You are on page 1of 15

BAB 2.

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengembangan kawasan parawisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya serta masyarakat setempat. Pengembangan kawasan ekowisata bukan merupakan suatu

pengembangan kawasan industri pariwisata yang hanya bersifat sektoral. Dalam pengembangan tersebut, terdapat aspek-aspek lain yang saling berhubungan dan menentukan keberhasilan pengembangannya. Dalam pengembangan ekosistem mangrove, keseimbangan yang menepatkan dimensi-dimensi sosial, lingkungan dan ekonomi menjadi penting untuk dikaji. Disatu sisi, pengembangan ekowisata ditujukan untuk menghasilkan keuntungan secara ekonomi, namun di sisi lain, pengembangan juga harus memperhatikan terjaganya kualitas lingkungan, baik secara biofisik maupun sosial. Konsep ini, sering disebut sebagai konsep pembangunan berkelanjutan dengan prinsip memperhatikan masa depan, lingkungan, persamaan dan partisipasi dalam konteks isu-isu kehidupan pertumbuhan ekonomi serta kualitas lingkungan. Langkah awal penelitian, dilakukan pengumpulan data yang berkaitan denganhutan mangrove di kawasan Nusa Penida meliputi potensi biofisik yang berkaitan dengan bidang biologi (vegetasi) dan data fisik (luas dan letak, sarana dan prasarana, iklim, topografi dan tanah, serta hidrologi). Kemudian melakukan pengumpulan data pengunjung dan masyarakat sekitar, serta permasalahan yang timbul di kawasan hutan mangrove tersebut. Dari data yang terkumpul ditentukan daya dukung fisik dari hutan mangrove sebagai kawasan wisata. Selanjutnya dilakukan penilaian kelayakan pengembangan ekowisata terhadap hutan mangrove di kawasan Nusa Penida. Langkah terakhir yaitu menentukan strategi pengembangan berdasarkan kriteria penilaian sebelumnya. Berdasarkan hal diatas, maka disusun diagram pemikiran penelitian seperti pada Gambar 1.

Kawasan Hutan Mangrove di Nusa Penida

Kondisi eksiting

Masyarakat Lokal: Identitas Persepsi Partisipasi Harapan

Pengunjung: Jumlah Identitas Motivasi Aktivitas Harapan

Potensi Biofisik Kawasan Mangrove: Biologi: Vegetasi Satwa burung dan ikan Fisik: Luas dan Letak Sarana dan Prasarana Iklim Topografi dan Tanah Hidrologi Lanskap

Permasalahan: - Kebijakan pemerintah Daerah - Ekologi - Sosial Ekonomi

Daya Dukung Kawasan: Jumlah kunjungan yang dapat diserap ekowisata mangrove

Penilaian kelayakan pengembangan ekowisata

Analisis Deskriptif Analisis SWOT

Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Secara Berkelanjutan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.1.1 Pemilihan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klungkung, Bali tepatnya di Kecamatan Nusa Penida. Kawasan mangrove di Nusa Penida merupakan Kawasan Konservasi Perairan. Selain itu, Nusa Penida memiliki keanekaragaman hayati yang juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung kesana, diantaranya yaitu terumbu karang (coral reef), ikan pari manta (manta ray), ikan mola-mola (sunfish), penyu (sea turtle), lumba-lumba (dolphin), hiu (shark). Terdapat juga kurang lebih 20 titik lokasi penyelaman di perairan Nusa Penida. Luas hutan mangrove di Kecamatan Nusa Penida sekitar 230 hektar yang terdiri dari 13 jenis mangrove dan 7 tumbuhan asosiasi. Hutan mangrove tersebut berfungsi sebagai sumber perikanan, ekowisata, pelindung alami pantai dan penyerap karbondioksida. + Peta Nusa Penida

2.1.2 Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu faktor biologi meliputi aspek vegetasi dan satwanya, kemudian faktor fisik meliputi luas dan letak, sarana prasarana, iklim, topografi geologi, hidrologi dan lanskap. Data mengenai masyarakat sekitar berkaitan tentang identitas, persepsi, partisipasi dan harapan. Data berkaitan dengan wisatawan yang berkunjung meliputi jumlah, identitas, motivasi, aktivitas dan harapan mereka. No. 1. Kelompok Jenis Data Faktor Biologi Aspek-aspek - Vegetasi (jenis, jumlah dan penyebaran) - Satwa (jenis, jumlah dan penyebaran) - Luas dan letak - Sarana dan prasarana - Iklim - Topografi geologi dan tanah - Hidrologi - Lanskap - Identitas (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan) - Persepsi, partisipasi dan harapan - Jumlah - Identitas (umur, jenis kelamin, mata pencaharian, pendidikan, asal daerah) - Motivasi, aktivitas dan harapan Tabel 1. Jenis Data

2.

Faktor Fisik

3.

Masyarakat

4.

Wisatawan

2.1.3 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk mendapatkan data potensi sumberdaya untuk pengembangan ekowisata mangrove, tingkat persepsi, partisipasi masyarakat dan pengunjung dalam kegiatan tersebut, serta kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan pihak-pihak terkait, untuk mengetahui persepsi mereka terhadap pengembangan ekowisata di Nusa Penida dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah tersedia. Pengumpulan data sekunder debgan cara mengumpulkan dokumendokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya yang dikeluarkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dari Dinas/ Instansi terkait dengan penelitian, yaitu: Kantor Wilayah/Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah.

2.1.4 Pengumpulan Data Vegetasi dan Satwa Pengumpulan data vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara

pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatan vegetasi di kawasan hutan mangrove dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian tumbuhan, mencatat nama daerah, ciri-ciri tumbuhan, tempat tumbuhnya yang kemudian diidentifikasi dengan melihat buku petunjuk yang ada, serta menghitung kerapatannya. Untuk menginventarisasi vegetasi digunakan metode garis berpetak, arah jalur pengamatan tegak lurus terhadap garis lurus terhadap pantai ke arah darat. Pada setiap zona mangrove yang berada di setiap transek garis, diletakkan petak-petak (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10x10 m untuk tingkat pohon (diameter >4 cm), 5x5 m untuk tingkat pancang (1,5-4 cm), 2x2 m untuk tingkat semai, jarak setiap zona mangrove satu dengan yang lainnya adalah 50 m.

50 cm

Keterangan: a. Plot 2x2 m untuk tingkat semai b. Plot 5x5 m untuk tingkat pancang c. Plot 10x10 m untuk tingkat pohon Gambar 3. Petak Pengambilan Contoh

2.1.5 Pengambilan Data Persepsi Pengunjung Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden. Selain itu, juga dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan observasi terencana (dengan kuisioner). Data yang dikumpulkan meliputi: 1. Data karakter responden (umur, asal wisatawan, lama kunjungan, jumlah rombongan wisata, dan jumlah biaya wisata yang bersedia dibayarkan oleh wisatawan). 2. Persepsi wisatawan tentang kegiatan pariwisata khususnya wisata mangrove (apakah motivasi kunjungan, atraksi yang dimintai, fasilitas dan infrastruktur maupun sumberdaya manusia yang diharapkan, serta rekomendasi

wisatawan untuk rencana pengembangan ekowisata mangrove di Nusa Penida). Responden yang diwawancarai adalah wisatawan yang berwisata di kawasan hutan mangrove Nusa Penida. Penentuan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih responden yang akan diambil keterangannya/datanya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (sudah dapat berpikir secara logis) sebanyak 5% dari rata-rata pengunjung yang dating tiap hari.

N = Rata-rata jumlah pengunjung dalam tahun pertama x 5 %

2.1.6 Pengambilan Data Presepsi Masyarakat Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview). Selain itu juga, dilakukan dengan teknik observasi (pengamatan) dan observasi terencana (pedoman dengan kuesioner). Data yang dikumpulkan meliputi : 1. Data karakteristik responden (umur, mata pencaharian, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga, pendapatan dan lama tinggal). 2. Pemahaman atau persepsi masyarakat lokal tentang ekowisata mangrove 3. Partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pengembangan ekowisata mangrove mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan. Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive sampling). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan kawasan hutan wisata mangrove. Penduduk dewasa dalam hal ini adalah yang bersangkutan dengan telah matang dalam mengambil keputusan dan berfikir secara positif dalam mengambil tindakan, dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Menurut Kusmayadi dan Endar (2000) rumus pengambilan sampel sebagai berikut : n= dimana n : ukuran contoh N : ukuran populasi e : nilai kritis/batas ketelitian (10%) Hasil registrasi pada tahun 2008 penduduk Kecamatan Nusa Penida adalah 47.448 jiwa. Dengan menggunakan rumus tersebut akan ditemukan jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini.

2.1.7 Metode Penelitian 2.1.7.1 Alat dan Bahan Alat dan Fungsi
Alat yang digunakan pada praktikum lapang ekologi laut tropis mengenai mangrove antara lain: 1. Pasak 2. Saringan 3. Cetok 4. Penggaris : Untuk membuat transek : Untuk memisahkan fauna dari substrat. : Untuk mengambil substrat. : Mengukur panjang batang mangrove (semai) 5. Roll Meter : Mengukur luas area yang akan diukur dan diteliti. 6. Kamera Digital : Untuk mendokumentasikan biota yang diteliti. 7. Spidol Permanen 8. Topless 9. Buku identifikasi 10. Alat tulis 11. Tali Rafia : Untuk menulis pada kantong sampel. : Untuk menyimpan sampel fauna. : Untuk membantu saat mengidentifikasi. : Untuk mendokumentasikan data. : Untuk membuat transect 2x2 m, 5x5 m, 10x10 m. Bahan dan Fungsi Bahan yang digunakan pada praktikum lapang ekologi laut tropis mengenai mangrove antara lain: 1. Kantong Plastik (1/2 kg) : tempat menyimpan biota atau sampel yang diteliti 2. Kertas Label 3. Air payau : menandai kantong sampel : membersihkan peralatan yang telah digunakan 4. Tissue 5. Aquades 6. Formalin 5% : membersihkan alat yang telah digunakan : membersihkan alat yang telah digunakan : untuk mengawetkan sampel

2.1.7.2 Prosedur Penelitian Transek 2x2 m Dipasangkan 1m di area yang telah ditentukan Diukur diameter batang pada percabangan pertama Diidentifikasi jenis mangrove Diambil biota yang ada di substratnya Dipisahkan antara biota dari substrat dengan ayakan Dimasukan kedalam kantong sampel Diberikan label pada kantong sample Diamati Dicatat hasil yang didapat

Hasil

Transek 5x5 m

Dipasangkan 1m di area yang telah ditentukan Diukur diameter batang pada percabangan pertama Diidentifikasi jenis mangrove Diambil biota yang ada di substratnya Dipisahkan antara biota dari substrat dengan ayakan Dimasukan kedalam kantong sampel Diberikan label pada kantong sample Diamati Dicatat hasil yang didapat Hasil

Transek 10x10 m

Dipasangkan 1m di area yang telah ditentukan Diukur diameter batang pada percabangan pertama Diidentifikasi jenis mangrove Diambil biota yang ada di substratnya Dipisahkan antara biota dari substrat dengan ayakan Dimasukan kedalam kantong sampel Diberikan label pada kantong sample Diamati Dicatat hasil yang didapat Hasil

2.1.8 Metode Analisis Data


Potensi Ekosistem Mangrove Data yang dikumpulkan meliputi : data mengenai spesies, jumlah individu, dan diameter pohon yang telah dicatat pada form mangrove, kemudian diolah untuk memperoleh kerapatan spesies, frekuensi spesies, luas areal tutupan, nilai penting suatu spesies, frekuensi spesies, luas area tutupan, nilai penting suatu spesies dan keanekaragaman spesies. a. Kerapatan Spesies (Ki) Kerapatan spesies (Ki) adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut : Ki = ni / A Dimana, Ki adalah kerapatan spesies i, ni adalah jumlah total individu dari spesies dan A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh).

b.

Kerapatan Relatif Spesies (KRi) Kerapatan relatif spesies (KRi) adalah perbandingan antara jumlah individu spesies i (ni) dan jumlah total individu seluruh spesies (n) dengan formula sebagai berikut : KRi = (ni / n) x 100

c.

Frekuensi

Spesies (Fi)

Frekuensi spesies Fi = pi / p

(Fi)

adalah

peluang

ditemukannya spesies i dalam petak contoh yang diamati :

Dimana, Fi adalah frekuensi spesies i, pi adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan spesies i dan p adalah jumlah total petak contoh yang diamati.

d. Frekuensi Relatif Spesies (FRi) Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (F): FRi = (Fi / F) x 100 %

e. Penutupan Spesies (Ci) Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies i dalam suatu unit area : Ci = BA / A Dimana, BA = DBH /4, (dalam Cm ), adalah suatu konstanta (3,14) dan DBH adalah diameter dari jenis i, A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh). DBH = CBH / (dalam Cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.
2 2

f. Penutupan Relatif Spesies (RCi) Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh spesies (Ci) : RCi = (Ci / Ci) x 100 %

g. Nilai Penting Spesies (NPi) Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies (NPi) : NPi = RDi + RFi + RCi Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0 - 300. Nilai Penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

2.2 Kondisi Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Terdapat sekitar 149,05 hektar terumbu karang dengan 286 jenis karang. Sehingga kecamatan ini termasuk kedalam kawasan segitiga karang dunia. Dasar Hukum penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Kabupaten Klungkung adalah SK Bupati Klungkung Nomor 12 Tahun 2010 yang dikeluarkan tanggal 7 Juli 2010. KKP tersebut dimanfaatkan untuk wisata bahari, perikanan yang berkelanjutan, budidaya ramah lingkungan, penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya laut lainnya secara lestari.

Letak Geografis Kecamatan Nusa Penida termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Kecamatan ini memiliki luas sekitar 20.300 hektar yang terdiri dari 3 pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Kecamatan Nusa Penida memiliki garis pantai sekitar 70 km dari 90 km yang dimiliki oleh Kabupaten Klungkung. Aksesibilitas KKP Nusa Penida terletak di kecamatan Nusa Penida dan relatif mudah diakses. Kecamatan kepulauan ini terletak tidak lebih dari 15 mil laut dari pulau utama Bali. KKP Nusa Penida dapat dicapai dari 5 tempat yaitu Sanur, Pelabuhan Benoa, Kusamba, Tanjung Benoa dan Padang Bai.

Banyak terdapat sarana tranportasi dan public-boat setiap harinya yang mengantar penumpang dari dan ke kecamatan Nusa Penida baik pada pagi,

siang dan sore hari. KKP Nusa penida dapat dicapai sekitar 40 menit dengan menggunakan speedboat double enggin 85 PK. Terdapat pelabuhan ferry di Nusa penida tempat bersandarnya kapal Roro dari Padang Bai (karangasem).

Iklim Ditinjau dari segi iklim Kabupaten Klungkung termasuk daerah yang beriklim tropis. Bulan-bulan basah antara wilayah Klungkung yang ada di daratan Bali dan wilayah Nusa Penida berbeda. Bulan - bulan basah di daratan Klungkung dalam tahun 1997 selama 10 bulan, dan di kecamatan Nusa Penida bulan bulan hujan 10 bulan dengan curah hujan 924 mm.

Kondisi Perairan Perairan Nusa penida termasuk Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI 2). Kondisi perairan Nusa Penida dipengaruhi oleh arus ITF dari Samudera Pacifik ke Samudera Hindia hal ini mempengaruhi sebaran plankton, kelimpahan ikan, dan struktur komunitas terumbu karang. Perairan Nusa Penida dikenal memiliki arus yang cukup kuat. Suhu perairan di Nusa Penida berkisar antara 250C-280C.

Kondisi Ekonomi Perairan Kecamatan Nusa Penida yang memiliki tiga pulau utam yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan yang semuanya dikelilingi oleh terumbu karang tepi (fringing reef) dengan luas 1600 hektar. Berdasarkan kajian ekologi laut secara cepat yang dilakukan oleh ahli karang dunia. Luas hutan mangrove di Kecamatan Nusa Penida sekitar 230 hektar yang terdapat di Nusa Penida. Luas hutan mangrove di Kecamatan Nusa Penida sekitar 230 hektar yang terdapat di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Untuk hutan mangrove dijumpai 13 jenis mangrove dan 7 tumbuhan asosiasi. Padang Lamun di kecamatan Nusa Penida memiliki luas sekitar 108 hektar. Padang lamun ini umumnya terdapat di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan Di perairan Nusa Penida terdapat 567 jenis ikan. 5 diantaranya jenis baru. Kelompok ikan yang terdapat di perairan Nusa Penida adalah ikan karang, ikan pelagis dan ikan dasar. Mamalia laut seperti paus dan lumba-lumba juga kadang melintasi di perairan Nusa Penida, bahkan di sebelah barat Nusa

Lembongan beberapa kali dijumpai dugong yang muncul ke permukaan. Di perairan Nusa Penida, paling tidak dijumpai 2 jenis penyu yaitu penyu hijau (green turtle) dan Penyu sisik (hawksbill turtle). Beberapa pantai di Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan diduga sebagai lokasi penyu bertelur. Ikan laut dalam seperti Ikan Mola-Mola (sunfish) muncul di perairan Nusa penida sekitar bulan Juli-September setiap tahunnya. Beberapa lokasi perairan Nusa Penida yang menjadi cleaning station bagi ikan Mola Mola seperti Crystal Bay (Desa Sakit), Ceningan wall (Desa Lembongan), Batu Abah (Desa Pejukutan) , dan Sental (Desa Ped). Lokasi -lokasi tersebut menjadi lokasi penyelaman favorit saat Mola-Mola tiba.

Perairan di kecamatan Nusa Penida juga merupakan rumah bagi ikan pari manta. Ikan ini sering dijumpai berkelompok 3 - 4 ekor. Tidak seperti ikan mola-mola yang memiliki musim kemunculan, ikan pari manta dapat dijumpai sepanjang tahun di perairan Nusa penida. Lokasi tempat biasa ikan pari manta ditemukan dikenal dengan sebutan Manta Point. Lokasi penyelaman ini terdapat di sekitar Batu Lumbung (Desa Batu Kandik). Kondisi Sosial Ekonomi Budaya Mayoritas masyarakat Nusa Penida adalah suku asli Bali beragama Hindu. Tedapat suku desa muslim dari 16 desa dinas yaitu desa Toyapakeh. Penduduk Toyapakeh dulunya nenek moyang mereka berasal dari Jawa dan Lombok. Populasi penduduk sekitar 50.000 jiwa yang mendiami 3 pulau di kecamatan Nusa Penida. Di kecamatan Nusa Penida terdapat 4 sekolah setingkat SMU, 3 sekolah setingkat SMP dan puluhan sekolah SD. Saat ini sudah ada Universitas kelas jauh yang dilakukan di kantor kecamatan Nusa Penida guna menampung lulusan SMU Nusa Penida mencapai jenjang pendidikan strata S1. Terdapat beberapa pura besar di Nusa Penida seperti Pura Batu Medau dan Pura Giri Putri. Selain itu terdapat pura sentral di pulau Bali yang terdapat di Nusa Penida yaitu pura Sad -Khayangan Ped. Masyarakat Nusa Penida melaksanakan Nyepi Segara setiap tahunnya untuk menghormati laut dan memberi kesempatan kepada laut untuk beristirahat. Nyepi Segara juga merupakan bentuk pelaksanaan ajaran Tri Hita Karana terutama menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam.

Aturan adat di Nusa Penida dituangkan dalam awig-awig (hukum adat) yang dihasilkan dari kesepakatan (pararem) bersama. Di Desa Lembongan terdapat awig-awig terkait pesisir dan laut seperti pelarangan penebangan bakau dan pengambilan pasir laut.

Mata Pencaharian Mata pencaharian utama masyarakat Nusa Penida adalah pertanian rumput laut, wisata bahari, perikanan dan peternakan. Mata pencaharian lainnya seperti pertanian, berdagang, serta sektor swasta dan pemerintahan.

Potensi Perikanan Terdapat sekitar 100 nelayan di kecamatan Nusa Penida. Desa yang memiliki jumlah nelayan terbanyak adalah Batununggul dan Suana. Lokasi

penangkapan ikan oleh nelayan pada umumnya pada kedalaman 40 - 200 meter dan jarak terjauh sekitar 5 mil dari daratan, bahkan hingga ke Lombok. Tangkapan nelayan pada umunya ikan tongkol, languan, kokak/kerapu, hiu, cakalang dan lainnya. Wilayah penangkapan untuk ikan ekspor seperti kokak berada di timur nusa penida dan selatan Nusa Penida, sementara lokasi penangkapan ikan-ikan unutk dikonsumsi sendiri seperti tongkol berada di sebelah utara dan Barat Nusa Penida.

Pendekatan Konservasi Pendekatan Konservasi KKP Nusa Penida melalui beberapa tahapan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang mendukung perikanan yang berkelanjutan antara lain : 1) Pembentukan Kelompok Kerja KKP Nusa Penida. 2) Pengumpulan data ekologi, sosial - ekonomi, dan oceanography melalui survey dan monitoring. 3) Sosialisasi (tingkat FGD, desa, kecamatan, dan kabupaten) 4) Penetuan batas luar beserta dengan zonasi. 5) Pencadangan KKP Nusa Penida oleh Bupati Klungkung.

Pariwisata Kekayaan hayati laut Nusa Penida telah membawa manfaat ekonomi dan jasa lingkungan bagi Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dan Propinsi Bali. Terumbu karang (coral reef), hutan bakau (mangrove), ikan pari manta (manta ray), ikan mola-mola (sunfish), penyu (sea turtle), lumba-

lumba(dolphin), Hiu (shark) dan Paus (whale) merupakan atraksi menarikbagi wisata bahari. Terdapat lebih dari 20 titik lokasi penyelaman di perairan Nusa Penida dengan beberapa lokasi penyelaman favorit seperti Crystal Bay, Manta Point, Ceningan Wall, Blue Corner, SD-Sental, Mangrove-Sakenan, Gemat Bay, dan Batu Abah, Terdapat 3 cruises besar di Nusa Penida yang masing-masing memiliki pontoon seperti Bali Hai, Bounty dan Quick-Silver yang rata-rata membawa turis 200 orang per hari. Wisata Bahari lainnya di Nusa Penida seperti surfing, snorkeling, sailing, fishing, flying fish, Para -Sailing, kayaking dan sea- walker. Terdapat 6 penyelam operator base di Nusa Lembongan dan Nusa Penida. Diperkirakan sekitar 200.000 turis dating berkunjung ke Nusa Penida setiap tahunnya. Puncak jumlah kunjungan palingramai di Nusa Penida (peak-season) adalah bulan Agustus - September, sementara bulan paling sepi (low-season) bulan Januari - Februari.

You might also like