You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh (Rudi Haryono, 2012; hal: 1). Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak di saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu. Saluran pencernaan juga akan dapat mengalamai banyak gangguan seperti diare, disentri, kanker usus, dll, maka dari itu penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana dan apa saja pemeriksaan penunjang untuk pemeriksaan saluran pencernaan.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu rectal swab? 2. Bagaimana cara pengambilan dan pemeriksaan darah feces dan urine? 3. Apa saja persiapan pasien sebelum operasi?

C. TUJUAN PENULISAN 1. Agar kami mengetahui pemeriksaan rectal swab. 2. Agar kami mengetahui cara pengambilan darah feces dan urine. 3. Agar kami mengetahui persiapan pasien sebelum operasi.

D. METODE PENULISAN kami membuat makalah ini dengan mencari sumber di internet dengan berisi referensi yaitu berupa daftar pustaka yang juga kami seleksi isinya agar sesuai dengan ilmu kesehatan.

BAB II PEMBAHASAN A. RECTAL SWAB Rectal Swab merupakan apusan yang dilakukan pada daerah rectum (2 3 cm diatas lubang anus). Kuman-kuman pathogen penyebab gastroenteritis dapat diisolasi dari swab rectum. Kuman-kuman yang ditemukan dari swab rectum juga terdapat dalam saluran pencernaan. (Mastra,2010) Salah satu efek dari kuman pathogen penyebab gastroenteritis pada saluran pencernaan adalah diare disentri. Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. Akibat penting dari diare disentri adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi. Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri penyebab diare disentri. Dalam satu studi pasien diare dengan Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare berdarah, 37% muntah-muntah, dan 31% demam. Disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC). Karena adanya foodborne infection dan waterborne infection (Anonim, 2010) Mayoritas patogen tidak dapat mencapai usus dengan mudah. Karena tubuh mempunyai berbagai macam pertahanan yaitu : 1. Keasaman lambung (pH <4), hanya patogen tahan asam (Shigella) yang bisa bertahan dan menyebabkan penyakit dalam jumlah kecil, patogen lain harus tertelan dalam jumlah besar untuk menyebabkan penyakit. 2. Motilitas aktif usus halus juga membantu memberi perlindungan dari patogen. Sehingga pemberian antimotilitas usus dapat berakibat stasisnya bakteri patogen dan menyebabkan overgrowth patogen serta menambah parah diare. 3. Bakteri flora normal dalam usus besar berkompetisi dengan patogen dalam peran mencegah infeksi. Tetapi bila flora normal berubah atau dikurangi

dengan penggunaan antibiotik, pasien dapat cenderung menderita super infeksi seperti dengan Clostridium difficile.

Ada empat dasar proses patofisiologi yang menyebabkan diare pada anak. Proses diare secara keseluruhan mungkin juga merupakan kombinasi lebih dari satu proses dasar tersebut. Proses patofisiologi itu adalah : 1. Sekretori Adalah diare akut yang disebabkan oleh sekresi enterotoksin yang diproduksi oleh proses infeksi, metabolik, atau toksin eksogen. Enterotoksin akan merangsang sekresi cairan dan elektrolit dari mukosa crypt sel yang merupakan sel sekretori utama dari usus kecil. Proses ini dimediasi oleh fungsi Prostaglandins dan siklik Adenosine monophosphate, guanosine

monophosphate, dan ion kalsium. Enterotoksin dapat menghambat penyerapan cairan dan elektrolit dalam sel vilus, yang merupakan sel abssorbsi utama. Efek enterotoksin bakteri pada mukosa gastrointestinal diilustrasikan pada Gambar 1.

Gbr 1. Efek bakteri enterotoksin pada mukosa sel usus halus

Bakteri patogen menghasilkan enterotoksin yang berikatan dengan permukaan permukan mukosa sel usus halus. Bagian dari enterotoksin kemudian masuk ke dalam sel mukosa usus halus dan merangsang sistem adenilat siklase. Peningkatan Adenosin trifosfat yang dihasilkan yang merangsang mekanisme transpor aktif dalam membran sel dan meningkatkan sekresi aktif cairan dan elektrolit dari sel crypt keluar ke dalam lumen usus. Dan oleh enterotoksin

juga terjadi blok reabsorpsi cairan dan elektrolit pada sel vilus. Mekanisme blok ini belum dapat dipahami tetapi tampaknya blok reabsorpsi tidak menghalangi masuknya glukosa ke dalam sel pada konsentrasi 2% hingga 3%. Masuknya kembali glukosa ke dalam sel membawa serta juga cairan dan elektrolit. Oleh karena itu, konsentrasi glukosa ini yang digunakan dalam cairan rehidrasi.

2. Sitotoksik Proses sitotoksik dikarakteristikkan dengan adanya kehancuran mukosa sel-sel vili usus halus, paling sering disebabkan oleh infeksi virus. Setelah lisisnya sel, vili vili menjadi pendek dan permukaan mukosa menjadi seperti yang terlihat pada penyakit celiac. Akibat dari proses ini adalah untuk menyempitnya area permukaan sel usus halus sehingga mengurangi kapasitas usus halus untuk menyerap cairan dan elektrolit. Oleh karena hancurnya sel vili usus maka yang tersisa adalah sel crypt yaitu sel-sel sekretori utama mukosa usus. Akibatnya adalah proses fungsional yang sama dengan yang terjadi pada diare sekretori yaitu peningkatan sekresi usus ditambah dengan penurunan fungsi absorbsi mukosa usus halus.

3. Osmotik Proses osmotik paling sering terlihat pada sindrom malabsorpsi, meskipun proses fungsional adalah terjadinya proses sekretori dan sitotoksik. Diare terjadi akibat ketidak mampuan usus untuk menyerap nutrisi dan elektrolit. Yang paling sering terjadi intoleransi laktosa karena menurunnya kepekaan enzim laktase pada sel mukosa oleh proses patologis gastrointestinal. Jika bahan yang tidak bisa dicerna memiliki konsentrasi yang cukup tinggi untuk mengaktifkan proses osmolalitas, terjadi aliran cairan ke dalam lumen yang mengakibatkan terjadinya diare cair dan dalam banyak kasus pada proses diare osmotik, flora usus besar dibanjiri substrat karbohidrat yang meningkat yang akan dimetabolisme oleh bakteri usus besar sehingga menghasilkan gas, sakit perut, dan pH tinya yang asam.

4. Invasif Pada disentri terjadi proses inflamasi submukosa pada ileum terminal dan usus besar. Proses inflamasi disebabkan oleh adanya invasi bakteri patogen. karena invasi oleh bakteri patogen yang menyebabkan edema, perdarahan mukosa dan infiltrasi leukosit. Leukosit dan darah kemudian dikeluarkan ke lumen usus melalui tinja. Penyerapan cairan yang merupakan fungsi utama usus besar akhirnya menurun sehingga terjadi diare. Iritasi dan peradangan menyebabkan peningkatan motilitas usus, peningkatan frekuensi defekasi, tinja lendir dan darah serta seringkali dengan gejala klinis demam, nyeri perut dan tenesmus.

Gbr 2. Invasi bakteri Shigella. Patogen invasif mengaktivasi sitoskeleton aktin yang menyebabkan kerusakan membran, macropinocytosis, dan invasi. Selanjutnya terjadi edema dan kerusakan mukosa dan infiltrasi leukosit (Sel Polimorfonuklear)7

Gbr3. A. Gambaran Kolonoskopi dari amubiasis intestinal. B. Ulkus kolon diameter 1 2 mm. C. Ulkus kolon (pewarnaan hematoksilin eosin, Perbesaran20x)8

Gbr. 4 D. Inflamasi usus dan invasi Trofozoit enta muba histolytica (pewarnaan hematoksislin eosin, perbesaran 40x)

5. Jenis diare dan penyebabnya Sekretori Escherichia Vibrio Clostridium Sitotoksik coli Rotavirus cholerae Norwalk Osmotik Lactose agent Sorbitol Disentri Shigella Salmonella Campylobacter Aeromonas Clostridium Yersinia difficile fetus

difficile Cryptosporidium

Clostridium perfringens Escherichia coil Aeromonas hydrophila aureus

Staphylococcus

enterocolltica

Vibrio parahaemolyticus Bacillus Shigeila Salmonella Yersinia enterocoiltica cereus

Entamuba histolytica

Giardia lambila

a. Shigella Ada empat spesies Shigella, yaitu Shigella flexneri, Shigella dysentriae, Shigella boydii dan Shigella sonnei. Pada umumnya S. flexneri, S.Boydii dan S. dysentriae paling banyak ditemukan di negara berkembang seperti Indonesia. Sebaliknya S. sonnei paling sering ditemukan dan S. dysentriae paling sedikit ditemukan di negara maju.

Shigella, penyebab diare disentri yang paling sering pada anak usia 6 bulan sampai 10 tahun di Amerika Serikat dan negara berkembang. Shigella tahan terhadap keasaman lambung dan membutuhkan inokulum yang kecil untuk menyebabkan diare sehingga mudah ditularkan ke orang lain. Penularan terjadi dalam kondisi banyak orang berkumpul dalam satu tempat seperti di penitipan anak, panti asuhan atau tempat penampungan. Rendahnya sanitasi, pasokan air yang buruk, dan fasilitas yang pipa tidak dapat memberi sumbanagan terhadap peningkatan risiko infeksi. Shigella menginvasi dan berproliferasi di dalam epitel kolon. Kemudian

menghasilkan suatu toksin dengan efek sekretori dan sitotoksik dan menyebabkan ulkus sehingga tinja mengandung lendir dan darah, secara mikroskopis ditemukan leukosit dan sel-sel darah merah.

b. Salmonella Salmonella merupakan penyebab diare bakterial tersering pada anak dibawah lima tahun. Salmonella sering menjadi penyebab diare nosokomial bersama C difficile dan lebih sering mengenai pasien imunodefisiensi dengan gejala klinis yang dapat membahayakan jiwa serta bersifat sering kambuh. Pemberian antimikroba tidak efektif untuk tatalaksana Salmonella bahkan dapat memperlambat pengeluaran bakteri dari usus. Sehingga pengobatan primer adalah penggantian cairan. Tetapi beberapa penulis tetap menganjurkan pemberian antibiotik terutama pada pasien dengan imunodefisiensi seperti bayi, anak penderita limfoma, leukemia yang rentan terhadap Salmonellosis akut terjadinya biasanya akibat dari bakteremia. konsumsi daging
9

yang

terkontaminasi, susu, atau produk unggas. Karena infeksi Salmonella biasanya membutuhkan sebuah inokulum yang relatif besar, jarang disebabkan penularan dari orang-ke-orang. Salmonella dapat bertahan dalam pengeringan dan di Amerika Serikat sering ditularkan melalui makanan jadi dalam bentuk kering atau setelah diproses. Salmonella juga dapat ditularkan melalui telur yang belum pecah dan dapat menyebar dari wilayah geografis yang jauh melalui buah-buahan dan sayuran import. Salmonella terutama non tifosa menyerang ileum distal dan menghasilkan toksik serta inflamasi usus. Masa inkubasi yaitu 24 sampai 36 jam

kemudian muncul gejala klinis diare 2 sampai 3 hari bisa disertai darah di tinja dengan demam, muntah dan nyeri perut.

c. Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157) EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC noninvasif tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.9

Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit.
9

Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (<150 x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.

HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS. Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan vaskuler.

1. Alat dan Bahan a. ALAT 1) Pinset 2) Incubator 3) Lampu Bunsen 4) Lidi Kapas 5) Kertas Label

b. BAHAN 1) Carry and Blair 2) Salmonella Shigella Agar (SSA) 3) TCBS Agar 4) Mac Conkey Agar 5) Sampel Rectal Swab

2. Cara Kerja a. Pengambilan Spesimen 1) Disuruh orang yang hendak diambil swabnya bersimpuh dan menungging diatas tempat tidur 2) Dibuka lubang anus dengan tangan kiri petugas pengambil swab 3) Dimasukkan lidi kapas steril dengan tangan kanan dengan memutar sampai 2-3 cm ke dalam lubang anus 4) Ditarik keluar lidi kapas sambil tetap diputar 5) Dimasukkan lidi kapas kedalam media carry and blair sampai terbenam pada media 6) Ditutup botol dengan rapat. Apabila lidi/tangkainya terlalu panjang dipotong sehingga botol dapat ditutup dengan baik 7) Diberi label 8) Diperiksa specimen di laboratorium

b. Cara Pemeriksaan 1) Disiapkan media media: SS agar, TCBS, Mac Conkey Agar 2) Diberi Label 3) Dihidupkan lampu Bunsen (dikerjakan dekam api bunsen)

4) Diambil lidi kapas dari dalam botol carry and blair dengan pinset 5) Digoreskan pada masing masing media (dibuat empat macam goresan) 6) Ditutup plate media 7) Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C 8) Diamati dan diidentifikasi koloni yang tumbuh pada media

3. Data Hasil Praktikum a. Pada media Mac Conkey Agar

Ciri cirri koloni : Kecil sedang, bulat cembung, rata, lengket, rose agak buram b. Pada Media TCBS Agar

Ciri-ciri koloni: tidak berwarna, bulat, kecil, permukaan rata

c. Pada media SS Agar

Ciri- cirri koloni : kecil, bulat datar, jernih, rose.

4. Pembahasan Pada praktikum pemeriksaan rectal swab digunkan carry and blair sebagai media transport dan media selektif seperti Mac Conkey Agar, TCBS Agar dan SS Agar. Pada pengamatan koloni setelah diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C didapatkan hasil sebagai berikut: a. Pada media Mac Conkey Agar Ciri cirri koloni : kecil sedang, bulat agak cembung, rata, lengket, rose, buram b. Pada media TCBS Agar Ciri-ciri koloni : tidak berwarna, bulat, kecil, permukaan rata c. Pada media SS Agar Cirri-ciri koloni: kecil, bulat datar, jernih, rose. Sedangkan menurut Soemarno(2000), koloni-koloni yang tumbuh pada media selektif tersebut sebagai berikut: a. Pada Media Mac Conkey Agar 1) Untuk Salmonella (+) Ciri-ciri koloni : tidak berwarna, jernih, keeping, sedang bulat,smooth 2) Untuk Shigella (+) Cirri-ciri koloni: kecil sedang, tidak berwarna. Keeping dan smooth

3) Untuk Vibrio (+) Ciri-ciri koloni: koloni kecil kecil, sedikit cembung, tidak berwarna atau merah muda, smooth 4) Untuk E.Coli Koloni berwarna merah bata

b. Pada Media TCBS Agar 1) Untuk Salmonella Koloni : tidak tumbuh 2) Untuk Shigella Koloni:tidak tumbuh 3) Untuk Vibrio Koloni : ukuran sedang-besar, berwarna kuning, jernih, smooth, keeping, tepinya tipis, dilingkari oleh zone yang berwarna kuning. Ada koloninya yang berwarna hijau.

c. Pada Media Salmonela Shigella Agar 1) Untuk Salmonella Koloni: tidak berwarna, kecil ,smooth 2) Untuk Shigella Koloni : kecil, tidak berwarna, jernih, keping dan smooth 3) Untuk vibrio Koloni : tidak tumbuh Apabila hasil praktikum dibandingkan dengan sumber, diketahui bahwa apabila dilihat dari cirri koloni, koloni yng tumbuh pada Mac Conkey Agar adalah koloni vibrio, pada media TCBS Agar negative dan pada SS Agar dapat diduga adanya Salmonella da Shigella. Namun untuk pemeriksaan lebih akurat dan pasti harus dilakukan tes-tes selanjutnya seperti uji antisera, uji biokimia, dan uji gula-gula. Penentuan spesies tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat cirri-ciri koloni yang tumbuh(identifikasi koloni) Digunakan media transport carry and blair dalam pemeriksaan bertujuan untuk mengirim sampel apabila laboratorium berjarak jauh dengan tempat pengambilan sampel. Selain itu pada media carry and blair bakteri yang ada di

dalam specimen tidak mati dan tidak berkembangbiak. Sehingga kondisi bakteri tidak berubah. Digunakannya media selektif seperti Mac Conkey Agar, TCBS Agar dan SS Agar karena media ini spesifik ditumbuhi bakteri-bakteri tertentu saja seperti Mac Conkey hanya ditumbuhi oleh bakteri gram negative basil, bakteri vibrio dmiliki media khusus yaitu SS Agarapat tumbuh dalam Mac Conkey karena merupakan gram negative batang sedangkan untuk Salmonella dan Shigella memiliki media khusus yaitu SS Agar. Pada TCBS semua spesies vibrio dari berbagai strain memfermentasi sukrosa sehingga apabila ditemukan warna kuning pada koloni atau sekitar koloni diduga positif vibrio. Pada praktikum TCBS tetap berwarna hijau sehingga inkubasi dilanjutkan.Titik hitam ditengah koloni merupakan khas dari bakteri salmonella untuk membedakannya dari Shigella pada media SS Agar. Untuk hasil identifikasi yang baik harus didukung oleh teknik pengambilan sampel yang baik dan teknik goresan media yang baik agar didapat single koloni dan tidak bertumpuk sehingga memudahkan pengidentifikasian.teknik pengambilan sampel rectal swab harus dilakukan sesuai dengan proseur yang ada agar hasil rectal swab dapat mencerminkan keadaan sebenarnya pada sluran pencernaan

B. PEMERIKSAAN DARAH FECES DAN URINE 1. Pemeriksaan Spesimen urine Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen urine, adapun tujuan dari pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mendeteksi : a. Bilirubin Pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi penyakit obstruksi saluran empedu, penyakit hepar, kanker hepar. Cara pemeriksaan: Gunakan Ictotet, teteskan urin 5 tetes, masukkan tablet dan tambahkan 2 tetes air, hasil positif jika warna biru atau ungu, dan bila merah berarti hasilnya negatif. b. Asam urat

Pemeriksaan asam urat bertujuan untuk mendeteksi berbagai kelainan penyakit ginjal, eklamsia, keracunan timah hitam, leukemia dengan diet tinggi purin, kolitis dan ulserativa. c. Pemeriksaan lain Seperti urobilinogen untuk menentukan kadar kerusakan hepar, penyakit hemolitik dan infeksi berat. Pemeriksaan urinalisis seperti berat jenis urin, kadar glukosa, keton dan lain-lain. Pemeriksaan kadar protein dalam urin untuk menentukan kadar kerusakan glomerulus.

Klasifikasi pemeriksaan Urine: 1. Urine bersih (clean voided urine specimen) Urin bersih diperlukan untuk pemeriksaan urinalisa rutin. Untuk pemeriksaan urinalisa rutin diperlukan: a. Urin bersih, biasanya urin pertama pagi hari karena urin pertama cenderung konsentrasinya lebih tinggi, jumlah lebih banyak, dan memiliki pH lebih rendah. b. Jumlah minimal 10mL c. Tidak ada cara pengambilan khusus, klien dapat melakukannya sendiri, dengan menampung urin pada wadah yang disediakan, kecuali klien yang lemah, mungkin memerlukan bantuan. d. Spesimen harus bebas dari feses e. Diperlukan urin segar (pengambilan kurang dari 1 jam), bila tidak dapat diperiksa dengan segera, urin harus dimasukan dalam lemari es. Bila urin berada dalam suhu ruangan untuk periode waktu lama maka kristal urin dan sel darah merah akan lisis/hancur serta berubah menjadi alkalin.

Langkah-langkah: a. Sebelum berkemih klien meminum segelas cairan 30 menit sebelum prosedur dilakukan. b. Klien berkemih ke dalam wadah urine yang bersih, urinal, atau pispotsebanyak 120 ml. c. Setelah spesimen dikumpulkan, perawat memasang tutup dengan ketat pada wadah spesimen. d. Bersihkan setiap urin yang mengenai bagian luar wadah.

e. Meletakan wadah di dalam kantung plastik f. Kirim spesimen yang sudah diberi label ke laboratorium

2. Urine tengah (clean-catch or midstream urin specimen) Urin tengah merupakan cara pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Sekalipun ada kemungkinan kontaminasi dari bakteri di permukaan kulit, namun pengambilan dengan menggunakan kateter lebih berisiko menyebabkan infeksi. Perlu mekanisme khusus agar spesimen yang didapat tidak terkontaminasi. Prosedur Pengambilan sampel urin mid stream pada anak perempuan: Untuk sampel yang terpercaya, urin sebaiknya berada di kandung kemih paling lama 4 jam. Jangan membuka wadah penampung spesimen. Perawat menerima kontainer dan tabung vakum untuk tempat sampel urin yang akan diperiksa di lab.

Cuci tangan dan gunakan sarung tangan. Tidak lupa sebelumnya jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada orang tua dan untuk anak yang sudah mulai mengerti

Regangkan/buka labia menggunakan jari

Bersihkan area luar genital dengan air mengalir

Keringkan menggunakan tisu/handuk dari arah depan ke belakang

Buka tutup wadah/kontainer penampung urin. Biarkan anak BAK di toilet

Pindahkan kontainer untuk menampung urin tengah (mid stream urine) dan isi sekitar 2/3 kontainer. Hindari menyentuh area dalam kontainer

Pindahkan kontainer dan biarkan anak mengakhiri BAK-nya secara normal di toilet

Tutup kontainer. Buka label yang terdapat pada tutupnya. Jangan menyentuh jarum yang terdapat pada tutup kontainer. Pada permukaan datar dan keras, tekan setiap tabung dengan bagian penutupnya (stopper) terlebih dulu ke jarum hingga urin masuk ke dalam tabung. Isi setiap tabung yang telah disediakan.

Kocok tabung ke atas dan ke bawah sebanyak 6 kali. Kemudian bawa segera ke laboratorium untuk diperiksa

Untuk anak laki-laki: a. Pegang penis dengan satu tangan dan bersihkan ujung penis dengan gerakan memutar dari arah tengah keluar dan menggunakan swab antiseptik b. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan dengan bola kapas c. Setelah klien mulai mengeluarkan aliran urin, letakan wadah pengumpul di bawah aliran urin dan kumpulkan 30 60 ml

11. catat tanggal pengambilan dan beri label. Contoh label yang harus diisi:

12. buka sarung tangan 13. cuci tangan

3. Urine tampung (timed urin specimen/waktu tertentu) Beberapa pemeriksaan urin memerlukan seluruh produksi urin yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu, rentangnya berkisar 1-2 jam 24 jam. Urin tampung ini biasanya disimpan di lemari pendingin atau diberi preservatif (zat aktif tertentu) yang mencegah pertumbuhan bakteri atau mencegah

perubahan/kerusakan struktur urin. Biasanya urin ditampung di tempat kecil lalu dipindahkan segera ke penampungan yang lebih besar. Adapun tujuan pemeriksaan yang menggunakan urin tampung adalah: a. Mengkaji kemampuan ginjal mengkonsentrasikan dan mendilusi urin b. Menentukan penyakit gangguan metabolisme glukosa c. Menentukan kadar sesuatu dalam urin (misal: albumin, amilase, kreatinin, hormone tertentu) Hal yang perlu dilakukan perawat: a. Beri wadah yang telah disiapkan oleh pihak laboratorium b. Jelaskan metodenya c. Catat jam awal dan jam akhir menampung urin

4. Spesimen Urine Acak Spesimen urin rutin yang diambil secara acak dapat dikumpil kan dari urin klien saat berkemih secara alami atau dari kateter foley atau kantong pengumpul urin yang mengalami diversi urinarius. Spesimen harus bersih digunakan pada pemeriksaan urinalisis. Anjurkan klien untuk minum 30 menit sebelum prosedur dilakukan,dan hanya 120 mL urin yang dibutuhkan untuk pemeriksaan yang akurat. Setelah spesimen dikumpilkan ,perawat m,emasang tutup dengan ketat padsa wadah spesimen,membersihkan setiap urin yang keluar mengenai bagian wadah,meletakan wadah pada kantong plastik,dan kirim spesimem yang telah diberi label ke labor.

5. Spesimen Kateter Indwelling Urin steril dapat diperoleh dengan mengambil urin melalui area kateter yang khusus disiapkan untuk pengambilan urin dengan jarum suntik. Klem kateter selama kurang lebih 30 menit jika tidak diperoleh urin pada waktu pengambilan. Untuk kultur urin diperlukan 3 mL, dan 30 mL untuk urinalisa rutin. Untuk kultur urin, hati-hati dalam pengambilan agar tidak terkontaminasi Prosedur yang dilakukan: a. Komunikasikan dengan ibu untuk mendapatkan persetujuan b. Persiapkan alat c. Periksa selang untuk memeriksa adanya pengeluaran urin segar, jika tidak ada, pasang klem d bawah port, dan tunggu beberapa saat sampai urin terkumpul. d. Cuci tangan dan pakai sarung tangan e. Swab daerah pengeluaran dengan kapas alkohol f. Tusuk jarum k port karet, sedot sejumlah urin yang d perlukan, masukkan ke wadah spesimen. g. Gosok port selama 30 detik dengan kapas alkohol h. Buka klem i. Beri label pada wadah spesimen j. Lakukan pendokumentasian

Hal yang perlu di Inspeksi adalah warna, kejernihan, dan bau urine. a. Warna. Warna urin normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan sampai kuning-cokelat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan urin. Perdarahan dari ginjal atauureter menyebabkan warna urin menjadi gelap; perdarahan dari kandung kemih atau uretramenyebabkan warna urin menjadi merah terang. b. Kejernihan. Urin yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Urin yang

barudikeluarkan oleh klien yang menderita penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusaakibat tingginya konsentrasi protein. Urin juga akan tampak pekat dan keruh akibat adanyabakteri. c. Bau. Urin memiliki bau yang khusus. Semakinpekat warna urin, semakin kuat baunya

2. Pemeriksaan Spesimen Feses Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen feses bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman, seperti kelompok salmonela, sigela, E. Coli, dan stafilokokus. Pemeriksaan feses dilakukan untuk: a. Melihat ada tidaknya darah. Pemeriksaan ini mudah dilakukan baik oleh perawat atau klien sendiri. Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes Guaiac. b. Analisa produk diet dan sekresi saluran cerna. Bila feses mengandung banyak lemak (disebut: steatorrhea), kemungkinan ada masalah dalam penyerapan lemak di usus halus. Bila ditemukan kadar empedu rendah, kemungkinan terjadi obstruksi pada hati dan kandung empedu. c. Mendeteksi telur cacing dan parasit. Untuk pemeriksaan ini dilakukan tiga hari berturut-turut. d. Mendeteksi virus dan bakteri. Untuk pemeriksaan ini diperlukan jumlah feses sedikit untuk dikultur. Pengambilan perlu hati-hati agar tidak terkontaminasi. Pada lembar pengantar perlu dituliskan antibiotik yang telah dikonsumsi.

Sebelum pengambilan spesimen, perawat perlu mengingatkan klien akan hal-hal berikut: a. Defekasi pada bedpan yang bersih b. Bila memungkinkan, spesimen tidak terkontaminasi dengan urin atau darah menstruasi c. Jangan meletakan tisue pembersih pada bedpan setelah defekasi karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan Dalam pengambilan spesimen gunakan sarung tangan bersih, jumlah feses tergantung pemeriksaan, umumnya 2,5 cm untuk feses padat atau 15-30 mL untuk cair. Untuk kultur, gunakan swab yang steril, lalu dimasukkan dalam kantung steril. Segera kirim spesimen ke lab untuk segera diperiksa. Alat dan bahan a. sarung tangan b. 10 % formalin kontainer c. spatel steril d. penampung feses (kontainer PVA) e. pispot (toilet hat) f. 2 label dengan rincian: nama anak, tanggal lahir, dan tanggal serta waktu pengambilan spesimen g. Plastic bag Untuk diperhatikan: cairan yang ada di dalam botol untuk penyimpanan spesimen feses adalah bahan beracun dan harus disimpan jauh dari jangkauan anak-anak

Prosedur a. Bayi (infant): segera setelah bayi BAB, ambil spesimen feses dari popoknya b. Toddler: jika anak toddler sudah dapat melakukan toilet training, kumpulkan fesesnya dari kursi toilet (potty chair). Jangan biarkan urin bercampur dengan spesimen feses. Anjurkan anak BAK terlebih dahulu untuk mengosongkan kandung kemihnya. Jika anak tidak terlatih untuk BAB/BAK di toilet, kumpulkan feses dari popoknya atau celana latihan (training pants) yang digunakannya

c. Older child: Ketika anak sudah siap untuk memiliki gerakan usus, letakkan "toilet hat untuk mengumpulkan feses. Angkat toilet duduk, letakkan "toilet hat" lebih rendah kursi. Jangan biarkan urin ke kontak spesimen. Jangan mengumpulkan spesimen dari mangkuk toilet.

Langkah-langkah 1. cuci tangan 2. gunakan sarung tangan 3. jelaskan prosedur yang akan dilakukan 4. tampung bahan dengan menggunakan spatel steril 5. tempatkan ke dalam wadah steril dan ditutup rapat 6. feses jangan tercampur dengan urin

7. banyak anak-anak dengan diare, terutama anak-anak usia muda, tidak selalu dapat memberitahukan orang tua sebelumnya kapan mereka ingin BAB. Jadi tutup plastik berbentuk topi digunakan untuk mengumpulkan spesimen feses. Perangkat ini dapat dengan cepat ditempatkan di atas mangkuk toilet, atau di bawah bokong anak, untuk mengumpulkan sampel. Menggunakan perangkat penangkapan dapat mencegah kontaminasi feses dengan air dan kotoran. Cara lain untuk mengumpulkan sampel feses adalah menggunakan tempat bungkus plastik di atas kursi toilet. Kemudian tempatkan sampel feses dalam kontainer yang telah disediakan sebelum membawanya ke laboratorium. Anak tidak harus buang air kecil ke dalam wadah dan, jika mungkin, harus mengosongkan kandung kemihnya sebelum buang air besar sehingga sampel feses tidak diencerkan oleh urin. Untuk hasil terbaik, feses harus berada dalam suhu ruangan dan segera dibawa ke laboratorium maksimal 48 jam setelah sampel diambil.

8. jangan berikan barium atau minyak mineral yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri 9. catat tanggal pengambilan dan identitas klien, beri label pada wadah 10. buka sarung tangan 11. cuci tangan

C. Persiapan Pasien Operasi Persiapan pasien prabedah mencakup persiapan psikologis maupun fisiologis. Perawatan prabedah melibatkan banyak komponen, dan dapat dilakukan sehari sebelum operasi di rumah sakit, atau selama seminggu sebelum operasi secara rawat jalan. Pasien yang secara psikologis dan fisiologis telah dipersiapkan untuk pembedahan cenderung memiliki hasil bedah yang lebih baik. Diskusi bersama pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien untuk mendapatkan informasi mengenai

pengalaman bedah, yang pada akhirnya nanti dapat mengurangi sebagian besar rasa takutnya. Pasien yang lebih luas pengetahuannya tentang harapan setelah operasi, dan yang memiliki kesempatan untuk mengekspresikan tujuan dan pendapat mereka, biasanya dapat mengatasi rasa nyeri pasca operasi dan penurunan mobilitas dengan lebih baik.

1. Persiapan Psikologis Persiapan mental merupakan hal yang penting dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Kecemasan merupakan reaksi normal yang dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan penerangan yang cukup. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan atau ketakutan antara lain; sulit tidur dan tekanan darah meningkat (pada pasien hipertensi) dan menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda (pada wanita). Berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain : Takut nyeri setelah pembedahan (body image), takut keganasan, takut cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain, takut ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas, dan takut operasi gagal.

Gambar. Komunikasi dokter-pasien sebagai persiapan psikologis pasien prabedah

Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga orang terdekat pasien. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga dapat mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan dengan kata-kata yang menenangkan hati dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi. Peranan dokter dan dibantu perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dijalani sebelum operasi, memberikan informasi tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami selama proses operasi, dan menunjukkan tempat kamar operasi. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas, misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan pasien akan dapat diturunkan. Untuk menimbulkan kenyamanan lagi, dokter memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dokter juga dapat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan halhal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

2. Persiapan Fisiologis Persiapan fisiologis terdiri dari riwayat medis yang lengkap dan pemeriksaan fisik, termasuk latar belakang pasien bedah dan anestesi. Bagian dari persiapan yaitu

meliputi penilaian terhadap faktor risiko yang dapat mengganggu penyembuhan, seperti kekurangan gizi, penggunaan steroid, radiasi atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau alkohol, atau penyakit metabolik seperti diabetes. Pasien juga harus menyediakan daftar semua obat, vitamin, dan suplemen herbal atau makanan yang ia gunakan.

3. Riwayat Kesehatan Riwayat pemeriksaan ini sangatlah penting dilakukan. Data yang kita perlukan dapat kita dapatkan dari melakukan anamnesa terhadap pasien tersebut. Dokter juga perlu menanyakan kemungkinan penyakit sistemik atau penyakit tertentu yang diderita pasien karena data ini sangat berharga untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki resiko menularkan penyakit dan infirmasi riwayat kesehatan ini juga berguna untuk mengetahui apakah perlu dilakukna modifikasi perawatan.Pada riwayat kesahatann ini paling tidak meliputi kesehatan umum pasien, rasa sakit yang ada, obat-obatan yang sedang dikonsumsi, alergi dan riwayat tindakn medis sebelumnya.

4. Konsultasi Medis Konsultasi medis meliputi, konsultasi bedah, konsultasi anestesi, konsultasi dengan sejawat anestesi dan spesialis lain, konsultasi untuk mendapat dan memberi informasi tambahan, konsultasi untuk dapat menghilangkan kecemasan dan ketakutan pasien, dan konsultasi untuk mempertimbangkan apakah pasien perlu melakukan pemeriksaan tambahan. Konsultasi yang saling berkaitan ini bertujuan untuk mempersiapkan pasien untuk tindakan pembedahan agar tidak menimbulkan komplikasi atau kecelakaan saat pembedahan, dan dapat membantu untuk mempermudah dalam pengelolaan pasca operasinya.

5. Puasa Penderita yang akan dipersiapkan operasi dengan pembiusan umum membutuhkan puasa beberapa jam sebelum operasi dijalankan. Lamanya puasa berkisar antara 6 sampai 8 jam sebelum operasi dilakukan. Tujuan dari puasa ini adalah untuk pengosongan lambung dan kolon agar terhindar dari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) atau reflek muntah di saat penderita tidak sadar, dan untuk menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan

terjadinya infeksi pasca pembedahan. Pada pembiusan lokal masalah ini bisa diabaikan.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 1. Rectal Swab merupakan apusan yang dilakukan pada daerah rectum (2 3 cm diatas lubang anus). Kuman-kuman pathogen penyebab gastroenteritis dapat diisolasi dari swab rectum. Kuman-kuman yang ditemukan dari swab rectum juga terdapat dalam saluran pencernaan. 2. Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang menggunakan bahan atau spesimen urine, adapun tujuan dari pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mendeteksi : a. Bilirubin b. Asam urat c. Pemeriksaan lain (pemeriksaan kadar protein dan glukosa dalam urine) 3. Pemeriksaan dengan menggunakan spesimen feses bertujuan untuk mendeteksi adanya kuman, seperti kelompok salmonela, sigela, E. Coli, dan stafilokokus. 4. Persiapan pasien prabedah mencakup persiapan psikologis maupun fisiologis. Perawatan prabedah melibatkan banyak komponen, dan dapat dilakukan sehari sebelum operasi di rumah sakit, atau selama seminggu sebelum operasi secara rawat jalan. Persiapan tersebut meliputi: a. Persiapan Psikologis b. Persiapan Fisiologis c. Riwayat Kesehatan d. Konsultasi Medis e. Puasa

DAFTAR PUSTAKA Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Yogjakarta: Gosyen Publising

Soemarno.2000.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik.Jogjakarta:Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Birnawan, I Made.2010.Pembuatan Goresan Kultur.Denpasar:Balai Laboratorium Kesehatan Denpasar

Mastra,Nyoman.dkk.2010.Pedoman Praktikum Bakteriologi Semestes III.Denpasar: Sekretariat Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes

Betz, C. L. & Sowden, L. A. (2009). Buku saku keperawatan pediatri, edisi kelima. (Alih bahasa: Eny, M.). Jakarta: EGC

Hidayat, A. A. (2007). Buku saku praktikum keperawatan anak. Jakarta: EGC. Kuntaman. Pengambilan dan Penyimpanan Spesimen. Style Sheet.

http://www.fk.unair.ac.id/pdfiles/Spesimen_Managemen_2007.pdf (03 April 2011)

Archer W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery 5th ed. W.B. Saunders.

Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah: Persiapan Prabedah. Jakarta: EGC.

Sabiston, DC. 1994. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.

You might also like