You are on page 1of 10

Argentometri

Dasar Teori Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990) Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain: a. Metode Mohr Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO 3 sebagai titran dan K2CrO4 sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969) Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+. Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi: Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi: 2Ag+(aq) + CrO4(aq) Ag2CrO4(s) Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag 2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. 2Ag+(aq) + 2OH-(aq) 2AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l) Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi 2H+(aq) + 2CrO42-(aq) Cr2O72- +H2O(l) Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat.

Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam. b. Metode Volhard Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih. Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih) Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah) SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq) Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena titrantny SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag + dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X - ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX: Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) AgX(s) Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s) SCN-(aq) + AgX (s) X-(aq) + AgSCN(aq) Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang). Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi. Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan

dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam. c. Metode Fajans Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja). HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq) Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+). Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion Xsehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan

berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni (i) (ii) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih (iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi. Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai. Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990) Pembahasan Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah: AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq) Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator. Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO 3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem. Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.

Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans. Dalam titrasi ini digunakan indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2 8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam. Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna. Ketika ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning. Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X - dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid. Kesimpulan Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-. Normalitas AgNO3 = 0,0488 N Molaritas sampel (I-) = 0,0485 M
http://dlitelopha.blog.com/2009/03/17/laporan-argentometri/

Dasar Teori Titrasi pegedapan terbatas pada reaksi-reaksi antara ion Ag+ dan anion-anion X- yaitu : halide, tiosianat dan sianida. Cara-cara ini dimana AgNO3 dipergunakan sebagai larutan standar dinamakan argentometri. Ag+ + X- AgX(p) Suatu reaksi pengendapan berlagsung berkesudahan bila endapan yang terbentuk mempuyai kelarutan yang cukup kecil. Didekat titik ekivalennya aka terjadi perubahan besar dari konsentrasi ion-ion yang dititrasi. Untuk menentukan berakhirya suatu reaksi pengendapan dipergunakan suatu indicator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan degan berhasil baik untuk titrasi pegendapan ini. Cara mohr menggunaka ion kromat untuk mengendapkan Fe3+ untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat dan cara fajans menggunakan indikator adsorbsi. Maka Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas : 1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna) Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah : Asam : 2CrO42- + 2H- CrO + H2O Basa : 2 Ag+ + 2 OH- 2 AgOH 2AgOH Ag2O + H2O Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis

diendapkan oleh ion perakion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi.

*. Titrasi Penetapan Klorida Secara Mohr Titrasi ini berdasarkan atas reaksi : Ag+ + Cl AgCl (p) Jika membandingkan hasil kali kelaruta AgCl dan Ag2CrO4, maka AgCl akan mengendap terlebih dahulu. Ksp AgCl = 1,8 x 10-10 Ksp agCrO4 =1,9 x10-12 Dengan demikian maka CrO42- dapat diguakan sebagai indikator untuk titrasi Mohr ini.jika di dalam labu titrasi terdapat ion Cl- yang megandung sedikit ion kromat ,dengan menambahkan larutan Ag+ , mula-mula AgCl akan mengendap dan setelah terjadi pegendapan sempurna dari AgCl ,maka terjadi endapan merah kuning dari AgCl, maka terjadi endapan merah kuning dari Ag2CrO4, pH larutan di antara 7 dan 10 2. Metode volhard Metode ini didasarkan atas pembentukan merah tiosianat dalam suasana asam nitrat , dengan ion besi(III) sebagai indikator untuk mengetahui adanya ion tiosianat berlebih .metode ini dapat di pakai untuk penetapan langsung ion perak dalam larutan ,dengan larutan tiosianat .di samping itu juga dapat dipakai untuk penetapa kadar ion klorida secara tidak langsung dalam suasana agak kuat . Dalam hal ini kepada larutan klorida ditambahkan larutan baku perak nitrat dalam jumlah yang sedikit berlebihan .kelebihan ion perak dititrasi terhadap larutan baku tiosianat dengan memakai ion besi (III) sebagai oksidator .ion-ion asing yang dapat meggangu ialah ion merkuri, Co (II),Ni(II), dan Cu (II) dalam konsentrasi yang cukup besar. Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3

dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN. 3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi) Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder. (Khopkhar, SM.1990) Pembentukan Endapan Berwarna Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4 - hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi : 2H+ + 2CrO4 - 2HCrO4 Cr2O- + 2H2O Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.

Penentuan Bromida dalam larutan dengan Metode Volhard Pada percobaan ini digunakan indikator Ferri ammonium sulfat sebanyak 0,5ml. Dengan begitu suasana harus asam, maka pada sistem ditambah HNO3 0,1N sebanyak 1ml. Dalam percobaan ini, 5ml KBr 20 direaksikan dengan AgNO3 sebanyak 10 ml (0,1N) dan akan menghasilkan endapan putih AgBr (berwarna keruh). Adanya 1ml HNO3 encer tidak begitu berpengaruh karena AgBr tidak bereaksi denan HNO3. AgNO3 dibuat berlebih lalu dari AgNO3 yang bereaksi dengan Br - bereaksi dengan NH4CNS yang diteteskan. Pada awal penambahan, terbentuk endapan putih AgCNS, tapi setelah Ag+ sisa telah habis, kelebihan sedikit NH4CNS menyebabkan ion CNS bereaksi dengan Fe3+ dari feri ammonium sulfat membentuk kompleks [Fe(CNS)6 ]3 yang berwarna orange. Setelah sesaat terjadi perubahan warna, berarti titik ekuivalen telah tercapai dan titrasi segera dihentikan. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 1. AgNO3 (aq) +KBr (aq) AgBr (putih) + KNO3 (aq) (sebelum penampahan KH4CNS) 2. AgNO3 sisa (aq) + NH4CNS AgCNS (putih) + NH4NO3(aq) 3. Fe3+ + CNS (Fe(CNS))3+ (Saat terjadi titik ekuivalen) Dari percobaan diperoleh volume NH4CNS rata-rata yang diperlukan yaui 4,0 ml. dari data tersebut dapat dihitung banyaknya Kbr dari hasil standarisasi dengan menggunakan rumus (V1 x Z1/Z2) (V2 x p) x Mr KBr Dimana : P = NH4CNS Z1 atau Z2 = NAgNO3 Dengan perhitungan diperoleh banyaknya Kbr Hasil standarisasi adalah 67,83mgram.

H. Kesimpulan 1. Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3. Ada 4 metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Vajans, Duckel. 2. Normalitas AgNO3 hasil standarisasi dengan NaCl : Dengan indikator K2CrO4 N AgNO3 = 0,09 N Dengan indikator adsorbsi ( fluorescein ) N AgNO3 = 0.095 N 3. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 dihasilkan normalitas NH4CNS adalah 0,095 N. 4. Kadar NaCl dalam garam kasar sebesar 86,45%, dengan berat NaCl dalam larutan sample garam dapur kasar adalah 38,902 mgram. 5. Banyaknya KBr hasil standarisasi adalah 73,78 gram. Kemungkinan kesalahan 1. Adanya perbedaan persepsi tentang perubahan warna antara teori dengan praktikan. 2. Kekurangtelitian dalam pembuatan larutan standar ataupun larutan ujinya. 3. Adanya kesalahan-kesalahan teknis dalam titrasi semisal volume penetesan larutan standar terlalu berlebih.
http://www.dokterkimia.com/2010/04/argentometri.html

You might also like