadinya rinitis. Penyebabnya masih belum jelas, tapi diperkirakan bahwa virus di nasofaring menyebabkan disfungsi tuba Eustachius, dan tekanan telinga tengah menjadi abnormal. Dugaan lain adalah virus juga menginfeksi mukosa telinga tengah atau mukosa tuba Eustachius. Mekipun rinitis merupakan penyakit yang dapat sembuh spontan dengan durasi yang pendek, komplikasi karena infeksi bakteri dapat juga dijumpai. Macam-macam komplikasi yang dapat terjadi antara lain: a. Otitis media. Merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada anak. Penyakit ini terjadi pada sekitar 20% anak dengan infeksi saluran pernapasan atas karena virus. Komplikasi ini paling sering terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 setelah onset gejala infeksi saluran pernapasan atas. Infeksi virus pada saluran pernapasan atas sering menyebabkan disfungsi tuba Eustachius, yang dianggap sebagai faktor penting dalam patogenesis otitis media. b. Rinosinusitis. Infeksi sekunder bakteri pada sinus paranasalis perlu dipertimbangkan apabila gejala nasal menetap hingga lebih dari 10-14 hari. Rinosinusitis bakterial diperkirakan terjadi pada 6-13% anak dengan infeksi saluran pernapasan atas karena virus. c. Infeksi saluran pernapasan bawah. Pneumonia dapat terjadi karena infeksi sekunder oleh bakteri atau akibat penyebaran virus ke jaringan paru. Penelitian menunjukkan bahwa campuran bakteri-virus merupakan penyebab tersering pneumonia pada anak. d. Eksaserbasi asma. Penelitian menunjukkan bahwa infeksi Rhinovirus berperan pada terjadinya kurang lebih 50% eksaserbasi asma pada anak. e. Lain-lain. Komplikasi lain dapat berupa epistaksis, konjungtivitis, dan faringitis.

Diagnosis Penegakan diagnosis rinitis sebenarnya relatif mudah, tetapi perlu diwaspadai beberapa diagnosis banding yang memiliki gejala mirip untuk menghindari kesalahan terapi. Hal lain yang patut diingat adalah penentuan apakah sudah terjadi komplikasi atau tidak. Dignosis rinitis diperoleh berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang diperoleh dari anamnesis yang baik. Perlu ditanyakan karakteristik rinorea, apakah bilateral 62

atau unilateral, dan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Kebiasaan merokok pada orang tua juga perlu ditanyakan, karena asap rokok yang terhirup dapat memperberat gejala rinitis. Selian itu, perjalanan penyakit juga perlu ditanyakan untuk mengetahui apakah sudah terjadi komplikasi atau belum pada pasien. Nyeri tenggorok kadang sulit dibedakan dengan gejala faringitis karena streptokokus. Pembedanya adalah tidak ditemukannya hidung buntu dan nasal discharge yang merupakan gejala utama rinitis pada faringitis akibat streptokokus. Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan gejala yang khas. Penegakan diagnosis rinitis lebih mudah dilakukan pada orang dewasa, sedangkan pada anak agak sulit karena anak tidak dapat menyampaikan keluhannya, apalgi pada bayi di mana demam merupakan gejala pertama yang timbul pada awal infeksi. Sulit bagi klinisi untuk menentukan apakah demam ini merupakan bagian dari infeksi virus yang ringan atau infeksi bakteri yang berat. Pada pemeriksaan fisis, warna sekret hidung tidak dapat membedakan penyebab penyakit, misalnya mukosa hidung pada pasien rinitis alergi biasanya oedem, tetapi tidak selalu berwarna pucat. Beberapa gambaran klinis yang perlu dicari adalah keterlibatan otitis media, nyeri pada wajah atau sinus, pembesaran kelenjar servikal, tanda-tanda gangguan pernapasan (sesak, takipnea, wheezing, ronki, retraksi), juga tanda-tanda atopik. Pada setiap anak dengan batuk pilek harus ditentukan apakah ada peningkatan laju pernapasan serta penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Kedua tanda ini penting untuk deteksi dini pneumonia. Ditemukannya virus penyebab rinitis merupakan baku emas diagnosis, tetapi hal ini tidak dianjurkan dalam penatalaksanaan pasien sehari-hari. Metode identifikasi virus yang dapat dilakukan meliputi kultur vitus, deteksi antigen, dan polymerase chain reaction (PCR). Meskipun sensitivitas dan spesifitas masih diragukan, saat ini telah tersedia berbagai uji deteksi antigen untuk mendeteksi virus Influenza, virus Parainfluenza, RSV, dan Adenovirus, tetapi tidak digunakan untuk mendeteksi Rhinovirus karena banyaknya jumlah serotipe yang dimiliki.

Tatalaksana Hingga saat ini terapi rinitis yang efektif masih belum ditemukan karena bervariasinya tipe virus penyebab dan mekanisme patogenesis yang mendasarinya. a. Non medikamentosa. Apabila gejala klinis pada anak tidak terlalu berat, dianjurkan untuk tidak menggunakan terapi medikamentosa. Ada beberapa cara untuk mengatasi hidung tersumbat, misalnya pada anak yang lebih besar dianjurkan untuk melakukan elevasi kepala saat tidur. Pada bayi dan anak dianjurkan pemberian terapi suportif cairan yang adekuat, karena pemberian minum dapat meredakan rasa nyeri dan gatal pada tenggorokan. b. Medikamentosa. 63

Apabila gejala yang ditimbulkan terlalu mengganggu, pemberian obat dianjurkan untuk mengurangi gejala. Gejala yang membuat anak tidak nyaman biasanya adalah demam, malaise, rinorea, hidung tersumbat, dan batuk persisten. Obat-obat simptomatis merupakan obat yang paling sering diberikan, terutama ditujukan untuk menghilangkan gejala-gejala yang mengganggu. Pada bayi dan anak, terapi simptomatis yang direkomendasikan adalah asetaminofen (atau ibuprofen untuk anak berusia lebih dari enam bulan) utnuk menghilangkan demam yang mungin terjadi pada hari-hari pertama. Pemberian tetes hidung saline yang diikuti dengan hisap lendir dapat mengurangi sekret hidung pada bayi. Pada anak yang lebih besar dapat diberikan semprot hidung saline. Dekongestan topikal tidak dianjurkan pada anak yang lebih kecil, karena penggunaan berlebihan dapat menimbulkan rebound phenomena dan memperlama gejala yang timbul. Penggunaan pada anak yang lebih besar dianjurkan satu kali sehari pada saat malam sebelum tidur, maksimal selama tiga hari. i. Antihistamin. Penggunaan antihistamin pada rinitis tidak mengubah perjalanan penyakit. Efek sampingnya bahkan dapat memperparah penyakit, yaitu mulut terasa kering, hidung tersumbat, atau agitasi. Penelitian secara randomized controlled trial antara anak dengan terapi kombinasi antihistamin dan plasebo tidak menunjukkan perbedaan. Kombinasi obat ini juga tidak menunjukkan efek proteksi terhadap komplikasi otitis media. Selain sedasi, efek samping antihistamin yang lain adalah paradoxic excitability, depresi napas, dan halusinasi. Karena berpotensi toksik dan tidak terbukti bermanfaat, antihistamin hanya boleh diberikan pada anak berusia di atas 12 bulan, dengan harapan pada efek sedasi. ii. Antitusif. Pemberian pada anak dengan rinitis tidak bermanfaat. Pada anak dengan penyakit reaktif saluran respiratori yang dipicu infeksi saluran pernapasan karena virus, antitussif dapat menyebabkan mucous plugging dan memperburuk gejala. Baik kodein maupun dekstrometorfan memiliki potensi toksisita termasuk distress pernapasan. Karena itu penggunaan antitusif tidak disarankan pada anak. iii. Dekongestan. Dekongestan merupakan obat simptomatis yang menyebabkan vasokonstriksi mukosa hidung. Dekongestan yang sering digunakan adalah pseudoephedrine hydrochloride, phenylephrine hydrochloride, dan phenylpropanolamine

hydrochloride. Pada orang dewasa, obat-obat tersebut terbukti efektif 64

menghilangkan kongesti nasal dan meningkatkan patensi, tetapi tidak terbukti efektivitasnya pada anak. Efek samping dekongestan meliputi takikardi, peningkatan tekanan darah diastolik, dan palpitasi. iv. Zinc. Efektivitas zinc pada terapi rinitis masih belum jelas. Uji klinik acak buta ganda pada 249 anak sekolah dasar (SD) tidak menunjukkan manfaat yang berarti. Bahkan efek samping seperti nausea, iritasi tenggorok, dan diare lebih banyak dialami pada anak-anak dengan perlakuan. v. Echinacea. Uji klinik acak buta ganda pada anak berusia 2-11 tahun tidak menunjukkan perbedaan dalam lama dan berat gejala rinitis antara kelompok yang mendapat echinacea dengan kelompok plasebo. vi. Antibiotik. Antibiotik banyak diberikan pada ISPA atas tanpa komplikasi walaupun tidak ada bukti efektif peranannya dalam terapi rinitis. Antibiotik tidak dapat mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder pada rinitis, bahkan meningkatkan efek samping dan kejadian rsitensi. Pemberian antibiotik hanya direkomendasikan pada kondisi yang jelas berhubungan dengan infeksi sekunder bakteri seperti otitis media, rinosinusitis, dan penumonia. Alasan pemberian antibiotik yang sering dilontarkan selama ini adalah adanya sekret hidung yang mukopurulen dan lama sakit yang melebihi satu minggu. Pengentalan sekret terjadi secara normal sejak hari ke-3 awitan akibat deskuamasi sel epitel, peningkatan sel PMN, dan jumlah bakteri yang merupakan koloni normal. Pemberian antibiotik tidak mempersingkat durasi penyakit dan tidak mencegah timbulnya komplikasi. vii. Antivirus. Antivirus efektif pada influenza namun tidak pada ISPA atas lainnya seperti rinitis. Kendalanya adalah membedakan kedua penyakit ini. Prediktor yang sering digunakan adalah adanya demam tinggi dengan awitan mendadak, batuk serta gejala-gejala rintis lainnya. Antivirus yang dapat digunakan antara lain amantadin, oseltamivir, dan zanamivir. Penggunaan rimantadin tidak dianjurkan karena resiko resistensi. Penggunaan antivirus di Indonesia tidak umum, kemungkinan karena biaya tidak murah bila dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan, yaitu hanya mengurangi penyakit selama 24 jam. Selain itu, antivirus juga hanya eektif dalam 36 jam pertama flu. 65

Pencegahan Cara terbaik untuk mencegah penularan adalah dengan mencuci tangan, khususnya setelah kontak dengan sekret pasin baik secara langsung maupun tidak langsusng. Pemberian imunisasi Influenza setahun sekali dapat mencegah infeksi Influenza dan komplikasinya.

FARINGITIS Setiap tahunnya 40 juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faringitis merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun noninfeksi. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor risiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan. Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (4060%), bakteri (5-40%), alergi, trauma dan toksin. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A Streptococcus hemolitikus banyak menyerang anak usia sekolah dan orang dewasa. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah. Faring merupakan sebuah bangunan berbentuk pipa yang menghubungkan bagian belakang hidung dan rongga mulut dengan pintu masuk laring dan introitus-esofagus. Faring dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan hipofaring. Faringitis kronis adalah kondisi inflamasi dalam waktu yang lama pada mukosa faring dan jaringan sekitarnya. Faringitis kronis terbagi menjadi faringitis kronis hiperplastik (granular) dan faringitis kronis atropi atau kataralis. Etiologi Faringitis kronis bisa disebabkan karena induksi yang berulang-ulang faringitis akut atau karena iritasi faring akibat merokok berlebihan dan penyalahgunaan alkohol, sering konsumsi minuman ataupun makanan yang panas, dan batuk kronis karena alergi. Faringitis kronis akibat gangguan pencernaan pada lambung juga mungkin terjadi namun merupakan penyebab 66

yang jarang ditemukan. Penyebab lain yang tidak termasuk iritan adalah pemakaian suara berlebihan misalnya pada orator, sinusitis, rhinitis, inhalasi akibat uap yang merangsang mukosa faring, debu, serta kebiasaan bernafas melalui mulut karena hidung tersumbat. Patogenesis Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara

langsungmenginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisanepitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapathiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadimenebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Denganhiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarnakuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikellimfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadimeradang dan membengkak. Virusvirus seperti Rhinovirus dan Corona virusdapatmenyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karenafragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibatterbentuknya kompleks antigen-antibodi. Klasifikasi Faringitis 1. a. Faringitis akut Faringitis viral

Disebabkan oleh rinovirus yang dapat menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Gejalanya berupa demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. b.Faringitis bakterial Infeksi grup A Streptokokus B hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%). Pasien mengalami nyeri kepala, muntah, kadangkadang demam dengan suhu yang tinggi. Pada pemeriksaan tampak tonsil memebesar, faring dan tonsil hiperemis. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri tekan. Terdapat dua bentuk faringitis kronis yaitu : 67

1. 2. a.

Faringitis kronis hiperplastik Faringitis kronis atrofi Faringitis kronis hiperplastik

Faktor predisposisi : - Rinitis kronis dan sinusitis -Inflasi kronik yang dialami perokok dan peminum alkohol - Inhalasi uap yang merangsang -Infeksi -Daerah berdebu -Kebiasaan bernafas melalui mulut Manifestasi klinis : -Rasa gatal, kering dan berlendir yang sukar dikeluarkan dari tenggorokan -Batuk serta perasaan mengganjal di tenggorokan Pemeriksaan fisik : -Penebalan mukosa di dinding posterior faring -Hipertrofi kelenjar limfe di bawah mukosa -Mukosa dinding faring posterior tidak rata (granuler) -Lateral band menebal Penatalaksanaan : -Dicari dan diobati penyakit kronis di hidung dan sinus paranasal -Local dapat dilakukan kaustik dengan zat kimia (nitras argenti, albothyl) atau dengan listrik (elektrokauter) -Sebagai simptomatik diberikan obat kumur atau isap, obat batuk (antitusif atauekspektoran). b. Faringitis kronis atrofi Adalah faringitis yang timbul akibat rangsangan dan infeksi pada laring karena terjadi rhinitis atrofi, sehingga udara pernafasan tidak diatur suhu dan kelembabannya sehingga menimbulkan rangsangan infeksi pada faring. Manifestasi klinis : 68

-Tenggorokan terasa kering dan tebal -Mulut berbau Pemeriksaan fisik : Pada mukosa faring terdapat lendir yang melekat, dan bila lendir itu diangkat akantampak mukosa dibawahnya kering. Penatalaksanaan : Terapi sama dengan rhinitis atrofi, ditambah obat kumur, obat simtomatik dan menjaga hygiene mulut. Gejala Klinis Gejala umum yang sering ditemukan ialah: Gatal dan kering pada tenggorokkan Suhu tubuh naik sampai mencapai 40 0 C Rasa lesu dan nyeri disendi Tidak nafsu makan (anoreksia) Rasa nyeri ditelinga (otalgia) Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran seperti

kaca dan dilapisi oleh sekresi mukus. Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak

Diagnosis : Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung danleher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher. Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnosa antara lain yaitu : - pemeriksaan darah lengkap -GABHS rapid antigen detection test streptococcusgroup A 69 bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri

-Throat culture Namun pada umumnya peran diagnostik pada laboratorium dan radiologi terbatas. Penatalaksanaan Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine)diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group Adiberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mgselama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik. Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter ). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanyaditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. Prognosis Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. Komplikasi Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

70

TONSILITIS

Tonsilitis adalah peradangan amandel/mandel (tonsila palatina). Secara klinis peradangan ini ada yang akut (baru), ditandai dengan nyeri menelan (odinofagi), dan tidak jarang disertai demam. Sedangkan yang sudah kronis (lama) biasanya tidak nyeri menelan, tapi jika ukurannya cukup besar (hipertrofi) akan menyebabkan sesulitan menelan (disfagia). Tonsilitis ditandai dengan keadaan amandel yang merah dan membengkak. Anda juga dapat melihat adanya bintik-bintik putih pada amandel. Tanda-tanda dan gejala terjadinya tonsilitis lain adalah: Tenggorokan sakit Sulit atau sakit saat menelan Sakit kepala Demam dan kedinginan Pembesaran, pembengkakan kelenjar (kelenjar getah bening) disekitar rahang dan leher. Kehilangan suara

Faktor risiko Tonsilitis adalah kondisi yang sering terjadi, terutama pada anak-anak. Virus dan bakteri cenderung untuk berkembang pada orang-orang yang berhubungan dekat satu sama lain, seperti di sekolah atau di fasilitas penitipan anak. 1. TONSILITIS AKUT Tonsilitis akut merupakan infeksi tonsil akut yang menimbulkan demam, lemah, nyeri tenggorokan dan gangguan menelan, dengan gejala dan tanda setempat yang radang akut. Sering kali peradangan juga mengenai dinding faring sehingga disebut juga tonsilofaringitis akut. ETIOLOGI Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1-4 derajat celcius. PATOFISIOLOGI

71

Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendunagn radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. MANIFESTASI KLINIK Tonsillitis Streotokokus grup A harus dibedakan dri difteri, faringitis non bacterial, faringitis bakteri bentuk lain dan mononucleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40o celcius, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan juga akan nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna akan tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. KOMPLIKASI Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septicemia, bronchitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis. PEMERIKSAAN 1) Tes Laboratorium Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering. 2) Pemeriksaan penunjang Kultur dan uji resistensi bila diperlukan. 3) Terapi Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

PENGOBATAN/TERAPY Tonsilitis akut. Berikan antibiotik, analgesik, dan obat kumur. Tonsilitis kronik eksaserbasi. 72

Penyembuhan radang, kemudian dilakukan tonsilektomi 2-6 minggu setelah peradangan tenang. Tonsilitis kronik Bila tonsilitis kronik tidak mengganggu biarkan. Pengobatan Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan makanan yang bergizi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan. Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan dengan kofein, yang berfungsi untuk menyegarkan badan. Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang-kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari. Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang-kadang dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak adekuat. 2. TONSILITIS KRONIS DEFINISI Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan akutyang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang terutamaterjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil tampak sehat.Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat membesar disertaidengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekankeluar detritus. ETIOLOGI bakteri penyebab tonsillitis kronis sama halnya dengan tonsillitis akut , namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan Gram negatif. FAKTOR PREDISPOSISI Mulut yang tidk hygiene, pengobatan rdang akut yang tidak adekuat, rangsangan kronik karena rokok maupun makanan. PATOFISIOLOGI 73

Karena proses rang berulang maka epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti dengan jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. MANIFESTASI KLINIS Adanya keluhan pasien di tenggookan seperti ada penghalang, tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Sat pemeriksaan ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus. KOMPLIKASI Timbul rhinitis kronis, sinusitis atau optitis media secara perkontinuitatum, endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitus, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis. PEMERIKSAAN 1) Terapi Terapi mulut (terapi lokal) ditujukan kepada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa tidak berhasil. 2) Faktor penunjang Kultur dan uji resistensi kuman dari sedian apus tonsil. INDIKASI TONSILEKTOMI 1) Sumbatan 1.1) Hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan nafas 1.2) Gangguan menelan 1.3) Gangguan berbicara 2) Infeksi 2.1) Infeksi telinga tengah berulang 2.2) Rinitis dan sinusitis yang kronis 2.3) Peritonsiler abses 2.4) Tonsilitis kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap 74

3) Kecurigaan adanya tumor jinak atau ganas

IMMUNOLOGI SALURAN PERNAFASAN ATAS

Sistem imunitas mukosa saluran napas terdiri dari nose-associated lymphoid tissue (NALT), larynx-associated lymphoid tissue (LALT), and the bronchus-associated lymphoid tissue (BALT).1 BALT terdiri dari folikel limfoid dengan atau tanpa germinal center terletak pada dinding bronkus. Sistem limfoid ini terdapat pada 100% kasus fetus dengan infeksi amnion dan jarang terdapat walaupun dalam jumlah sedikit pada fetus yang tidak terinfeksi. Pembentukan jaringan limfoid intrauterin ini merupakan fenomena reaktif dan tidak mempengaruhi prognosis. Respons imun diawali oleh sel M (microfold cells) yang berlokasi di epitel yang melapisi folikel MALT. Folikel ini berisi sel B, sel T dan APC yang dibutuhkan dalam pembentukan respons imun. Sel M bertugas untuk uptake dan transport antigen lumen dan kemudian dapat mengaktifkan sel T. Sel APC dalam paru terdiri dari sel dendritik submukosa dan interstitial dan makrofag alveolus. Makrofag alveolus merupakan 85% sel dalam alveoli, dimana sel dendritik hanya 1%. Makrofag alveolus ini merupakan APC yang lebih jelek dibandingkan sel dendritik. Karena makrofag alveolus paling banyak terdapat pada alveolus, sel ini berperan melindungi saluran napas dari proses inflamasi pada keadaan normal. Saat antigen masuk, makrofag alveolus akan mempengaruhi derajat aktivitas atau maturasi sel dendritik dengan melepaskan sitokin. Sel dendritik akan menangkap antigen, memindahkannya ke organ limfoid lokal dan setelah melalui proses maturasi, akan memilih limfosit spesifik antigen yang dapat memulai proses imun selanjutnya. Setelah menjadi sel memori, sel B dan T akan bermigrasi dari MALT dan kelenjar limfoid regional menuju darah perifer untuk dapat melakukan ekstravasasi ke efektor mukosa. Proses ini diperantarai oleh molekul adesi vaskular dan kemokin lokal, khususnya mucosal addressin cell adhesion molecule-1 (MAdCAM-1). Sel T spesifik antigen adalah efektor penting dari fungsi imun melalui sel terinfeksi yang lisis atau sekresi sitokin oleh Th1 atau Th2. Perbedaan rasio atau polarisasi sitokin ini akan meningkatkan respons imun dan akan membantu sel B untuk berkembang menjadi sel plasma IgA.

75

VII.

KERANGKA KONSEP

Panji 6 tahun , 3 bulan yang lalu (gejala sama dengan sekarang) sembuh setelah berobat ke puskesmas

Faktor Resiko

Infeksi berulang

Demam

Rhinitis

Tonsilofaringitis Kronik Eksaserbasi Akut

Mukus Nyeri Tenggorok

Batuk & Pilek

Obat Simtomatik

AB (broadspectrum)

76

VIII. KESIMPULAN

Panji 6 tahun mengalami Rhinitis akut, faringotonsil kronik eksaserbasi akut dengan gejala batuk pilek, demam dan sakit tenggorok.

77

DAFTAR PUSTAKA Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV , Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2007. Buku ajar patologi. 7 nd ed , Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6 volume 2. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC. Guyton A.C, Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC Baratawidjaja, Karnen G. 2010. Imunologi Dasar Edisi ke Sembilan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Kamus Kedokteran Dorland. 1998. Jakarta : EGC Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 1990. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung tenggorok Kepala & Leher edisi keenam.1990.Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

78

You might also like