You are on page 1of 17

BLOK 14 KELOMPOK B3

Anggota : Willy Pelano (10.2008.068) Stephanie Angeline (10.2008.079) Ferry Afero Tanama (10.2008.083) Danny (10.2008.084) M. Syah Reza Anwar (10.2008.085) Mohammad Lutfi Zaristan (10.2008.089)

Pendahuluan
Pada proses belajar mengajar blok muskuloskeletal ini, mahasiswa akan mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit muskuloskeletal. Untuk mata ajar farmakologi blok muskuloskeletal, mengajarkan obat-obat yang dipakai untuk menghilangkan nyeri atau disebut juga obat analgesik, obat Non Steroid Anti-Inflamasi (NSAID), analgesik opioid, obat urikosurik dan Disease Modijying Reumatoid Arthritis Drugs (DMRAD). Sedangkan untuk melengkapi proses belajar mengajar tadi, juga dilakukan praktikum, yang dalam blok ini adalah praktikum obat analgesik, sehingga mahasiswa lebih mengerti dan mendalami bekerjanya obat-obat analgesik karena mereka melakukan, mengamati dan melaporkan sendiri apa yang mereka kerjakan dalam_jpja3stikum ini.

Sasaran Belajar
1. Mampu melakukan praktikum tersamar ganda atau double blind clinical triai 2. Mampu melakukan observasi efek analgesik^Jari beberapa jenis analgesik^ 3. Mampu melakukan observasi pada efek samping yang mungkin timbul pada masing-masing analgesik. 4. Mampu mencacat hasil praktikum dan membuat laporan yang baik

Alat-Alat Yang Diperlukan


1. Tensimeter, stetoskop, termometer kulit, termometer kimia, penggaris. 2. Baskom plastik berisi bongkahan es + air dengan suhu 3 derajat Celcius. 3. Obat-obat analgesik : Parasetamol Kodein Ibuprofen Tramadol Plasebo yang dikemas dalam kapsul yang sama bentuk, besar dan warnanya 600 mg 30 mg 600 mg 50 mg

Persiapan
1. Tiap kelompok mahasiswa menyediakan 2 orang percobaan (o.p.) yang siap dalam keadaan puasa 4 jam sebelum percobaan. Hal ini perlu dipahami oleh mahasiswa, agar absorbsi obat cepat dan sempurna, maka sebaiknya lambung dalam keadaan kosong. Untuk praktikum anafgesik tidak ada kontra indikasi khusus, dimana mahasiswa tidak boleh menjadi orang percobaan, hanya hatihati pada mahasiswa yang pernah punya riwayat ulkus peptikum atau gastritis kronis. 2. Instruktur telah mempersiapkan obat-obat diatas dengan kemasan (kapsul) yang sama bentuk, besar dan warnanya, dan telah diberi kode tertentu, dicatat dan

disimpan oleh salah satu instruktur. Karena percobaan ini adalah tersamar ganda, dimana para instruktur dan para orang percobaan tidak dapat memilih sendiri obat yang akan diberi/diminum, dengan tujuan untuk menghindari faktor subyektivitas yang akan mempengaruhi keabsahan hasil pengamatan. 3. Tiap kelompok telah menyiapkan alat-alat yang diperlukan diatas.

Tata Laksana
1. Mintalah orang percobaan yang telah dipilih oleh masing-masing kelompok untuk berbaring di meja praktikum.

2. Lakukan pengukuran tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas,suhu kulit dan diameter pupil mata, serta gejala subyektif; seperti pusing, demam, mual, di!) Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan termometer kulit yang diletakkan pada leher depan di bawah dagu (daerah flushing). Pengukuran pupil mata dilakukan dengan penggaris dalam keadaan mata orang percobaan menatap lurus ke atas, pada saat berbaring. Lakukan pengukuran diatas 2 kali, dan diambil rata-ratanya, dan catat sebagai parameter dasar.

3. Untuk membangkitkan rasa sakit maka dilakukan :

a. Untuk orang percobaan pertama, dalam keadaan duduk, celupkan tangan kanan sampai pergelangan tangan dan dalam keadaan jari-jari terkepal ke dalam baskom plastik berisi air es dengan suhu 2-3 derajat Celsius. Catatlah waktu tangan dimasukkan sampai terasa sakit yang tidak dapat ditahan lagi. Lakukan dengan tangan kiri, dan ambilah rata-rata waktu antara tangan kanan dan kiri sebagai parameter dasar.

b. Untuk orang percobaan lain, dalam keadaan berbaring pasanglah manset tensi meter pada lengan kanan atas, pompalah sampai 180 mmHg, lalu tutuplah kunci air raksanya. Mintalah orang percobaan melakukan gerakan membuka dan menutup jari-jarT (mengepal) tiap detik sampai rasa nyeri yang tak tertahankan lagi. Catat waktu saat mulai gerakan sampai rasa sakit yang tak tertahankan. Lakukan pada lengan yang satu dan ambil rata-rata waktu ke dua lengan sebagai parameter dasar.

4. Mintalah obat pada instruktur, dan tiap orang percobaan minum obatnya setelah kawannya mencatat kode obat yang diminumnya

5. Orang percobaan berbaring tenang selama 60 menit, sedang kawan-kawannya tetap berada di sisinya dan mendiskusikan tentang obat analgesik.

6. Setelah 60 menit, lakukanlah kembali pengukuran parameter; tanda vital, suhu kulit, diameter pupil mata, dan waktu timbulnya rasa nyeri.

7. Berdasarkan hasil observasi anda, diskusikan dan tentukan obat apa yang diminum teman andatadi, dan cocokkan dengan instruktur yang memegang kode obat tadi. Bila anda melakukan semua tatalaksana dengan baik maka 'tebakan'obat yang diminum kawan anda sama dengan yang tertera di kodenya

8. Tanyakan dan catatlah gejala-gejala lain yang dirasakan orang percobaan misalnya : ngantuk, demam, gatal-gatal, sakit kepala, perih ulu hati, berkeringat, mual, muntah, dll. Mintalah orang percobaan juga melaporkan gejala-gejala yang timbul selama 24 jam setelannya : misalnya konstipasi, dll.

9. Akhirnya diskusikan dalam kelompok apakah hasil observasi yang dilakukan sesuai dengan sifat-sifat analgesik yang diminum orang percobaan. Kalau tidak sesuai kenapa hal itu dapat terjadi?

10.Buatlah laporan mengenai praktikum ini sesuai dengan percobaan yang telah dikemukakan dalam buku ini.

Hasil Pengamatan
Sebelum pemberian obat OP I Tekanan Darah Nadi Suhu Badan Kecepatan Napas Diameter Pupil Lama tangan di dalam es hingga terasa nyeri 6,35 detik Gejala Subyektif

120/80

70x/ menit

37,05 oC

27x/ menit

0,5 cm

OP II Tekanan Darah Nadi Suhu Badan Kecepatan Napas Diameter Pupil Lama lengan dengan manset hingga nyeri 51detik Gejala Subyektif

120,5/90

67x/ menit

35,1 oC

14x/ menit

0,5 cm

Setelah Pemberian obat OP I Tekanan Darah Nadi Suhu Badan Kecepatan Napas Diameter Pupil Lama tangan di dalam es hingga terasa nyeri 15,5 detik Gejala Subyektif

110/70

68x/ menit

36,5 oC

23x/ menit

0,4 cm

OP II Tekanan Darah Nadi Suhu Badan Kecepatan Napas Diameter Pupil Lama lengan dengan manset hingga nyeri 1 menit 18 detik Gejala Subyektif

110/70

65x/ menit

35,7 oC

12x/ menit

0,4 cm

Mengantuk, Lemas, Haus

Ternyata obat yang di dapat OP 1 dan OP 2 adalah Kodein

Pembahasan Mengenai Kodein


Analgesik Opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium yang berasal dari getah Papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Analgesik opioid

terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Yang termasuk golongan opioid adalah alkaloid opium, derivate semisintetik alkaloid opium, senyawa sintetik dengan sifat farmakologik menyerupai morfin. Mekanisme kerja opioid adalah menempel pada reseptor mereka dimana ada 4 reseptor yaitu mu, delta, kappa, dan sigma. Senyawa yang tergolong opioid dapat memiliki efek farmakologik yang beragam. Reseptor mu memperantarai efek analgetik mirip morfin, euphoria, depresi napas, miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna. Reseptor kappa diduga memperantarai analgesia seperti yang ditimbulkan pentasozin, sedasi serta miosis dan depresi napas yang tidak sekuat agonis mu. Efek dari morfin adalah : Pada susunan saraf pusat menimbulkan efek analgesia untuk nyeris sensoris, afektif, nyeri hebat dan berkesinambungan. Menimbulkan efek sedasi yang sering menimbulkan drowsiness pada manula. Pada pernapasan hampir semua opioid menyebabkan depresi pernafasan. Ini berhubungan dengan dosis. Miosis Konstipasi Lambung: motilitas turun, asam lambung berkurang Uterus: waktu partus memanjang dan menurunkan tonus uterus.

Kulit : flushing.

Farmako kinetik dari morfin adalah morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat direabsorpsi melalui kulit luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Tapi biasanya morfin diberikan melalui parenteral. Dapat melintasi sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi utama melalui ginjal. Indikasi dari opioid adalah untuk analgesia, penekan batuk, edema paru akut dan diare tetapi bukan yang disebabkan oleh kuman. Efek samping utama dari morfin dan turunannya adalah trias morfin yaitu depresi pernapasan, pin point pupil, koma. Akan terjadi juga toleransi yang biasanya setelah 2-3 minggu penggunaan. Menyebabkan euphoria. Ada juga obat yang bernama tramadol yang merupakan analog kodein sintetik yang merupakan agonis reseptor. Merupakan agonis mu yang lemah. Analgesik timbul dalam 1 jam setelah penggunaan secara oral, dan mencapai puncak dalam 2-3 jam. Lama analgesia sekitar 6 jam. Efek sampingnya yang umum mual, muntah, pusing, mulut kering, sedasi, dan sakit kepala. Pada hasil pengamatan yang terlihat pada kedua OP( orang percobaan) dalam percobaan tersamar ganda ini(double blind) dimana OP maupun orang yang memberi obat tidak mengetahui obat apa yang diberikan untuk menghilangkan efek dari subyektifitas , kedua OP diberikan obat kodein yang merupakan turunan dari morfin. Itu semua terlihat dari efek-efek yang ditimbulkan pada orang percobaan itu. Pada

pemeriksaan tanda vital yang pertama, kedua orang percobaan menunjukkan tandatanda vital yang normal seperti pada tekanan darah, nadi, kecepatan pernapasan dan diameter pupil. Kemudian pada orang percobaan dilakukan tes untuk menghitung lama timbulnya nyeri pada tubuh mereka. Setelah 1 jam beristirahat sehabis meminum obat yang isinya tidak diketahui, terjadi perubahan pada tanda-tanda vital. Pernapasan nafas pada kedua OP menurun, kemudian diameter pupil juga menurun. Lama timbulnya nyeri setelah melakukan tes seperti memasukkan tangan ke dalam air berisi es atau lengan terikat dengan manset pun mengalami peningkatan. Kemudia salah satu orang percobaan juga mengalami gejala-gejala seperti lemas, dan mengantuk setelah sebelum meminum obat tidak merasakan apa-apa. Dilihat dari yang terjadi pada orang percobaan, dapat diterka obat yang diberikan adalah kodein yang merupakan turunan dari morfin. Itu dapat dilihat dari efek utama yang timbul pada OP yaitu penurunan pernapasan dan miosis yang merupakan trias morfin. Kemudian juga terjadi peningkatan lama timbulnya nyeri pada OP yang merupakan dari efek analgesia yang terkandung dalam kodein. Dalam percobaan oleh kelompok yang lain juga terjadi efek yang sama pada pemberian kodein yaitu lemas dan mengantuk.

Pembahasan Mengenai Obat Golongan Lain


Obat analgesic antipiretik serta obat anti inflamasi non steroig (AINS) memiliki prototype aspirin, sehingga sering disebut juga obat mirip aspirin (aspirinlike drugs). Klasifikasi yang lebih bermanfaat untuk diterapkan di klinik ialah berdasarkan selektivitasnya terhadap siklooksigenase (COX). Sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).

Mekanisme kerja Dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Produksi PG akan meningkat bilamana sel mengalami kerusakan. Selain itu, obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien, malah pada beberapa orang sintesis meningkat dan dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas yang bukan berdasarkan pembentukan antibody. Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Enzim Siklooksigenase terdapat dalam dua isoform disebut COX-1 dan COX-2. Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. COX 2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan vascular dan pada proses perbaikan jaringan.

Khusus

parasetamol,

hambatan

biosintesis

PG

hanya

terjadi

bila

lingkungannya rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya banyak mengandung peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti-inflamasi parasetamol prkatis tidak ada. Inflamasi. Obat yang menghambat biosintesis PG maupun leukonutrien diharapkan akan lebih poten menekan proses inflamasi. Nyeri. PG menimbulkan keadaan hipergalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata. Obat mirip aspirin tidak mempengaruhi hiperalgesia atau nyeri yang ditimbulkan oleh efek langsung PG. Demam. Obat mirip aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG. Demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain misalnya latihan fisik.

Efek Farmakodinamik Efek analgesic. Hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artragia dan nyeri lain yang berasal dari intergumen, terutama nyeri yang berkaitan dengan intergumen. Efek Antipiretik. Sebagai obat antipiretik, obat mirip aspirin akan menurukan suhu tubuh hanya pada keadaan demam.

Efek Anti-inflamasi. Hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simptomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal itu.

Efek samping Kebanyakan obat bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, dan hati. Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu pendarahan. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap aspirin dan obat mirip aspirin. Reaksi ini umumnya berupa rhinitis vasomotor, edema angioneurotik, urtikaria luas, asma bronchial, hipotensi sampai keadaan syok dan presyok.

Para amino fenol (parasetamol) Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Farmakodinamik. Efek analgesic parasetamol serupa dengan salisilat, yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek anti-inflamasinya sangat lemah. Oleh kaena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik

Farmakokinetik. Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi paling tinggi dalam plasma tercapai dalam waktu 30 menit dan masa paruh antara 1-3 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati, dan diekskresi melalui ginjal. Indikasi. Di Indonesia, penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Efek samping. Eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat mengakibatkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati analgesic.

Ibuprofen Ibuprofen merupakan derivate asam propionate . Obat ini bersifat analgesic dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan mencapai kadar maksimal dalam plasma setelah 1-2 jam dan waktu paruhnya sekitar 2 jam. 90% dari dosis yang diabsorpsi akan diekskresi melalui urine sebagai metabolit maupun konjugatnya. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan disbanding dengan aspirin, indometasin atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang adalah eritrema kulit, sakit kepala, trombositopenia, amiblopia toksik yang reversible.

Pembahasan:

Pada blok ini kami mempelajari obat-obatan analgesic, antipiretik, dan juga antiinflamasi. Dan pada praktikum farmakologi kali ini, kami melakukan uji tersamar ganda atau double blind clinicsl trial. Dan obat-obat yang digunakan berupa obat anti inflamasi non steroid yang terdiri dari parasetamol dan ibuprofen, dan obat analgesic opioid yang terdiri dari kodein dan tramadol, serta placebo. Kelompok kami tidak mendapatkan obat anti-inflamasi non steroid dalam percobaan ini. Tapi jika kami melihat data dari kelompok lain yang mendapatkannya, didapatkan bahwa pada beberapa orang percobaan (OP) yang mendapatkan parasetamol dan ibuprofen didapatkan efek nyeri (yang sengaja ditimbulkan) menjadi lebih memanjang. Efek mengantuk, pusing dan lemas pun dominan pada OP yang mendapatkannya. Suhu tubuh basal dengan setelah pemberian obat tersebut pun tidak jauh berbeda dan masih dalam suhu normal, ini sesuai dengan efek parasetamol dan ibuprofen yang telah disebutkan pada dasar teoro sebelumnya. Namun ada sedikit orang yang menunjukkan efek gatal setelah mendapatkan parasetamol. Serta pada OP yang sebelum minum obat mengalami sakit kepala, setelah mendapatkan parasetamol menjadi lebih baik. Jika ada beberapa efek yang tidak umum terjadi pada pemakaian parasetamol maupun ibuprofen, mungkin itu dikarenakan faktor subjektif OP. Dan beberapa kelompok ada yang salah menebak antara parasetamol dengan placebo.Mungkin ini dikarenakan efek parasetamol relative ringan dan aman untuk pemakaian jangka pendek.

Kesimpulan
Kesimpulannya dalam percobaan ini adalah bahwa efek dari obat analgesic antipiretik dapat mengurangi efek nyeri atau memperpanjang rasa nyeri yang ditimbulkan. Serta efek samping yang ditimbulkan masih dalam batas aman dan ditoleransi selama dosis dan cara pemakaiannya benar dan sesuai aturan.

You might also like