You are on page 1of 7

ANDROESIUM

A.

Landasan Teori Benang sari terdiri dari tangkai sari (filamen) dan kepala sari (antera). Di dalam antera

terdapat beberapa mikrosporangia. Proses mikrosporogenesis terjadi dalam mikrosporangia. Proses mikrosporogenesis merupakan proses pembentukan dan pemasakan mikrospora

sehingga menjadi polen. Setelah mikrosporogenesis selesai, perkembangan gametofit jantan dilanjutkan dengan proses mikrogametogenesis.

ANTERA Anter atau kotak sari pada umumnya terdiri atas 4 kantong polen atau mikrosporangia (lokuli). Pada saat antera masak, 2 sporangia dari masing-masing sisi akan menyatu menjadi teka, sehingga antera masak memiliki 2 teka. Pada awal perkembangan anter mampu membelah dan disebut dengan mikrosporofil. Mikrosporofil menglami pembelahan meiosis, setiap sel menghasilkan 4 sel haploid yang disebut mikrospora. Selamjutnya mikrospora mengalami pembelahan mitosis sehingga terbentuk 2 sel yaitu sel tabung dan sel generatif yang berukuran lebih kecil. Kedua sel yang berdampingan tersebut diselubungi oleh lapisan yang tebal dalam suatu struktur butiran yaitu butir serbuk sari (polen). Bila serbuk sari telah masak dinding anter membuka dan menebarkan butir-butir serbuk sari tersebut. Pada tumbuhan Angiospermae butir serbuk sari berfungsi sebagai gametofit jantan yang menghasilkan gamet jantan yaitu sel-sel sperma.

Gambar 2. Perkembangan gametofit jantan

Dinding antera Antera muda tersusun dari jaringan parenkimatis yang homogen. Diantara jaringan tersebut, terdapat suatu jaringan meristematik yang disebut dengan jaringan arkesporium. Jaringan arkesporium mengadakan pembelahan periklinal menghasilkan sel sporogen primer di bagian dalam dan sel parietal primer di bagian luar. Sel-sel parietal primer membelah secara periklinal dan antiklinal membentuk 2-5 lapis dinding yang konsentris. Sel sporogen primer berfungsi sebagai sel induk mikrospora (mikrosporosit) yang menghasilkan butir polen (serbuk sari) melalui proses mikrosporogenesis. Bhojwani dan Bhatnagar (1978) membagi lapisan dinding antera sebagai berikut : 1. Epidermis (eksotesium) Merupakan lapisan terluar, terdiri dari satu lapis sel. Epidermis yang berfungsi sebagai jaringan pelindung akan memipih dan membentuk tonjolan (papila) pada antera yang masak. 2. Endotesium Lapisan ini terletak di sebelah dalam lapisan epidermis. Pada antera yang telah masak, endotesium mengadakan penebalan yang tidak teratur ke arah radiah, tangensial sebelah dalam atau antiklinal. Hal ini menyebabkan endotesium juga Fungsi

dikenal sebagai lamina fibrosa,karena strukturnya yang berserabut.

endotesium terutama untuk membantu pembukaan antera. Umumnya endotesium terdiri dari satu lapis sel walaupun ada juga yang mempunyai beberapa lapis sel. Pada bunga kleistogam (bunga yang tidak pernah membuka) dan beberapa tumbuhan air, endotesium gagal berkembang sehingga polen keluar melalui lubang di bagian apikal. 3. Lapisan Tengah Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel atau lebih. terutama Pada antera yang berkembang,

pada saat mikrosporosit mengalami pembelahan meiosis, sel-sel pada

lapisan tengah ini menjadi tertekan dan memipih sehingga sering juga disebut sebagai lapisan tertekan. 4. Tapetum Merupakan lapisan terdalam dinding antera dan berkembang maksimum pada saat terbentuknya tetrad mikrospora. Pada waktu antera masih muda, sel-sel tapetum mempunyai inti yang jelas dan kaya akan plasma. Lapisan tapetum berfungsi

memberi makan pada sel-sel sporogen yang sedang berkembang dengan jalan

memberikan isi selnya selama perkembangan mikrospora. merupakan derivat lapisan parietal primer.

Tapetum umumnya

Pada Angiospermae yang telah maju

tingkatannya, tapetum mengeluarkan isi selnya secara berkala, sedikit demi sedikit. Dinding selnya tidak mengalami lisis dan sisa selnya masih dapat dilihat selama perkembangan mikrospora (Issirep, 2003). Mikrosporogenesis Antera muda tersusun dari jaringan parenkimatis yang homogen. Diantara jaringan tersebut, terdapat suatu jaringan meristematik yang disebut dengan jaringan arkesporium. Jaringan arkesporium mengadakan pembelahan periklinal menghasilkan sel sporogen primer di bagian dalam dan sel parietal primer di bagian luar. Sel-sel parietal primer membelah secara periklinal dan antiklinal membentuk 2-5 lapis dinding yang konsentris. Sel sporogen primer berfungsi sebagai sel induk mikrospora (mikrosporosit). Sel induk mikrospora yang berasal dari sel sporogen primer akan mengalami pembelahan meiosis menghasilkan mikrospora yang bersifat haploid. Pembelahan meiosis ini meliputi pembelahan meiosis I dan meiosis II. Pembelahan meiosis I merupakan

pembelahan reduksi jumlah kromosom yaitu dari 2n menjadi n dengan tahap-tahap sebagai berikut : 1. Profase, terdiri dari : a. Leptoten (leptonema), pada inti terlihat benang-benang halus

b. Zigoten (zigonema), mulai terlihat kromosom-kromosom membentuk lembaran c. Pakhiten (pakhinema), kromosom hanya terlihat separuh dari jumlah semula d. Diploten (diplonema), kromosom membelah membujur menjadi 4 kromatid saling berjauhan, tetapi pada tempat tertentu mengadakan persilangan sehingga terjadi pertukaran bagian-bagian kromatid e. Diakinase, kromosom tampak lebih tebal. 2. Metafase 3. Anafase 4. Telofase Setelah itu terjadi pembentukan dinding sel. Pembelahan meiosis II meliputi pembelahan mitosis biasa, hanya saja dinding yang dibentuk tegak lurus dengan dinding yang dibentuk pada meiosis I. Pembentukan dinding sel setelah pembelahan meiosis sel induk mikrospora bisa terjadi dalam 2 cara : 1. Secara suksesif

Setelah meiosis terbentuk dinding yang memisahkan 2 inti sehingga terjadi stadium 2 sel (diad). Pembentukan dinding terjadi secara sentrifugal (dari bagian tengah ke tepi). Pada meiosis II dinding pemisah dibentuk dengan cara yang sama sehingga terbentuk polen tetrad yang bertipe isobilateral, misal pada Zea mays. 2. Secara simultan Setelah meiosis I tidak ada pembentukan dinding sel sehingga terjadi stadium 2 inti (binukleat). Dua inti tersebut mengadakan pembelahan sehingga terbentuk polen tetrad yang bertipe tetrahidris, misal pada Drymis winteri.

Macam-macam tipe tetrad polen : 1. Tetrahidris, misal pada Melilotus alba 2. Isobilateral, misal pada Zea mays 3. Dekusata, misal pada Magnolia, Atriplex, Cornus 4. Linear, misal pada Asclepiadaceae, Hydrocharitaceae 5. Huruf T, misal pada Butomopsis dan Aristolochia.

Mikrogametogenesis Polen yang baru dibentuk umumnya mempunyai sitoplasma yang padat dan selselnya segera bertambah volumenya dengan cepat. Hal ini diikuti dengan vakuolisasi dan perpindahan inti dari bagian tengah menuju ke bagian yang berdekatan dengan dinding sel. Pada tanaman tropis biasanya inti segera membelah, tetapi pada tanaman yang hidup di daerah dingin terdapat fase istirahat selama beberapa hari sampai beberapa minggu Mikrospora merupakan awal perkembangan gametofit jantan. Mikrospora masak yang telah lepas dari tetradnya dikenal dengan nama butir polen atau serbuk sari. Setelah lepas dari tetrad, mikrospora yang bebas disebut polen atau serbuk sari. Butir polen

merupakan organ istirahat tanaman. Peningkatan air akan cenderung meningkatkan jumlah dan aktivitasnya. Walau demikian, kelembaban relatif yang tinggi merupakan syarat utama untuk perkecambahan polen baik secara in vitro maupun in vivo. Polen akan berkecambah pada lingkungan yang sesuai. Faktor-faktor yang berpengaruh pada perkecambahan polen dan pertumbuhan buluh polen antara lain adalah ketersediaan karbohidrat, boron, kalsium, enzim, hormon tanaman dan faktor-faktor fisik lain seperti temperature, cahaya, air dan lainlain (Bhojwani dan Bhatnagar, 1999). Pertumbuhan buluh polen merupakan hasil perluasan polar secara cepat dari suatu sel tunggal. Buluh polen muncul dari germpore, menembus stigma dan tumbuh di dalam matrik

interseluler stilus. Selama buluh polen mengalami pemanjangan, sitoplasma terbatas di ujung buluh polen, ditahan oleh kalose. Proses pemanjangan buluh polen selesai saat ujung buluh mencapai mikropil dan membawa inti sperma ke embryo sac (Gorla dan Frova, 1997 dalam Shivanna dan Sawhney, 1997) Menurut Shivanna dan Johri (1989), kegagalan pembentukan gamet dapat terjadi pada tumbuhan berbunga sehingga dihasilkan gamet yang steril. dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu : 1. Selektif; sterilitas hanya terjadi pada salah satu gamet. 2. Non selektif; sterilitas terjadi baik pada gamet jantan maupun gamet betina. Sterilitas gamet jantan pada Angiospermae bisa disebabkan karena : 1. tertekannya antera, aborsi, phyllody, petallody dan pistillody. 2. aberasi meiosis atau perkembangan gametofitik 3. kegagalan pembukaan antera sehingga polen normal terbentuk tapi tidak bisa dilepaskan. 4. terjadi penghancuran kalose yang gugur terlalu dini 5. infeksi virus atau jamur Terjadinya sterilitas pada gamet jantan mengakibatkan tertahannya perkembangan polen yang terjadi pada hampir semua tahap, mulai dari inisiasi antera hingga pemasakan polen. Selain karena faktor genetis, terjadinya sterilitas pada gamet jantan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tanaman tumbuh. Pada lingkungan yang tidak kondusif, misalnya pada kondisi ekstrim dimana sumber-sumber nutrea yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kurang tersedia, kemungkinan perkembangan gamet bisa terganggu (Shivanna dan Johri, 1989) Umumnya sterilitas polen berkaitan erat dengan kegagalan fungsi tapetum. Pada polen yang steril terjadi penyimpangan sebagai berikut. 1. 2. 3. penghambatan sintesis normal RNA dan penambahan kandungan DNA. hipertropi sel-sel tapetal. degenerasi tapetum secara dini sehingga menghambat perkembangan spora. (Bhojwani dan Bhatnagar, 1999) Selama perkembangan polen, lapisan tapetum pada antera akan mendukung butir polen dengan produk yang dihasilkan selama proses perkecambahan dan pertumbuhan buluh polen (Clement, et al., 1996 dalam Poulton et al, 2001). Misalnya timbunan fitat akan dihidrolisis menjafi fosfat dan mio-inositol yang kemudian digunakan oleh buluh polen untuk dinding sel dan sintesis membran. Kuantitas dan kualitas produk yang disimpan ini bisa mempengaruhi tampilan polen, yaitu pada persentase perkecambahan, laju pertumbuhan buluh polen, dan Sterilitas gamet dapat

keberhasilan menyerbuk dalam kompetisinya dengan polen dari tanaman lain (Poulton et al, 2001).

Masa Reseptif dan Kematangan Gametofit Jantan Ketika tepung sari (pollen) matang, secara otomatis kepala sari (anthera) akan pecah dan menghamburkan butiran-butiran tepung sari yang matang. Kematangan polen berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan jaringan pada kepala sari, yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka kantung polen. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman untuk menghamburkan polennya demi kepentingan penyebaran alam dan regenerasi (Griffin dan Sedgley, 1989). Butiran polen tersusun atas empat komponen mendasar: exine atau lapisan dinding terluar mengandung protein intine atau lapisan dinding dalam pollenkit atau mantel memberi warna pollen colpi atau lubang germinasi mengandung lemak Secara visual, polen yang matang dapat dideteksi dari perubahan warna dan kelekatan (stickiness) butiran-butirannya (Griffin dan Sedgley, 1989; Ghazoul, 1997). Perubahan warna permukaan butiran polen dari kuning pucat menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin bagian dari exine yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi kenampakan luarnya; dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna; mengandung lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan ensim. Peningkatan kelekatan butiran polen mengindikasikan bahwa polen tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari proses interaksi jantan-betina (malefemale interaction), perkecambahan polen (pollen germination) dan pembentukan buluh polen (pollen tube growth) (Griffin dan Sedgley, 1989).

Latihan 2. Antera Tujuan Alat Bahan : Mengamati bentuk dan struktur antera yang muda dan masak. : Mikroskop : Preparat awetan

Preparat 1 : Penampang lintang antera muda Lilium sp. 1. Perhatikan macam-macam jaringan penyusun dinding antera : epidermis, endotesium (lamina fibrosa), lapisan tengah, tapetum, jaringan sporogen dan atau mikrosporosit! 2. Gambar masing-masing bagian dan beri keterangan !

Preparat 2: Penampang lintang antera Lilium sp.dengan serbuk sari (polen) masak. 1. Perhatikan struktur antera yang telah berubah. Bagaimana struktur dinding antera yang masak ? 2. Gambar dan beri keterangan struktur polen yang masak ! 3. Bagaimana terjadinya mikrosporogenesis pada bunga Angiospermae dan

Gymnospermae?

You might also like