You are on page 1of 83

PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) SERTA HIDUP BERSIH DAN SEHAT IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI

DAN KESEHATAN BALITA DI DESA CIKARAWANG BOGOR

ANGELICA GABRIEL

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

ABSTRACT
ANGELICA GABRIEL. Family Nutritional Awareness (Kadarzi) and Mothers Clean and Healthy Behavior (PHBS) In Related to Nutritional and Health Status of Under Five Years Old Children at Cikarawang village Bogor. Under direction of Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc and Katrin Roosita, SP, MSi. Mothers behavior have a big role on nutritional and health status of under five years old children. If in the early age, things that being received by children are unhealthy condition and bad nutritional behavior, those children will not develop and grow properly and will decrease the nutritional and health status. Therefore, the aim of this study is to know the relation between mothers behavior (Kadarzi and PHBS) and nutritional/health status of under five years old children. This study was located at Kampung Carang Pulang Cikarawang Village, Bogor and consists of two step, i.e. observational step and milk formula intervention step. The purpose of milk intervention step was to see the change of bodyweight and height after three months intervention. The sample of this study is 56 under five years old children which 48 of it was choosed randomly and the 8 was choosed purposively. The data was analyzed descriptively, meanwhile the categorical data was analyzed statistically using Rank Spearman Correlation Test. The result shown that there was a strong correlation between consumption level and Kadarzi behavior, which is mother habits to serve vegetables and fruits for the family. Besides that there was a correlation between children nutritional status and Kadarzi behavior. It means that the better nutritional behavior of the mother, the better nutritional status of their children. Mostly, under five years old intervention children had body weight higher in the end of intervention period than before. Moreover, nutritional status of half intervention children are also better after this period than before.
Keywords : Family nutritional awarreness (Kadarzi), Clean and Healthy Behavior (PHBS), Nutritional status, Health

ABSTRACT
ANGELICA GABRIEL. Family Nutritional Awareness (Kadarzi) and Mothers Clean and Healthy Behavior (PHBS) In Related to Nutritional and Health Status of Under Five Years Old Children at Cikarawang village Bogor. Under direction of Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc and Katrin Roosita, SP, MSi. Mothers behavior have a big role on nutritional and health status of under five years old children. If in the early age, things that being received by children are unhealthy condition and bad nutritional behavior, those children will not develop and grow properly and will decrease the nutritional and health status. Therefore, the aim of this study is to know the relation between mothers behavior (Kadarzi and PHBS) and nutritional/health status of under five years old children. This study was located at Kampung Carang Pulang Cikarawang Village, Bogor and consists of two step, i.e. observational step and milk formula intervention step. The purpose of milk intervention step was to see the change of bodyweight and height after three months intervention. The sample of this study is 56 under five years old children which 48 of it was choosed randomly and the 8 was choosed purposively. The data was analyzed descriptively, meanwhile the categorical data was analyzed statistically using Rank Spearman Correlation Test. The result shown that there was a strong correlation between consumption level and Kadarzi behavior, which is mother habits to serve vegetables and fruits for the family. Besides that there was a correlation between children nutritional status and Kadarzi behavior. It means that the better nutritional behavior of the mother, the better nutritional status of their children. Mostly, under five years old intervention children had body weight higher in the end of intervention period than before. Moreover, nutritional status of half intervention children are also better after this period than before.

Keywords : Family nutritional awarreness (Kadarzi), Clean and Healthy Behavior (PHBS), Nutritional status, Health

RINGKASAN
ANGELICA GABRIEL. A54104020. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi), Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita Di Desa Cikarawang Bogor. Dibawah bimbingan Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc dan Katrin Roosita, SP, MSi. Perkembangan setiap anak pada awal kehidupannya sangat tergantung pada orang tua terutama ibu, yang melahirkan dan yang pertama membantu segala keperluannya. Jika pada usia awal, yang diterima anak adalah suasana kotor dan tidak menunjukkan perilaku yang sadar akan pentingnya gizi, maka akan dapat menurunkan kesehatannya. Oleh karena itu, ibu memiliki peranan yang besar terhadap keadaan gizi dan kesehatan balita. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari kaitan antara perilaku Kadarzi dan PHBS ibu dengan status gizi dan kesehatan balita. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) mengamati karakteristik keluarga dan karakteristik contoh, (2) mempelajari pengetahuan gizi, perilaku Kadarzi, serta PHBS ibu, (3) mempelajari tingkat konsumsi, status gizi dan kondisi kesehatan contoh, (4) menganalisis kaitan pengetahuan gizi dengan perilaku Kadarzi ibu, (5) menganalisis kaitan perilaku Kadarzi ibu dengan tingkat konsumsi contoh, (6) menganalisis kaitan perilaku Kadarzi dan PHBS ibu dengan status gizi dan kejadian sakit contoh dan, (7) mengamati lebih lanjut perubahan berat badan dan tinggi badan balita yang memperoleh susu formula. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007-April 2008 di Kampung Carang Pulang Desa Cikarawang Bogor. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan disain cross sectional study dan tahap kedua merupakan tahap intervensi serta pengamatan terhadap perubahan berat badan dan tinggi badan balita penerima susu formula. Kriteria contoh adalah anak laki-laki dan perempuan berusia 0-60 bulan (balita) di Kampung Carang Pulang Desa Cikarawang. Responden adalah ibu dari balita yang terpilih sebagai contoh penelitian. Jumlah minimal contoh yang diperlukan dalam penelitian ini, diperoleh dengan menggunakan metode acak sederhana, yaitu 52 balita, dan jumlah seluruh contoh dalam penelitian ini adalah 56 balita. Kampung Carang Pulang terdiri dari 5 RW dan setiap RW memiliki satu Posyandu. Oleh karena itu, setiap Posyandu dari masing-masing RW dipilih secara acak 9-12 contoh. 8 balita dari 56 contoh penelitian dipilih secara purposive untuk selanjutnya mengikuti tahap intervensi dengan kriteria BBLR, berstatus gizi kurang serta belum menerima bantuan susu dari Posyandu. Data primer terdiri atas karakteristik keluarga (umur, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan besar keluarga), karakteristik contoh (jenis kelamin, umur), pengetahuan gizi ibu, perilaku Kadarzi ibu, PHBS ibu, tingkat konsumsi, status gizi dan kesehatan balita. Data sekunder berupa keadaan daerah yang diperoleh dari data dasar profil desa/kelurahan. Data berat badan dan tinggi badan balita pada tahap intervensi dikumpulkan melalui pengukuran dan penimbangan yang dilakukan setiap dua minggu sekali. Hubungan antara variabel kategorik akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test. Sebagian besar responden tergolong dewasa madya dengan rata-rata usia 27,3 tahun dan sebanyak 44,6 persen contoh tergolong keluarga sedang. Lebih dari separuh contoh (60,7%) tergolong miskin dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu memiliki proporsi terbesar pada tingkat SD atau sederajat. Sebanyak 30,4 persen ayah bekerja sebagai karyawan baik pegawai

negri maupun pegawai swasta. Sebagian besar responden dalam penelitian ini (78,6%) merupakan ibu rumah tangga yang menggunakan waktunya di rumah untuk mengasuh dan merawat anak-anak. Lebih dari separuh jumlah contoh merupakan balita perempuan. Proporsi terbesar (37,5%) usia contoh ada pada kisaran usia 24-36 bulan dengan usia minimum 10 bulan sedangkan usia maksimum 58 bulan. Rata-rata usia contoh 29,6 bulan. Separuh jumlah responden memiliki pengetahuan gizi yang termasuk pada kategori sedang. Perilaku Kadarzi dan PHBS resonden memiliki proporsi terbesar pada kategori baik. Bahkan tidak ada contoh yang termasuk dalam kategori rendah. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi contoh lebih rendah dibandingkan dengan AKG balita. Rata-rata nilai MAR (Mean Adequacy Ratio) contoh adalah 48,0 persen dengan standar deviasi 25,1 persen. Status gizi contoh yang diukur berdasarkan indeks BB/TB dan BB/U menunjukkan bahwa pada umumnya contoh berstatus gizi normal. Namun apabila diukur berdasarkan indeks TB/U ditemukan bahwa proporsi terbesar contoh berstatus gizi kurang atau stunted. Sebagian besar contoh (91,1%) pernah mengalami sakit dalam tiga bulan terakhir. Contoh yang tidak pernah mengalami sakit tercatat hanya 8,9 persen. Hampir seluruh contoh yang pernah sakit, frekuensi sakitnya masih tergolong rendah, yaitu mengalami sakit sebanyak 1-3 kali dalam tiga bulan sebelumnya. Tidak ada korelasi yang signifikan antara pengetahuan gizi dan perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi responden berkorelasi signifikan dengan tingkat konsumsi energi dan protein contoh. Selain itu, ada korelasi antara tingkat konsumsi contoh dengan kebiasaan ibu untuk menyediakan sayuran dan buahbuahan di rumah setiap hari (p<0,05). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih sehat responden tidak berkorelasi dengan status gizi balita. Korelasi yang positif dan nyata (p<0,05) terlihat pada hubungan antara perilaku Kadarzi responden dengan status gizi balita. Hal ini sesuai dengan tujuan diselenggarakannya program Kadarzi, yaitu adalah agar keluarga dapat mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Perilaku ibu memiliki peran yang sangat penting terhadap keadaan gizi anaknya, terutama balita. Balita belum mampu untuk mengurus dirinya sendiri dengan baik (Sediaoetama 2006). Oleh karena itu, perilaku gizi ibu sangat dibutuhkan untuk dapat mencegah serta mengatasi masalah gizi anak balitanya. Ada korelasi yang signifikan negatif (p<0,05) antara perilaku Kadarzi ibu dengan kejadian sakit contoh. Artinya, walaupun perilaku Kadarzi ibu baik, anak balitanya pernah mengalami penyakit. Sebagian besar balita tahap intervensi (87,5%) mengalami peningkatan berat badan pada akhir periode pemberian susu dibandingkan dengan berat badan awalnya. Seluruh balita pada kelompok intervensi tercatat pernah mengalami sakit selama tiga bulan sebelumnya. Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit. Rata-rata status gizi pada akhir periode intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan awal intervensi. Pada akhir periode pemberian susu, sebanyak 50,0 persen balita tahap intervensi mengalami peningkatan status gizi.

PERILAKU KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) SERTA HIDUP BERSIH DAN SEHAT IBU KAITANNYA DENGAN STATUS GIZI DAN KESEHATAN BALITA DI DESA CIKARAWANG BOGOR

ANGELICA GABRIEL

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul Skripsi

: Perilaku Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) serta Hidup Bersih dan Sehat Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita Di Desa Cikarawang Bogor

Nama NIM

: Angelica Gabriel : A 54104020

Disetujui

Dosen pembimbing I

Dosen pembimbing II

Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M.Sc NIP : 131 414 958

Katrin Roosita, SP, M.Si NIP : 132 232 457

Diketahui Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP : 131 124 019

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perilaku Kadarzi serta Hidup Bersih dan Sehat Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang Bogor. Penulis juga tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dari pihak-pihak lain. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus pembimbing skripsi yang telah dengan sabar membimbing, memberikan ide, dorongan, dan semangat sejak awal penyusunan hingga terselesainya skripsi ini. 2. Katrin Roosita, SP, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang juga dengan sabar mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak atas pelajarannya sehingga penulis dapat mengerti pentingnya kegigihan untuk mendapatkan sesuatu. 3. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar sekaligus dosen penguji atas arahan dan saran yang diberikan serta kepercayaan sehingga penulis mendapatkan kesempatan dan pengalaman sebagai seorang asisten. 4. Kader-kader Posyandu dan warga Kampung Carang Pulang Desa

Cikarawang Bogor atas penerimaan dan kerjasamanya yang sangat baik saat pengambilan data. 5. Alm. Papa, yang walaupun hanya sebentar kukenal tapi sudah memberikan inspirasi sehingga aku bisa menyelesaikan studiku. Mamaku dan kak Anggi, yang selalu memberikan kasih, doa dan semangat yang tak putus-putusnya kepada penulis. 6. Ua-ua ku, tulang, abang, kakak, sepupu serta saudara-saudaraku yang lain karena telah mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis. 7. Sahabat dan teman seperjuanganku, Ima Maryana Ulfah, atas kerja sama dan kesabarannya selama ini. 8. Sahabat-sahabatku, Venny, Any, Nanad, Devi P, Ratna (Jeki), Ira, Rizka, Devit, Eka, Nining, Ida, Mei, Yessa, Mb Anna dan teman-teman GMSK 41 lainnya atas bantuan, semangat, serta keceriaan yang kita rasakan bersama. 9. Sahabat-sahabatku di komkes 41, Didit, Pretty, Sonti, Yohan, Tri, Azis, dan teman-teman komkes angkatan 41, 40, 39 lainnya yang telah membantu

penulis untuk bertumbuh dalam iman dan semakin mengerti arti dari melayani sesama. 10. PKK dan saudara Kelompok Kecilku, KDeborah, Nuri, dan Juni, Adik-adik Kelompok Kecilku, Ani, Dum-dum, dan Anyes, atas bantuan serta doanya yang telah diberikan. 11. Teman-teman KKP, Hendy, Ade, Ratna, Lela, dan Ambar, serta warga Desa Sokatengah Tegal yang telah memberikan semangat serta dorongan kepada penulis. 12. Semua teman-teman Wisma Anggraeni atas keceriaan dan perhatiannya selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2008

Angelica Gabriel

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 1986 dari ayah alm. Pardamean Silalahi dan ibu Till Pardede, dan memiliki seorang kakak perempuan, Anggia Dewi Elizabeth. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDK Pamardi Yuwana Bhakti Bekasi pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan tingkat menengah di SLTPK Pamardi Yuwana Bhakti Bekasi. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 48 Jakarta Timur dan lulus tahun 2004. Penulis melanjutkan studi ke IPB pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan berhasil masuk pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan seperti GMSK English Club, dan Persekutuan Mahasiswa Kristen Komisi Kesenian IPB. Selain itu, penulis juga berhasil menjadi peringkat I mahasiswa berprestasi tingkat departemen. Selain itu, karya tulis ilmiah yang disusun oleh penulis dan Ima Maryana Ulfah berhasil didanai oleh DIKTI dalam rangka kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Ilmiah bidang Kesehatan IPB. Penulis juga mendapat kesempatan untuk menjadi asisten untuk mata kuliah Pendidikan Gizi dan Metode Penelitian Gizi pada tahun ajaran 2007/2008.

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... PENDAHULUAN ..................................................................................... Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Hipotesa ............................................................................................ Kegunaan Penelitian ......................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. Balita .................................................................................................. Gizi Pada Anak Balita ................................................................... Pertumbuhan Fisik Anak .............................................................. Berat Badan Lahir Rendah .......................................................... Karakteristik Keluarga ....................................................................... Umur orang tua ............................................................................ Pendidikan orang tua ................................................................... Pekerjaan orang tua .................................................................... Besar keluarga ............................................................................. Pendapatan orang tua ................................................................. Pengetahuan Gizi .............................................................................. Perilaku Kadarzi ................................................................................ Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ....................................................... Penilaian Konsumsi Pangan .............................................................. Status Gizi dan Status Kesehatan ..................................................... KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................................ METODE ................................................................................................. Disain, Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... Cara Pemilihan Contoh ..................................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... Definisi Operasional .......................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... Keadaan Umum Daerah Penelitian ................................................... Keadaan alam ............................................................................. Kepadatan penduduk ................................................................... Mata pencaharian penduduk ....................................................... Karakteristik Keluarga ....................................................................... Umur orang tua ............................................................................ Pendidikan orang tua ................................................................... Pekerjaan orang tua .................................................................... Besar keluarga.............................................................................. Pendapatan keluarga ................................................................... xi xii 1 1 2 3 4 4 5 5 5 6 7 8 8 8 8 9 9 9 10 12 13 14 16 18 18 18 19 21 24 26 26 26 27 27 28 28 29 30 30 31

Jenis Kelamin dan Umur Balita ......................................................... Pengetahuan Gizi Ibu ......................................................................... Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ....................................................... Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ............................................. Konsumsi Zat Gizi Balita ................................................................... Status Gizi Balita ............................................................................... Status Kesehatan Balita .................................................................... Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Kadarzi ..................... Hubungan Tingkat Konsumsi dengan Status Gizi Balita ................... Hubungan Perilaku Kadarzi Ibu dengan Tingkat Konsumsi Balita .............................................................................................

Halaman 33 33 34 37 41 43 43 45 46

46 47

Hubungan Perilaku Kadarzi dan PHBS Ibu dengan Status Gizi Balita Hubungan Perilaku Kadarzi dan PHBS Ibu dengan Kejadian Sakit Balita ......................................................................................... Perubahan Berat Badan dan Tinggi Badan Balita Tahap Intervensi .. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... Kesimpulan ........................................................................................ Saran ............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN .............................................................................................

49 50 53 53 54 55 59

ix

DAFTAR TABEL
Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis dan cara pengumpulan data primer .................................... Cara pengkategorian dan analisis variabel penelitian .................. Cara analisis korelasi antar variabel penelitian ............................ Luas Desa Cikarawang berdasarkan penggunaannya ................ Jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin ............... Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Carang Pulang Desa Cikarawang ............................................... 7. 8. 9. 10. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua ........ Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua ..................... Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu.......... Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi ibu .................................................................... 11. 12. 13. 14. 15. 16. Sebaran contoh berdasarkan PHBS ibu ...................................... Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ............................ Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu ...................... Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi contoh ....................... Sebaran contoh berdasarkan status gizi ..................................... Sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian, dan frekuensi penyakit ........................................................................................ 17. Sebaran contoh berdasarkan perilaku kadarzi dan tingkat pengetahuan gizi ibu .................................................................... 18. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu dan status gizi contoh .......................................................................................... 19. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit contoh dan perilaku Kadarzi ibu.................................................................................... 20. 21. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit contoh dan PHBS ibu Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit contoh dan pendapatan keluarga ........................................................................................ 22. Sebaran balita penerima paket intervensi berdasarkan perubahan status gizi setiap bulan ................................................................. 52 50 49 50 48 45 44 34 35 37 39 41 43 28 30 30 33 20 23 24 26 27

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Kerangka pemikiran perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) serta hidup bersih dan sehat ibu kaitannya dengan tingkat konsumsi dan status gizi dan kesehatan balita............................................. 2. Kerangka pemilihan contoh ......................................................... 3. Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua................................ 4. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga .............................. 17 19 29 31

5. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita menurut kategori garis kemiskinan Kabupaten Bogor (2006) ................................. 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan umur balita ....... 7. Persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi ............................................................................................... 8. Sebaran contoh berdasarkan kategori PHBS ibu ........................ 9. Sebaran contoh berdasarkan periode pemberian ASI eksklusif... 10. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit ................................ 11. Kurva perubahan rata-rata status gizi balita tahap intervensi ...... 34 36 40 44 51 32 33

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Sebaran contoh berdasarkan PHBS ibu.......................................... 60 2. Perubahan berat badan balita tahap intervensi .............................. 61 3. Kurva perubahan berat badan balita tahap intervensi Januari sampai April 2008 ........................................................................... 61 4. Perubahan tinggi badan balita tahap intervensi .............................. 61 5. Kurva perubahan tinggi badan balita tahap intervensi Januari sampai April 2008 ........................................................................... 62 6. Kurva perubahan status gizi balita tahap intervensi bulan Januari sampai Maret .................................................................................. 62 7. Konsumsi, tingkat konsumsi, dan nilai MAR contoh ....................... 63 8. Persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi ............................................................................. 65 9. Persentase kategori perilaku Kadarzi ibu untuk setiap pertanyaan perilaku Kadarzi ........................................................... 66 10. Hasil uji korelasi Spearman antar variabel ..................................... 67 11. Dokumentasi penelitian ................................................................... 68

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang Usaha kesehatan pribadi merupakan bentuk pencegahan sehingga terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan derajat kesehatan. Indonesia menerapkan hal ini sebagai bentuk paradigma sehat baru yaitu upaya kesehatan yang lebih ditekankan pada upaya-upaya yang bersifat preventif dan protektif untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010 (Manda, Nurahmi, & Wahida 2006). Entjang (1985) mendefinisikan usaha kesehatan pribadi sebagai daya upaya dari seorang demi seorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan antara lain dengan memelihara kebersihan, makan makanan yang sehat, cara hidup yang teratur, meningkatkan daya tahan tubuh, menghindari penyakit, meningkatkan kecerdasan, melengkapi rumah dengan sarana kebersihan, dan melakukan pemeriksaan kesehatan. Namun upaya untuk meningkatkan kesehatan tidak hanya dilakukan di tingkat individu saja melainkan juga dilakukan pada tingkat keluarga. Hal ini sesuai dengan misi Departemen Kesehatan Indonesia yang menginginkan semua keluarga Indonesia sadar akan gizi (KADARZI) sehingga masalah gizi dapat teratasi. Ibu memiliki peranan dan pengaruh yang besar terhadap keadaan gizi balita. Perkembangan kejiwaan setiap anak pada awal kehidupannya sangat tergantung pada orang tua terutama ibu, yang melahirkan dan yang pertama membantu segala keperluannya. Pengaruh pertama yang mempunyai kesan kuat adalah apa yang diperoleh pada awal kehidupan sampai anak berusia lima tahun. Jika pada usia awal, yang diterima dan dilihat adalah suasana kotor dan tidak sehat, serta tidak menunjukkan perilaku yang sadar akan pentingnya gizi tentunya awal kehidupannya akan terisi dengan kesan yang kurang mendukung perkembangan dirinya secara positif, sehingga dapat menurunkan kesehatannya (Mulyono 2000). Data Susenas tahun 1989-2003 menyatakan bahwa prevalensi balita gizi kurang ada sebesar 19,2 persen (Atmarita & Fallah 2004). Walaupun terjadi penurunan sebesar satu persen dari tahun sebelumnya, masalah gizi kurang harus terus mendapatkan perhatian karena dampak yang ditimbulkannya dapat bersifat jangka panjang. Status gizi kurang pada masa dalam kandungan maupun sudah lahir akan berakibat kurangnya berat otak, jumlah sel otak dan

myelinasi, sedang efek jangka panjang yang ditimbulkan adalah IQ rendah atau di bawah rata-rata, rendahnya kemampuan menyesuaikan diri dalam lingkungan serta rendahnya kemampuan psikomotorik (Samsudin 1985 yang diacu dalam Hartati 1997). Artinya perilaku ibu yang kurang sadar akan gizi baik pada saat kehamilan maupun saat merawat anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental anaknya kelak (Depkes 2000 diacu dalam Rieuwpassa 2005). Pemberian susu merupakan salah satu cara perbaikan gizi anak sehingga dapat kembali pulih setelah mengalami penurunan status gizi atau sakit. Catchup growth adalah suatu periode tubuh yang sedang berusaha untuk mengembalikan keadaan pertumbuhannya ke arah yang normal sesuai dengan yang seharusnya (Malian & Stump 2004). Semakin cepat catch-up growth balita gizi kurang maka akan semakin rendah risiko balita mengalami retardasi pertumbuhan yang permanen. Mengingat pentingnya perilaku Kadarzi dan Hidup Bersih Sehat ibu dalam meningkatkan status gizi dan kesehatan balita maka perlu kiranya dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara perilaku Kadarzi dan hidup bersih sehat ibu dengan status gizi dan kesehatan balita. Perumusan Masalah Anak balita merupakan salah satu golongan umur yang rawan penyakit apabila terjadi kekurangan pangan dan gizi. Hal ini disebabkan karena anak balita masih dalam periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat membutuhkan zat gizi yang terdapat dalam pangan untuk menyempurnakan pertumbuhan serta perkembangan fungsi-fungsi tubuhnya. Namun kemungkinan ada faktor lain yang dapat meningkatkan kemungkinan terganggunya kesehatan balita selain karena kekurangan pangan dan zat gizi. Faktor lain itu adalah perilaku Kadarzi dan Hidup Bersih Sehat ibu. Data Posyandu di Kampung Carang Pulang bulan Agustus 2007 menunjukkan bahwa lebih dari 10 persen balita di sana memiliki status gizi kurang. Kerangka pikir UNICEF untuk faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kurang gizi pada anak mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kurang gizi adalah sanitasi dan air bersih serta kurangnya pengetahuan dan rendahnya pendidikan (Soekirman 2000). Perilaku Kadarzi dan PHBS ibu merupakan gambaran akan kesadaran keluarga untuk peduli terhadap kebersihan baik individu, kelompok, maupun

lingkungannya. Namun kesadaran tersebut tidak akan terwujud dalam bentuk tindakan apabila tidak memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan gizi juga ikut memberikan pengaruh terhadap perilaku hidup sehat seseorang. Rendahnya kesehatan orang tua, terutama ibu, bukan hanya karena sosial ekonominya rendah, tetapi sering juga disebabkan karena orang tua, atau ibu tidak mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatannya atau tidak tahu makanan yang bergizi yang harus dimakan (Notoatmodjo 2007). Survei Demogafi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) memperkirakan bahwa proporsi bayi-bayi yang BBLR sebesar 7-16 persen selama periode 1986-1999. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah akan berisiko tinggi mengalami kurang gizi dan juga kematian. Oleh karena itu, tingginya angka BBLR ini dapat menjadi salah satu petunjuk mengenai tingginya angka gizi kurang. Salah satu upaya yang dapat memperbaiki status gizi balita adalah melalui perbaikan konsumsi pangan. Pemberian makanan tambahan yang bergizi bagi balita dapat meningkatkan kondisi kesehatannya. Bayi-bayi BBLR perlu untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhannya agar tidak mengalami dampak negatif ketika bayi-bayi tersebut semakin besar. Susu merupakan salah satu jenis pangan bergizi yang membantu agar bayi-bayi dapat mengejar pertumbuhannya. Oleh karena itu, peneliti ingin mempelajari kaitan konsumsi susu dengan perubahan berat badan dan tinggi badan balita penerima susu formula. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perilaku Kadarzi serta Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita. Tujuan Khusus 1. Mengamati karakteristik keluarga yang meliputi umur, tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga. 2. Mengamati karakteristik contoh yang meliputi jenis kelamin dan umur. 3. Mempelajari pengetahuan gizi, perilaku Kadarzi, serta PHBS ibu. 4. Mempelajari tingkat konsumsi, status gizi dan kondisi kesehatan contoh. 5. Menganalisis kaitan antara pengetahuan gizi dengan perilaku Kadarzi ibu. 6. Menganalisis kaitan antara tingkat konsumsi dan status gizi contoh.

7. Menganalisis kaitan perilaku Kadarzi ibu dengan tingkat konsumsi contoh. 8. Menganalisis kaitan perilaku Kadarzi dan PHBS ibu dengan status gizi dan kejadian sakit contoh. 9. Mengamati lebih lanjut pertumbuhan balita (BB, TB, dan status gizi) balita terpilih penerima susu formula. Hipotesa 1. Pengetahuan gizi berkaitan dengan perilaku Kadarzi ibu 2. Tingkat konsumsi berkaitan dengan status gizi contoh 3. Perilaku Kadarzi ibu berkaitan dengan tingkat konsumsi contoh 4. Perilaku Kadarzi dan PHBS ibu berkaitan dengan status gizi contoh 5. Perilaku Kadarzi dan PHBS ibu berkaitan dengan kejadian sakit contoh Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai

pentingnya perilaku Kadarzi dan PHBS ibu terhadap status gizi dan kesehatan balita. Dan diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Puskesmas setempat dalam rangka perbaikan gizi dan peningkatan status gizi serta kesehatan balita melalui pelaksanaan perilaku Kadarzi dan PHBS ibu.

TINJAUAN PUSTAKA
Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan berat badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KKP). Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dan masyarakat justru merugikan penyediaan makanan bagi kelompok balita ini : 1) Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi 2) Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dan keterampilan untuk mengurus anak dengan baik 3) Ibu sering sudah mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga tidak lagi dapat memberikan perhatian kepada anak balita apalagi mengurusnya 4) Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik dan belum dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk makanannya. Kalau makan bersama dalam keluarga, anak balita masih diberi jatah makanannya dan kalaupun tidak mencukupi sering tidak diberi kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahannya 5) Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup mempunyai imunitas atau daya tahan untuk melawan penyakit atau menghindarkan kondisi lain yang memberikan bahaya kepada dirinya Kelompok umur balita sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya, karena tidak dapat datang sendiri ketempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar, karena yang mengantar sedang sibuk (Sediaoetama 2006). Gizi Pada Anak Balita Keadaan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan dan usia harapan hidup masyarakat. Telah diketahui bahwa kurang

gizi menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, mengurangi tingkat kecerdasan dan kreativitas serta produktivitas penduduk (Depkes 2000 diacu dalam Rieuwpassa 2005). Rendahnya status gizi masyarakat akan menurunkan tingkat kesehatan dan usia harapan hidup, yang merupakan unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia. Anak yang kurang gizi imunitasnya rendah dan untuk menanggulangi masalah ini perlu dilakukan dengan beberapa cara antara lain; peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, peningkatan pendidikan (penyuluhan) gizi, dan perbaikan pola konsumsi pangan. Oleh karena itu, perbaikan gizi merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan mendorong pertumbuhan ekonomi (Martorell 1995 diacu dalam Rieuwpassa 2005). Pertumbuhan Fisik Balita Pertumbuhan fisik merujuk pada perubahan sederhana pada ukuran dan berat badan anak yang berangsur-angsur terjadi perubahan kuantitatif yang dapat diamati melalui tanda-tanda fisik dan anatomik lain (Yussen & Santrock 1982). Pertumbuhan merupakan peningkatan pada ukuran tubuh baik organorgan maupun jaringan-jaringannya dari masa konsepsi melalui tahap kanakkanak dan remaja sampai kepada masa dewasa. Hal ini merupakan bukti bahwa kecepatan pertumbuhan bervariasi pada setiap tahap kehidupan, seiring dengan dengan terjadinya pertambahan ukuran dan kompleksitas dari organ dan jaringan, termasuk proporsi relatif antara otot, lemak, dan organ, yang diikuti dengan kematangan seksual (Jellife & Jellife 1989). Rata-rata pertumbuhan tinggi badan anak adalah 2,5 inchi (6,35 cm) sedangkan berat badan bertambah 5-7 pon (2,5-3,5 kg) setahun selama periode awal masa kanak-kanak (Santrock 1997). Papalia dan Olds (1975) menyatakan bahwa berat badan untuk anak laki-laki dan perempuan usia 3 tahun adalah sebesar 321/4 pon (16,1 kg) dan 313/4 pon (15,9 kg) sedangkan untuk tinggi badan laki-laki dan perempuan adalah sebesar 38 inchi (96 cm) dan 373/4 inchi (95,9 cm). Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu internal (biologis, termasuk pengarug genetik) dan eksternal (termasuk status gizi). Pada pertumbuhan yang lebih atau normal sering disebabkan dari beberapa faktor yang terjadi secara bersamaan atau secara berurutan (Jellife & Jellife 1989).

Berat Badan Lahir Rendah Selama masa bayi dan anak-anak, seringnya terserang penyakit infeksi atau terserang infeksi berkepanjangan dan tidak cukupnya asupan zat gizi terutama energi, protein, vitamin A, seng (Zn), dan besi (Fe), akan memperburuk dampak hambatan pertumbuhan pada masa janin. Kebanyakan gangguan pertumbuhan, berupa underweight dan stunting, terjadi dalam periode yang relatif singkat, yaitu dari sebelum lahir sampai dengan usia dua tahun (Riyadi 2006). Kurang gizi yang terjadi selama masa kanak-kanak, remaja, dan kehamilan mempunyai dampak negatif yang semakin buruk terhadap berat badan bayi yang baru lahir dilahirkan. Bayi dengan berat lahir rendah yang menderita hambatan pertumbuhan intrauterine (Intrauterine Growth Retardation) ketika masih janin, dilahirkan dalam keadaan kurang gizi. Bayi yang mengalami kurang gizi berisiko sangat tinggi terhadap kematian pada periode neonatal dan bayi. Jika mereka bertahan hidup, mereka tidak akan dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya (catch-up growth) dan akan mengalami defisit perkembangan mental. Oleh karena itu, bayi BBLR akan lebih memungkinkan menjadi underweight (berat badan rendah) / stunted (pendek) pada masa kehidupan bayi (Riyadi 2006). Kurang gizi pada masa kanak-kanak mempunyai konsekuensi serius. Anak yang underweight cenderung mengalami kesakitan (morbiditas) yang lebih berat seperti diare dan pneumonia. Ada korelasi yang kuat antar memburuknya underweight dengan angka kematian (mortalitas). Di seluruh dunia setiap tahun lebih dari 10 juta anak balita meninggal dunia, kebanyakan dari mereka meninggal disebabkan oleh hal-hal yang sebenarnya dapat dicegah. Lebih dari 50 persen dari kematian tersebut secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan kurang gizi. Penyebab utama kematian adalah diare, pneumonia, malaria, campak, AIDS dengan gizi kurang gizi sebagai akar penyebabnya (SCN 2004 diacu dalam Riyadi 2006). Hasil penelitian Husaini (1990) yang diacu dalam Nuraeni (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang terdapat pada wanita hamil yang memberikan peluang untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah adalah umur kurang dari 20 tahun, kelahiran anak pertama (primofora), tinggi badan kurang dari 145 cm serta berat badan sebelum dan selama masa hamil. Karakteristik lain yang mempengaruhi berat lahir bayi adalah riwayat kesehatan sebelum dan selama hamil.

Karakteristik Keluarga Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat merupakan lingkungan alami hasil pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu terus diberdayakan sehingga menjadi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Orang tualah yang paling bertanggung jawab untuk melakukan tugas ini (Depdiknas 2003 diacu dalam Afriyenti 2002). Umur Orang tua Orang tua muda terutama ibu, cenderung kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga cenderung menjadikan seorang ibu akan lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kuantitas dan kualitas pengasuhan kurang terpenuhi. Sebaliknya, ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Pendidikan Orang tua Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Orang tua yang memiliki pengetahuan dan pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya (Soetjiningsih 1995). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap tingkat pemahamannya terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003 yang diacu dalam Afriyenti 2002). Pekerjaan Orang tua Pada masyarakat tradisional biasanya ibu tidak bekerja di luar rumah melainkan hanya sebagai ibu rumah tangga (Rahmawati 2006). Menurut Satoto (1990) yang diacu dalam Afriyenti (2002), seorang ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan memiliki waktu lebih banyak dalam mengasuh serta merawat anak dibandingkan ibu yang bekerja di luar rumah. Pekerjaan memiliki hubungan dengan pendidikan dan pendapatan serta berperan penting dalam kehidupan

sosial ekonomi dan memiliki keterkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan (Sukarni 1994). Besar Keluarga Besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga karena akan mempengaruhi luas penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang akan mempengaruhi pula kesehatan anak-anak (Sukarni 1994). Hal ini berhubungan dengan pembagian ruang dan konsumsi zat gizi per penghuni rumah (Afriyenti 2002). Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan penularan penyakit. Penyakit yang sering dialami oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga adalah terutama penyakit saluran pernapasan seperti TBC, batuk rejan (pertusis) dan lain-lain (Notoatmodjo 1997 diacu dalam Afriyenti 2002). Pada keluarga yang sangat miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua anggota keluarga; anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relatif lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua. Tahun-tahun awal masa kanak-kanak yaitu pada umur 1-6 tahun berada dalam situasi yang rawan (Suhardjo 1989). Pendapatan keluarga Kondisi ekonomi keluarga adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan keluarga lainnya, diantaranya pendidikan keluarga, kesehatan dan gizi balita, serta kualitas tumbuh kembang anak balita (Gunarsa & Gunarsa 1985). Pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan, terutama sekali bagi warga kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah 1997 diacu dalam Afriyenti 2002). Pengetahuan Gizi Pengetahuan tentang gizi dan makanan, yang harus dikonsumsi agar tetap sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Pengetahuan

10

tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan-kebutuhan zat gizi bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Selain itu, jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitas maupun kuantitas, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo 2007). Perilaku Kadarzi Cicely Williams, orang yang pertama kali mengidentifikasi Kwashiorkor, melaporkan bahwa di Afrika Barat, gizi kurang tidak terjadi karena kemiskinan harta, tetapi karena kemiskinan pengetahuan tentang kebutuhan gizi anak (Berg 1986). Selain itu, Berg (1986) menyatakan bahwa di Brazil, sikap tidak peduli dan sedikitnya orang terlatih dalam hal gizi, dinyatakan sebagai faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya kekurangan protein. Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya (Depkes RI 2004). Perilaku gizi seimbang yaitu pengetahuan, sikap dan praktek keluarga yang mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam keluarga dan bebas dari pencemaran. Departemen kesehatan et.al., (2004) menetapkan lima norma atau perilaku Kadarzi, yaitu sebagai berikut: 1. Menimbang berat badan secara rutin setiap bulan bagi seluruh anggota keluarga Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarga, terutama bayi, balita dan ibu hamil. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran dan bentuk tubuh (fisik) dari waktu ke waktu. Perkembangan adalah bertambahnya fungsi tubuh seperti pendengaran, penglihatan, kecerdasan dan tanggung jawab. Kegunaan dari pemantauan ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mencegah memburuknya keadaan gizi, mengetahui kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya pendarahan pada saat melahirkan, dan mengetahui kesehatan anggota keluarga dewasa dan usia lanjut (Dinkes DKI Jakarta 2002).

11

2. Mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam. Beraneka ragam berarti pangan yang dikonsumsi memenuhi tiga guna makanan yaitu makanan sebagai sumber tenaga (karbohidrat,lemak), sumber zat pembangun (protein) dan sumber zat pengatur (vitamin,mineral). Selain itu beraneka ragam makanan yaitu makan sebanyak 2-3 kali sehari yang terdiri dari empat macam kelompok bahan makanan. Kelompok bahan makanan tersebut adalah 1) makanan pokok, sebagai sumber zat tenaga seperti beras, jagung, ubi, singkong, mie; 2) lauk pauk, sebagai sumber zat pembangun seperti ikan, telur, ayam, daging, tempe, kacang-kacangan, tahu; dan 3) sayuran dan buah-buahan, sebagai sumber zat pengatur seperti bayam, kangkung, wortel, buncis, kacang panjang, sawi, daun singkong, daun katuk, pepaya, pisang, jeruk, semangka, nanas (Dinkes DKI Jakarta 2002). Mengkonsumsi makanan yang beragam sangat baik untuk keberlangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena fungsi dari makanan yang beragam yaitu untuk melengkapi zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari penyakit kekurangan gizi. Akibat tidak mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, maka akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh khususnya pada balita (Dinkes DKI Jakarta 2002). 3. Mengkonsumsi garam beriodium Iodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah, maupun di air dan merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan serta perkembangan makhluk hidup (GAKY 2007). Garam beriodium adalah garam yang telah ditambah zat iodium yang diperlukan oleh tubuh (Dinkes DKI Jakarta 2002). Fungsi Iodium dalam tubuh manusia yaitu untuk membentuk hormon tiroksin yang diperlukan oleh tubuh yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa. 4. Memberikan ASI eksklusif (selama 6 bulan) ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan tanpa minuman dan makanan lain selain ASI. Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat, karena ASI merupakan makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah memberikannya kepada bayi. ASI juga dapat mencukupi kebutuhan

12

gizi bayi sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Dinkes DKI Jakarta 2002). Kolostrum merupakan ASI yang pertama keluar, berwarna kekuningkuningan dan mengandung zat kekebalan tubuh untuk mencegah timbulnya penyakit (Dinkes DKI Jakarta 2002). Kolostrum mengandung zat yang kaya antibodi untuk melindungi bayi dari infeksi dan alergi. 5. Mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi untuk anggota keluarga yang membutuhkan. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku manusia didefinisikan sebagai hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Artinya perilaku merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal baik dari luar maupun dari dalam dirinya. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomi (Sarwono 1993). Berdasarkan definisi dari perilaku dan kesehatan tersebut perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo 2007). Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan, yaitu perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku peran sakit. Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini meliputi makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stres, dan perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan. Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga aspek, yaitu perilaku pencegahan penyakit, perilaku peningkatan kesehatan, dan perilaku gizi makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya

13

kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang tersebut terhadap makanan dan minuman tersebut. Usaha kesehatan pribadi yaitu daya upaya dari seorang demi seorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan antara lain dengan memelihara kebersihan, makan makanan yang sehat, cara hidup yang teratur, meningkatkan daya tahan tubuh, menghindari penyakit, meningkatkan kecerdasan, melengkapi rumah dengan sarana kebersihan, dan melakukan pemeriksaan kesehatan (Entjang 1985). Kondisi bayi banyak sekali dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan pascanatal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak yaitu : lingkungan fisik, lingkungan fisik, faktor psikososial dan faktor keluarga dan adat istiadat. Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi adalah cuaca, keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi. Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi tertentu. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa, Bakri, & Fajar 2002). Penilaian Konsumsi Pangan Tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari untuk memelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan (Suhardjo & Kusharto 1988). Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat melanjutkan kehidupannya. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi yang optimal seperti protein, hidrat arang, lemak, vitamin, mineral dan lainlain, juga harus murni dan utuh dalam arti tidak mengandung bahan pencemar serta harus higienis. Bila salah satu faktor tersebut terganggu maka makanan yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan keracunan makanan (Notoatmodjo 1996 yang diacu dalam Afriyenti 2002). Walaupun makanan merupakan sumber energi namun tidak semua energi yang

14

terkandung didalamnya diubah oleh tubuh menjadi tenaga untuk kerja (Suhardjo & Kusharto 1988). Ketidakcukupan konsumsi pangan dalam waktu relatif lama dapat menimbulkan KEP, dan apabila terjadi pada anak-anak akan menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Anak-anak menjadi lebih pendek atau lebih kurus dari pada rata-rata atau keduanya. KEP umumnya lebih disebabkan oleh konsumsi energi yang tidak cukup dibandingkan konsumsi protein, namun keduanya saling berkaitan (Harper, Deaton, & Driskel 1989). Konsumsi pangan seseorang dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Konsumsi pangan secara kualitatif biasanya digunakan untuk menggali informasi tentang kebiasaan makan dan untuk mengetahui frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi. Konsumsi secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi dan dari informasi ini akan dapat dihitung konsumsi zat gizi dari pangan tersebut (Suhardjo 1989). Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighing method. Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat dalam DKBM maka dapat diketahui jumlah konsumsi zat gizi dari berbagai jenis dan kelompok pangan. Food recall merupakan metode mengingat-ingat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Penilaian konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat (Kusharto & Sadiyyall 2006). Metode food records menghendaki responden untuk mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut) (Supariasa, Bakri & Fajar 2002). Mean Adequacy Ratio (MAR) merupakan angka yang digunakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kecukupan serta kualitas zat gizi secara keseluruhan yaitu dengan melihat rata-rata dari semua zat gizi. Nilai MAR didapatkan dengan membagi jumlah tingkat konsumsi contoh dengan jumlah jenis zat gizi (Torheim et al. 2003). Status Gizi dan Status Kesehatan Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilitisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut

15

status gizinya baik atau tidak baik. Ada berbagai cara yang dapat digunakan untuk menilai status gizi, yaitu konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Cara yang mana akan digunakan sangat tergantung pada tahapan keadaan kekurangan gizi (Riyadi 2001). Status gizi dan status kesehatan merupakan indikator kesehatan yang ada kaitannya dengan kualitas hidup. Pengukuran pertumbuhan dan perkembangan anak melalui cara antropometris paling banyak digunakan dalam menilai status gizi masyarakat (BPS 1992).

16

KERANGKA PEMIKIRAN
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan zat gizi (Sediaoetama 1991). Kerangka pikir UNICEF menunjukkan bahwa terdapat faktor yang memberikan pengaruh secara langsung terhadap terjadinya kurang gizi anak. Kedua faktor tersebut adalah tingkat konsumsi atau intik pangan serta ada tidaknya infeksi.yang diderita anak (Soekirman 2000). Skiner (1938) yang diacu dalam Notoatmodjo (2007) mendefinisikan perilaku sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Berdasarkan batasan tersebut perilaku hidup bersih dan sehat dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis perilaku, yaitu perilaku pencarian pengobatan, kesehatan. Ibu memiliki peranan penting dalam pertumbuhan anaknya khususnya pada saat balita. Oleh karena itu, perilaku hidup yang bersih dan sehat dari ibu diharapkan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan balitanya yang diamati berdasarkan pernah tidaknya sakit dan frekuensi sakit. Perilaku Kadarzi diamati berdasarkan lima indikator (Depkes 2004). Kelima indikator tersebut yaitu makan beraneka ragam, penimbangan rutin berat badan balita, penggunaan garam beriodium, pemberian ASI eksklusif, dan suplementasi gizi. Tujuan diadakannya program Kadarzi adalah untuk membentuk keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya. Oleh sebab itu, perilaku ibu yang sadar akan gizi dapat menjadi cara bagi ibu untuk mengatasi masalah gizi sehingga dapat meningkatkan status gizi balitanya. Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi dan penting bagi pertumbuhan balita. Pemberian susu merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan status gizi pada balita. Oleh karena itu, melalui pemberian susu formula pada balita diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap perubahan berat badan dan tinggi badannya sehingga dapat memperbaiki status gizinya. perilaku kesehatan lingkungan, dan perilaku pemeliharaan

17
Karakteristik keluarga
- Umur

- Pendidikan orang tua - Pekerjaan orang tua - Besar keluarga - Pendapatan keluarga

Karakteristik contoh
- Umur dan jenis kelamin

Pengetahuan Gizi Ibu Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
perilaku pencegahan penyakit (cuci tangan, mandi, gosok gigi, memasak air) perilaku makanan dan minuman (menu yang biasa disajikan) membersihakan kamar mandi tempat aktivitas mencuci

Makan beraneka ragam Penimbangan rutin BB balita Penggunaan garam beriodium Pemberian ASI eksklusif Suplementasi gizi

Konsumsi zat gizi balita : - Jenis pangan - Jumlah pangan

STATUS GIZI
Pemberian Susu Formula *)
BB/TB Balita Perubahan BB dan TB *)

Status Kesehatan balita :


- pernah tidaknya sakit - frekuensi sakit

Keterangan : = Variabel yang dianalisis = Garis hubungan yang dianalisis = Garis hubungan yang tidak dianalisis
*

) = 8 orang balita Kampung Carang Pulang Desa Cikarawang yang memiliki sejarah BBLR dan pada bulan Agustus berstatus gizi kurang.

Gambar 1. Kerangka pemikiran perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) serta hidup bersih dan sehat ibu kaitannya dengan status gizi dan kesehatan balita

METODE
Disain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan disain cross sectional study dan tahap kedua merupakan tahap intervensi serta pengamatan terhadap perubahan berat badan dan tinggi badan balita yang diberi susu formula selama tiga bulan. Lokasi penelitian ini bertempat di Kampung Carang Pulang, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara purposive (Singarimbun & Effendi 1989) dengan pertimbangan kemudahan akses ke lokasi, masih adanya balita yang berstatus gizi kurang, dan belum banyak penelitian yang berkaitan dengan Kadarzi dan PHBS di lokasi tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2007 - April 2008. Cara Pemilihan Contoh Kriteria contoh adalah anak laki-laki dan perempuan berusia 0-60 bulan (balita) di Kampung Carang Pulang, Desa Cikarawang. Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari balita yang terpilih sebagai contoh penelitian. Kampung Carang Pulang terdiri dari 5 RW dan setiap RW memiliki satu Posyandu. Kelima Posyandu tersebut, yaitu Posyandu Suplir, Mawar, Pinus, Cendana, dan Kaktus. Data dari kelima Posyandu bulan Agustus 2007 menunjukkan bahwa terdapat 16,2 persen anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk berdasarkan indeks antropometri BB/U. Jumlah minimal contoh yang diperlukan dalam penelitian ini, diperoleh dengan menggunakan metode acak sederhana dengan derajat kepercayaan yang diinginkan 95 persen dan batas toleransi proporsi sebesar 10 persen, yaitu sebanyak 52 balita dilakukan melalui perhitungan sebagai berikut : N

(1 / 2 )2 p(1 p)
d
2

2 ( 1,96 ) 0,162(1 0,162)

0,1

0,521 52,2 52 0,01

Keterangan : N = jumlah contoh yang akan dipilih Z = 1,96; nilai Z pada derajat kepercayaan 1-/2 (=0,05) p = 16,2%; estimasi proporsi balita dengan status gizi kurang dan buruk d = 10%; batas toleransi proporsi Jumlah seluruh contoh dalam penelitian ini adalah 56 balita, 48 balita dipilih dari tiap Posyandu yang ada di masing-masing RW secara acak sedangkan 8 balita lainnya dipilih secara purposive untuk selanjutnya mengikuti

19

tahap intervensi. Kedelapan balita tersebut terdiri dari 2 batita yang memiliki sejarah BBLR dan 6 balita lainnya berstatus gizi kurang pada bulan Agustus 2007 serta belum menerima bantuan susu dari Posyandu. Kerangka pemilihan contoh selengkapnya disajikan pada Gambar 2. Pemberian susu formula dilakukan secara langsung oleh peneliti, yang dibantu oleh kader Posyandu, yang setiap minggunya diberikan kepada ibu, empat kantung susu formula sekaligus untuk dikonsumsi oleh balitanya dengan jangka waktu pemberian selama tiga bulan (Januari-Maret). Balita tahap intervensi ini akan diamati perubahan berat badan serta tinggi badannya melalui pengukuran dan penimbangan yang dilakukan setiap dua minggu sekali.
Desa Cikarawang Purposive Kampung Carang Pulang

Posyandu Suplir (RW 3) acak 9 contoh

Posyandu Mawar (RW 4) acak 12 contoh

Posyandu Pinus (RW 5) acak 11 contoh

Posyandu Cendana (RW 6) acak 12 contoh

Posyandu Kaktus (RW 7) acak 12 contoh

Tahap pertama (cross sectional study)

purposive

purposive

Tahap kedua (Intervensi)

3 contoh

5 contoh

Gambar 2. Kerangka pemilihan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga (umur, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan dan besar keluarga), karakteristik contoh (jenis kelamin dan umur), pengetahuan gizi, perilaku Kadarzi, PHBS, konsumsi contoh, status gizi dan kesehatan contoh. Data sekunder berupa keadaan daerah yang diperoleh dari data dasar profil desa/kelurahan.

20

Tabel 1 menunjukkan jenis serta cara pengumpulan data primer. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur, yaitu dengan menggunakan kuesioner. Data konsumsi balita diperoleh dengan menggunakan metode recall konsumsi pangan balita selama 1 x 24 jam. Data status gizi contoh diamati dengan metode antropometri, yaitu dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Alat pengukur berat badan berupa timbangan injak dengan ketelitian 0,5 kg sedangkan pengukur tinggi badan menggunakan microtoise. Data perubahan berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui penimbangan dan pengukuran balita secara langsung oleh peneliti. Pengukuran dilakukan setiap dua minggu sekali untuk mengetahui perubahan berat badan dan tinggi badannya sekaligus mengawasi pemberian susu formula pada balita penerima susu formula. Tabel 1. Jenis dan cara pengumpulan data primer
No Variabel Karakteristik keluarga 1. 2. 3. 4. 5. Data yang dikumpulkan Umur orang tua Pendidikan orang tua Pekerjaan orang tua Besar keluarga Pendapatan (Kap/bln) Cara Pengumpulan Wawancara dengan menggunakan kuesioner Wawancara dengan menggunakan kuesioner Wawancara dengan menggunakan kuesioner

1.

2.

Karakteristik contoh Pengetahuan gizi ibu

1. Umur dan jenis kelamin 1. Definisi dan jenis zat gizi dalam pangan 2. Akibat kekurangan zat gizi tertentu 3. Periode pemberian ASI eksklusif 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. Kebiasaan mencuci tangan Frekuensi mandi, dan sikat gigi Menu makanan yang disajikan Kebiasaan memasak air Frekuensi membersihkan kamar mandi Tempat mencuci Menimbang berat badan secara rutin Konsumsi makanan yang beragam Konsumsi garam beriodium Pemberian ASI eksklusif Konsumsi suplementasi zat gizi pada balita dan saat hamil

3.

4.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

5.

Perilaku Kadarzi

Wawancara dengan menggunakan kuesioner

6. 7.

Konsumsi zat gizi contoh Status gizi contoh Kondisi kesehatan contoh

jenis dan jumlah pangan 1. Berat badan (kg) 2. Tinggi Badan (cm) 1. Jenis penyakit 2. Frekuensi panyakit

Food recall 1x24 jam Pengukuran dengan timbangan injak dan microtoise Wawancara dengan menggunakan kuesioner

8.

21

Pengolahan dan Analisis Data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia yang selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan sistem komputerisasi menggunakan microsoft excel. Cara pengkategorian variabel-variabel dalam penelitian dapat diamati pada Tabel 2. Hubungan antara variabel kategorik akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test (Tabel 3). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13.0 for Windows. Umur orang tua. Data umur orang tua yang diperoleh dikategorikan berdasarkan kelompok usia, yaitu usia remaja, dewasa muda, dewasa madya, dewasa lanjut, dan lansia (Turner JS & Helms DB 1991). Pendidikan orang tua. Data tingkat pendidikan orang tua diolah dengan mengelompokkannya menjadi enam kategori, yaitu tidak penah sekolah, tidak tamat SD, SD/sederajat, SLTP/sederajat, SLTA/sederajat, dan Akademi / Diploma / Perguruan Tinggi. Pekerjaan orang tua. Data jenis pekerjaan orang tua dikategorikan menjadi delapan kategori, yaitu buruh tani atau kebun, petani pemilik sawah, pedagang atau wiraswasta, pegawai negeri atau karyawan swasta, jasa angkutan, Pembantu Rumah Tangga (PRT), Ibu Rumah Tangga (IRT), dan pekerjaan lainnya. Besar Keluarga. Besar keluarga diketahui dengan menanyakan kepada responden jumlah anggota keluarganya. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar ( 8 orang) (Hurlock 1998). Pendapatan. Data pendapatan perkapita perbulan merupakan hasil dari pembagian jumlah pendapatan orang tua setiap bulannya dengan jumlah anggota keluarga. Hasil yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan kategori garis kemiskinan menurut BPS (2006) untuk Kabupaten Bogor, yaitu kategori miskin ( Rp183 067.00) dan tidak miskin (> Rp183 067.00). Karakteristik contoh. Data karakteristik contoh meliputi data umur dan jenis kelamin contoh. Umur contoh diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu 23 bulan, 24-36 bulan, dan 37 bulan. Data jenis kelamin contoh terdiri dari dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan.

22

Pengetahuan gizi ibu didapatkan melalui pengisian kuesioner oleh responden yang terdiri dari 13 pertanyaan. Kuesioner pengetahuan gizi menggunakan pertanyaan tertutup, dengan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah, sehingga nilai maksimum yang diperoleh adalah 13. Total nilai untuk jawaban yang benar kemudian dipersentasikan terhadap jumlah nilai maksimum dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik ( 80%), sedang (60-80%), dan rendah ( 60%) (Khomsan 2000). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) diperoleh melalui kuesioner dengan 7 pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Kuesioner PHBS menggunakan pertanyaan tertutup, dengan nilai 1 untuk pilihan jawaban yang termasuk kategori rendah, 2 untuk pilihan jawaban yang termasuk kategori sedang, dan 3 untuk pilihan jawaban yang termasuk kategori baik. Oleh karena itu diperoleh skor terendah yaitu 7 sedangkan skor tertinggi adalah 21. Pengkategorian skor PHBS ditentukan berdasarkan rumus interval Slamet (1993), dan diperoleh hasil yaitu, untuk kategori rendah, skor berkisar antara 711, kategori sedang antara 12-16 dan kategori baik antara 17-21. Perilaku Kadarzi didapatkan dengan penilaian hasil pengisian kuesioner dengan 15 pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Kuesioner perilaku Kadarzi juga menggunakan jenis pertanyaan tertutup, dengan nilai 1 untuk pilihan jawaban yang termasuk kategori rendah, 2 untuk pilihan jawaban yang termasuk kategori sedang, dan 3 untuk pilihan jawaban yang termasuk kategori baik. Total skor berkisar antara 15-45 dan dikategorikan menjadi rendah (15-24), sedang (25-35), dan baik (36-45). Interval skor untuk tiap kategori perilaku Kadarzi ditentukan juga berdasarkan rumus interval Slamet (1993). Konsumsi zat gizi contoh. Data jumlah dan jenis pangan aktual yang dikonsumsi contoh diperoleh melalui recall konsumsi pangan 1 x 24 jam. Kandungan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi oleh contoh dihitung dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan. Identifikasi terhadap masalah konsumsi diamati melalui tingkat konsumsi yang merupakan persentase konsumsi aktual contoh dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Selain itu data jumlah dan jenis pangan juga digunakan untuk mengetahui Mean Adequacy Ratio (MAR). Nilai tersebut digunakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi secara keseluruhan yaitu dengan melihat

23

rata-rata dari semua zat gizi. Nilai MAR didapatkan dengan membagi jumlah tingkat konsumsi contoh dengan jumlah jenis zat gizi (Torheim et al. 2003). Status gizi contoh. Indeks antropometri yang akan digunakan untuk mengetahui status gizi balita adalah berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Status gizi dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang menurut metode z-skor WHO-NCHS untuk berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB); gizi normal (-2 SD sampai +2 SD), gizi kurang (< -2 SD), dan gizi lebih (> +2 SD). Status kesehatan balita. Status kesehatan balita diamati dari kejadian sakit pada tiga bulan terakhir yang meliputi jenis gangguan kesehatan (jenis penyakit), kejadian sakit (pernah/tidaknya sakit) dan frekuensi sakit. Variabel yang digunakan dalam uji korelasi adalah variabel kejadian sakit (pernah/tidaknya sakit). Pertambahan berat badan dan tinggi badan. Berat badan dan tinggi badan balita terpilih penerima susu formula akan diamati pertumbuhannya selama tiga bulan. Pengukuran BB dan TB balita tersebut dilakukan setiap dua minggu sekali. Tabel 2. Cara pengkategorian variabel penelitian
No Variabel Data primer 1. Karakteristik keluarga Umur orang tua 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kategori Pengukuran Remaja (13-19 tahun) Dewasa muda (20-30 tahun) Dewasa madya (31-50 tahun) Dewasa lanjut (51-75 tahun) Lansia ( 76 tahun) Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Akademi/Diploma/Perguruan Tinggi Buruh tani atau kebun Petani pemilik Pedagang atau wiraswasta Pegawai negri/swasta Jasa angkutan PRT IRT Lainnya BPS (2006) Sumber Acuan

Turner JS & Helms DB (1991)

Pendidikan orang tua

Pekerjaan orang tua

Pendapatan (Kap/bln) Besar keluarga

1. Miskin ( Rp 183 067.00) 2. Tidak miskin (> Rp183 067.00) 1. Keluarga kecil ( 4 orang) 2. Keluarga sedang (5-7 orang) 3. Keluarga besar ( 8 orang)

Hurlock (1998)

24

No 2.

Variabel Karakteristik contoh Umur Jenis kelamin

Kategori Pengukuran 1. 23 bulan 2. 24-36 bulan 3. 37 bulan Sesuai data 1. baik ( 80%) 2. sedang (60-80%) 3. rendah ( 60%) 1. baik (17-21) 2. sedang (12-16) 3. rendah (7-11) 1. baik (36-45) 2. sedang (25-35) 3. rendah (15-24) Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi contoh Mean Adequacy Ratio (MAR) z-skor = 1. gizi normal (-2 SD - +2 SD) 2. gizi kurang (< -2 SD) 3. gizi lebih (> +2 SD)

Sumber Acuan

3.

Pengetahuan gizi ibu Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

Khomsan (2000) Notoatmodjo (2007) Dinkes DKI Jakarta (2002)

4.

5.

Perilaku Kadarzi

6.

Konsumsi zat gizi contoh

Torheim et al. (2003)

7. 8.

Status gizi contoh (indeks BB/TB z-skor WHO 1995) Status kesehatan contoh

1. kejadian sakit/Pernah tidaknya sakit 2. frekuensi sakit Sesuai data

Data sekunder 1. Data lokasi penelitian

Tabel 3. Cara analisis korelasi antar variabel penelitian


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Variabel Pengetahuan gizi dengan perilaku Kadarzi ibu Tingkat konsumsi dengan status gizi contoh Perilaku Kadarzi ibu dengan tingkat konsumsi contoh Perilaku Kadarzi ibu dengan status gizi contoh PHBS ibu dengan status gizi contoh Perilaku Kadarzi ibu dengan kejadian sakit contoh PHBS ibu dengan kejadian sakit contoh Analisis Korelasi Spearman Korelasi Spearman Korelasi Spearman Korelasi Spearman Korelasi Spearman Korelasi Spearman Korelasi Spearman

Definisi Operasional Besar Keluarga adalah banyaknya orang yang hidup di bawah satu atap yang sama dan makan dari satu dapur yang sama. Frekuensi sakit adalah jumlah pengulangan terjadinya penyakit tertentu yang dialami contoh selama tiga bulan terakhir dari waktu wawancara. Status kesehatan balita adalah keadaan kesehatan balita yang diukur dari kejadian penyakit (ada tidaknya penyakit) dan frekuensi penyakit yang diderita balita dalam tiga bulan terakhir dari waktu wawancara.

25

Konsumsi zat gizi contoh adalah semua makanan dan minuman yang dimakan oleh contoh, baik yang berasal dari membeli atau dibuat di rumah. Nilai MAR adalah rata-rata dari semua zat gizi yang diperoleh dengan membagi jumlah tingkat konsumsi contoh dengan jumlah jenis zat gizi. Pendapatan Keluarga adalah jumlah penerimaan perkapita perbulan yang diperoleh ayah dan ibu yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan dengan diklasifikasikan menjadi miskin ( Rp 183 067.00) dan tidak miskin (> Rp 183 067.00) Pendidikan Orang tua adalah pendidikan formal (pendidikan terakhir) ayah dan ibu, diklasifikasikan menjadi tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, SD /sederajat, SLTP / sederajat, SLTA / sederajat, dan Akademi / Diploma /Perguruan Tinggi. Pekerjaan Orang tua adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu untuk memenuhi kebutuhan keluarga meliputi buruh tani atau kebun, petani pemilik, pedagang atau wiraswasta, pegawai negri/swasta, jasa angkutan, Pembantu Rumah Tangga (PRT), Ibu Rumah Tangga (IRT), dan lainnya. Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan contoh mengenai fungsi zat gizi, sumber-sumber suatu zat gizi dalam makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, dan periode pemberian ASI. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah praktek atau perilaku ibu yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan lingkungan. Perilaku Kadarzi adalah praktek atau tindakan-tindakan ibu yang berkaitan dengan gizi keluarga yang meliputi menimbang berat badan secara rutin setiap bulan bagi anggota keluarga, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, mengkonsumsi garam beriodium, memberikan ASI eksklusif (selama 6 bulan); mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi untuk anggota keluarga yang membutuhkan. Status gizi balita adalah merupakan tanda-tanda penampilan balita akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi. Tingkat Konsumsi Balita adalah persentase jumlah zat gizi yang dikonsumsi contoh dengan angka kecukupannya.

26

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan umum daerah penelitian Keadaan alam Berdasarkan data dasar profil desa/kelurahan 2007/2008, Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga mempunyai luas sebesar 225,84 Ha. Desa Cikarawang merupakan daerah dataran yang berada pada ketinggian 700m dpl. Sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah pertanian, yaitu sebesar 152,785 Ha (67,65%) dan paling banyak digunakan untuk pertanian sawah pasang surut (Tabel 4). Bagian utara Desa Cikarawang dibatasi oleh Sungai Cisadane dan bagian selatan desa dibatasi oleh Sungai Ciapus. Kedua sungai tersebut juga merupakan pembatas sebelah barat Desa Cikarawang sedangkan bagian timur desa dibatasi oleh Desa Situ Gede. Tabel 4. Luas Desa Cikarawang berdasarkan penggunaannya
No 1 Penggunaan Pertanian Sawah a. Sawah pengairan teknis (irigasi) b. Sawah pengairan setengah teknis c. Sawah tadah hujan d. Sawah pasang surut Ladang/Tegalan Perkebunan a. Perkebunan rakyat b. Perkebunan negara c. Perkebunan swasta Padang Rumput/Stepa/Ladang Gembalaan/Pangonan Hutan Pemukiman Umum Untuk Bangunan a. Perkantoran b. Sekolah c. Pertokoan/perdagangan d. Pasar e. Terminal f. Tempat peribadatan (masjid, gereja, pura, vihara, dll) g. Kuburan/makam h. Jalan i. Lain-lain Rekreasi dan Olahraga Perikanan Darat/Air Tawar a. Tambak b. Kolam c. Empang/tebat Daerah Tangkapan Air Rawa Lain-lain Jumlah Luas Ha 25,070 52,455 75,260 18,226 8 38,075 0,016 0,430 0,073 2 0,800 4,925 0,510 225,84 % 11,10 23,23 33,32 8,07 3,54 16,86 0,007 0,19 0,03 0,88 0,35 2,18 0,22 100

2 3

4 5 6 7

8 9

10 11 12

Sumber : Data dasar profil desa/kelurahan 2007/2008

27

Jarak dari desa ke ibukota kecamatan adalah sejauh tiga kilometer sedangkan dari desa ke ibukota kabupaten sejauh 35 kilometer dan dicapai selama dua jam. Pusat-pusat fasilitas terdekat dapat dicapai selama kurang lebih satu jam dari Desa Cikarawang dan untuk menuju ke ibukota kecamatan ditempuh selama setengah jam. Kepadatan penduduk Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Cikarawang adalah sebanyak 2000 orang dan jumlah penduduk seluruhnya adalah 8.175 jiwa yang terdiri dari 4.174 laki-laki dan 4.001 perempuan (Tabel 5). Luas Desa Cikarawang yang sebesar 225,8 Ha, menunjukkan keadaan tingkat kepadatan Desa Cikarawang, yaitu sebesar 3,6 jiwa per kilometer persegi. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penduduk terbanyak di Desa Cikarawang adalah balita. Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Jumlah Umur Tahun 0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 61-65 66-70 Laki-Laki 443 408 392 379 389 398 304 311 261 215 183 158 189 144 4.174 Perempuan 515 366 389 369 374 378 285 288 251 193 160 141 147 145 4.001 Jumlah 958 774 781 748 763 776 589 599 512 408 343 299 336 289 8.175

Sumber : Data dasar profil desa/kelurahan 2007/2008

Mata pencaharian penduduk Berdasarkan data dasar profil desa (Tabel 6), sebanyak 1113 warga Desa Cikarawang tercatat memiliki pekerjaan sebagai petani pemilik sawah, sedangkan penduduk yang bekerja sebagai buruh tani tercatat sebanyak 30 orang. Selain itu, terdapat 1000 orang bekerja sebagai pegawai swasta. Lokasi yang dekat dengan area kampus memberikan peluang warga Desa Cikarawang untuk bekerja di sektor jasa angkutan dan perdagangan, yaitu bekerja sebagai supir angkutan umum dan ojek (sepeda motor).

28

Tabel 6. Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Carang Pulang Desa Cikarawang
No. 1. Jenis Mata Pencaharian Pertanian Tanaman Pangan a. Petani pemilik tanah sawah b. Petani pemilik tegal/ladang c. Buruh tani Peternakan a. Pemilik ternak kambing b. Pemilik ternak ayam c. Pemilik ternak kerbau Industri Kecil/Kerajinan a. Pemilik industri rumah tangga b. Pemilik usaha industri kecil Jasa Pemerintahan/Nonpemerintahan a. b. c. d. e. f. g. h. 5. Pegawai kelurahan / desa Guru Pegawai Negri Sipil/ABRI Bidan PNS lainnya Pensiunan ABRI/sipil Pegawai swasta Pensiunan swasta 20 100 1 4 4 1.000 5 150 5 150 80 3 46 58 4 1 15 20 2.908 0,6 3,4 0,0 0,1 0,1 34,4 0,2 5,2 0,2 5,2 2,7 0,1 1,6 2,0 0,1 0,0 0,5 0,7 100,0 n 1.113 45 30 45 1 7 2 % 38,2 1,5 1,0 1,5 0,0 0,2 0,1 -

2.

3.

4.

Jasa Perdagangan a. Warung b. Kios

6.

Jasa Komunikasi dan Angkutan a. Angkutan sepeda motor b. Mobil kendaraan umum c. Perahu/ketinting

7.

8.

Jasa Keterampilan a. Tukang kayu b. Tukang batu c. Tukang jahit/bordir d. Tukang cukur Jasa Lainnya a. Listrik, gas dan air b. Pemulung

Jumlah
Sumber : Data dasar profil desa/kelurahan 2007/2008

Karakteristik keluarga Umur orang tua Gambar 3 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan umur orang tua. Berdasarkan tabel tersebut dapat diamati bahwa lebih dari separuh ayah termasuk golongan usia dewasa madya dengan rata-rata usia ayah 32,7 tahun dengan standar deviasi 6,8 dan sebagian besar ibu tergolong dewasa muda

29

dengan rata-rata usia ibu 27,3 tahun dengan standar deviasi 5,5 tahun. Selain itu, Gambar 3 menunjukkan bahwa ada responden yang tergolong remaja. Usia orang tua yang tergolong muda, terutama ibu, akan mempengaruhi cara mengasuh dan merawat anak karena cenderung mengandalkan pengetahuan dan pengalaman orang tuanya terdahulu (Hurlock 1998).
90 80 70 60 % 50 40 30 20 10 0 Ayah Ibu 3.6 19.6 41.1 58.9 Remaja Dewasa muda Dewasa madya

76.8

Gambar 3. Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua Pendidikan orang tua Karakteristik keluarga lain yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan akhir orang tua. Pendidikan orang tua, baik ayah maupun ibu memiliki peranan penting dalam memahami pentingnya gizi dan kesehatan bagi anak. Pemahaman tersebut dapat lebih mudah diterima oleh orang tua yang tingkat pendidikannya tinggi. Menurut Soetjiningsih (1995), orang tua yang memiliki pengetahuan serta pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Rahmawati (2006) yang menyatakan bahwa orang tua, terutama ibu, yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan serta informasi gizi dan kesehatan bagi anaknya. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan ayah dan ibu memiliki persentase terbesar pada tingkat yang sama, yaitu Sekolah Dasar atau sederajat. Selain itu diketahui pula bahwa tidak ada orang tua yang tidak pernah sekolah ataupun tidak tamat SD. Hanya 1,8 persen responden yang pendidikan akhirnya Perguruan Tinggi. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan akhir orang tua dapat diamati pada Tabel 7.

30

Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua


Tingkat Pendidikan Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Akademi/Diploma/PT Total Ayah n 1 19 16 18 2 56 % 1,8 33,9 28,6 32,1 3,6 100,0 n 1 29 20 5 1 56 Ibu % 1,8 51,8 35,7 8,9 1,8 100,0

Pekerjaan orang tua Sebanyak 30,4 persen ayah contoh bekerja sebagai karyawan. Lokasi penelitian yang dekat dengan kampus juga memberikan peluang pekerjaan lain bagi 28,6 persen ayah, yaitu supir angkutan umum. Sebagian besar responden (78,6%) merupakan ibu rumah tangga. Artinya responden termasuk dalam masyarakat tradisional yang menggunakan waktunya di rumah untuk mengasuh dan merawat anak-anak. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya responden tidak bekerja dengan alasan karena tingkat pendidikan responden yang rendah sehingga lapangan pekerjaan yang ada bagi responden sangat terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukarni (1994) yang menyatakan bahwa pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan orang tua. Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Jenis Pekerjaan Buruh/kebun Petani pemilik Pedagang/wiraswasta Pegawai negri/swasta/karyawan Jasa angkutan PRT IRT Lainnya Total Ayah n 12 8 17 16 3 56 % 21,4 14,3 30,4 28,6 5,4 100,0 n 6 1 5 44 56 Ibu % 10,7 1,8 8,9 78,6 100,0

sehingga

nantinya

akan

mempengaruhi

kehidupan

sosial

ekonominya. Tabel 8 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan

Besar keluarga Gambar 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga. Penelitian ini didominasi oleh contoh dengan keluarga berukuran

31

sedang (44,6%) sedangkan contoh dengan keluarga besar tercatat hanya 12,5 persen.
50 45 40 35 30 % 25 20 15 10 5 0 Kecil ( 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar ( 8 orang) 12.5 42.9 44.6

Gambar 4. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebagian besar contoh dalam penelitian ini memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari tujuh orang atau termasuk keluarga kecil dan keluarga sedang. Besar keluarga memiliki kaitan dengan kondisi gizi individu anggota keluarga tersebut. Hal ini ditegaskan Sukarni (1994) bahwa besar keluarga mempengaruhi kondisi gizi serta kesehatan terutama anak-anak. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah pula status gizi balita. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan negatif antara besar keluarga contoh dengan status gizi (indeks BB/U) contoh (p value =0,003; r = -0,386). Hal ini disebabkan karena keluarga kecil lebih mudah dalam mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan bagi setiap anggota keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang besar akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan pangan, terutama balita yang memerlukan perhatian khusus karena belum bisa mengurus keperluannya sendiri serta ada dalam masa pertumbuhan. Apabila kebutuhan pangan balita telah terpenuhi maka konsumsi zat gizi juga akan terpenuhi dan selanjutnya akan meningkatkan status gizi. Pendapatan keluarga Pendapatan perkapita perbulan keluarga digunakan sebagai pendekatan terhadap pengeluaran perkapita keluarga contoh. Hasilnya diperoleh bahwa ratarata pendapatan keluarga sebesar Rp174 241.09. Pendapatan terendah keluarga contoh perkapita perbulan tercatat sebesar Rp21 429.00 sedangkan pendapatan tertingginya adalah sebesar Rp500 000.00. Lebih dari separuh keluarga contoh tergolong keluarga miskin (Gambar 5).

32

70 60 50 40 % 30 20 10 0

60.7 39.3

Miskin ( Rp.183067,-)

Tidak m iskin (>Rp. 183067,-)

Gambar 5. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita menurut kategori garis kemiskinan Kabupaten Bogor (2006) Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2006 adalah sebesar Rp183 067.00 perkapita perbulan. Berdasarkan batas tersebut maka diketahui bahwa lebih dari separuh jumlah contoh memilikii pendapatan perkapita perbulannya dibawah batas garis kemiskinan tersebut. Oleh karena itu diketahui bahwa lebih dari separuh jumlah contoh adalah keluarga miskin. Penduduk yang miskin memiliki daya beli yang rendah terutama karena harus memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan negatif antara tingkat pendapatan perkapita perbulan dengan besar keluarga (p value =0,001; r =-0,448). Hal ini menggambarkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka tingkat pendapatan perkapita keluarga tersebut akan semakin rendah. Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak menyebabkan akan semakin banyak pula yang harus dipenuhi kebutuhannya terutama golongan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan. Menurut Suhardjo (1989), anak-anak yang tumbuh dalam keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua anggota keluarga. Anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh karena kebutuhan zat gizi dalam pangan yang sangat dibutuhkan oleh anak, tidak terpenuhi akibat tingkat pendapatan orang tuanya yang rendah. Jenis kelamin dan umur balita Karakteristik contoh yang diidentifikasi meliputi jenis kelamin dan umur balita (Gambar 6). Lebih dari separuh jumlah contoh (64,3%) merupakan balita perempuan. Hal ini sesuai dengan data profil desa yang menunjukkan bahwa di Desa Cikarawang proporsi balita perempuan lebih banyak dibandingkan dengan

33

balita laki-laki. Proporsi terbesar (37,5%) umur contoh ada pada kisaran usia 2436 bulan dengan usia minimum 10 bulan sedangkan usia maksimum 58 bulan. Rata-rata usia contoh adalah 29,6 bulan dengan standar deviasi 11,9 bulan.

, Laki-laki 35,7%

, Perempuan 64,3%

24-36bln 37,5%

23bln 33,9%

37bln 28,6%

Jenis kelamin

Umur

Gambar 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan umur balita Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan gizi seseorang menentukan perilaku gizinya kelak. Bahkan Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan tentang gizi dan makanan merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Separuh jumlah responden memiliki pengetahuan gizi yang termasuk pada kategori sedang, sedangkan yang tingkat pengetahuan gizinya tergolong baik sebanyak 28,6 persen. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dapat diamati pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu
Tingkat Pengetahuan Gizi Baik Sedang Rendah Total n 16 28 12 56 % 28,6 50,0 21,4 100,0

Tabel 10 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu. Sebanyak 23,2 persen responden memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori sedang dengan tingkat pendidikan akhirnya adalah tingkat SD atau sederajat. Seluruh responden yang tingkat pendidikan akhirnya adalah tingkat Akademi/diploma/Perguruan Tinggi memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya oleh Rahmawati (2006) bahwa orang tua, terutama ibu, yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan serta informasi gizi dan kesehatan bagi anaknya.

34

Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi ibu
Tingkat Pendidikan Ibu n Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Akademi/Diploma/PT Total 5 10 1 16 Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Baik Sedang Rendah % 8,9 17,9 1,8 28,6 n 13 10 5 28 % 23,2 17,9 8,9 50,0 n 1 11 12 % 1,8 19,6 21,4 n 1 29 20 5 1 56 Total % 1,8 51,8 35,7 8,9 1,8 100,0

Lampiran 8 menunjukkan persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi ibu. Sebagian besar responden menjawab dengan benar definisi dari zat gizi, contoh pangan yang mengandung protein hewani, dan nama garam yang baik untuk masak; masing-masing 78,6 persen, 87,5 persen, 96,4 persen. Pertanyaan lain yang dijawab benar oleh sebagian besar responden adalah nama kondisi bayi apabila ibu saat hamil kekurangan zat besi, nama kondisi anak yang kekurangan pangan dalam jangka waktu yang lama, serta umur anak mulai diperkenalkan dengan makanan seperti makanan orang dewasa, masing-masing 82,1 persen, 92,9 persen, dan 83,9 persen. Persentase terbesar responden menjawab salah untuk pertanyaan tentang jenis zat gizi yang dibutuhkan anak sebagai zat pertumbuhan, jenis pangan sumber karbohidrat, dan periode pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan, masing-masing 55,4 persen, 55,4 persen, dan 60,7 persen (Gambar 7).

Jangka waktu pem berian ASI eks klus if

60.7 39.3
s alah

Jenis pangan s um ber karbohidrat

55.4 44.6 55.4 44.6 0 20 40 % 60 80

benar

Zat gizi yang dibutuhkan anak s ebagai zat pertum buhan

Gambar 7. Persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi Robertson (1998) menyatakan bahwa pada empat sampai enam bulan pertama kehidupan manusia, satu-satunya bentuk pangan yang dapat diterima

35

oleh tubuh bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). ASI memiliki beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan susu formula, misalnya kandungan protein pada ASI cocok bagi metabolisme tubuh bayi. Selain itu, ASI mengandung zat antibodi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi terhadap berbagai penyakit. Kandungan lemak dan zat besi pada ASI juga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh bayi sehingga dapat dengan mudah digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Kelebihan lain dari ASI adalah suhu ASI yang sesuai dengan kondisi bayi, steril, serta adanya ikatan yang kuat antara ibu dengan bayinya akibat dari praktek pemberian ASI. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa pemberian ASI secara eksklusif enam bulan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. Lebih dari separuh responden tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan: jenis pangan yang sumber karbohidrat serta nama jenis zat gizi yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan (protein). Kedua pertanyaan ini ingin menggambarkan pengetahuan responden mengenai pentingnya dua jenis zat gizi (karbohidrat dan protein) bagi pertumbuhan balita. Ketidaktahuan yang dimiliki lebih dari separuh responden terhadap jenis dan manfaat pangan sumber karbohidrat dan protein ini dapat berdampak pada konsumsi pangan balitanya yang kurang berkualitas yang selanjutnya dapat mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak balita tersebut. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Lebih dari separuh responden (53,8%) berperilaku hidup bersih dan sehat kategori baik. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang perilaku hidup bersih dan sehatnya termasuk kategori rendah. Tabel 11. Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat ibu
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Baik Sedang Rendah Total n 30 26 56 % 53,8 46,2 100,0

Persentase contoh berdasarkan kategori PHBS ibu dapat diamati pada Gambar 8. Lebih dari separuh responden (58,9%) memiliki kebiasaan yang baik untuk selalu mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar. Perilaku ibu untuk selalu mencuci tangan dapat mengurangi risiko terjadinya salah satu penyakit infeksi, yaitu diare. Menurut WHO (2004), dengan mencuci tangan maka penyakit diare dapat dikurangi hingga mencapai 45 persen. Oleh

36

karena itu, perilaku responden yang selalu mencuci tangan ikut mendukung upaya kesehatan untuk dirinya sendiri sehingga dapat terhindar dari penyakit.
Kebiasaan ibu untuk selalu mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar Frekuensi ibu mandi dalam sehari Frekuensi ibu menggosok gigi dalam sehari Menu makanan keluarga yang biasa disajikan Kebiasaaan ibu memasak air untuk minum sampai mendidih Frekuensi ibu membersihkan kamar mandi dalam seminggu Tempat ibu melakukan aktivitas mencuci
0 39.3 41.1 0 0 3.6 89.3 7.1 0 0 37.5 30.4 32.1 14.3 21.4 20 40 60 64.3 100 58.9

1.8

58.9

44.6 55.4 baik sedang rendah

80

100

120

Gambar 8. Persentase contoh berdasarkan kategori PHBS ibu Mandi dan menggosok gigi merupakan salah satu upaya seseorang untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri. Berdasarkan Gambar 8 dapat diamati bahwa lebih dari separuh responden memiliki frekuensi mandi dan gosok gigi kategori sedang, yaitu sebanyak dua kali sehari, masing-masing 58,9 persen dan 55,4 persen. Selain itu, terlihat juga bahwa tidak ada responden yang praktek mandi dan menggosok giginya hanya satu kali dalam sehari. Perilaku kesehatan merupakan suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo 2007). Tersedianya menu yang lengkap merupakan salah satu perilaku yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan serta meningkatkan kesehatannya. Dalam hal penyediaan menu makanan yang lengkap (nasi, lauk pauk, sayur, dan buah) diketahui bahwa hanya kurang dari lima persen (3,6%) responden yang menyediakan menu lengkap. Berdasarkan hasil wawancara, hampir seluruh responden menyatakan kadang-kadang mengkonsumsi buah-buahan. Ketersediaan buah yang tidak memadai merupakan salah satu kendala untuk menyajikan menu seimbang dalam rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang diakui oleh responden sebagai alasan utama untuk tidak menyediakan buah-buahan di rumah.

37

Perilaku bersih sehat ibu lainnya yang telah dilakukan dengan baik oleh responden adalah memasak air untuk dikonsumsi hingga mendidih. Gambar 8 menunjukkan bahwa seluruh responden selalu memasak air yang dikonsumsi sampai mendidih. Air yang digunakan sebagai air minum merupakan salah satu media yang dapat menjadi tempat berpindahnya patogen dan zat-zat kimia beracun ke tubuh manusia (WHO 2007). Hal ini dapat dicegah apabila air yang dikonsumsi bebas dari mikroorganisme patogen dan salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan memanaskan air yang digunakan hingga mendidih. Perilaku kesehatan lingkungan termasuk dalam salah satu perilaku hidup bersih dan sehat (Notoatmodjo 2007). Perilaku kesehatan lingkungan yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi responden membersihkan kamar mandi, dan tempat responden melakukan aktivitas mencuci. Sebanyak 37,5 persen responden termasuk kategori baik dalam hal membersihkan kamar mandi, yaitu membersihkan kamar mandi sebanyak lebih dari sama dengan tiga kali dalam seminggu. Selain itu, tercatat lebih dari separuh responden menggunakan kamar mandi pribadi sebagai tempat untuk mencuci, dan sangat disayangkan bahwa masih ada responden yang melakukan aktivitas mencuci di sungai (Lampiran 1). Sungai merupakan salah satu tempat yang masih digunakan warga untuk membuang sampah padat serta limbah. Oleh karena keterbatasan ekonomi, responden tidak mampu menyediakan kamar mandi pribadi di rumahnya sehingga menyebabkan 21,4 persen responden mencuci di sungai-sungai dekat tempat tinggalnya walaupun air yang digunakan tidak terjamin kebersihannya. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Hampir seluruh responden (89,3%) memilki perilaku Kadarzi yang termasuk kategori baik (Tabel 12). Tidak ada responden yang berada pada kategori rendah. Tabel 12. Sebaran responden berdasarkan perilaku Kadarzi
Perilaku Kadarzi Baik Sedang Rendah Total n 50 6 56 % 89,3 10,7 100,0

Kadarzi diamati dari lima perilaku, yaitu mengkonsumsi beraneka ragam makanan, menimbang berat badan secara rutin setiap bulan terutama bagi ibu

38

hamil, ibu menyusui, dan balita, mengkonsumsi garam beriodium, memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, serta mendapatkan dan memberikan sumplementasi bagi anggota yang membutuhkan. Persentase kategori perilaku ibu untuk setiap pertanyaan perilaku Kadarzi dapat diamati pada Lampiran 9. Mengkonsumsi beraneka ragam makanan berarti mengkonsumsi pangan sebanyak 2-3 kali sehari. Frekuensi makan lebih dari separuh ibu, ayah, dan contoh termasuk kategori baik, yaitu makan sebanyak tiga kali setiap hari. Aneka ragam makanan juga berarti mengkonsumsi pangan yang mengandung tiga kelompok sumber makanan, yaitu kelompok sumber zat tenaga (makanan pokok), sumber zat pembangun (lauk pauk) serta sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan). Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa lebih dari separuh responden memiliki kebiasaan yang baik untuk menyediakan menu sayuran saat makan siang. Namun sebagian besar responden tidak selalu menyediakan buah-buahan setiap hari dirumah. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu dapat dilihat pada Tabel 13. Kebiasaan responden untuk menyediakan makanan yang beraneka ragam di rumah memberi peluang bagi balitanya untuk dapat menerima pangan yang berkualitas dan berkuantitas gizi baik. Makan makanan yang beragam dapat mencukupi kebutuhan gizi seseorang karena tidak ada satu jenis panganpun yang kandungan zat gizinya lengkap. Konsumsi pangan yang kurang beragam akan menimbulkan ketidakseimbangan antara masukan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dampak negatif selanjutnya adalah akan mengakibatkan terjadinya penyakit kekurangan gizi. Tabel 13 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah dengan baik melakukan perilaku Kadarzi lainnya, yaitu menimbang berat badan secara rutin setiap bulan khususnya bagi balita dan ibu hamil. Hampir seluruh responden membawa balitanya untuk ditimbang di Posyandu selama 4-6 kali selama enam bulan terakhir. Responden juga memiliki kebiasaan untuk mengukur berat badannya secara rutin saat hamil di Puskesmas, Posyandu, atau bidan. Selain menggambarkan perilaku gizi responden yang baik, hasil ini juga menggambarkan peran Posyandu di Kampung Carang Pulang, telah berjalan dengan baik yang ditunjukkan bahwa sebgian besar responden berpartisipasi dalam program penimbangan balita sebanyak 4-6 kali selama enam bulan terakhir.

39

Tabel 13. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu


Perilaku Kadarzi Frekuensi ibu makan dalam sehari a. b. c. Total Frekuensi ayah makan dalam sehari a. b. c. Total Frekuensi contoh makan dalam sehari a. b. c. 3 kali perhari 1 atau 2 kali perhari Tidak tentu 32 24 56 57,1 42,9 100,0 3 kali perhari 1 atau 2 kali perhari Tidak tentu 31 24 1 56 55,4 42,9 1,8 100,0 3 kali perhari 1 atau 2 kali perhari Tidak tentu 31 24 1 56 55,4 42,9 1,8 100,0 n % Perilaku Kadarzi Kebiasaan ibu melakukan penimbangan berat badan saat hamil di Posyandu/bidan/puskesmas a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total Penggunaan garam beriodium setiap kali masak a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total Pemberian ASI eksklusif sampai usia contoh 6 bulan a. Memberikan ASI saja sampai usia bayi 6 bulan b. Memberikan ASI saja sampai usia bayi < 5 bulan c. Tidak pernah memberikan ASI saja Total Ibu mendapatkan tablet besi dari Posyandu/bidan saat hamil 29 26 1 56 51,8 46,4 1,8 100,0 a. b. c. Total Konsumsi tablet besi oleh ibu saat hamil 3 45 8 56 4 49 3 56 53 3 56 5,4 80,4 14,3 100,0 7,1 87,5 5,4 100,0 94,6 5,4 100,0 a. b. c. Selalu Kadang-kadang Tidak pernah 37 16 3 56 53 2 1 56 54 1 1 56 66,1 28,6 5,4 100,0 94,6 3,6 1,8 100,0 96,4 1,8 1,8 100,0 Selalu Kadang-kadang Tidak pernah 45 5 6 56 80,4 8,9 10,7 100,0 n %

43 11 2 56

76,8 19,6 3,6 100

51 2 3 56

91,1 3,6 5,4 100,0

14 42 56

25,0 75,0 100,0

Total Kebiasaan ibu menyediakan menu sayuran saat makan siang di dalam keluarga a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total Kebiasaan ibu menyediakan buah-buahan di rumah untuk dikonsumsi oleh keluarga setiap hari a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total Kebiasaan ibu mengkonsumsi buahbuahan setiap hari a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total Frekuensi penimbangan contoh di Posyandu 6 bulan terakhir a. 4-6 kali b. < 4 kali c. Tidak pernah Total Kebiasaan ibu membawa anggota keluarga ke bidan/dokter/puskesmas ketika sakit untuk mendapatkan pertolongan a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total

Total Contoh mendapatkan kapsul vitamin A (merah dan biru) dari Posyandu a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total Kapsul vitamin A diberikan ibu kepada contoh a. Selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah Total

33 23 56

58,9 41,1 100,0

Keterangan : a = kategori baik b = kategori sedang c = kategori rendah

40

Perilaku Kadarazi lain yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi garam beriodium. Mineral iodium yang terdapat dalam garam sangat penting bagi pertumbuhan manusia. Hampir seluruh responden menggunakan garam beriodium dalam makanannya sehari-hari walaupun masih ada responden yang tidak menggunakan garam beriodium (Tabel 13). Fungsi iodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kekurangan iodium yang kronis menyebabkan terjadinya kretinisme dan terganggunya kecerdasan. Selain itu defisiensi mineral iodium dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang mengakibatkan pembengkakan pada bagian leher (Poedjiadi 1994). Pemberian ASI secara eksklusif enam bulan merupakan perilaku Kadarzi lain yang diamati dalam penelitian ini. Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dapat diamati pada Gambar 9. Responden yang memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan hanya dilakukan oleh 25 persen responden. Sebanyak 75 persen lainnya memberikan ASI secara eksklusif selama kurang dari sama dengan lima bulan. Oleh karena itu, perilaku Kadarzi dalam hal pemberian ASI secara eksklusif enam bulan belum diterapkan dengan baik oleh responden di lokasi penelitian ini. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia (2007), di Indonesia ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif baru mencapai 39 persen. Oleh karena itu, bukan hanya di lokasi penelitian ini saja, melainkan di Indonesia secara umum, praktek pemberian ASI secara eksklusif enam bulan yang mencerminkan perilaku gizi ibu masih belum diterapkan dengan baik.
75 80 70 60 50 % 40 30 20 10 0 25

5 bulan

6 bulan

Gambar 9. Sebaran contoh berdasarkan periode pemberian ASI eksklusif Berdasarkan hasil wawancara, beberapa responden sudah mulai memberikan makanan lain selain ASI sejak usia dua bulan. Dua jenis pangan

41

yang disebutkan oleh responden adalah pisang dan bubur tim. Robertson (1998) menyatakan bahwa makanan padat selain ASI sebaiknya tidak boleh diberikan kepada bayi sampai bayi berusia minimal empat bulan atau sampai enam bulan apabila bayinya belum juga menunjukkan tanda kesiapan organ-organ pencernaan anak untuk menerima bentuk makanan padat. Tanda-tanda kesiapan tersebut dapat diketahui melalui perkembangan kemampuan gerakan otot mulut bayi, misalnya saat berusia 4-6 bulan, bayi sudah dapat mengendalikan gerakan kepala dan menyimpan makanan di dalam mulut dibandingkan mendorong makanan tersebut keluar dengan menggunakan lidahnya. Dengan demikian bayi sudah mulai mau menerima makanan di dalam mulut dan secara tidak langsung mulai mampu mencerna makanan tersebut. Saat balita menunjukkan tanda-tanda kesiapan dalam menerima makanan selain ASI maka pangan yang diberikan harus mengandung zat gizi yang penting bagi pertumbuhan anak, yaitu protein. Jenis pangan yang bisa diberikan antara lain susu formula dan iron-fortified rice cereal (sereal beras yang difortifikasi zat besi). Sayuran merupakan jenis pangan yang dapat diberikan setelah tahap pemberian cereal namun harus diberikan sebelum tahap buahbuahan. Hal ini disebabkan karena rasa manis dari buah lebih disukai balita sehingga apabila diperkenalkan setelah sayuran dapat mencegah balita untuk tidak suka terhadap sayuran yang pada umumnya tidak manis (Robertson 1998). Konsumsi Zat Gizi Balita Tabel 14 menggambarkan rata-rata konsumsi serta tingkat konsumsi contoh. Rata-rata konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi, contoh lebih rendah apabila dibandingkan Angka Kecukupan Gizi balita bahkan rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein contoh tidak mencapai 80 persen. Tabel 14. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi contoh
Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) Vit A (RE) Vit C (mg) Zat besi (mg) AKG Balita 1066 26,7 416,7 45 8 Konsumsi Gizi 757 20,3 305,5 7,4 5,4 Tingkat Konsumsi (%) 71,0 76,0 73,3 16,4 67,5

Balita merupakan golongan yang sangat aktif dan oleh karena itu memerlukan banyak energi yang tersedia dalam karbohidrat. Selain energi, protein merupakan zat gizi yang juga dibutuhkan balita untuk pertumbuhannya. Kurangnya konsumsi contoh terhadap kedua zat gizi tersebut dapat

42

menyebabkan timbulnya gangguan pertumbuhan. Apabila balita kekurangan zat gizi tersebut pada waktu yang relatif lama maka akan timbul KEP (Kurang Energi Protein), suatu kondisi yang menunjukkan bahwa anak-anak menjadi lebih pendek dan lebih kurus dari rata-ratanya. Vitamin dan mineral memiliki peran bagi pertumbuhan dan perkembangan balita. Kekurangan vitamin dan mineral dapat menyebabkan timbulnya penyakitpenyakit tertentu serta menghambat pertumbuhan balita. Di dalam tubuh, zat besi berperan untuk melaksanakan transpor oksigen dari paru-paru ke jaringan serta dalam proses respirasi sel. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin darah atau anemia gizi besi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan pendarahan gusi yang diakibatkan oleh tubuhnya yang mudah terjadi luka dan infeksi. Vitamin A berperan pada sintesis mukoprotein dan mukopolisakarida yang berfungsi mempertahankan kesatuan epitel, khususnya jaringan mata, mulut, alat pencernaan, alat pernapasan, dan saluran genital (Poedjiadi 1994). Oleh karena itu, apabila terjadi kekurangan vitamin dan mineral maka akan terjadi gangguan pembentukan mukosa yang dapat menyebabkan tubuh mudah terkena infeksi sehingga seseorang menjadi mudah sakit. Rata-rata nilai MAR contoh adalah 48,0 persen dengan standar deviasi sebesar 25,1 persen. Nilai MAR contoh sangat bervariasi dengan nilai minimum 8,4 persen sedangkan nilai maksimumnya adalah 96,4 persen (Lampiran 7). Nilai MAR contoh diukur untuk mengetahui kualitas zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi oleh contoh. Nilai MAR dikategorikan menjadi dua, yaitu dibawah 100 persen, dan lebih tinggi sama dengan 100 persen (100%). Nilai MAR dibawah 100 persen berarti konsumsi zat gizi contoh lebih rendah dari angka kecukupannya sedangkan nilai MAR 100% menggambarkan konsumsi zat gizi contoh yang sama atau lebih dari angka kecukupannya (Torheim et al. 2003). Balita berada pada fase pertumbuhan sehingga sangat membutuhkan energi dan protein untuk perkembangan organ-organ tubuhnya. Seluruh contoh dalam penelitian ini ternyata memiliki nilai MAR dibawah 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi contoh masih rendah. Sebanyak 44,6 persen contoh mengkonsumsi makanan jajanan yang rendah zat gizi seperti ciki. Sedangkan diketahui bahwa hanya 1,8 persen contoh saja yang mengkonsumsi bubur kacang hijau, yang

43

merupakan salah satu jenis pangan yang mengandung protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Status Gizi Balita Status gizi balita diukur dengan metode z-skor WHO-NCHS dengan indeks antropometri yang digunakan adalah BB/TB, BB/U, dan TB/U. Tabel 15 menggambarkan sebaran contoh berdasarkan status gizi yang diukur dengan tiga jenis indeks antropometri. Status gizi contoh yang diukur berdasarkan indeks BB/TB dan BB/U menunjukkan bahwa sebagian besar contoh berstatus gizi normal, masingmasing 91,1 persen dan 76,8 persen. Namun apabila diukur berdasarkan indeks TB/U ditemukan bahwa lebih dari separuh contoh (57,1%) contoh berstatus gizi kurang atau stunted. Kondisi stunting menurut Riyadi (2001) menunjukkan bahwa telah terjadi ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dan jangka panjang. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat konsumsi contoh yang tergolong kurang sehingga menggambarkan seusianya. Tabel 15. Sebaran contoh berdasarkan status gizi
Status Gizi Gizi kurang (z-score < -2 SD) Gizi normal (z-score -2 SD - +2 SD) Gizi lebih (z-score > +2 SD) Total BB/TB n % 4 7,1 51 91,1 1 1,8 56 100,0 Indeks antopometri BB/U TB/U n % n % 13 23,2 32 57,1 43 76,8 24 42,9 56 100,0 56 100,0

ketidakcukupan

pangan

contoh,

dan

pada

akhirnya

menyebabkan pertumbuhan tinggi badan yang tidak optimal untuk anak

Status Kesehatan Balita Status kesehatan contoh diperoleh dengan mendaftarkan jenis, kejadian (pernah/tidaknya) sakit dan frekuensi sakit yang pernah diderita balita dalam jangka waktu tiga bulan sebelumnya. Balita merupakan golongan individu yang mudah terserang penyakit terutama terhadap penyakit menular. Gambar 10 menunjukkan bahwa pada umumnya (91,1%) contoh pernah mengalami sakit dalam tiga bulan terakhir, sedangkan balita yang tidak pernah mengalami sakit hanya 8,9 persen. Pada balita tahap intervensi, semua balita pernah mengalami sakit selama tiga bulan terakhir.

44

Tidak pernah sakit; 8,9% Pernah sakit; 91,1%

Gambar 10. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit Penyakit yang diderita oleh contoh beragam dan beberapa balita pernah mengalami beberapa jenis penyakit dalam tiga bulan terakhir. Penyakit yang paling banyak dialami oleh lebih dari separuh contoh selama tiga bulan terakhir adalah panas, flu, dan batuk. Sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian dan frekuensi penyakit dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran contoh berdasarkan jenis, kejadian penyakit, dan frekuensi penyakit
Jenis Penyakit Panas Flu Batuk biasa TBC Cacar Diare Mencret biasa Penyakit kulit Frekuensi Pernah Rendah (1-3 kali) Tinggi (> 3 kali) n % n % 36 64,3 4 7,1 31 55,4 4 7,1 28 50,0 2 3,6 2 3,6 3 5,4 23 41,1 7 12,5 7 10,7 Tidak Pernah (0 kali) n 16 21 26 54 53 33 49 49 % 28,6 37,5 46,4 96,4 94,6 58,9 87,5 89,3

Berdasarkan frekuensi terjadinya penyakit dalam tiga bulan terakhir, contoh yang frekuensi sakitnya rendah lebih banyak dibandingkan dengan yang frekuensi sakitnya tinggi. Walaupun frekuensi sakit contoh masih tergolong rendah, namun kondisi kesehatan contoh harus dipertahankan agar selalu baik. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995, penyakit infeksi diare merupakan salah satu penyakit yang menduduki tingkat teratas sebagai penyebab kematian balita. Sebesar 25 persen tingkat kematian balita disebabkan oleh diare (Susanto et al. 2004). Diare merupakan pengeluaran tinja dengan frekuensi yang tidak normal dengan konsistensi lebih lembek atau cair. Menurut Sukarni (1994) diare akut dapat pula terjadi pada masa penyapihan (selama dan sesudah periode

45

weaning) yang disebut weaning diarrhea. Periode weaning adalah saat bayi masih mengkonsumsi ASI akan tetapi juga sudah mulai diberi makanan tambahan. Periode ini berlangsung terus sampai dengan tiga bulan setelah bayi berhenti mengkonsumsi ASI. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya diare pada 41,1 persen contoh. Panas, flu dan batuk merupakan jenis penyakit yang berhubungan satu sama lain yang terlihat dari cara penularan penyakitnya. Virus influensa menyebar melalui butiran-butiran udara yang dibatukkan oleh penderita. Setelah itu terhirup oleh orang lain dan masuk di selaput lendir hidungnya. Kurang lebih tiga hari setelah itu, apabila daya tahan tubuh menurun maka suhu badan naik dan bersin-bersin. Hidung penderita kemudian mengeluarkan ingus sedang selaput hidung meradang dan bisa membengkak, terasa sehingga dapat terjadi timbul penyumbatan. Kerongkongan kering, kadang-kadang

perasaan haus, dan ingin minum terus. Tenggorokan mulai gatal-gatal dan selanjutnya dapat terjadi batuk-batuk (Husodo S & Sugiyo T 1985). Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Kadarzi Sebanyak 42,9 persen responden memiliki tingkat pengetahuan gizi dan perilaku keluarga sadar gizi yang tergolong cukup baik. Sebaran responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan perilaku Kadarzi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Sebaran contoh berdasarkan perilaku kadarzi dan tingkat pengetahuan gizi ibu
Perilaku Keluarga Sadar Gizi Baik Sedang Rendah Total Tingkat Pengetahuan Gizi Kurang n % 10 17,9 2 12 3,6 21,5 Sedang n % 24 42,9 4 28 7,1 50,0 Baik n 16 16 % 28,6 28,6 n 50 6 56 Total % 89,3 10,7 100,0

Depkes

RI

menyelenggarakan

program

Kadarzi

dengan

mempertimbangkan perkembangan masalah gizi yang terjadi serta pengalaman dalam pelaksanaan program perbaikan gizi, sehingga diperlukan pergeseran orientasi program perbaikan gizi yang mengacu pada paradigma sehat. Program Kadarzi bertujuan untuk menciptakan keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali serta mengatasi masalah anggota keluarganya (Depkes RI 2004).

46

Responden tergolong baik dalam berperilaku Kadarzi, artinya ibu memiliki kemampuan untuk mengenali serta mengatasi masalah gizi anggota keluarganya. Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan tidak ada korelasi yang nyata antara pengetahuan gizi dan perilaku Kadarzi ibu. Hasil uji statistik selengkapnya dapat diamati pada Lampiran 10. Hubungan Tingkat Konsumsi dengan Status Gizi Balita Diagram penyebab gizi kurang anak yang dikeluarkan oleh UNICEF menggambarkan bahwa salah satu faktor penyebab rendahnya status gizi anak adalah karena makanan yang tidak seimbang atau kurangnya asupan pangan yang berkualitas baik (bergizi). Oleh karena itu, tingkat konsumsi balita yang baik akan meningkatkan status gizinya. Namun dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak ada korelasi antara tingkat konsumsi dengan status gizi balita (Lampiran 10). Status gizi balita banyak dipengaruhi olah faktor-faktor lain yang berkaitan dengan kesehatan balita. Tingkat konsumsi sendiri ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Jenis pangan balita dalam penelitian ini, yang kurang beragam serta rendah gizi, ikut menjadi penyebab timbulnya tingkat konsumsi yang kurang, selain karena kuantitas yang dikonsumsi balita tersebut tergolong rendah. Akhirnya, kondisi tersebut mempengaruhi status gizi balita contoh. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Sediaoetama (2006), yaitu walaupun pangan yang dikonsumsi balita berkualitas baik namun apabila dikonsumsi dalam jumlah yang jauh dibawah kebutuhannya, maka akan terjadi keadaan gizi kurang. Hubungan Perilaku Kadarzi Ibu dengan Tingkat Konsumsi Balita Perilaku keluarga sadar gizi ibu diamati melalui perilaku-perilaku antara lain menimbang berat badan secara rutin setiap bulan terutama bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, mengkonsumsi garam beriodium, memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, serta mendapatkan dan memberikan sumplementasi bagi anggota yang membutuhkan. Hasil uji menunjukkan ada korelasi yang signifikan antara perilaku Kadarzi ibu dengan tingkat konsumsi energi (p value=0,000; r=0,480) dan protein (p value=0,010; r=0,341) balita. Semakin baik perilaku gizi ibu maka semakin baik pula tingkat konsumsi balitanya, begitu juga sebaliknya. Balita yang memiliki konsumsi zat gizi yang baik, ibunya memiliki perilaku gizi yang baik pula. Korelasi ini terjadi karena salah satu indikator perilaku Kadarzi ibu yang berkaitan dengan konsumsi yaitu

47

menyediakan makanan yang beragam di rumah sehingga dapat mencerminkan konsumsi pangan anggota keluarganya, termasuk konsumsi balita. Rata-rata nilai MAR (Mean Adequacy Ratio) contoh adalah 48,0 persen dengan standar deviasi 25,1 persen. Tingkat konsumsi zat gizi contoh yang diukur dari nilai MAR menunjukkan adanya korelasi yang signifikan dengan beberapa perilaku Kadarzi responden. Ada korelasi yang signifikan positif antara nilai MAR dengan kebiasaan ibu menyediakan sayuran saat makan siang bagi keluarga (p value=0,001; r=0,429). Selain itu hasil uji korelasi juga menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan positif antara nilai MAR dengan kebiasaan ibu menyediakan buah-buahan di rumah untuk dikonsumsi oleh keluarga setiap hari (p value=0,000; r= 0,536). Nilai MAR ditujukan untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi secara keseluruhan, dengan melihat rata-rata dari semua zat gizi. Kebiasaan ibu menyediakan sayuran dan buah-buahan di rumah dapat meningkatkan nilai MAR contoh. Artinya kualitas konsumsi zat gizi contoh semakin baik karena ibu memiliki kebiasaan untuk menyediakan sayuran dan buah-buahan yang kaya akan zat gizi untuk dikonsumsi anak balitanya. Salah satu tujuan diselenggarakannya program Kadarzi adalah agar anggota keluarga berperilaku gizi seimbang. Anggota keluarga diharapkan dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan, dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Konsumsi yang dianjurkan adalah konsumsi pangan yang beragam, yaitu konsumsi yang memenuhi tiga guna makanan dan terdiri dari empat macam kelompok bahan makanan (makanan pokok, lauk pauk, sayuram, dan buah-buahan). Oleh karena itu, kebiasaan ibu untuk menyediakan sayuran dan buah-buahan untuk dikonsumsi balitanya dapat meningkatkan rata-rata tingkat konsumsi balitanya. Hubungan Perilaku Kadarzi dan PHBS Ibu dengan Status Gizi Balita Korelasi yang positif dan signifikan terlihat pada hubungan antara perilaku Kadarzi responden dengan status gizi balita (p value=0,033; r=0,285). Artinya, semakin baik ibu berperilaku gizi maka semakin baik pula status gizi balitanya. Oleh karena itu, status gizi balita yang rendah salah satunya dapat disebabkan oleh ibu, yang mengurus dan merawat anaknya, tidak memiliki perilaku Kadarzi yang baik. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu dan status gizi contoh dapat diamati pada Tabel 18.

48

Tabel 18. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu dan status gizi contoh
Status Gizi (BB/TB) Gizi kurang(wasting) Gizi normal Gizi lebih (overweight) Total n 1 4 1 6 Perilaku Kadarzi Cukup Baik % n % 1,8 3 5,4 7,1 47 83,9 1,8 10,7 50 89,3 Total n 4 51 1 56 % 7,1 91,1 1,8 100,0

Salah satu indikator keberhasilan perilaku Kadarzi adalah memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia enam bulan. Sebagian besar contoh belum bisa menerapkan hal ini bagi bayinya walaupun untuk keempat indikator lainnya, sebagian besar contoh menerapkannya dengan baik. Kategori perilaku ibu untuk setiap pertanyaan perilaku Kadarzi selengkapnya dapat diamati pada Lampiran 9. Pemberian ASI eksklusif selama kurang dari lima bulan (<5 bulan) dapat menjadi salah satu faktor penyebab tingkat konsumsi balita yang masih rendah karena penyapihan bayi yang terlalu dini sehingga apabila dibiarkan dalam waktu yang relatif lama akan mempengaruhi status gizinya. Hal ini ditegaskan pula oleh Berg dan Muscat (1985), yang menyatakan bahwa menyapih terlalu dini dapat membahayakan kondisi gizi balita dan dapat menyebabkan kurang gizi. Anak yang kurang gizi kekebalan tubuhnya rendah sehingga akan rawan terhadap penyakit. Apalagi balita belum bisa mengurus dirinya sendiri sehingga memerlukan perhatian dan bantuan untuk mengasuh dari orang yang lebih dewasa. Perhatian dan pengasuhan dapat diukur melalui waktu interaksi antara ibu dan anak. Penelitian yang dilakukan oleh Latifah et al.(1996) menyimpulkan bahwa anak yang berstatus gizi baik erat kaitannya dengan intensitas hubungan antara ibu dan anak. Hal ini sesuai dengan Scrimshaw (1966) yang diacu dalam Latifah et al.(1996) yang menyatakan bahwa sikap ibu yang positif terhadap pengasuhan dan perawatan anak akan meningkatkan kecenderungan anak untuk menstimulasi organ-organ tubuh yang selanjutnya akan membuat tubuh akan lebih mudah menyerap zat-zat gizi untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, perilaku gizi yang baik dari ibu sangat penting agar balita dapat meningkatkan status gizinya. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih sehat responden tidak berkorelasi dengan status gizi balita (Lampiran 10). Sebelumnya, pernah dilakukan penelitian untuk menganalisis korelasi perilaku

49

hidup bersih sehat dengan status gizi oleh Khairunnisak (2004). Hasilnya adalah perilaku hidup bersih dan sehat ibu tidak memilki korelasi yang signifikan dengan status gizi. Hubungan Perilaku Kadarzi dan PHBS Ibu dengan Kejadian Sakit Balita Perilaku Kadarzi responden termasuk pada golongan sedang dan baik, tidak ada contoh yang perilaku gizinya termasuk kategori rendah. Namun apabila diamati pada Tabel 19, sebagian besar responden yang memiliki perilaku Kadarzi cukup dan baik, memiliki balita yang pernah sakit dalam tiga bulan terakhir. Tabel 19. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit contoh dan perilaku Kadarzi ibu
Kejadian Sakit Pernah sakit Tidak pernah sakit Total n 4 2 6 Perilaku Kadarzi Cukup Baik % n % 7,1 47 83,9 3,6 3 5,4 10,7 50 89,3 Total n 51 5 56 % 91,1 8,9 100,0

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kedua variabel ini berkorelasi signifikan negatif (p value=0,027; r = -0,296). Perilaku Kadarzi ibu yang baik tidak berarti memiliki anak balita yang tidak pernah sakit. Menurut Noor (2006), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit, terutama penyakit menular pada seseorang. Salah satu faktornya adalah faktor lingkungan fisik, yaitu merupakan media yang ikut mempengaruhi kuantitas serta kualitas penyebab. Frekuensi penyakit bertambah tinggi karena sanitasi yang buruk, salah satunya karena air bersih yang terbatas. Penelitian yang dilakukan oleh Ulfah (2008), di lokasi yang sama dengan penelitian ini, menyebutkan bahwa lebih dari separuh resonden (53,6%) memiliki jarak sumber air dengan tempat penampungan kotoran ternak atau tinja dan air limbah terdekat, <10 meter. Sumber air yang baik harus memenuhi syarat kebersihan, antara lain jarak sumur dengan tempat penampungan kotoran minimal 10 meter (Subandriyo et al. 1997). Jarak sumber air yang dekat dengan tempat pembuangan kotoran dapat menjadi salah satu penyebab tercemarnya sumber air oleh bakteri sehingga dapat dijadikan media penularan penyakit dan akan mengganggu kesehatan seseorang. Selain mempengaruhi status kesehatan seseorang, konsumsi air yang tercemar lebih lanjut dapat menurunkan status gizinya. Syarat air minum yang baik dapat dilihat melalui syarat fisik, yang meliputi air tidak berwarna (jernih), tidak berasa, tidak bau, suhu di bawah suhu udara

50

sehingga terasa nyaman; syarat kimia yang meliputi tidak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan; dan syarat bakteriologis yang meliputi tidak mengandung bakteri Eschericia coli melebihi batas yang telah ditentukan (Sukarni 1994). Pengolahan air menjadi sangat penting karena apabila tercemar dengan limbah atau kotoran maka dapat mengakibatkan penyakit. Hal inilah yang diduga menyebabkan adanya hubungan yang signifikan negatif antara perilaku Kadarzi dengan kejadian sakit balita. Tabel 20 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit balita dan perilaku hidup bersih sehat responden. Tabel tersebut menunjukkan bahwa walaupun hampir seluruh responden tergolong sedang dan baik dalam berperilaku hidup yang bersih serta sehat namun balitanya pernah mengalami sakit. Uji statistik menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih sehat responden dan kejadian sakit balita memliki korelasi yang negatif namun tidak signifikan (Lampiran 10). Semakin baik perilaku hidup yang bersih serta sehat ibu semakin rendah atau buruk kondisi kesehatan balitanya. Tabel 20. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit contoh dan PHBS ibu
Kejadian sakit Pernah sakit Tidak pernah sakit Total Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Sedang Baik n % n % 22 39,3 29 51,8 3 5,4 2 3,6 25 44,7 31 55,4 Total n 51 5 56 % 91,1 8,9 100,0

Faktor lain yang menyebabkan timbulnya kejadian sakit adalah faktor ekonomi. Responden sadar akan pentingnya gizi bagi balitanya namun responden memiliki keterbatasan ekonomi untuk menyediakan pangan yang memiliki kuantitas serta kualitas yang baik. Tabel 21 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit dan pendapatan keluarga contoh. Pada kelompok keluarga yang miskin, sebagian besar contoh tercatat pernah sakit selama tiga bulan terakhir. UNICEF (2003) yang diacu dalam Santrock (2006) menyatakan bahwa tingginya tingkat kesakitan dan kematian pada balita pada negara-negara berkembang disebabkan oleh kemiskinan. Tabel 21. Sebaran contoh berdasarkan kejadian sakit dan pendapatan keluarga
Pendapatan Keluarga Miskin Tidak miskin Total n 29 22 51 Kejadian sakit Pernah Tidak pernah % n % 85,3 5 14,7 100,0 91,1 5 8,9 Total n 34 22 56 % 100,0 100,0 100,0

51

Perubahan Berat Badan dan Tinggi Badan Pada Balita Tahap Intervensi Menurut Santrock (2006), pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang terjadi pada periode balita merupakan perubahan fisik yang sangat jelas dapat terlihat. Selama tiga bulan (Januari-Maret 2008) kedelapan balita penerima paket intervensi akan diamati perubahan berat badan dan tinggi badannya sebagai hasil dari konsumsi susu formula. Susu diberikan pada balita yang telah lepas periode ASI eksklusif. Tujuannya adalah untuk membantu meningkatkan berat badan balita agar tetap memiliki status gizi yang normal yang diperoleh akibat mengkonsumsi zat gizi yang terdapat didalam susu formula tersebut. Tabel dan kurva perubahan tinggi badan balita penerima paket intervensi selama tiga bulan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Berbeda dengan perubahan berat badan, perubahan tinggi badan balita tidak terlalu terlihat setiap bulannya. Rata-rata perubahan tinggi badan balita tahap intervensi adalah 1,6 persen. Hal ini disebabkan karena berat badan merupakan ukuran yang lebih sensitif terhadap perubahan dibandingkan dengan tinggi badan. Menurut Papalia dan Olds (1975), berat badan standar untuk anak lakilaki dan perempuan usia 36 bulan (3 tahun) adalah 16,1 kg dan 15,9 kg. Balita pada tahap intervensi yang berusia diatas sama dengan 36 bulan (36 bulan) memiliki berat badan awal dibawah angka tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa balita tersebut belum memenuhi angka berat badan yang diharapkan untuk anak seusianya. Lampiran 2 dan 3 menunjukkan tabel dan kurva perubahan berat badan balita penerima paket intervensi selama bulan Januari-April 2008 (minggu kedua April). Berdasarkan gambar tersebut dapat dillihat bahwa sebagian besar balita (87,5%) mengalami peningkatan berat badan pada akhir periode pemberian apabila dibandingkan dengan berat badan awalnya dengan rata-rata perubahan berat badan balita tahap intervensi adalah sebesar 4,9 persen.
0 -0,2 -0,4

z-s c o re

-0,6 -0,8 -1 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -2


BB/U BB/TB

Januari

Februari

Maret

Gambar 11. Kurva perubahan rata-rata status gizi balita tahap intervensi

52

Gambar 11 menunjukkan kurva perubahan rata-rata status gizi balita tahap intervensi dari bulan Januari-Maret. Kegiatan intervensi ternyata memberikan hasil yang baik terhadap rata-rata status gizi balita. Rata-rata status gizi pada akhir periode intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan awal intervensi. Pada akhir periode pemberian susu, sebanyak 50,0 persen balita penerima paket intervensi mengalami peningkatan status gizi (Tabel 22). Tabel 22. Sebaran balita penerima paket intervensi berdasarkan perubahan status gizi setiap bulan
Perubahan Status Gizi Meningkat Menurun Total n 4 4 8 % 50,0 50,0 100,0

Seluruh balita penerima paket intervensi tercatat pernah mengalami sakit selama tiga bulan sebelumnya. Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa balita merupakan golongan yang rentan terhadap penyakit. Seluruh balita sempat mengalami kenaikan berat badan dan status gizi pada periode-periode tertentu yang kemudian dengan sangat disayangkan, kembali mengalami penurunan yang diduga disebabkan oleh sakit yang dialami balita sehingga menurunkan berat badan dan kemudian berdampak pada status gizi balitanya. Sukarni (1994) mengungkapkan bahwa salah satu penyakit menular yang sering dialami bayi, yaitu pilek yang disertai dengan demam, akan sangat mengganggu dan dapat diikuti dengan penyakit lainnya seperti sakit perut dan diare. Adanya penyakit-penyakit tersebut menyebabkan penurunan nafsu makan balita. Selain itu, semua balita penerima paket intervensi belum pernah mengkonsumsi obat cacing. Perubahan berat badan yang kecil kemungkinan menunjukkan bahwa terganggunya penyerapan zat gizi makanan dalam tubuh yang disebabkan oleh penyakit kecacingan. Kusharto (1993) yang diacu dalam Hartati M (1997) menjelaskan mengenai bahaya akibat penyakit kecacingan, yaitu adanya pengisapan zat makanan terutama karbohidrat dari usus dan pengisapan darah host akan menyebabkan terjadinya gangguan ketersediaan zat gizi tubuh yaitu pengurangan sejumlah karbohidrat, protein, dan zat besi darah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap ketahanan fisik sehingga penderita lebih mudah terserang penyakit infeksi dan akibatnya akan menurunkan kemampuan fisik penderita.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan 1. Lebih dari separuh ayah tergolong dewasa madya dan sebagian besar ibu tergolong dewasa muda. Tingkat pendidikan ayah dan ibu memiliki persentase terbesar pada tingkat SD atau sederajat. Sebanyak 30,4 persen ayah bekerja sebagai karyawan baik pegawai negri maupun pegawai swasta. dan sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga. Lebih dari separuh contoh (53,6%) tergolong miskin dan sebanyak 44,6 persen contoh merupakan keluarga sedang. 2. Lebih dari separuh jumlah contoh merupakan balita perempuan. Proporsi terbesar (37,5%) usia contoh ada pada kisaran usia 24-36 bulan dengan usia minimum 10 bulan sedangkan usia maksimum 58 bulan. Rata-rata usia contoh 29,6 bulan 11,9 bulan. 3. Sebanyak 50 persen responden memiliki pengetahuan gizi berkategori sedang. Hampir seluruh responden (89,3%) memiliki perilaku Kadarzi berkategori baik. Lebih dari separuh responden PHBSnya tergolong baik. 4. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi contoh lebih rendah dibandingkan dengan AKG balita. Rata-rata nilai MAR (Mean Adequacy Ratio) contoh adalah 48,0 persen dengan standar deviasi 25,1 persen. 5. Status gizi contoh yang diukur berdasarkan indeks BB/TB dan BB/U menunjukkan bahwa pada umumnya contoh berstatus gizi normal, masingmasing 91,1 persen, dan 76,8 persen. Namun apabila diukur berdasarkan indeks TB/U ditemukan bahwa persentase terbesar contoh (57,1%) berstatus gizi kurang atau stunted. Sebagian besar contoh (91,1%) pernah mengalami sakit dalam tiga bulan terakhir. 6. Pengetahuan gizi ibu tidak berkorelasi dengan perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi ibu yang baik berkorelasi (p<0,05) dengan tingkat konsumsi energi dan protein contoh. Selain itu ada korelasi yang signifikan (p<0,05) antara nilai MAR dengan kebiasaan ibu untuk menyediakan sayuran dan buahbuahan di rumah setiap hari. 7. Perilaku Kadarzi ibu yang baik berkorelasi dengan status gizi balita yang baik (p<0,05) sedangkan PHBS responden tidak memiliki hubungan yang nyata dengan status gizi balita.

54

8. Perilaku Kadarzi ibu memiliki hubungan signifikan negatif dengan kejadian sakit balita, sedangkan PHBS ibu tidak memiliki korelasi dengan kejadian sakit balita. 9. Balita pada tahap intervensi mengalami peningkatan berat badan pada akhir periode pemberian susu dibandingkan dengan awal pengukuran. Separuh balita mengalami peningkatan status gizi pada akhir periode pemberian susu dibandingkan dengan awalnya. Tinggi badan balita pada tahap intervensi tidak terlihat mengalami peningkatan. Saran Sebagian besar ibu belum mengetahui dengan benar jenis-jenis zat gizi apa saja yang terdapat dalam pangan serta manfaatnya. Selain itu, ibu juga tidak mengetahui dengan pasti jangka waktu yang dianjurkan untuk memberikan ASI secara eksklusif pada balita. Hal ini berdampak negatif terhadap tingkat konsumsi balita sehingga mempengaruhi daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan balita. Oleh karena itu, peneliti mengusulkan agar diadakannya penyuluhan gizi bagi ibu oleh pihak Puskesmas setempat dengan lebih menekankan pada materi-materi mengenai ASI eksklusif serta manfaat konsumsi pangan yang beragam, bergizi, dan berimbang sehingga dapat memperbaiki tingkat konsumsi, status gizi serta kesehatan balita. Terganggunya status kesehatan balita dapat disebabkan oleh lingkungan sekitar yang kurang bersih sehingga menimbulkan penyakit, contohnya penyakit kecacingan. Penyakit kecacingan dapat berdampak negatif terhadap status gizi balita. Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk mensosialisasikan program bagi balita untuk mengkonsumsi obat cacing guna menurunkan kemungkinan penyakit kecacingan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Afriyenti. 2002. Higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan di instalasi gizi RS Jiwa Pekan baru dan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atmarita & Fallah. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesejahteraan Masyarakat. Di dalam: Soekirman, Seta, Martianto, et al., editor. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: LIPI hlm. 129-161. Berg A & Muscat RJ. 1985. Faktor Gizi. Sediaoetama AD, penerjemah; Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Terjemahan dari : Nutrition Factor. ______. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali. BPS. 1992. Kumpulan Bahan-bahan Penyusunan Indikator Kesejahteraan Rakyat. Ed ke-2. Jakarta: Badan Pusat Statistik. _____. 2000. Indikator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Badan Pusat Statistik. _____. 2006. Data dan Informasi Kemiskinan 2005-2006. Buku 2: Kabupaten. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Depkes RI. 2004. Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Mewujudkan Keluarga Cerdas dan Mandiri.http://www.gizi.net. [27 September 2007]. _________. 2007. Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi Di Desa Siaga. Jakarta: Departemen Kesehatan. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2002. Konseling Keluarga Mandiri Sadar Gizi (KADARZI). http://www.gizi.net. [9 November 2007]. Entjang. 1985. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Alumni. GAKY. 2007. Gangguan Akibat Kekurangan http://www.info.php.htm. [9 November 2007]. Yodium (GAKY).

Gunarsa & Gunarsa. 1985. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Harper, Deaton, & Driskel. 1989. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah; Jakarta: UI-Press. Hartati M. 1997. Hubungan sarana kebersihan dan perilaku kesehatan ibu dengan penyakit kecacingan serta kaitannya dengan status gizi anak balita [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hurlock. 1998. Perkembangan Anak. Ed ke-6. M. Tjandra dan Zarkasih, penerjemah; Jakarta: Erlangga.

56

Husodo S dan Sugiyo T. 1985. Penyakit Menular; Cara Pencegahan dan Cara Pengobatannya. Bandung: Penerbit Alumni. Jellife & Jellife. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Khairunnisak. 2004. Hubungan kualitas pengasuhan dan perilaku hidup sehat dengan status gizi dan kesehatan anak usia 3-5 tahun pada keluarga miskin di Kecamatan Bogor Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khomsan. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kusharto & Saadiyyall. 2006. Diktat Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Latifah et al. 1996. Studi Keluarga, Konsumsi Pangan dan Gizi dan Status Gizi Anak Balita. Media Gizi dan Keluarga 20(1):17-24. Malian & Stump. 2004. Food, Nutrition, & Diet Therapy. 11th ed. London: Saunders. Manda, Nurahmi, & Wahida. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Makassar: Dinas Kesehatan,. Mulyono S. 2000. Perilaku kebersihan lingkungan siswa sekolah dasar dihubungkan dengan pengetahuan kebersihan lingkungan dan persepsi tentang pengawasan guru. Majalah Kesehatan Masyarakat 62: 10-13. Noor NN. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. __________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nuraeni. 2003. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi bayi lahir [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nuryanti. 2003. Program Keluarga Sehat (PKS) dalam mendukung perubahan perilaku dan lingkungan sehat di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Papalia & Olds. 1975. Infancy Through Adolescence. 2nd ed. New York: Mc Graw-Hill Book. Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokomia. Jakarta: Universitas Indonesia

57

Rahmawati. 2006. Status gizi dan perkembangan anak usia dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam, Desa Sukamantri [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rieuwpassa. 2005. Biskuit konsentrasi protein Ikan dan probiotik sebagai makanan tambahan untuk meningkatkan antibodi IgA dan status gizi anak balita [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Riyadi. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. _____. 2006. Gizi dan Kesehatan Keluarga. Ed ke-3. Jakarta: Universitas Terbuka. Robertson C. 1998. Safety, Nutrition, and Health in Early Education. San Fransisco: Delmar Publisher. Santrock JW. 2006. Life-Span Development. 10th ed. New York: The McGraw-Hill Sarwono. 1993. Sosiologi Kesehatan; Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University. Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat. Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif Untuk Data Sosial. Solo: Dabara Publisher Soekirman. 2000. Masalah Pangan dan Gizi. Di dalam: Baliwati, Khomsan, & Dwiriani, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya hlm. 19-28. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Subandriyo VU, Sumali MA, dan Yekti HE. 1997. Petunjuk Praktikum Kesehatan Masyarakat. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. ________ & Kusharto. 1988. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar Universitas. Sukarni. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Susanto, Sutomo AH, dan Mursyid A. 2004. Pengaruh kesehatan lingkungan terhadap kejadian diare dan status gizi anak umur 6-59 bulan di Kota Pekanbaru provinsi Riau. Sains Kesehatan 17 (2):171-189.

58

Turner JS & Helms DB. 1991. Lifespan Development. 4th ed. Fortworth : Rinehart and Winston Torheim LE, et al. 2003. Validation of food variety as an indicator of diet quality assessed with a food frequency quetionnaire for Western Mali. European Journal of Clinical Nutrition 57: 1283-1291 Ulfah IM. 2008. Perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan gizi dan pola asuh kesehatan kaitannya dengan kejadian diare anak balita, di Desa Cikarawang Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. WHO. 1995. Physical Status: The Use and Interpretation of Anthropometry. Geneva: WHO WHO. 2004. Water, Sanitation and Hygiene Links To Health. http://www.who.int. [ Mei 2008] WHO. 2007. Water, Sanitation, and Hygiene. Geneva: WHO Yussen & Santrock. 1982. Child Development : An Introduction. 2nd ed. Iowa: Wm. C. Brown Company.

LAMPIRAN

60

Lampiran 1. Sebaran contoh berdasarkan PHBS ibu


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Sebelum makan dan sesudah buang air besar ibu selalu mencuci tangan terlebih dahulu a. Ya b. Kadang-kadang c. TIdak Total Frekuensi ibu mandi dalam sehari a. 3 kali/hari b. 2 kali/hari c. 1 kali/hari Total Frekuensi ibu menggosok gigi dalam sehari a. 3 kali b. 2 kali c. 1 kali Total Menu makanan keluarga yang biasa disajikan a. Nasi, lauk pauk, sayur dan buah b. Nasi, protein nabati (tempe/tahu), sayur c. Nasi, protein hewani (telur/ayam/tongkol) Total Kebiasaaan ibu memasak air untuk minum sampai mendidih a. Memasak sampai mendidih b. Memasak tetapi tidak sampai mendidih c. Tidak memasak air Total Frekuensi ibu membersihkan kamar mandi dalam seminggu a. 3 kali b. 2 kali c. 1 kali Total Tempat ibu melakukan aktivitas mencuci a. Kamar mandi pribadi b. Kamar mandi umum c. Sungai Total 21 17 18 56 36 8 12 56 37,5 30,4 32,1 100,0 64,3 14,3 21,4 100,0 56 56 100,0 100,0 n %

33 22 1 56 23 33 56 25 31 56 2 50 4 56

58,9 39,3 1,8 100,0 41,1 58,9 100,0 44,6 55,4 100,0 3,6 89,3 7,1 100,0

Keterangan: a = kategori baik b = kategori sedang c = kategori rendah

61

Lampiran 2. Perubahan berat badan balita tahap intervensi


No 1 2 3* 4 5 6 7 8* JK P P P L P P L L Umur Awal (Bulan) 46 27 36 42 11 52 17 28 Bulan Jan Mggu Mggu ke-2 ke-4 12 12 8,2 10 14 10 12 10 9,5 8,5 10 14 10 12 10 10 Berat Badan (kg) Bulan Feb Bulan Mar Mggu Mggu Mggu Mggu ke-2 ke-4 ke-2 ke-4 12 11 11 11,5 8,5 11 14 10 12 10 11 9 10 14 9 13 10 11 9 11 15 10 11 10 10 9 10 15 10 13 10,5 11 Akhir Mggu ke-2 11,5 9,8 10 15,5 9,5 13,5 10 10 awal-akhir (%) 2,2 8,9 5,2 5,1 2,2 10,2 5,2 0

Awal 11 8,2 9 14 9,1 11 9 10

Lampiran 3. Kurva perubahan berat badan balita tahap intervensi Januari sampai April 2008
Kurva perubahan berat badan balita Januari-April 2008 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Mgg ke-2 Jan Mgg ke-4 Mgg ke-2 Feb w aktu pe nim bangan balita 1 balita 2 balita 3 balita 4 balita 5 balita 6 balita 7 balita 8 Mgg ke-4 Mgg ke-2 Mar Mgg ke-4 Mgg ke-2 Apr

Berat badan (kg)

Lampiran 4. Perubahan tinggi badan balita tahap intervensi


Tinggi Badan (cm) No JK Umur Awal (Bulan) 46 27 36 42 11 52 17 28 Bulan Jan Awal 84,6 79,0 83,9 82,0 72,0 95 77,5 83 Mggu ke-2 84,6 79 83,9 82 72 95 77,5 83 Mggu ke-4 84,6 79 83,9 82 72 95,4 77,5 83 Bulan Feb Mggu ke-2 84,6 79,8 83,9 82,9 72 95,4 77,5 83 Mggu ke-4 86 80 83,9 82,9 72 95,4 78,2 83,6 Bulan Mar Mggu ke-2 86 80 85,1 93,3 72 95,4 78,3 84,2 Mggu ke-4 86,6 80,5 85,5 93,3 72,6 95,4 78,3 84,3 Bulan Apr Mggu ke-2 87 80,5 85,5 94,2 72,6 96,1 78,3 84,5 awal-akhir (%) 1,4 0,9 0,9 6,9 0,4 0,6 0,5 0,9

1 2 3 4 5 6 7 8

P P P L P P L L

62

Lampiran 5. Kurva perubahan tinggi badan balita Kelompok Intervensi Januari sampai April 2008
Kurva pe rubahan tinggi badan balita Januari-April 2008 120

100

80 tinggi badan (cm )

60

40

20

0 Mgg ke-2 Jan Mgg ke-4 Mgg ke-2 Feb w ak tu pe nim bangan balita 1 balita 2 balita 3 balita 4 balita 5 balita 6 balita 7 balita 8 Mgg ke-4 Mgg ke-2 Mar Mgg ke-4 Mgg ke-2 Apr

Lampiran 6. Kurva perubahan status gizi balita tahap intervensi bulan Januari sampai Maret
1 0.5

z -s c o re (in d e k s B B /U )

0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2.5 -3 -3.5


Januari balita 1 balita 5 Februari balita 2 balita 6 balita 3 balita 7 Maret balita 4 balita 8

63

Lampiran 7. Konsumsi, tingkat konsumsi dan nilai MAR contoh


Kodres 1 2*) 3 4 5 6 7 8 9 10 11*) 12*) 13*) 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 umur (bln) 31 36 29 24 27 26 30 23 14 25 54 44 16 27 17 20 19 17 39 14 10 35 36 20 11 18 23 42 24 32 31 38 17 26 16 21 20 40 24 31 21 50 39 42 35 53 Energi (Kal) 488 644 280 363 237 1654 2391 366 2307 1090 1184 895 693 703 211 258 382 348 1032 185 126 1237 300 688 174 431 275 800 348 1063 1436 860 475 172 1041 1043 661 729 751 1634 903 681 704 648 351 986 Protein (gr) 12,7 15,5 3,2 4,5 4,5 39,2 77,0 10,6 53,5 41,3 25,3 17,5 24,9 17,9 3,7 3,5 9,6 6,0 30,1 3,8 1,8 7,8 5,0 38,5 6,5 9,4 4,3 22,7 12,8 30,5 38,4 14,4 14,8 7,2 28,5 48,9 11,2 18,9 12,9 35,2 29,5 13,6 22,2 31,9 9,1 32,2 Konsumsi Vit A (RE) 81,6 277,2 90,0 0,5 0,0 751,4 1017,8 0,0 1140,0 198,8 200,6 18,5 450,0 138,7 135,0 90,0 6,2 0,0 277,8 225,0 40,0 92,8 69,3 450,0 90,0 119,5 225,0 407,6 735,3 12,3 721,7 17,3 270,0 81,0 363,4 588,8 48,0 294,6 112,0 713,0 828,0 223,6 38,0 40,3 2754,1 512,4 Tingkat Konsumsi (%) Vit C (mg) 5,5 7,6 3,8 3,0 0,5 7,6 13,3 3,6 9,8 7,6 8,1 0,0 11,6 0,6 5,7 3,8 0,0 0,0 4,7 9,5 3,7 0,0 0,3 10,0 3,8 3,4 9,5 6,7 7,7 0,0 20,3 0,0 11,4 1,8 10,6 12,0 4,4 7,4 10,2 14,2 54,7 8,3 2,9 7,2 6,7 16,8 Zat besi (mg) 4,2 8,0 1,0 1,0 1,4 2,1 9,3 11,3 2,1 16,1 7,4 3,6 12,7 4,5 1,1 0,8 1,3 1,2 6,4 0,9 0,5 1,1 1,7 17,6 0,5 1,7 1,0 5,3 3,6 4,4 12,2 4,3 1,5 3,3 11,4 23,4 4,9 7,1 2,5 6,7 11,6 3,3 5,3 1,8 3,0 13,4 Energi 46 60 26 34 22 100 100 34 100 100 100 84 65 66 20 24 36 33 97 17 12 100 28 65 16 40 26 75 33 100 100 81 45 16 98 98 62 68 70 100 85 64 66 61 33 93 Protein 47,4 58,0 11,8 16,8 16,8 100,0 100,0 39,5 100,0 100,0 94,8 65,4 93,2 67,2 13,9 12,9 36,1 22,4 100,0 14,3 6,7 29,2 18,8 100,0 24,4 35,1 15,9 85,2 48,1 100,0 100,0 53,8 55,4 26,8 100,0 100,0 41,9 70,7 48,2 100,0 100,0 50,9 83,2 100,0 34,2 100,0 Vit A 19,6 66,5 21,6 0,1 0,0 100,0 100,0 0,0 100,0 47,7 48,1 4,4 100,0 33,3 32,4 21,6 1,5 0,0 66,7 54,0 9,6 22,3 16,6 100,0 21,6 28,7 54,0 97,8 100,0 3,0 100,0 4,2 64,8 19,4 87,2 100,0 11,5 70,7 26,9 100,0 100,0 53,7 9,1 9,7 100,0 100,0 Vit C 12,3 17,0 8,4 6,6 1,2 16,8 29,6 8,0 21,8 16,9 17,9 0,0 25,8 1,3 12,7 8,4 0,0 0,0 10,5 21,1 8,1 0,0 0,6 22,2 8,4 7,6 21,1 14,9 17,1 0,0 45,2 0,0 25,3 4,0 23,6 26,7 9,7 16,3 22,7 31,6 100,0 18,4 6,5 16,0 14,9 37,2 Zat besi 52,9 99,8 11,9 12,9 17,1 26,7 100,0 100,0 26,6 100,0 92,0 45,1 100,0 56,3 14,1 10,3 15,9 14,6 80,6 11,5 5,8 13,2 21,6 100,0 6,4 20,6 12,0 65,7 45,0 55,0 100,0 53,8 18,6 40,6 100,0 100,0 61,6 88,9 31,0 83,4 100,0 41,4 66,6 22,7 37,3 100,0 MAR (%) 35,6 60,3 16,0 14,1 11,5 68,7 85,9 36,4 69,7 72,9 70,6 39,8 76,8 44,8 18,6 15,5 17,9 13,9 70,9 23,6 8,4 32,9 17,1 77,4 15,4 26,5 25,8 67,7 48,6 51,5 89,0 38,5 41,7 21,4 81,7 84,9 37,4 63,0 39,8 83,0 96,9 45,6 46,3 41,8 43,9 86,0

64

Kodres 47 48 49 50 51 52 53*) 54*) 55*) 56*)

umur (bln) 45 38 43 48 29 58 46 27 11 28

Energi (Kal) 894 1786 314 741 419 1291 522 595 755 838

Protein (gr) 33,9 48,2 10,6 8,7 15,3 22,9 19,6 11,6 17,9 34,9

Konsumsi Vit A (RE) 32,0 533,3 9,4 48,0 69,3 345,6 101,0 114,3 547,2 360,2

Tingkat Konsumsi (%) Vit C (mg) 10,4 5,5 0,0 4,4 0,6 4,5 9,2 1,3 12,5 25,1 Zat besi (mg) 2,9 8,6 3,5 2,8 2,1 4,0 6,0 3,7 4,1 14,0 Energi 84 100 29 70 39 100 49 56 71 79 Protein 100,0 100,0 39,8 32,4 57,2 85,7 73,4 43,3 67,1 100,0 Vit A 7,7 100,0 2,3 11,5 16,6 82,9 24,2 27,4 100,0 86,5 Vit C 23,2 12,1 0,0 9,7 1,4 10,0 20,4 2,9 27,9 55,9 Zat besi 36,0 100,0 44,1 34,7 26,9 50,1 75,0 46,2 50,9 100,0

MAR (%) 50,1 82,4 23,1 31,6 28,3 65,7 48,4 35,1 63,3 84,2

Keterangan : *) = Balita tahap intervensi

67

Lampiran 10. Hasil uji korelasi Spearman antar variabel No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Variabel Besar keluarga dengan pendapatan Besar keluarga dengan status gizi Pengetahuan gizi dengan perilaku Kadarzi Tingkat konsumsi energi balita dengan status gizi balita Tingkat konsumsi protein balita dengan status gizi balita Perilaku Kadarzi ibu dengan tingkat konsumsi energi balita Perilaku Kadarzi ibu dengan tingkat konsumsi protein balita Kebiasaan ibu menyediakan sayuran dengan Mean Adequacy Ratio balita Kebiasaan ibu menyediakan buah-buahan dengan Mean Adequacy Ratio balita Perilaku Kadarzi ibu dengan status gizi balita PHBS ibu dengan status gizi balita Perilaku Kadarzi ibu dengan kejadian sakit balita PHBS ibu dengan kejadian sakit balita r 0,416** 0,386** 0,202 0,078 0,025 0,480** 0,341* 0,429** 0,536** 0,033* 0,220 -0,296* -0,097

Keterangan : ** = korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan () 1% * = korelasi signifikan pada tingkat kepercayaan () 5%

68

Lampiran 11. Dokumentasi penelitian

a. Proses wawancara dengan responden

b. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan contoh

c. Penyerahan susu formula kepada ibu oleh kepala kader Posyandu Desa Cikarawang

Lampiran 8. Persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi

Definis i zat gizi Jenis zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh Zat gizi yang dibutuhkan anak sebagai zat pertum buhan Jenis pangan s um ber karbohidrat Jenis pangan yang m engandung protein hewani Sus unan m enu yang paling baik Jenis pangan yang m engandung zat bes i Nam a kondisi ibu ham il yang m egalam i pusing, cepat lelah, dan lesu Garam yang baik yang digunakan untuk m as ak Kondis i bayi yang dilahirkan apabila saat ham il ibu kekurangan zat bes i Keadaan anak yang kekurangan m akan dalam jangka waktu yang lam a Jangka waktu pem berian ASI eks klus if Usia anak yang diperbolehkan untuk diberi m akanan s eperti orang dewas a 7.1 3.6 12.5

21.4 42.9 44.6 55.4 44.6 57.1 55.4

78.6

87.5 28.6 44.6 30.4 69.6 96.4 55.4 71.4

17.9

82.1 92.9 60.7

16.1

39.3 83.9

salah

benar

20

40

60 %

80

100

120

65

Lampiran 9. Persentase kategori perilaku ibu untuk setiap pertanyaan perilaku Kadarzi
Frekuensi ibu makan dalam sehari Frekuensi ayah makan dalam sehari Frekuensi contoh makan dalam sehari Kebiasaan ibu menyediakan menu sayuran saat makan siang di dalam keluarga Kebiasaan ibu menyediakan buah-buahan di rumah untuk dikonsumsi oleh keluarga setiap hari Kebiasaan ibu mengkonsumsi buah-buahan setiap hari Frekuensi penimbangan contoh di posyandu 6 bulan terakhir
0 55.4 1.8 1.8 0 1.8 5.4 14.3 7.1 5.4 5.4 41.1 19.6 58.9 76.8 91.1 25 75 8.9 10.7 5.4 28.6 66.1 94.6 96.4 80.4 87.5 94.6 42.9 55.4 42.9 57.1 42.9 51.8 46.4 80.4

Kebiasaan ibu membawa anggota keluarga ke bidan/dokter/puskesmas ketika sakit untuk mendapatkan pertolongan 0 Kebiasaan ibu melakukan penimbangan berat badan saat hamil di posyandu/bidan/puskesmas 3.6 Penggunaan garam beriodium setiap kali masak Pemberian ASI eksklusif sampai usia contoh 6 bulan Ibu mendapatkan tablet besi dari posyandu/bidan saat hamil Konsumsi tablet besi oleh ibu saat hamil Contoh mendapatkan kapsul vitamin A (merah dan biru) dari posyandu Kapsul vitamin A diberikan ibu kepada contoh 0
baik sedang rendah 3.6 1.8 1.8 1.8 0 3.6 5.4

20

40

60 %

80

100

120

66

You might also like