You are on page 1of 58

BAB I STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Agama Jenis Kelamin Alamat Tanggal Masuk : Tn.D : 41 tahun : TNI AD : Islam : Laki-laki : ASR KODIM 0609 Cimahi : 11 Agustus 2010

II.

ANAMNESIS (Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 12 Agustus 2010 pukul 13.00 WIB) Keluhan utama Keluhan tambahan : nyeri pada perut kanan atas : mata dan kulit kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK seperti teh, BAB pucat Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 bulan yang lalu. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu hati lalu menjalar ke perut kanan atas yang berlangsung + jam, nyeri dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul. Selanjutya keluhan sakit perut kanan atas hanya muncul setelah aktivitas berat, sebanyak 3 4 x/minggu, dengan intensitas nyeri sedang. Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK seperti teh, dan BAB pucat. Pasien tidak mengeluh adanya demam.

[Type text]

Page 1

Presentasi Kasus Choledocolithiasis2

Satu tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2009, pasien mengalami keluhan serupa, pasien lalu berobat ke RS Dustira, Cimahi.Dilakukan USG dengan hasil ditemukan adanya batu empedu. Pasien disarankan untuk operasi tetapi pasien menolak dan lebih memilih melakukan pengobatan alternatif.Setelah mendapat pengobatan alternatif, pasien merasakan adanya perbaikan keadaan. Beberapa bulan yang lalu, pasien kembali mengalami nyeri perut kanan atas. Pasien lalu kembali berobat ke RS Dustira dan dilakukan USG dengan hasil ditemukannya batu empedu. Pasien lalu dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit jantung Riwayat penyakit HT Riwayat penyakit DM Riwayat penyakit ginjal Riwayat alergi obat Riwayat operasi Riwayat kecelakaan : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : appendektomi, 10 tahun yang lalu : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit jantung Riwayat penyakit HT Riwayat penyakit DM Riwayat penyakit ginjal Riwayat alergi obat Kehidupan Sosial : Kebiasaan : diet tinggi lemak : disangkal : disangkal : diakui pada ayah : disangkal : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK (Pada tanggal 12 Agustus 2010)


Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 2

Presentasi Kasus Choledocolithiasis3

Keadaan umum Kesadaran BB TB Tanda-tanda Vital Tekanan darah

: Tampak sakit sedang : Compos Mentis : 59 kg : 163 cm : : 110/70 mmHg : 84x/menit, teraba kuat, isi cukup, regular : 20 x/menit, reguler, laju napas cukup, abdominotorakal : 36,5C

Frekuensi Nadi Pernapasan Suhu

Status Generalis Kepala Kulit Wajah Mata Hidung Telinga Mulut & gigi Tenggorokan Leher KGB Toraks Paru Inspeksi : Normocephal, rambut berwarna hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut. : Ikterik (+) : Simetris, ekspresi wajar : Palpebra tidak oedem -/-, pupil bulat isokor +/+, conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+ : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, secret tidak ada : Bentuk normal, simetris, liang telinga lapang, serumen tidak ada, pendengaran baik : Bentuk normal, tidak sianosis, lidah tidak kotor : Tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis : Bentuk normal, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, dan supraclavicularis : Tidak teraba membesar : Bentuk normochest, dinding thorak tampak simetris, tidak ada retraksi : : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 3

Presentasi Kasus Choledocolithiasis4

Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung & PD Inspeksi Palpasi Auskultasi Abdomen Genitalia Ekstremitas

: Tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, fremitus vokal simetris : Sonor pada seluruh lapang paru : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, Rhonki -/: : Iktus kordis tidak tampak. : Iktus kordisteraba pada ICS V garis midclavicularis sinistra : Bunyi jantung I-II Reguler +/+, murmur dan gallop : Lihat status lokalis : Bentuk normal, testis kanan dan kiri ada : Akral hangat, edema (-)

Status Lokalis Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : : Tampak datar, simetris : BU (+) 8x / menit : Nyeri tekan (+) pada daerah epigastrium dan hipokondrium kanan, nyeri lepas (-), Murphy sign (-), hepar dan lien tidak teraba, massa (-). Perkusi : Nyeri ketok (-), timpani diseluruh regio abdomen

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (Pada tanggal 12 Agustus 2010 pukul 07.43.15 WIB) Hematologi Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

13,0 40 4,7 6400 435000* 86

(13-18 g/dl) (40-52 %) (4,3- 6,0juta /L) (4800-10800 /L) (150000-400000 /L) (80-96 fl)

Page 4

Presentasi Kasus Choledocolithiasis5

MCH MCHC Hitung Jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Kimia Darah Protein Total Albumin Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect Alkali Fosfatase (pria) SGPT (ALT) SGOT (AST) Gama GT Ureum Kreatinin Asam Urat Natrium Kalium Klorida Glukosa Puasa Glukosa 2 Jam PP Urinalisa Urin Lengkap Protein Glukosa
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

28 32 0 2 1* 62 33 2

(27-32 pg) (32-36 g/dl) (0-1 %) (1-3 %) (2-6 %) (50-70 %) (20-40 %) (2-8 %)

5,9* 3,7 2,2* 10,2* 6,2* 4,0* 248* 22 36 272* 25 0,5 2,4* 146* 5,1 112* 104* 105

(6-8,5 g/dl) (3,5-5,0 g/dl) (2,5-3,5 g/dl) (< 1,5 mg/dl) (< 0,3 mg/dl) (< 1,1 mg/dl) (< 128 U/L) (< 40 U/L) (< 35 U/L) (< 55 U/L) (20-50mg/dl) (0,5-1,5mg/dl) (3,5-7,4 mg/dl) (135-145 mEq/L) (3,5-5,3 mEq/L) (97-107 mEq/L) (70-100 mg/dl) (<140 mg/dl)

- / NEGATIF - / NEGATIF

(negatif) (negatif)
Page 5

Presentasi Kasus Choledocolithiasis6

Bilirubin Eritrosit Leukosit Torak Kristal Epitel Lain-lain USG Abdomen Tanggal 30 / 7 / 2010 Kesimpulan : -

+ / POS* 1-0-1 2-1-2 - / NEGATIF - / NEGATIF + / POS - / NEGATIF

(negatif) (< 2 / LPB) (< 5 / LPB) (negatif) (negatif) (positif) (negatif)

Hepar ukuran normal, tekstur parenkim homogeny isoechoic normal, kontur normal, kapsul tidak menebal, tidak tampak massa solid maupun kistik. Vena hepatica tidak melebar. Tidak tampak pelebaran system bilier intra hepatic, system biliar extra hepatic tidak melebar. Vena porta dalam batas normal. Tidak tampak koleksi cairan di Morrison Pouch

Kandung empedu besar normal, dinding menebal, sludge (-), tampak batu multiple ukuran 1,3cm & 1,2cm.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 6

Presentasi Kasus Choledocolithiasis7

Tanggal 10/8/2010 Kesimpulan : Tampak batu-batu di dalam gallbladder Tampak pelebaran duktus biliaris (duktus hepatikus komunis, CBD), makin ke distal makin lebar sampai dengan muara CBD tampak menyempit. Duktus pankreatikus tidak melebar, tidak tampak adanya massa tumor yang jelas di caput pankreas.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 7

Presentasi Kasus Choledocolithiasis8

MRI / MRCP Tanggal 19/8/2010 Hasil : Hepar : kedua lobus tidak membesar, intensitas parenkim hepar normal, homogen, vena porta serta vaskularisasi hepar normal, tidak tampak nodul patologis, tampak dilatasi duktus hepatikus kanan-kiri. Pancreas : kontur kaput, corpus serta kauda pancreas normal, duktus normal, SOL (-).

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 8

Presentasi Kasus Choledocolithiasis9

Kandung empedu : ukuran membesar, dinding tipis regular, tampak batu dengan diameter 1 cm di lumen kandung empedu. Limpa : ukuran normal, intensitas signal normal, homogen. Vena lienalis tidak melebar, kelenjar supra renal kanan-kiri normal, tidak membesar.

Ginjal : ukuran kedua ginjal normal, korteks serta pelviokalises normal, batu (-), kista simple kecil dengan diameter 3 mm di korteks pole bawah ginjal kanan.

Gaster : kontur serta caliber serta mukosa gaster dbn. Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta. MRCP : tampak caliber lumen kandung empedu membesar dengan batu diameter 1 cm intralumen. Tampak 2 buah batu besar lamellar dengan diameter 1,2 cm dan 1,3 cm disertai batu kecil multiple di lumen distal CBD menyebabkan dilatasi proksimal lumen CBD, duktus hepatikus komunis, sampai duktus hepatikus kanan-kiri serta duktus sistikus. Caliber lumen duktus pankreatikus normal.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 9

Presentasi Kasus Choledocolithiasis10

V.

RESUME Seorang pria usia 41 tahun datang ke RSGS dengan keluhan sakit di perut kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Sakit diawali dengan nyeri hebat di ulu hati lalu menjalar ke perut kanan atas yang berlangsung + jam, nyeri

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 10

Presentasi Kasus Choledocolithiasis11

dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul. Selanjutya keluhan sakit perut kanan atas hanya muncul setelah aktivitas berat, sebanyak 3 4 kali/minggu, dengan intensitas nyeri sedang. Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di seluruh tubuh, BAK seperti teh, dan BAB pucat. Pasien tidak mengeluh adanya demam. Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan (+) pada daerah hipokondrium kanan. Pada pemeriksaan lab didapat anomali: Trombosit Batang Protein Total Globulin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect Gama GT Asam Urat Natrium Klorida Glukosa Puasa Bilirubin : : : : : : : : : : : : : 435000* 1* 5,9* 2,2* 10,2* 6,2* 4,0* 248* 272* 2,4* 146* 112* 104* + / POS* (150000-400000 /L) (2-6 %) (6-8,5 g/dl) (2,5-3,5 g/dl) (< 1,5 mg/dl) (< 0,3 mg/dl) (< 1,1 mg/dl) (< 128 U/L) (< 55 U/L) (3,5-7,4 mg/dl) (135-145 mEq/L) (97-107 mEq/L) (70-100 mg/dl) (negatif)

Alkali Fosfatase (pria):

VI. Diagnosis Obstruksi jaundice ec. choledocolithiasis

VII. DIAGNOSA BANDING Kolelitiasis Kolesistitis Hepatolitiasis Pancreatitis

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 11

Presentasi Kasus Choledocolithiasis12

VIII. TERAPI Tindakan Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD + choledocoduodenostomy

IX. RENCANA PENATALAKSANAAN Diet rendah lemak IVFD RL 20 gtt/menit Ursodeoksilat o Urdafalk 3x1 tab PCT Ceftriakson 1x2 mg Ranitidin 2x50 mg inj Vit. K inj 3x1 amp Informed consent Konsul Penyakit Dalam Konsul Paru Konsul Jantung Konsul Anestesi Th/ Operatif : LE + cholecystectomy + expl CBD + choledocoduodenostomy

X.

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungsionam Quo ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 12

Presentasi Kasus Choledocolithiasis13

XI. FOLLOW UP Tanggal 18/08/2010 S : Gatal O : TD = 120/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,5C A : Ob. Jaundice ec. susp. Choledocolithiasis P : - MRCP 19/08/2010 - Diet rendah lemak - Vit. K inj 3x1 ampul - Urdafalk 3x1 Tanggal 19/08/2010 S : Gatal O : TD = 110/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,6C A : Ob. Jaundice ec. susp. Choledocolithiasis P : - MRCP hari ini - Lain-lain lanjutkan Tanggal 23/08/2010 S : Gatal O : TD = 110/70 mmHg, N = 84 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,6C A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis P : - Tunggu jadwal operasi - Terapi lainnya lanjutkan Tanggal 24/08/2010 S : Gatal O : TD = 110/70 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,6C A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis P : - Tunggu jadwal operasi
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 13

Presentasi Kasus Choledocolithiasis14

- Terapi lainnya lanjutkan

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 14

Presentasi Kasus Choledocolithiasis15

Tanggal 25/08/2010 Pre Operasi S : Gatal O : TD = 110/70 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,6C - asma (-), HT (-), sesak (-), alergi (-) - Lab : dbn - ECG : dbn - Thorak Ro. AP: dbn A : ASA I acc operasi dengan GA + epidural analgesi P : - Puasa 8 jam - Premedikasi Diazepam 2x10mg tab

Tanggal 26/08/2010 S : Gatal O : TD = 110/80 mmHg, N = 78 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,5C A : Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis P : Pro cholesystectomy + explorasi hari ini Instruksi Post-Operasi (dr. Ponco) Awasi T, N, R, S, kesadaran Puasa sampai BU (+) IVFD = RL : DT = 3 : 1 / hari Balans cairan tiap 24 jam Obat Sulferazon 3x1 g Flagyl drip 3x500 g Profenid supp 3x1 Rantin 3x1 amp Kalnex 3x1 amp Vit K 3x1 amp Hitung produksi drain per 24 jam Jaringan VF di PA
Page 15

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Presentasi Kasus Choledocolithiasis16

Tanggal 27/08/2010 (POP I) S : Nyeri luka post-op O : TD = 120/80 mmHg, N = 72 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,5C, BU (+) lemah A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy P : - Puasa s/d BU + normal - Drain abdomen 100cc/24 jam serohemoragik - Terapi obat teruskan

Tanggal 28/08/2010 S : Nyeri luka operasi, BAB (-), Flatus (-) O : CM, TD = 120/80 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36,5C Abdomen = datar lemas, nyeri tekan di sekitar luka operasi, BU + lemah Output NGT Urine IWL Drain Input IVFD

200cc 2200cc 640cc 15cc 3055

2300cc

2300

Balans = -755 cc Kebutuhan cairan = 2400cc Kalori = 1800 kkal Protein = 120 g A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy P : - IVFD KaenMg 3 + Pan amin G + RL pro balans cairan - Puasa sampai BU normal - Therapi lain teruskan

Tanggal 30/06/2010 S : Nyeri luka op

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 16

Presentasi Kasus Choledocolithiasis17

O : TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/menit, RR = 20 x/menit, Suhu = 36C A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy P : balans (+) 460, urine kuning pekat - Diet : cair susu 6 x 200 (lunak) - Cek bil. Total & bil. Direct Input RL Kaen Mg Pan Amin G Balans = + 460 Guyur RL I labu Dulcolax 2 x 1 supp Drain jangan di aff Inj lanjut Rantin, Vit. K, Kalnex Stop Output Urine

500 1500 500 2500

1500 / 24 jam 1500

Tanggal 31/08/2010 S : Nyeri luka op O : TD= 110/80 mmHg , N= 84 x/ menit , RR= 24x/ menit, Suhu = 37C Drain : minimal Abdomen : dalam batas normal A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy P : - TPN stop - IVFD : 30 gtt/menit - Sulferazon 3x1 g - Flagyl drip 3x500 mg - Rantin 3x1 amp - Profenid supp - Diet lunak

Tanggal 01/09/2010 S : Nyeri luka op O : TD= 110/70 mmHg , N= 88 x/ menit , RR= 24x/ menit, Suhu = 36C,

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 17

Presentasi Kasus Choledocolithiasis18

Abdomen : datar, lembut, BU (+) normal, NT (-), NL (-), DM (-) Luka operasi : kering, pus (-) Drain : 20 cc, serous A : Post op cholesystectomy + exp CBD + choledocoduodenostomy P : - observasi T, N, R, S - IVFD = RL : D5 = 3 : 1 /hari - Flagyl drip stop - rantin 2x1 amp - sulferazone 3x1 g - diet: biasa rendah lemak dan - aff drain hari ini - mobilisasi bertahap - infuse habis stop - obat injeksi ganti oral R/ Cefadroksil 2x500 As Mef 3x500 Urdafalk 3x1 Acc rawat jalan

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 18

Presentasi Kasus Choledocolithiasis19

ANALISA KASUS

Diagnosa Ob. Jaundice ec. Choledocolithiasis ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesa Riwayat penyakit 1 bulan yang lalu, terdapat keluhan nyeri perut kanan atas nyeri dirasakan menjalar ke punggung dan hilang timbul. Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning, gatal di seluruh tubuh. BAK seperti teh BAB pucat. Pasien tidak mengeluh adanya demam.

Faktor resiko Pola makan sering mengkonsumsi makanan berlemak

2. Pemeriksaan Fisik Kulit ikterik (+) Sclera ikterik +/+ Nyeri tekan (+) di abdomen pada regio hipokondrium kanan Murphy sign (-)

3. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium peningkatan kadar bilirubin total dan direk USG Abdomen didapatkan kesan kolelitiasis. MRCP Abdomen didapatkan kesan multiple koledokolitiasis dengan diameter terbesar 1,3 cm dan 1,2 cm di distal lumen CBD menyebabkan obstruksi bilier ekstra dan intra hepatic. Kolelitiasis diameter 1 cm.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 19

Presentasi Kasus Choledocolithiasis20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. IKTERUS OBSTRUKTIF PENDAHULUAN Penimbunan pigmen dalam tubuh menyebabkan warna kuning pada jaringan yang dikenal sebagai jaundice atau ikterus. Jaundice biasanya dapat dideteksi pada sclera (bagian mata yang putih), kulit atau kemih yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/100 ml. Bilirubin serum normal adalah 0,2-0,9 mg/100ml. Jaringan permukaan yang kaya dengan elastin, sepeerti sclera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Jaundice dapat disebabkan oleh gangguan prehepatik (pembentukan bilirubin secara berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh heti), intrehepatik (mengenai sel hati,kanalikuli,atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu diluar hati). Salah satu penyebab gangguan ekstrahepatik adalah batu pada saluran empedu (CBD STONE). Munculnya jaundice pada pasien adalah sebuah kejadian yang dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting, meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik. Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. (1) Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5 1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan bilirubin menjadi
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 20

Presentasi Kasus Choledocolithiasis21

terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan, adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal yang terlihat pada tubuh pasien. (2) Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin. Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam sitoplasma. Enzim uridine diphosphateglucuronyl transferase mengkonjugasikan bilirubin tak-terkonjugasi yang tidak larut dengan asam glukoronat untuk membentuk bentuk terkonjugasi yang larut-air, bilirubin monoglucuronide dan bilirubin diglucuronide. Bilirubin terkonjugasi kemudian secara aktif disekresikan kedalam kanalikulus empedu. Pada ileum terminal dan kolon, bilirubin dirubah menjadi urobilinogen, 10-20% direabsorbsi kedalam sirkulasi portal. Urobilinogen ini diekskresikan kembali kedalam empedu atau diekskresikan oleh ginjal didalam urin. (2) DEFINISI Ikterus (jaundice) didefinisikan sebagai menguningnya warna kulit dan sklera akibat akumulasi pigmen bilirubin dalam darah dan jaringan. Kadar bilirubin harus mencapai 35-40 mmol/l sebelum ikterus menimbulkan manifestasi klinik. (3) Jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. (4) 1. Ikterus Adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di dalam darah dan ikterus sinonim dengan jaundice. 2. Ikterus Fisiologis Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats (2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 21

Presentasi Kasus Choledocolithiasis22

Timbul pada hari kedua ketiga Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg % Ikterus hilang pada 10 hari pertama Tidak mempunyai dasar patologis 3. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia Ikterus patologis/hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut : a. Menurut Surasmi (2003) bila : Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 % pada neonatus cukup bulan Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan sepsis) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah. b. Menurut tarigan (2003), adalah : Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan 15 mg %. 4. Kern Ikterus Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Kern
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta Page 22

Presentasi Kasus Choledocolithiasis23

Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik. ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi. (4) Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. (4) Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris. (4) Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian distal duktus
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 23

Presentasi Kasus Choledocolithiasis24

dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater. (4) Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum. (4) JENIS BILIRUBIN Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. 2. bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. METABOLISME NORMAL BILIRUBIN Bilirubin berasal dari hasil pemecahan hemoglobin oleh sel retikuloendotelial, cincin heme setelah dibebaskan dari besi dan globin diubah menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Biliverdin berubah menjadi bilirubin yang berwarna kuning. Bilirubin ini dikombinasikan dengan albumin membentuk kompleks protein-pigmen dan ditransportasikan ke dalam sel hati. Bentuk bilirubin ini sebagai bilirubin yang belum dikonjugasi atau bilirubin indirek berdasar reaksi diazo dari Van den Berg, tidak larut dalam air dan tidak dikeluarkan melalui urin. Didalam sel inti hati albumin dipisahkan, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukoronik yang larut dalam air dan dikeluarkan ke saluran empedu. Pada reaksi diazo Van den Berg memberikan reaksi langsung sehingga disebut bilirubin direk. (5)

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 24

Presentasi Kasus Choledocolithiasis25

Bilirubin indirek yang berlebihan akibat pemecahan sel darah merah yang terlalu banyak, kekurangmampuan sel hati untuk melakukan konjugasi akibat penyakit hati, terjadinya refluks bilirubin direk dari saluran empedu ke dalam darah karena adanya hambatan aliran empedu menyebabkan tingginya kadar bilirubin didalam darah. Keadaan ini disebut hiperbilirubinemia dengan manifestasi klinis berupa ikterus. (5) ETIOLOGI

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik).Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran.Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 25

Presentasi Kasus Choledocolithiasis26

Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier. Etiologi hiperbilirubin antara lain : 1. Peningkatan produksi Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus dan ABO. Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase) Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta), diol (steroid) Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin indirek meningkat misalnya pada BBLR Kelainan congenital 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine. 3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, toksoplasmasiss, syphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic. 5. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif. KLASIFIKASI Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi pre-hepatik. (1) PATOFISIOLOGI IKTERUS (PENYAKIT KUNING) Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 26

Presentasi Kasus Choledocolithiasis27

yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia. Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasihepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalamair tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia. Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 20 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luasGangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik) 1. Over produksi Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik.Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 27

Presentasi Kasus Choledocolithiasis28

terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap).Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan. 2. Penurunan ambilan hepatic Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obatobatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 3. Penurunan konjugasi hepatic Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II 4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik) Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah.Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 28

Presentasi Kasus Choledocolithiasis29

DIAGNOSIS Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. (5) Anamnesis ditujukan pada riwayat timbulnya ikterus, warna urin dan feses, rasa gatal, keluhan saluran cerna, nyeri perut, nafsu makan berkurang, pekerjaan, adanya kontak dengan pasien ikterus lain, alkoholisme, riwayat transfusi, obat-obatan, suntikan atau tindakan pembedahan. (5) Diagnosa banding jaundice sejalan dengan metabolisme bilirubin (Tabel 1). Penyakit yang menyebabkan jaundice dapat dibagi menjadi penyakit yang menyebabkan jaundice medis seperti peningkatan produksi, menurunnya transpor atau konjugasi hepatosit, atau kegagalan ekskresi bilirubin; dan ada penyakit yang menyebabkan jaundice surgical melalui kegagalan transpor bilirubin kedalam usus. Penyebab umum meningkatnya produksi bilirubin termasuk anemia hemolitik, penyebab dapatan hemolisis termasuk sepsis, luka bakar, dan reaksi transfusi. Ambilan dan konjugasi bilirubin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan, sepsis dan akibat hepatitis virus. Kegagalan ekskresi bilirubin menyebabkan kolestasis intrahepatik dan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab umum kegagalan ekskresi termasuk hepatitis viral atau alkoholik, sirosis, kolestasis induksi-obat. Obstruksi bilier ekstrahepatik dapat disebabkan oleh beragam gangguan termasuk koledokolitiasis, striktur bilier benigna, kanker periampular, kolangiokarsinoma, atau kolangitis sklerosing primer. (2) Ketika mendiagnosa jaundice, dokter harus mampu membedakan antara kerusakan pada ambilan bilirubin, konjugasi, atau ekskresi yang biasanya diatur secara medis dari obstruksi bilier ekstrahepatik, yang biasanya ditangani oleh ahli bedah, ahli radiologi intervensional, atau ahli endoskopi. Pada kebanyakan kasus, anamnesis menyeluruh, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin dan pencitraan radiologis non-invasif membedakan obstruksi bilier ekstrahepatik dari penyebab jaundice lainnya. Kolelitiasis selalu berhubungan dengan nyeri kuadran atas kanan dan gangguan pencernaan. Jaundice dari batu duktus biliaris umum

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 29

Presentasi Kasus Choledocolithiasis30

biasanya sementara dan berhubungan dengan nyeri dan demam (kolangitis). Serangan jaundice tak-nyeri bertingkat sehubungan dengan hilangnya berat badan diduga sebuah keganasan/malignansi. Jika jaundice terjadi setelah kolesistektomi, batu kandung empedu menetap atau cedera kandung empedu harus diperkirakan. (2) Gambaran Klinis Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tandatanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier). (5) Hukum Courvoisier Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal. (3) Pemeriksaan Laboratorium Tes laboratorium harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 30

Presentasi Kasus Choledocolithiasis31

darah lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan produksi bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 8 mg/dL). Alkali fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial. (2) Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus). (2) Pemeriksaan Penunjang USG Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 31

Presentasi Kasus Choledocolithiasis32

empedu dapat diperkirakan penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif. (2) Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan ginjal. Aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi. (2) Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu empedu radiolusen. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak diekskresikan oleh sel hati yang sakit. (5) Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. (5) Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat. (5) Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu. (5)

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 32

Presentasi Kasus Choledocolithiasis33

JAUNDICE OBSTRUKTIF Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya kolestasis yang disebut sebagai ikterus obstruktif saluran empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. (5) Patofisiologi jaundice obstruktif Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4) Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4) Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4) Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 33

Presentasi Kasus Choledocolithiasis34

sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. (4) Etiologi jaundice obstruktif Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (5) Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (5) Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier. (4) Gambaran klinis jaundice obstruktif Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). (4) Pemeriksaan pada jaundice obstruktif 1. Hematologi (4)

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 34

Presentasi Kasus Choledocolithiasis35

Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat 10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya. 1. Pencitraan (4) Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi) USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik). USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 35

Presentasi Kasus Choledocolithiasis36

CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier. ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat. Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik. Penatalaksanaan jaundice obstruktif Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi. (5) Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 36

Presentasi Kasus Choledocolithiasis37

berupa kolesisto-jejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi. (5)

B. CHOLELITHIASIS Definisi Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliarycalculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu, dapat juga terjadi di dalam saluran empedu yang disebut koledokolitiasis. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.6 Anatomi Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu.Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus, panjang 1-2 cm dan diameter 2-3 mm, yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.5

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 37

Presentasi Kasus Choledocolithiasis38

Gambar 1. Letak anatomi Kandung Empedu

Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.5 Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea.Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.5 Fisiologi Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.5 Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 38

Presentasi Kasus Choledocolithiasis39

komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.7 Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak.5

Gambar 2. Alur pengosongan kandung empedu Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu : 1. Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. 2. Neurogen :
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 39

Presentasi Kasus Choledocolithiasis40

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti batu. 1 Komposisi Cairan Empedu Komposisi Cairan Empedu, yaitu:6 Komponen Air Garam Empedu Bilirubin Kolesterol Asam Lemak Lecithin Elektrolit 1) Garam Empedu Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu antara lain: a) Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut. b) Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak. Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga Dari Hati 97,5 gm % 1,1 gm % 0,04 gm % 0,1 gm % 0,12 gm % 0,04 gm % Dari Kandung Empedu 95 gm % 6 gm % 0,3 gm % 0,3 0,9 gm % 0,3 1,2 gm % 0,3 gm % -

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 40

Presentasi Kasus Choledocolithiasis41

bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu. 4 2) Bilirubin Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4 Epidemiologi Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria.1 Insiden batu kandung empedu dan penyakit saluran empedu di Indonesia diduga tidak jauh berbeda dengan angka di negara lain di Asia Tenggara.2 Banyak penderita batu kandung empedu asimtomatik dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain.3 Etiologi Penyebab pasti dari batu empedu belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium. (Williams, 2003) Faktor Resiko
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta Page 41

Presentasi Kasus Choledocolithiasis42

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :8, 9 1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.9 2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda. 8, 9 3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. 8, 9 4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. 9 5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan orang tanpa riwayat keluarga.8, 9 6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi. 8 7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. 8

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 42

Presentasi Kasus Choledocolithiasis43

8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu. 8 Patofisiologi Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut : 1. Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa sebagai : Batu Kolesterol Murni Batu Kombinasi Batu Campuran (Mixed Stone)

2. Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %. Ini dapat berupa : Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium Batu pigmen murni

3. Batu empedu lain yang jarang. Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi : a. Batu Kolesterol b. Batu Campuran (Mixed Stone) c. Batu Pigmen. Batu Kolesterol Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase : a) Fase Supersaturasi Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 43

Presentasi Kasus Choledocolithiasis44

garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.4 Kadar kolesterol relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut : Peradangan dinding kandung empedu dimana absorbsi air, garam empedu dan lecithin jauh lebih banyak. Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga terjadi supersaturasi. Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet). Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan tinggi. Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik). Pemakaian tablet KB (estrogen) menyebabkan sekresi kolesterol meningkat dan kadar efeknya chenodeoxycholat melarutkan batu rendah, padahal dan chenodeoxycholat kolesterol

menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun. b) Fase Pembentukan inti batu Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.1 c) Fase Pertumbuhan batu menjadi besar Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.1

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 44

Presentasi Kasus Choledocolithiasis45

Hal ini mudah terjadi pada penderita diabetes melitus, kehamilan, pada pemberian total parenteral nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar. 1 Batu bilirubin/batu pigmen Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok : a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi) b. Batu pigmen murni (batu non infeksi) Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase : a) Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.1 b) Pembentukan inti batu Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang. 1

Gejala dan Tanda Menurut buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, kolelitiasis dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Kolelitiasis Asimtomatik (50-60%) 2) Kolelitiasis Simtomatik Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus,
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 45

Presentasi Kasus Choledocolithiasis46

sehingga

gambaran

klinisnya

bervariasi

dari

yang

tanpa

gejala

(asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.10 Gejalanya antara lain: 1. Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada. 2. Ikterus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit. 3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut Clay-colored. 4. Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer, 2002)
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 46

Presentasi Kasus Choledocolithiasis47

5. Regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa

Diagnosa Diagnosa pasti dari batu empedu yaitu dengan melihat hasil dari pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu : 1. Pemeriksaan darah Tidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali. 2. Radiografi Kolesistografi. Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002) Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 47

Presentasi Kasus Choledocolithiasis48

Gambar 3. Kolesistogram

3. Radiologi Foto Polos Abdomen Kurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto polos abdomen. USG Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 48

Presentasi Kasus Choledocolithiasis49

Gambar 4. USG Kandung Empedu

Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi. 4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier. (Smeltzer, 2002)

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 49

Presentasi Kasus Choledocolithiasis50

5. Tomografi Komputer Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

Penatalaksanaan a) Operatif Kolesistektomi. Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi.Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 50

Presentasi Kasus Choledocolithiasis51

Gambar 5. Kolisistektomi per Laparotomi

Kolesistostomi. Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah: Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan Tersangka adanya pankreatitis.

Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi. b) Non Operatif Terapi Disolusi Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan.1 Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan.
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 51

Presentasi Kasus Choledocolithiasis52

Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis.Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu : Wanita hamil Penyakit hati yang kronis Kolik empedu berat atau berulang-ulang Kandung empedu yang tidak berfungsi.1 Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 1 Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil.1

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL) ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.1 Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 52

Presentasi Kasus Choledocolithiasis53

disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya, yaitu : 1) Kriteria Munich : Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik). Penderita tidak sedang hamil. Batu radiolusen Tidak ada obstruksi dari saluran empedu Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arahbatu. 2) Kriteria Dublin : Riwayat keluhan batu empedu Batu radiolusen Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3. Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.1 Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita.Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan.Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif.Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang. ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak
Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta Page 53

Presentasi Kasus Choledocolithiasis54

infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu. 4 c) Dietetik Prinsip perawatan dietetic pada penderita batu kandung empedu adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus.Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.1 Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.10 Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu : Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori dikurangi. Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak. Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi. Makanan yang tidak merangsang.

Komplikasi Komplikasi kolelitiasis dapat berupa2 :

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 54

Presentasi Kasus Choledocolithiasis55

Kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis Nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadang-kadang menjalar ke belakang skapula. Rangsang peritoneal lokal dapat ditemukan (Murphy sign), berupa nyeri tekan yang bertambah saat penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan penderita berhenti menarik napas. Disertai dengan nyeri lepas dan defans muskular dinding abdomen. Bisa disertai mual dan muntah. Demam sekitar 380C. Jumlah leukosit dapat meningkat ringan. Ikterus derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl)

Kolesistitis kronik Riwayat kolik bilier berulang. Dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi. Tidak ada demam dan leukosit normal.

Ikterus obstruktif Kolangitis Kolangiolitis piogenik Fistel bilioenterik Ileus batu empedu Pankreatitis Perubahan keganasan Batu empedu dari duktus koledokus dapat masuk ke dalam

duodenum melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan, udem dan striktur papila Vater.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 55

Presentasi Kasus Choledocolithiasis56

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 56

Presentasi Kasus Choledocolithiasis57

DAFTAR PUSTAKA 1. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta. 2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Harrisons Principle of Internal Medicine, 17th edition. 2008 3. Sjamsuhidajat R, Wim de jong, 2003. Kolelitiasis; Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Revisi, hal. 570 577, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. 4. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84. 5. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser. Harrisons Principle of Internal Medicine, 17th edition. 2008 6. Frederick J. Suchy. Diseases of the Gallbladder. Nelson textbook of paediatric, 17th edition. 2004 7. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029. 8. Ahmed A, Cheung R. Management of gallstones and their complication. American Family Physician. Avaliable from : http://www.aafp.org/afp/20000315/contents.html. 9. Mansjoer A. etal, 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3.hal 510512. Penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta. Available from: http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22 Agustus 2010] 10. Reksoprodjo S. 1995. Ikterus dalam bedah, Dalam Ahmadsyah I, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, hal 71 77, Bina Rupa Aksara, Jakarta. Available from: http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22 Agustus 2010] 11. Dorlan WA Newman. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 29.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2002. Maryan Lee F, Chiang W. Cholelithiasis. Available from:

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 57

Presentasi Kasus Choledocolithiasis58

http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm. [diakses tanggal 22 Agustus 2010] 12. Richard S. Snell, 2002, Anatomi klinik, edisi 3, bag. 1, hal 265 266, Penerbit EGC, Jakarta. Available from: http://medlinux.blogspot.com/2008/12/kolelitiasis.html. [diakses tanggal 22 Agustus 2010] 13. NN. Cholelithiasis. Available from: http://www.7.com/HealthManagement/ManagingYourHealth/HealthReferen ce. [diakses tanggal 22 Agustus 2010] 14. Clinic Staff. Gallstones. Available from: http://www.6clinic.com/health/digestive-system. [diakses tanggal 22 Agustus 2010] 15. Lesmana, L.A, 2006, Batu Empedu, Dalam Noer. S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I edisi IV, hal 481-483, Balai Penerbit FK UI, Jakarta. 16.

Rocky Dousje Umboh FK UPN Veteran Jakarta

Page 58

You might also like