You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam praktik kedokteran aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum dan disiplin. Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi kedisiplinan mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif dan semakin dipersulit apabila masuk ke domain hukum. Dengan demikian pelanggaran standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik, pelanggaran disiplin, dan juga pelanggaran hukum (Soeparto, 2006). Dokter bukanlah angel of healing, dokter adalah manusia biasa dan karena itu tidak jarang mereka keliru dalam menegakkan diagnosis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kesalahan diagnosis bukanlah kejadian yang langka. Ada penelitian di Inggris, misalnya, yang mengungkapkan bahwa secara umun dokter melakukan kesalahan diagnosis pada sekitar 8-24% dari pasien yang ditanganinya. Kesalahan diagnosis ini bukan hanya terjadi pada praktik pribadi dokter tetapi juga di rumah sakitrumah sakit yang memiliki peralatan medis lengkap dan memadai. Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa di tingkat rumah sakit kesalahan diagnosis terjadi pada sekitar 155 dari 1000 pasien yang dirawat. Kesalahan diagnosis yang terjadi memiliki tingkat fatalitas yang bermacammacam, dan bisa melanggar berbagai macam aspek, yaitu pelanggaran etik, disiplin, dan hukum. Timbulnya kesalahan diagnosis dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu dokter, pasien, dan alat pemeriksaan. Ada tipe dokter, yang karena keterbatasan waktu, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya, yang cenderung menyimplifikasikan tiap keluhan yang disampaikan pasien kepadanya.

Sebaliknya, ada pula dokter yang amat sensitif dengan keluhan pasien. Dokter jenis ini biasanya sangat aware dengan penyakit-penyakit spesifik yang sangat

dikenal. Tetapi, pada kondisi ini dokter menjadi supersensitif terhadap setiap keluhan dan tanpa sadar melakukan overdiagnosis terhadap pasiennya. Selain faktor dokter, faktor pasien juga berkontribusi terhadap kesalahan diagnosis. Banyak pasien yang tidak mampu mengidentifikasi keluhan utamanya atau tidak dapat memberikan keterangan yang jelas kepada dokter mengenai keluhannya. Mereka kesulitan mengungkapkan hal-hal detail tentang penyakitnya. Banyak pula di antara mereka yang tidak mau berterus terang tentang penyakitnya karena malu dan tabu. Kondisi ini akan berkontribusi terhadap terjadinya kesalahan diagnosis yang dibuat dokter. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah alat-alat pemeriksaan. Semua alat pemeriksaan medis memiliki keterangan batasan yang disebut sebagai nilai sensitivitas atau spesivisitas. Semua alat pemeriksaan medis dioperasikan oleh manusia dan karena itu faktor subjektivitas manusia juga berperan dalam terjadinya kesalahan diagnosis. Ketika melakukan pemeriksaan dan melaporkan hasil pemeriksaan, seorang petugas laboratorium dapat saja melakukan kesalahan akibat pengaruh faktor fisik, psikis, dan bias yang dialami oleh mereka. Untuk menegakkan diagnosis yang akurat, seorang dokter perlu

menggabungkan informasi dari pasien dengan pengetahuan dan keterampilan medisnya. Selain itu, mereka juga perlu ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium yang baik. Kesalahan diagnosis pada hakikatnya bersifat multi-faktorial. Satu saja dari faktor ini terganggu akan menyebabkan terjadinya kesalahan diagnosis (Mochtar, 2009).

1.2. Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan perbedaan pelanggaran etik, disiplin, dan hukum. 2. Menyelesaikan permasalahan yang terkait dalam aspek etik, disiplin, dan hukum. 3. Sebagai bekal dalam menjalankan profesi dokter gigi di masa yang akan datang dengan memperhatikan aspek etik, disiplin, dan hukum.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kasus Sita dengan RS Pondok Indah Sengketa antara keluarga almarhumah Sita Dewi dan pihak RS Pondok Indah berawal dari tidak diberitahukannya hasil pemeriksaan laboratorium patologi anatomi terbaru yang menyebutkan bahwa tumor yang dideritanya adalah tumor ganas. Pada pemeriksaan patologi anatomi yang pertama, disebutkan bahwa tumor yang diderita adalah tumor jinak sehingga dokter hanya memberikan perawatan sesuai hasil pemeriksaan dan hanya mengangkat tumor tersebut. Setelah tumor diangkat dan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi ulang barulah didapatkan hasil yang berbeda yaitu tumor tersebut adalah tumor ganas. Setelah 1 tahun operasi, Sita mengeluhkan adanya benjolan pada perutnya dan memeriksakan diri ke dokter Ichramsyah (dokter yang merawatnya dahulu). Dari dokter Ichramsyah barulah Sita mengetahui bahwa dia menderita tumor ganas dan mulai melakukan kemoterapi. Namun kemoterapi yang dijalankan belum selesai, Sita meninggal dunia. Dengan kejadian tersebut, pihak keluarga menuntut ganti rugi 20 miliar kepada pihak rumah sakit dan dokter. Namun rumah sakit hanya mau mengganti rugi 400 juta dan dikemudikan dinaikkan menjadi 1 miliar. Pihak keluarga tetap bersikukuh dengan tuntutannya dan mengajukan ke pihak hukum. Dari hasil persidangan didapatkan putusan bahwa pihak dokter dan rumah sakit harus mengganti rugi sebanyak 2 miliar. (www.majalahtrust.com)

2.2. Analisis Kasus Dalam kasus Sita Dewati Darmoko disini didapatkan akar

permasalahannya adalah bahwa dokter yang menangani Sita melakukan kesalahan yang berakibat sangat fatal, yaitu hilangnya nyawa Sita akibat kesalahan diagnosis yang berujung tidak diberitahukannya hasil rekam medis tersebut (tidak diberitahukan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru tentang adanya tumor ganas yang diderita Sita hingga berakibat kematian). Hal ini sudah sangat jelas melanggar hak pasien dan kewajiban dokter itu sendiri.

Setiap pelanggaran yang secara sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh dokter mengandung tiga jenis unsur pelanggaran yaitu pelanggaran etik, disiplin, dan hukum. Sebelum masuk ke pembahasan mengenai pelanggaran pada kasus diatas, sebaiknya mengetahui letak perbedaan ketiga jenis pelanggaran tersebut.

Tabel 1. Perbedaan Etik, Disiplin, dan Hukum Etik Masalah Moral (baik~buruk) Dibuat Organisasi Profesi (IDI/PDGI) Kode etik kedokteran/ Kode etik kedokteran Diatur untuk norma Diatur untuk norma perilaku manusia umumnya Disiplin Masalah standar profesi/perilaku pelayanan Dibuat KKI (bersama stake holder) Hukum Masalah benar~salah Dibuat pemerintah dan DPR, UU/PP/Kepres/dll

gigi, diatur untuk norma perilaku pelaksanaan perilaku pelksanaan profesi profesi

Sanksi pidana (mati, kurungan, penjara atau Sanksi : moral atau psikologis Sanksi : denda)

moral/peringatan/cabut ijin, Sanksi Perdata (ganti Re schooling rugi) Sanksi administrasi (teguran, cabutan ijin)

Yang berwenang mengadili organisasi profesi (MKEKGPDGI/MKEK-IDI) Yang berwenang mengadili adalah MKDKI

Yang berwenang mengadili adalah pengadilan

Di kasus ini juga pihak-pihak yang terkait memiliki statement masingmasing untuk mengukuhkan pendapatnya bahwa pihak-pihak tersebut tidak bersalah. Contohnya saja seperti berikut :

a. Statement Dokter Kuasa hukum dokter Ichramsyah, menyatakan bahwa dokter tidak bersalah karena dokter hanya bekerja berdasarkan sarana dan prasarana Rumah Sakit, termasuk didalamnya dokumen hasil PA. Dokter juga memberikan penanganan yang sesuai, karena hasil PA menyatakan bahwa tumor itu tidak ganas. b. Statement Pasien (Ahli Waris Pasien) Pasien juga memiliki sanggahan yang tidak kalah menyudutkan untuk pihak dokter dan Rumah Sakit, bahwa kesalahan yang dilakukan pihak dokter dan Rumah Sakit sangat fatal, yaitu tidak diberitahukannya hasil pemeriksaan patologi anatomi terbaru sehingga pasien kehilangan waktu satu tahun untuk menyembuhkan dan menjalani terapi bagi penyakitnya, sehingga nyawa pasien sudah tidak tertolong lagi.

2.3. Jenis Pelanggaran 2.3.1. Pelanggaran yang dilakukan dokter

a. Pelanggaran Etik Kode Etik Kedokteran 1. Pasal 7b Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekuranfan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien. 2. Pasal 7c Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Sesuai pasal tersebut, dokter bersikap tidak jujur dalam memberikan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru dan

tidak menghormati hak pasien yaitu untuk mendapatkan isi rekam medis.

b. Pelanggaran Disiplin Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No. 17/KKI/KEP/VIII/2006 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran 1. Butir 6 Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien. 2. Butir 8 Tidak menjelaskan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai kepada pasien atau keluarganya yang melakukan praktik kedokteran.

Sesuai penjelasan di atas, dokter melakukan pelanggaran yaitu tidak melakukan yang seharusnya dilakukan dengan tidak melakukan tindakan yang sesuai dengan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru. Selain itu dokter tidak memberikan penjelasan yang detail ke pasien.

c. Pelanggaran Hukum UndangUndang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 1. Pasal 52 tentang Hak Pasien Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: a) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis; tujuan tindakan medis yang dilakukan; alternatif tindakan lain dan

risikonya; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. c) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; e) mendapatkan isi rekam medis. 2. Pasal 47 1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis

merupakan milik pasien. Berdasarkan penjelasan pasalpasal tersebut, pelanggaran yang dilakukan dokter antara lain melanggar hak pasien yakni untuk mendapatkan isi rekam medis. Dalam hal ini, isi rekam medis merupakan milik pasien. Selain itu dokter juga tidak memberitahukan kepada pasien tentang kesalahan diagnosis yang dilakukannya, yaitu mengenai tumor jinak yang ternyata merupakan tumor ganas. Oleh karena itu dokter hanya memberikan pelayanan medis sesuai dengan diagnosis awal yaitu penanganan untuk tumor jinak.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 1. Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan 2. Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan. Berdasarkan isi pasalpasal tersebut, dokter melakukan pelanggaran yakni melanggar hak pasien untuk hidup sehat dan untuk mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya

mengenai adanya perubahan diagnosis dari tumor jinak yang ternyata tumor ganas. UndangUndang Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 1. Pasal 13 Ayat (3), Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan

keselamatan pasien.

Pelanggarannya yaitu dalam bekerja dokter tidak menghormati hak pasien antara lain mendapatkan isi rekam medis yang merupakan milik pasien, tidak memberitahukan tentang kesalahan diagnosis mengenai tumor jinak yang ternyata merupakan tumor ganas, dan hanya memberikan pelayanan medis sesuai dengan diagnosis awal untuk penanganan tumor jinak. Selain itu dokter melanggar etika profesi dengan tidak bersikap jujur dalam memberikan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1. Pasal 304 Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak 4.500,00. 2. Pasal 359 Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan oranglain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun.

Pasal tersebut ditujukan kepada dokter. Adapun pelanggarannya yaitu dokter mengetahui hasil laboratorium patologi anatomi yang baru bawa hasilnya adalah tumor ganas dan tidak memberitahukan ke pasien. Jadi, dalam kasus tersebut dokter membiarkan pasien dalam keadaan sakit yang bertambah.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 1. Pasal 1365 Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

menggantikan kerugian tersebut. 2. Pasal 1366 Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.

Pelanggarannya adalah dokter menimbulkan kerugian pada pasien dengan tidak memberitahukan hasil laboratorium patologi anatomi yang baru. Dengan sikap tersebut, dokter membiarkan pasien dalam keadaan sakit yang bertambah karena lamanya waktu sekitar satu tahun sebenarnya dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya ternyata tumor ganas. Dalam prosedur tindakan medisnya, dokter mengemukakan bahwa tumor ganas tersebut dapat diminimalisasi dengan menjalani enam kali kemoterapi. Karena waktu selama satu tahun telah berkurang secara siasia akibat tidak diberitahukan tentang tumor ganas, maka kemoterapi hanya dapat dilakukan selama dua kali sampai akhirnya Sita meninggal dunia .

2.3.2.

Pelanggaran yang dilakukan rumah sakit

a. Pelanggaran Hukum Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit 1. Pasal 29 tentang Kewajiban Rumah Sakit Butir (l), Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien. 2. Pasal 32 tentang Hak Pasien Butir (j), Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.

Pelanggaran yang dilakukan rumah sakit adalah tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang hak pasien, dan melanggar hak pasien yaitu untuk mendapatkan informasi medis, seperti tercantum dalam UndangUndang Praktik Kedokteran pasal 52 tentang hak pasien. b. Pelanggaran Etik Kode Etik Rumah Sakit Indonesia 1. Pasal 9 Rumah sakit harus mengindahkan hakhak asasi pasien. 2. Pasal 10 Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan. 3. Pasal 13 Rumah sakit harus menjamin agar pimpinan staf dan karyawannya agar senantiasa mematuhi etika profesi masingmasing.

10

Pelanggaran yang dilakukan rumah sakit antara lain tidak mematuhi hak pasien untuk mendapatkan isi rekam medis, tidak memberikan penjelasan sebenarnya tentang yang diderita pasien, dan tidak mematuhi etika profesi.

2.4. Penyelesaian Kasus antara pihak keluarga Sita Dewi dan rumah sakit berakhir dengan keputusan pengadilan dengan ganti rugi sebanyak 2 miliar secara tanggung renteng. Meskipun dalam kasus kami sudah menemukan jalan penyelesaian melalui jalur pengadilan, tetapi kami sebagai penulis mempunyai gambaran sendiri tentang penyelesaian kasus tersebut yaitu: 2.4.1. Melalui mediasi Berdasarkan UndangUndang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal 29 bahwa Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Proses mediasi dilakukan oleh pihak mediator dengan menemukan kedua belah pihak yang sedang bersengketa. Pada kasus, pihak yang dirugikan langsung melaporkan atau mengadukan kasusnya ke pengadilan. Seharusnya, pihak yang dirugikan melakukan mediasi untuk mendapat kesepakatan atas kerugian yang ditimbulkan sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan keputusan yang sepihak. Sebagaimana mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa perdata secara non litigasi. Penyelesaian secara sukarela dengan perantaraan/bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral. Campur tangan hakim sangat terbatas, bahkan mungkin tidak ada.

2.4.2.

Melalui MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) Berdasarkan adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh dokter,

maka pihak yang menemukan dugaan terjadinya kasus pelanggaran dapat mengajukan surat pengaduannya kepada MKEK Cabang tempat dimana terjadinya kasus pelanggaran tersebut.

11

Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran sebagai berikut: 1. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan lebih dahulu kepada MKEK. 2. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK. 3. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh MKEK dirujuk ke P3EK propinsi. 4. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan). 5. Masalah yang menyangkut profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke P3EK apabila diperlukan. 6. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi. 7. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat. 8. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang (Hanafiah, 2008).

2.4.3.

Melalui MAKERSI (Majelis Kode Etik Rumah Sakit Indonesia) Sanksi etik berupa :

1. Teguran lisan maupun tertulis oleh MAKERSI. 2. Informasi kepada masyarakat lewat media masa. 3. Rekomendasi kepada yang berwenang unutk meninjau kembali ijin rumah sakit. Yang berwenang Depkes, Dinkes, PERSI.

12

2.4.4.

Melalui MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) Adanya pelanggaran disiplin dalam kasus tersebut yang dilakukan

oleh dokter maka berdasarkan UndangUndang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 66 bahwa Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Keputusan dalam menyelesaikan masalah melalui MKDKI berdasarkan UndangUndang Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 Pasal 69 bahwa (1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia. (2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. (3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa : a. b. pemberian peringatan tertulis; rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. Dengan adanya pernyataan dari undang-undang tersebut maka pihak yang dirugikan berhak mengirimkan pengaduan ke MKDKI. Adapun tahap penegakan disiplin oleh MKDKI antara lain : Tahap 1 yaitu tahap investigasi yang memuat : a. Pengaduan (admission) b. Verifikasi c. Pemeriksaan awal oleh MPA Tahap 2 yaitu tahap pemeriksaan dan keputusan yang memuat : a. Pemeriksaan disiplin oleh MPD b. Pembuktian c. Pengambilan keputusan

13

Tahap 3 yaitu tahap penyampaian keputusan ke pihak-pihak terkait yaitu : a. Tidak bersalah b. Bersalah dengan sanksi : i. ii. iii. Peringatan tertulis Rekomendasi pencabutan STR atau SIP Mengikuti pendidikan atau pelatihan ulang

2.4.5.

Melalui Pengadilan

a. Pidana Pada kasus tersebut dokter melanggar hukum pidana sesuai KUHP pasal 304 dan 359 sehingga kasus dokter tersebut diselesaikan di pengadilan dengan wajib bertanggungjawab atas tindakan yang dilakukannya. b. Perdata Dalam kasus terdapat kerugian yang ditimbulkan oleh dokter terhadap pasien. Menurut UU Kesehatan Pasal 58 ayat 1 Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Selain itu berdasarkan KUHPerdata Pasal 1365 bahwa Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Pasal 1366 bahwa Setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatanperbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya. Pada kasus tersebut dokter melanggar hukum perdata sesuai KUHPerdata pasal 1365 dan 1366 sehingga kasus dokter tersebut diselesaikan di pengadilan dengan wajib bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan dengan membayar denda yang diputuskan oleh pengadilan.

14

Dalam kasus tersebut tidak hanya dokter yang harus bertanggung jawab, melainkan pihak rumah sakit juga sesuai dengan yang tercamtum pada UU Rumah Sakit pasal 46 yaitu Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, dalam Kode Etik Rumah Sakit Indonesia pasal 2 Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggung jawab terhadap semua kejadian di rumah sakit.

15

BAB III SIMPULAN

Dalam melakukan praktik kedokteran, dokter harus sesuai dengan etik, disiplin dan hukum. Apabila dokter melakukan kesalahan maka diselesaikan melalui pihak terkait misalnya pelanggaran etika diselesaikan melalui MKEK, disiplin melalui MKDKI, dan hukum melalui pengadilan. Pada kasus yang kami temukan terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh dokter dan rumah sakit terhadap pasien yaitu tidak memberitahukan hasil laboratorium patologi anatomi yang terbaru. Hal ini menyebabkan kondisi pasien semakin parah. Dalam kasus ini pihak dokter melakukan pelanggaran etik, disiplin dan hukum sedangkan pihak rumah sakit melanggar hukum dan etik. Oleh karena itu pihak yang dirugikan melaporkan kasus tersebut ke pengadilan. Akan tetapi langkah utama yang dilakukan keluarga pasien (pihak yang dirugikan) seharusnya melakukan mediasi dengan pihak rumah sakit dan dokter. Apabila hasil mediasi gagal, maka kasus dapat diteruskan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Pelanggaran etik yang dilakukan dokter dapat diadukan ke MKEK, pelanggaran disiplin dilaporkan ke MKDKI, dan pelanggaran hukum ke pengadilan sesuai dengan kasus yang dihadapi yaitu pidana atau perdata. Sedangkan pelanggaran etik yang dilakukan rumah sakit dilaporkan ke MAKERSI.

16

You might also like