You are on page 1of 25

BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Pekerjaan Agama Status II.

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 12 April 2013 pukul 11.00 WIB a) Keluhan Utama Kedua mata dirasakan tidak nyaman sejak 1 bulan SMRS. b) Keluhan tambahan Kedua mata lelah.sering berair dan penglihatan jauh tidak jelas : : : : : : : Tn. B Laki-laki 63 Tahun Jl. Kecubung, RT 1/8 Bogor Barat. Islam Pensiunan Menikah

c) Riwayat Penyakit Sekarang OS datang ke Poliklinik Mata RSMM dengan keluhan kedua mata dirasakan tidak nyaman sejak 1 bulan yang lalu. Pandangan dirasakan tidak jelas sehingga pasien sering memaksakan mata untuk melihat dengan lebih jelas. OS juga mengaku mata merasa tegang dan cepat lelah pada saat melihat. OS juga mengatakan kedua matanya sering berair namun mata gatal dan mata merah disangkal oleh pasien. Sebelumnya OS menggunakan kacamata sejak kelas 3 SMP dengan kacamata berukuran 3.00 D. Kacamata terakhir pasien tidak pernah diganti sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan sakit kepala turut

dirasakan pasien namun keluhan dirasakan hilang timbul dan tidak terlalu mengganggu. d) Riwayat Penyakit Dahulu OS sudah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat penyakit mata atau trauma pada mata sebelumnya. OS sudah memakai kaca mata sejak kelas 3 SMP dengan kacamata berukuran 3.00 D. OS juga mempunyai riwayat darah tinggi sejak tahun 1997 namun penyakit darah tinggi pasien terkontrol dan pada saat ini pasien mengonsumsi obat bisoprolol dan hytrin. e) Riwayat Kebiasaan OS mengaku tidak pernah merokok atau minum alkohol namun OS sering terpapar terhadap habuk dan asap rokok di rumah dan lingkungannya.

f) Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga OS yang memiliki keluhan yang sama seperti ini. Riwayat darah tinggi dan kencing manis pada keluarga disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalis : Keaadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Tanda Vital : : : : Baik Tampak Sakit Ringan Compos Mentis Tekanan Darah: 140/90 mmHg Nadi Suhu Pernafasan Mata : : 90 x/menit : 36,5 C : 20 x/menit

Lihat status opthalmologi : ADS edema (-), hiperemis (-), Nyeri (-) Hidung : Sekret (-), concha hiperemis (-)
2

THT

Telinga

Tenggorokan

: T1/T1, hiperemis (-), nyeri (-)

Thoraks

Jantung Paru

: S1-2, N, Reg, M(-), G(-) : SN vesikular, Rh -/-, Wh-/-

Abdomen Ekstrimitas

: :

Supel, Nyeri Tekan (-), BU (+) Normal Akral Hangat, edema (-)

b. Status Oftalmologi Pemeriksaan dilakukan pada 12 April 2013 pukul 11.00 WIB.

OD 2/60 Pin Hole tidak maju Visus Tajam penglihatan Ortoforia Kedudukan bola mata

OS 0,05

Ortoforia Bola mata bergerak ke segala arah

Bola mata bergerak ke segala Pergerakan bola mata arah Edema (-) Hiperemis (-) Entropion (-) Trikiasis(-) Ektropion (-) Distikiasis (-) Palpebra Superior

Edema (-) Hiperemis (-) Entropion (-) Trikiasis (-) Ektropion (-) Distikiasis (-)

Edema (-) Hiperemis (-) Entropion (-) Trikiasis (-) Ektropion (-) Distikiasis (-)

Palpebra Inferior

Edema (-) Hiperemis (-) Entropion (-) Trikiasis (-) Ektropion (-) Distikiasis (-)

Hiperemis Konjungtiva (-)

(-)

Inj. Konjungtiva

Hiperemis Konjungtiva (-)

(-)

Inj.

Folikel (-) Inj Silier (+) Papil (-) Subkonj bleeding (-) Lithiasis (-) Pterigium (-) Jernih, Arcus senilis (+) Coklat, kripti baik

- Tarsalis Superior - Bulbi

Folikel (-) Inj Silier (+) Papil (-) Subkonj bleeding (-)

- Tarsalis Inferior Kornea Iris

Lithiasis (-) Pterigium (-) Jernih, Arcus senilis (+) Coklat , kripti baik
3

Bulat, 3 mm, Refleks cahaya Pupil langsung (+), Refleks cahaya tidak langsung (+), isokor Jernih Baik ke semua arah Lensa Gerakan Bola Mata

Bulat, 3 mm, Refleks cahaya langsung (+), Refleks cahaya tidak langsung (+), isokor Jernih Baik ke semua arah

IV.

RESUME Seorang laki-laki, Tn. B, usia 63 tahun, datang ke OS datang ke Poliklinik Mata RSMM pada 12 April 2013 dengan keluhan kedua mata dirasakan tidak nyaman sejak 1 bulan yang lalu. Pandangan dirasakan tidak jelas sehingga pasien sering memaksakan mata untuk melihat dengan lebih jelas.Mata merasa tegang dan cepat lelah pada saat melihat. Mata berair (+) namun mata gatal dan mata merah disangkal oleh pasien. Mata gatal (-) dan berair (+). Pusing (+). Terlihat benang-benang (-), merah (-), nyeri (-), banyak secret (-) dan trauma (-). Riwayat penyakit mata (+), trauma pada mata sebelumnya (-). Sebelumnya OS menggunakan kacamata sejak kelas 3 SMP dengan kacamata berukuran 3.00 D. Kacamata terakhir pasien tidak pernah diganti sejak 3 tahun yang lalu. Hipertensi (+), DM (-),alergi obat (-).Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital, kesadaran CM, TD 140/90 mmHg, HR 90x/menit, Suhu 36,5 C, RR 20x/menit. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus OD 2/60 Pin Hole tidak maju, 0,05 ODS Injeksi silier (+).ODS Arcus Senilis (+).

V.

DIAGNOSA KERJA ODS Miopia Gravior Presbiopia

VI.

PEMERIKSAAN ANJURAN 1. Pemeriksaan rutin mata setiap 6 bulan 2. Pemeriksaan tekanan darah secara terkontrol.

VII.

PENATALAKSANAAN ODS Protagenta eye drop 4 tetes 2x/hari

Optimax 2 x 1 Penggantian kacamata dengan ukuran baru: VOD 2/60 S-7,50 0.8, PH (-) VOS 0.05 S -6.00 1,0 F ODS Add + 3,00

VIII. PROGNOSIS OD: Ad Vitam: bonam Ad Visam: dubia ad bonam

OS:

Ad Vitam: bonam Ad Visam: dubia ad bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN Cahaya merupakan bagian dari gelombang elektromagnetik yang bisa terlihat dengan mata manusia. Cahaya bisa dibagikan mulai dari ultraviolet sehingga sinar infra merah, mulai dari 400 nm pada sinar violet sehingga 700 nm pada sinar infra merah. Medium dari mata permeable terhadap sinar yang mempunyai panjang gelombang cahaya dari 600 nm sehingga 390 nm dimana kornea mengabsorbsi cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 295 nm dan lensa mengabsorbsi cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 350 nm. Refleksi dari cahaya adalah satu fenomena dimana berlakunya perubahan jalur cahaya tanpa sebarang perubahan medium. Refraksi pula merupakan satu fenomena dimana berlakunya perubahan jalur cahaya pada saat cahaya berubah dari satu medium ke medium yang berbeda. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik kuning akan tetapi dapat berada di depan atau di belakang bintik kuning dan malahan tidak terletak pada satu titik yang jelas, keadaan ini disebut ametropia. Terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan ametropia yaitu: 1. Miopia 2. Hipermetropia( disebut juga hiperopia) 3. Astigmat Kelainan refraksi yang pertama disebut miopia sebagai rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Kelainan refraksi yang kedua disebut hipermetropia atau dikenal juga sebagai hiperopia atau rabun dekat. Pada keadaan ini pasien mengalami kesukaran untuk melihat dekat akibat berkurangnya daya akomodasi. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang diakibatkan melemahnya otot siliar untuk berakomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa. Kelainan refraksi yang ketiga disebut astigmat atau silinder. Keadaan seperti ini disebabkan oleh sinar-sinar yang masuk ke mata tidak dapat difokuskan pada satu titik retina akibat perbedaan kelengkungan kornea atau lensa.
6

II. MIOPIA 2.1 Definisi Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi jatuh pada fokus yang berasa di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum ( titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.

Gambar 1: Refraksi pada mata dengan miopia Derajat miopia pasien dapat dibagikan ringan (1-3 dioptri), sedang 3-6 dioptri) atau berat (lebih dari -10 dioptri). Miopia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi ( miopia axial, miopia kurvatural, miopia positional, miopia indeks dan miopia yang disebabkan oleh akomodasi berlebih), laju perubahan besarnya derajat secara klinik ( miopia simplek, miopia progresif dan miopia maligna) dan variasi klinis (miopia kongenital, miopia simplek, miopia degeneratif dan miopia didapat) . 2.2 Klasifikasi Miopia Klasifikasi Miopia: Besarnya derajat refraksi 1. Miopia ringan : Spheris -0,25 Dioptri s/d Spheris -3,00 Dioptri 2. Miopia sedang : Spheris -3,25 Dioptri s/d -6,00 Dioptri 3. Miopia tinggi: > Spheris -6,25 Dioptri

Klasifikasi Miopia: Laju perubahan besarnya derajat secara klinik 1. Miopia simplek/statsioner/fisiologik Miopia tipe ini biasanya timbul pada usia yang masih muda kemudian akan berhenti. Tetapi dapat juga naik sedikit demi sedikit kemudian berhenti. Miopia tipe ini bisa juga naik sedikit pada masa puber sampai sekitar umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang dari S-5,00 Dioptri atau S 6,00 Dioptri. Tetapi miopia tipe ini sekiranya dikoreksi dengan lensa yang tepat dapat mencapai normal yaitu 6/6 atau 20/20. 2. Miopia progresif Miopia tipe ini ditemukan pada setiap peringkat umur. Pada miopia tipe ini terjadinya kelainan fundus yang khas untuk miopia tinggi ( miopia lebih dari Spheris -6,00 Dioptri). 3. Miopia maligna Miopia tipe ini bisa juga disebut dengan miopia patologis atau degeneratif karena disertai penuaan dari koroid dan bagian lain dalam bola mata yaitu lensa,koroid dan badan siliar. Klasifikasi Miopia: Faktor Penyebab 1. Miopia Axial Miopia axial terjadi akibat dari bertambahnya panjang antero-posterior dari bola mata. Pada orang dewasa panjang axial bola mata normal adalah 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata sebanyak 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 Dioptri. Miopia axial ini dapat terjadi sejak lahir oleh karena faktor hereditas ataupun bisa disebabkan oleh komplikasi penyakit lain seperti gondok, TBC, dan campak. Selain itu dapat juga disebabkan karena anak yang suka membaca dalam jarak yang terlalu dekat sehingga mata luar dan polus posterior yang paling lemah dari bola mata memanjang. Miopia ini dapat bertambah terus seiring dengan usia anak. 2. Miopia Kurvatura Miopia tipe ini terjadi akibat peningkatan kurvatura dari lensa atau kornea atau keduaduanya. Kurvatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.
8

3. Miopia Positional Miopia tipe ini terjadi akibat perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia. 4. Miopia Indeks Refraksi Miopia tipe ini adalah disebabkan berlakunya peningkatan indeks bias dari lensa diikuti dengan dengan terjadinya nuklear sklerosis. Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol. Klasifikasi Miopia : Variasi Klinis 1. Miopia Kongenital Miopia kongenital biasanya didapatkan sejak lahir namun baru dapat didiagnosa pada saat pasien anak mencapai usia 2-3 tahun. Biasanya miopia tipe ini terjadi secara unilateral dan mengakibatkan anisometropia. Namun pada kasus yang jarang terdapat kemungkinan miopia tipe ini terjadi bilateral. Anak yang mengalami miopia tipe ini cenderung untuk melakukan konvergen squint untuk melihat objek yang jauh (10-12 cm) dengan lebih jelas. Miopia kongenital ini biasanya disertai dengan kelainan kongenital yang lain seperti katarak, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea dan separasi retina kongenital. 2. Miopia Simplek Miopia simplek atau developmental merupakan tipe miopia yang sering terjadi. Miopia tipe ini biasanya dianggap sebagai perubahan fisiologis dan tidak ada kaitan dengan penyakit mata lainnya. Prevalensi miopia tipe ini meningkat dari 2 % pada umur 5 tahun kepada 14 % pada umur 15 tahun. Disebabkan peningkatan signifikan kasus ini terjadi pada usia sekolah yaitu 8 10 tahun, miopia tipe ini juga disebut school myopia. 2.1 Etiologi Miopia tipe ini merupakan suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata dimana miopia tipe ini bisa berkait dengan genetik maupun tidak. Beberapa faktor penyebab terjadinya miopia simplek ini adalah: Miopia simplek tipe axial : Merupakan variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau berhubungan dengan pertumbuhan neurologi prekok pada masa anak-anak

Miopia simplek tipe kurvatural : Miopia tipe ini disebabkan oleh tidak terjadinya perkembangan dari bola mata. Pengaruh genetik : Genetik berperan dalam menentukan variasi pertumbuhan bola mata dimana anak dengan kedua orang tua yang mempunyai riwayat miopia mempunyai persentase sebanyak 20% mendapat miopia dibanding dengan anak dengan salah satu orang tua yang mempunyai riwayat miopia ( 10%) dan anak dengan orang tua tidak mempunyai riwayat miopia (5%).

Teori bekerja dengan penglihatan sangat dekat: Menurut teori ini, sekiranya dari zaman anak masih kecil mereka sudah terbiasa dengan bekerja dengan penglihatan sangat dekat ini dapat mencetuskan miopia. Namun, teori ini masih belum terbukti secara medis.

2.2 Gejala Klinis Symptom Kabur pada penglihatan jauh Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan Orang tua sering mengeluh anak mereka sering menyipitkan mata. Tindakan ini dilakukan anak untuk mendapatkan penglihatan yang lebih jelas. Signs Bola mata tampak lebih besar dan menonjol. Kamera okuli anterior tanpak lebih dalam dibandingkan dengan mata normal Pupil tampak lebih melebar Pada pemeriksaan fundus biasanya hasil yang didapatkan normal Biasanya terjadi pada usia 5 10 tahun dan meningkat sampai usia 18 20 tahun dengan rata-rata -0,5 0,3 per tahun. 3. Miopia Patologis / Degeneratif Miopia tipe patologis/ degeneratif/ progresif merupakan tipe miopia yang berjalan secara progresif dan didapatkan mulai dari umur 5 10 tahun dan berkembang menjadi miopia derajat tinggi pada saat dewasa di mana keadaan ini berefek pada perubahan degenerasi pada mata.

10

3.1 Etiologi Pengaruh herediter : Literatur telah membuktikan bahwa miopia tipe ini sangat dipengaruhi faktor herediter dimana miopia tipe ini bersifat familial, lebih sering terjadi pada bangsa arab, cina, jepang dan yahudi dan miopia tipe ini sangat jarang terjadi pada bangsa negro, nubian dan sudan. Hal ini menunjukkan hubungan herediter dalam perkembangan retina namun koroid mengalami degenerasi akibat dari peregangan

mengakibatkan degenerasi retina. Pengaruh pertumbuhan secara umum: Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada perkembangan miopia. Perpanjangan dari segmen posterior bola mata terjadi hanya sepanjang masa pertumbuhan aktif dan diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Pada saat pertumbuhan ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormonal dan penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.

Gambar 2 : Bagan Hipotesa Miopia Patologis

11

3.2 Gejala Klinis Symptom Kabur pada saat melihat jauh. Penurunan visus pada miopie tipe patologis biasanya lebih parah dengan miopia simplek Pasien mengeluh melihat sesuatu bewarna hitam melayang pda lapang pandang nya. Hal ini terjadi akibat dari degenerasi vitreus. Rabun pada malam hari dapat terjadi pada pasien dengan miopia tinggi. Signs Bola mata yang lebih besar dan menonjol Kornea terlihat lebih besar Bilik kamera depan lebih dalam dibanding dengan normal Pupil lebih melebar dibanding dengan normal Gambaran pada pemeriksaan fundus: Badan kaca: Ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters atau benda-benda mengapung dalam badan kaca. Kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia. Papil saraf optik: Terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama k bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur. Degenerasi pada retina dan koroid: Keadaan ini ditandai dengan plak keputihan pada makula dengan sedikit pigmen yang mengelilinginya. Foster fuchs spot berupa bercak merah sirkuler yang disebab kan oleh neovaskularisasi sub retinal dan perdarahan koroid dapat terlihat di daerah makula. Stafiloma posterior: Keadaan ini terjadi akibat dari ekstasi sklera pada daerah posterior sehingga terlihat gambaran

12

pembuluh darah yang berkelok dari tempat pertumbuhan asal. Lapang pandang terlihat berkontraksi dan memperlihatkan adanya skotoma. ERG menunjukkan hasil sub normal electroretinogram.

Gambar 3 : Kresen Miopia

Gambar 4: Gambaran fundus pada miopia patologis

13

2.3 Pemeriksaan Oftalmologi Pemeriksaan oftalmologi dilakukan secara umum seperti pada saat pertama kali pasien datang yaitu: Pemeriksaan ketajaman penglihatan dari jarak jauh menggunakan kartu Snellen dan dari jarak dekat dengan menggunakan kartu Jaeger Uji pembiasan dilakukan untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kacamata. Uji penglihatan terhadap warna Uji gerekan otot-otot mata Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata Mengukur tekanan cairan di dalam mata Pemeriksaan funduskopi 2.4 Penatalaksanaan Miopia a) Non farmakologis Kaca Mata Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. pengguanaan indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.

Gambar 5: Refraksi pada miopia setelah diperbaiki dengan lensa konkaf


14

Lensa Kontak Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri. Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA

(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate). Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit. Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari lama, 2 serta dioptri. Kerugiannya rasa yang adalah kurang

memerlukan fitting yang

memberikan

nyaman.Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2. Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut. b) Farmakologis Obat yang digunakan pada penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk kedalam mata. c) Tindakan operatif 1. Radial Keratotomy Tindakan ini dilakukan bertujuan untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan dari insisi yang telah dilakukan ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat dianjurkan untuk penderita miopia derajat ringan sehingga sedang. Namun tindakan radial keratotomy ini mempunyai kelemahan dimana setelah dilakukan
15

radial karatotomy kornea akan menjadi lemah dan bisa terjadi ruptur bola mata sekiranya terjadi trauma. Tindakan ini juga bisa mengakibatkan terjadinya astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna namun hal ini sangat jarang terjadi. Pasien post radial keratotomy juga sering mengeluhkan silau pada malam hari.

Gambar 6: Radial Keratotomy 2. Photorefractive Keratectomy (PRK) Pada teknik PRK ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan menggunakan kaser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Kelamahan dari tindakan ini adalah penyembuhan post operatif yang lambat, keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya penglihatan, pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu, dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang menganggu englihatan dan tindakan ini lebih mahal dibandingkan dengan radial keratotomy.

16

Gambar 7: Photorefractive Keratectomy 3. Laser in-situ Keratomileusis ( LASIK)

Gambar 8 : Laser in-situ Keratomileusis

17

LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme). Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu: Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak Kelainan refraksi: Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri. Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri. Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri Usia minimal 18 tahun Tidak sedang hamil atau menyusui Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam) bulan Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma dan ambliopia Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens) Kontraindikasi dari tindakan LASIK adalah: Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil Sedang hamil atau menyusui Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis Riwayat penyakit glaukoma Penderita diabetes melitus Mata kering Penyakit autoimun Kelainan retina atau katarak

18

Sebelum menjalani prosedur LASIK, pasien harus melakukan konsultasi atau pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, mata pasien akan diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk menjalankan tindakan LASIK. Persiapan calon pasien LASIK: Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan Custumize LASIK Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi

Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil yang sangat memuaskan, namun kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui setelah pasca tindakan LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser (Free flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu setelah tindakan. Gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan semacam lubrikan tetes mata. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 1-3 bulan.
19

Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain: Anestesi topikal (tetes mata) Pemulihan yang cepat (Magic Surgery) Tanpa rasa nyeri (Painless) Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless) Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy) Komplikasi yang rendah Prosedur dapat diulang (Enhancement)

2.5 Komplikasi Miopia boleh menimbulkan beberapa komplikasi dari yang ringan sehingga yang berbahaya buat pasien. Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan miopia adalah: Ablasi Retina Katarak komplikata Perdarahan pada badan kaca Perdarahan pada daerah koroid Strabismus akibat konvergensi yang terus menerus.

Selain komplikasi yang ditimbulkan akibat penyakit miopia itu sendiri, komplikasi dapat juga terjadi setelah tindakan operatip maupun penatalaksanaan secara non farmakologis. Penggunaan lensa kontak tanpa pengawasan dan penjagaan higiene yang baik dapat menyebabkan terjadi infeksi yang akhirnya bisa menyebabkan keratitis. Terapi operatif laser juga bisa menyebabkan kerusakan serius pada mata sekiranya tidak dilakukan dengan prosedur yang tepat dan kurangnya persiapan. 2.6 Pencegahan Pencegahan dari miopi meliputi : Membaca pada jarak yang benar (30 cm) Membaca dalam ruangan yang mempunyai pencahayaan yang cukup Mengistirahatkan mata pada saat mata merasa lelah Segera konsul ke dokter sekiranya mempunyai keluhan seperti penglihatan buram

20

III PRESBIOPI 3.1 Definisi Presbiopi tidak termasuk didalam kelainan refraksi karena presbiopi ini adalah akibat berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Presbiopi tidak terjadi secara tiba-tiba karena elastisitas dari alat akomodasi mata menurun sesuai dengan umur secara perlahan-lahan. Beikut merupakan penampang dari bayangan yang jatuh pada mata orang dengan presbiopi:

Gambar 9: Penampang Mata Presbiopi 3.2 Etiologi Pada presbiopi terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata untuk melihat dekat. Presbiopi terjadi akibat lensa makin keras, sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran Zonula Zinn yang sempurna. Pada mata normal maka oada saat melihat jauh mata tidak melakukan akomodasi. Pada waktu melihat dekat maka mata akan mengumpulkan sinar ke daerah bintik kuning dengan melakukan akomodasi. Tabel dibawah menunjukkan rata-rata akomodasi sesuai usia:

21

Usia 8 25 35 40 45 50 55

Rata-rata akomodasi (Dioptri) 13,8 9,9 7,3 5,8 3,6 1,9 1,3 Tabel 1: Tabel Akomodasi

3.3Patofisiologi Lensa merupakan satu struktur bikonvex yang transparan dan melekat erat dengan zonula yang berikatan dengan badan siliaris. Pada saat muskulus siliaris yang terletak pada badan siliaris melakukan kontraksi, elastisitas dari zonula berubah menyebabkan berubahnya dari bentuk lensa. Terdapat 2 teori yang berbeda yang menjelaskan bagaimana kontraksi dari muskulus siliaris mengubah tegangan dari zonula sehingga menyebabkan peningkatan kekuatan akomodasi lensa. 2 teori yang didapatkan adalah Teori Helmholtz dan Teori Schachar.

Gambar 10: Ilustrasi Akomodasi Mata Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras ( sklerosis) dan kehilangan elastisitas untuk menjadi cembung dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

22

Test Equatorial traction

Helmholtz Decrease in central optical power

Schachar Large increase in central optical power Negative shift

Observation Large increase in central optical power

Spherical aberration with accommodation Gravity effects accommodation Refractive change with presbyopia Anterior disinsertion ciliary muscle Change in circular ciliary muscle with aging Change in anterior radial ciliary muscle with aging Required force

Positive shift

Negative shift

Yes Myopic

No Hyperopic

No Hyperopic

Myopic

Hyperopic

Hyperopic

Atrophy

Hypertrophy

Hypertrophy

No effect

Atrophy

Atrophy

>300 mN 10 X ciliary muscle capacity >4000 m

< 50 mN

Ciliary muscle capacity < 50 mN

Required change in lens diameter Etiology of presbyopia

< 300 m

Must be < 2000 m

Sclerosis

Normal equatorial lens growth

Lenses < 40 years are soft not sclerotic; equatorial diameter grows throughout life Cornea steepens in vertical meridian "with the rule astigmatism" Profiles of: balloons, oil films, vesicles, magnetic fluids, ocean tides, spiral galaxy

Effect of tight 12:00 corneal suture Theory has widespread applications

Cornea flattens in vertical meridian "against the rule astigmatism" No

Cornea steepens in vertical meridian "with the rule astigmatism" Yes

3.4 Gejala Klinis Gangguan akomodasi ini akan menimbulkan keluhan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Pasien akan mengeluhkan mata lelah, berair dan mata sering terasa perih. Pada keadaan ini akan terlihat pasien kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. Pasien juga cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya supaya obyek dapat dibaca dengan lebih jelas. 3.5 Pemeriksaan Penderita diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan. Pasien diminta untuk membaca kartu baca dekat pada jarak bacaan normal yaitu 30 40 cm. Pasien disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat. Kemudian pasien diberikan lensa positif yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat. Lensa adisi ditambah pada pasien sesuai dengan umur pasien: 40 sampai 45 tahun : 1.0 Dioptri
23

45 sampai 50 tahun : 1.5 Dioptri 50 sampai 55 tahun : 2.0 Dioptri 55 sampai 60 tahun: 2.5 Dioptri Lebih dari 60 tahun : 3.0 Dioptri

3.6 Penatalaksanaan Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan kensa plus untuk mengatasi daya fokus otomatis lensa yang hilang. Lensa plus dapat digunakan dengan berbagai cara. Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh apertura kacamata sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata separuh yaitu kacamata yang bagian atasnya terbuka dan tidak dikoreksi untuk penglihatan jauh. Kacamata bifokus melakukan hal yang serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi kelainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, peglihatan sedang di segmen tengah dan penglihatan dekat di segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang dan jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat. Karena jarak baca biasanya 33 cm maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm , karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar.

24

BAB III DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2006.hal 47-48. 2. Paul R.E, John P.W. Optic & Refraction.Vaughan & Asburys General Ophthalmology Sixteenth Edition. United States Of America. 2004. hal 380 395 3. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan. Blackwell Science. 2003. hal 34-38 4. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal 19 - 49 5. Ronald S. Presbyopia:Cause and Treatment. Diunduh pada 15 April 2013. Tersedia dari : http://emedicine.medscape.com/article/1219573-overview#showall

25

You might also like