Professional Documents
Culture Documents
I. IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Kebangsaan Agama MRS Tanggal : An. Annisa Binti Hamid : 4 tahun 5 bulan : Perempuan : Jalan Mataram No.39 Kertapati Palembang : Indonesia : Islam : 4 November 2012 pukul 10.20 WIB
II. ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu dan ayah penderita pada tanggal 04 November 2012) Keluhan Utama : Tangan dan kaki teraba dingin sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Demam yang muncul tinggi dan mendadak sejak 6 SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak 6 hari SMRS, penderita mengalami demam tinggi mendadak terus-menerus, mengigil (-), kejang (-), batuk pilek (-), nyeri menelan (-), sakit kepala (+), nyeri di belakang bola mata (+), pegal-pegal di otot (+), nyeri sendi (+), sesak (-), nyeri perut (-), nafsu makan berkurang (+), berkeringat banyak di malam hari (-), berat badan turun drastis (-), mual (-), muntah (-), BAB hitam (-), timbul bintik merah di kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), BAK biasa. Penderita lalu dibawa ke Puskesmas, dikatakan sakit flu, diberi obat sirup Paracetamol dan 1 sirup putih yang os tidak tau namanya. Namun setelah minum obat, keluhan tidak berkurang. Sejak 5 hari SMRS, demam (+), mual (-) muntah (-), sakit saat menelan (-), BAB dan BAK biasa, sakit kepala (+), nyeri di belakang bola mata (+), pegal-pegal di otot (+), nyeri sendi (+), bintik merah pada kulit
(-), mimisan (-), gusi berdarah (-). Penderita lalu dibawa ke bidan, diberi obat tablet 3 macam yang os tidak tau namanya, namun keluhan tidak juga berkurang. Sejak 1 hari SMRS, penderita mulai tampak lemah, kaki dan tangan mulai dingin, BAB hitam (+), sehingga penderita dibawa ke praktek dokter spesialis anak dan dikatakan sakit demam berdarah lalu dirujuk ke RSUD BARI, dan dirawat selama satu hari. Selama dirawat di RSUD BARI mendapat infus sebanyak 7 botol. Sejak 1 jam SMRS tangan dan kaki os kembali dingin, sehingga os dirujuk ke RSMH Palembang.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal Riwayat bepergian ke luar daerah disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga Riwayat adanya anggota keluarga atau masyarakat di sekitar rumah yang menderita DBD disangkal.
Riwayat Kelahiran Lahir dari ibu G1P1A0, hamil cukup bulan, lahir spontan langsung menangis, ditolong bidan, A/S ?, BBL = 2700gram. Riwayat ibu demam (-), cairan ketuban kental (-), bau (-) dan riwayat KPSW (-).
Riwayat Perkembangan Berbalik Tengkurap Merangkak Berdiri Berjalan : 3 bulan : 4 bulan : 6 bulan : 10 bulan : 11 bulan
Riwayat Makan ASI : (-) : 3 bulan 2 tahun. : 8 bulan 15 bulan. : 15 bulan sekarang. Susu Formula : 0 2 tahun. Bubur susu Bubur nasi Nasi
Riwayat Imunisasi BCG (+), Scar (-) DPT I (+), DPT II (+), DPT III (+) Polio I, II, III, IV (+) Hepatitis B I, II, III (+) Campak (+) Kesan: Status imunisasi dasar penderita lengkap
Riwayat Keluarga Tn. Hamid, 27 thn, wiraswasta Ny. Tilawati, 25 thn, IRT
os
Riwayat Sosial Ekonomi Penderita adalah anak pertama dari Tn Hamid yang bekerja wiraswasta, dan Ny Tilawati yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Penghasilan per bulan adalah sekitar Rp 2,000,000.00. Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong cukup.
III. PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 04 November 2012) Pemeriksaan Umum Keadaan Umum Kesadaran Nadi Tekanan Darah Pernapasan Suhu badan Berat badan Tinggi badan Status Gizi : tampak sakit sedang : kompos mentis : filiformis : 80/P mmHg : 32 x/menit : 38,6 oC : 14 kg : 98 cm : BB/U = 14/17 x 100% = 82,3% TB/U = 98/104 x 100% = 94,2% BB/TB = 14/15 x 100% = 93,93% Kesan: Gizi Baik
Pemeriksaan Khusus Kulit Kepala Rambut Mata : ptekiae spontan (+) : normocephali, flushing (-) : lurus, hitam, tidak mudah dicabut : pupil bulat, isokor, 3 mm, refleks cahaya +/+, konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-, edema palpebra +/+ Telinga Hidung Tenggorok : sekret (-) : NCH (-), sekret (-), epistaksis (-) : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Leher
Thoraks Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : pulsasi (-), iktus (-), voussur cardiaque (-) : iktus (-), thrill (-) : dalam batas normal : HR= 82 x/menit, irama regular, murmur (-), gallop (-) Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : cembung : lemas, hepar dan lien tidak teraba : timpan, shifting dullness (+) : bising usus (+) : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-) : stemfremitus kanan = kiri : sonor di kedua lapangan paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Lipat paha dan genitalia: Ekstremitas : akral dingin (+), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik Status neurologikus Fungsi motorik Tungkai Pemeriksaan Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Refleks fisiologis Kanan Luas +5 Eutoni (-) (+) normal Refleks patologis (-) Kiri Luas +5 Eutoni (-) (+) normal (-) (+) normal (-) (+) normal (-) Lengan Kanan Luas +5 Eutoni Kiri Luas +5 Eutoni
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin (Pada pagi hari, 04 November 2012 RS Bari) Hb Ht : 10,7 g/dl : 33 vol%
Trombosit : 22.000/mm3 Darah Rutin (Sore hari, 04 November 2012 RSMH) Hb Ht : 12,1 g/dl : 36 vol%
Trombosit : 21.000/mm3
V.
PEMERIKSAAN ANJURAN Pemeriksaan kadar NS-1 Pemeriksaan serologis Ig M dan Ig G anti dengue
VI.
RESUME Pada kasus ini, seorang anak perempuan, berusia 4 tahun 5 bulan, beralamat di Jalan Mataram No. 39 Kertapati Palembang, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, dirawat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak pada tanggal 04 November 2012 pukul 10.20 WIB dengan keluhan utama kaki dan tangan dingin, disertai keluhan tambahan berupa demam yang muncul mendadak sejak 6 hari SMRS dan BAB hitam sejak 1 hari SMRS. Sejak 6 hari SMRS, penderita mengalami demam tinggi mendadak, terus-menerus, sakit kepala (+), nyeri di belakang bola mata (+), pegal-pegal di otot (+), nyeri sendi (+), nafsu makan berkurang (+), BAB dan BAK biasa. Penderita lalu dibawa ke Puskesmas, diberi obat sirup paracetamol dan 1 sirup berwarna putih. Namun setelah minum obat demam tidak berkurang.
Sejak 5 hari SMRS, Demam, BAB dan BAK biasa, sakit kepala (+), nyeri di belakang bola mata (+), pegal-pegal di otot (+), nyeri sendi (+). Penderita lalu dibawa ke bidan, diberi obat tablet 3 macam, namun keluhan tidak juga berkurang. Sejak . 1 hari SMRS tampak lemah, kaki dan tangan mulai dingin, BAB hitam (+), sehingga penderita dibawa ke praktek dokter spesialis anak dan dikatakan sakit demam dengue lalu dirujuk ke RSUD BARI, dan dirawat selama satu hari. Selama dirawat di RSUD BARI mendapat infus sebanyak 7 botol. Sejak 1 jam SMRS tangan dan kaki os dingin sehingga os dirujuk ke RSMH Palembang. Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi filiformis, pernapasan 32x/mnt, suhu badan 38,6oC, dan tekanan darah 80/p mmHg. Sedangkan pada pemeriksaan khusus pada mata edema palpebra (+), abdomen cembung, shifting dullness (+) dan akral dingin. Pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan darah rutin (pada pagi hari, 04 November 2011 RS Bari) Hb 10,7 g/dl, Ht 33 vol%, dan Trombosit 22.000/mm3 dan pemeriksaan darah rutin (pada sore hari, 04 November 2011 RSMH) Hb 12,1g/dl, Ht 36 vol%, dan Trombosit 21.000/mm3.
VII.
DIAGNOSIS BANDING Dengue Shock Syndrome Demam tifoid Malaria Idiopatic Trombositopenia Purpura
IX.
PENATALAKSANAAN ( di IRD ) 1. Oksigenasi (O2 2 L/menit) 2. Penggantian volume plasma segera RL 10 cc/kgBB dan koloid 10 cc/kgBB dalam 30 menit 3. Selepas 30 menit, BP : 90/60 mmHg, Nadi: 72 x/min. RL 10 cc/kgBB/jam dan koloid stop 4. Syok teratasi IVFD RL 7 cc/kgBB/jam ( turunkan bertahap ) dihantar ke High Care Unit ( IKA B ) ( di High Care Unit IKA B ) 1. Tirah baring 2. IVFD RL 7 cc/kgBB/jam = 98 cc/jam, gtt 24x/menit 3. Cek Hb, Ht, Trombosit tiap 8 jam 4. Balance cairan tiap 1 jam 5. Kurva suhu tiap 6 jam 6. Observasi tanda vital tiap 15 menit
X.
XI.
FOLLOW UP (Tanggal 04 November 2012) BSS : 103 mg/dl Waktu BP (mmHg) 15.00 15.15 15.30 15.45 100/60 100/60 101/60 101/60 HR (x/min) 127 114 111 116 RR (x/min) 32 34 34 36 Temp. (oC) 36,6 36,8 37,1 37,0 15.00-16.00 I: 140 cc O : 24 cc IWL : 16,6 B: + 99,4 D: 1,71 RL 7cc/kgBB/jam = 98 cc/jam 24 gtt/min (makro) 16.00 16.15 16.30 16.45 101/60 120/60 120/60 120/60 116 118 116 120 34 34 30 30 36,8 36,7 36,8 37,0 16.00-17.00 I: 98 cc O : 20 cc IWL : 16,6 B: + 61,4 D: 1,4 RL 7cc/kgBB/jam = 98 cc/jam 24 gtt/min (makro) 17.00 18.00 19.00 120/60 120/60 120/60 111 110 110 32 36 36 36,8 36,2 36,2 17.00-18.00 I : 98 cc O : 34 cc IWL : 16,6 B: + 47,4 Balance Cairan
D: 2,4 RL 7cc/kgBB/jam = 98 cc/jam 24 gtt/min (makro) 18.00-17.00 I : 98 cc O : 29 cc IWL : 16,6 B: + 52,4 D: 2,0 RL 7cc/kgBB/jam = 98 cc/jam 24 gtt/min (makro) Darah Rutin (Pada pagi hari, 04 November 2012 RS Bari) Hb Ht : 10,7 g/dl : 33 vol%
Trombosit : 22.000/mm3 Darah Rutin (Sore hari, 04 November 2012 RSMH) Hb Ht : 12,1 g/dl : 36 vol%
Trombosit : 21.000/mm3
Diagnosis kerja Dengue Shock Syndrome Penatalaksanaan 1. Tirah baring 2. IVFD RL 7cc/kgBB/jam 3. Cek Hb, Ht, Trombosit tiap 12 jam 4. Balance cairan tiap 2 jam
10
(Tanggal 05 November 2012) Keluhan : demam (-), mual (-), sakit perut (+) Vital Sign Kesadaran TD Nadi RR Suhu Balance Cairan 23.00-01.00 I: 140 cc O : 50 cc IWL : 33,2 B: + 56,8 D: 1,7 cc/kgBB/jam RL 5cc/kgBB/jam = 98 cc/jam 01.00-03.00 I: 140 cc O : 100 cc IWL : 33,2 B: + 6,8 D: 3,5 cc/kgBB/jam RL 5 cc/kgBB/jam = 98 cc/jam 03.00-05.00 I : 140 cc O : 70 cc IWL : 33,2 B: + 36,8 D: 2,5 cc/kgBB/jam RL 5cc/kgBB/jam : kompos mentis : 80/50 mmHg : 94 x/menit : 32 x/menit : 36, 8oC
11
Trombosit : 24.000/mm3 Laboratorium (05 November 2012, pukul 18.00WIB) Hb Ht : 11,6 g/dl : 34 vol%
Trombosit : 53.000/mm3
Penatalaksanaan 1. Tirah baring 2. IVFD RL 4cc/kgBB/jam 14 gtt/mikro 3. Injeksi ranitidine 2 x 14 mg (IV) 4. Balance cairan tiap 6 jam 5. Follow up vital sign tiap 3 jam 6. Kurva suhu tiap 6 jam 7. Cek Hb, Ht, Trombosit tiap 12 jam 8. Bilas lambung
(Tanggal 06 November 2012) Keluhan : demam (-), mual (-), NGT (+) kotor Vital Sign Kesadaran TD Nadi RR Suhu : kompos mentis : 80/60 mmHg : 96 x/menit : 32 x/menit : 36, 4oC
12
Balance Cairan 06.00-12.00 I : 650 cc O : 600 cc IWL : 33,2 B: + 16,8 D: 7,1 cc/kgBB/jam 12.00-18.00 I : 66 cc O : 500 cc IWL : 75 B: - 500 D: 2,98 cc/kgBB/jam 18.00-24.00 I : 250 cc O : 450 cc IWL : 75 B: + 125 D: 1,49 cc/kgBB/jam 24.00-06.00 I : 50 cc O : 250 cc IWL : 75 B: -275 D: 2,98 cc/kgBB/jam
Laboratorium (06 November 2012 - 06.00) Hb Ht Trombosit : 11,5 g/dl : 42 vol% : 93,000/mm3
13
Laboratorium (06 November 2012 - 18.00) Hb Ht Trombosit : 11,7 g/dl : 35 vol% : 142,000/ mm3
Penatalaksanaan 1. Tirah baring 2. IVFD RL 4cc/kgBB/jam 24 gtt/min (makro) 3. Injeksi ranitidine 2 x 14 mg (IV) 4. Paracetamol 140mg (K/P) 5. Pro IgG dan IgM
14
menimbulkan renjatan dan kematian . Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat serotipe ini dapat ditemukan di Indonesia. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan ditemukan di Indonesia dan berhubungan dengan manifestasi klinis yang berat . Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti.1,2,3,4 Setelah terinokulasi ke manusia, virus dengue mempunyai masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Replikasi virus berada di sel yang berfungsi sebagai sistem reticuloendothelial (RES), seperti sel dendrite, hepatosit, dan sel endotel. Infeksi ini menghasilkan produksi dari imunitas seluler dan humoral. Setelah masa inkubasi, demam akut terjadi selama 5-7 hari. Penyembuhan biasanya terjadi pada 7-10 hari.1 Dengue hemorrhagic fever atau dengue shock syndrome merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang biasanya timbul pada hari ke 3-7, terutamanya saat suhu tubuh turun. Kelainan patologis yang mendasarinya adalah kebocoran plasma yang cepat akibat kerusakan edotel pembuluh darah, gangguan hemostasis, dan kerusakan pada hepar, menyebabkan kehilangan cairan yang berat dan pendarahan. Kebocoran plasma disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler dan mungkin bermanifestasi sebagai
15
hemokonsentrasi, efusi pleura, dan ascites. Pendarahan disebabkan oleh fragilitas kapiler dan trombositopenia dan bermanifestasi menjadi berbagai bentuk, mulai dari petechiae sampai pendarahan gastrointestinal. Kerusakan hepar mengakibatkan peningkatan alanine aminotransferase and aspartate aminotransferase, kadar albumin yang rendah, dan gangguan koagulasi. 1
B. Patofisiologi Infeksi virus dengue memiliki spektrum klinis yang bervariasi mulai dari yang asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue dan sindrom syok dengue. Patofisiologi yang mendasari perbedaan demam dengue dan demam berdarah dengue adalah adanya kebocoran plasma pada demam berdarah dengue yang sering berakibat pada gangguan hemodinamik dan terjadi syok hipovolemik. Abnormalitas hematologi sering muncul pada demam berdarah dengue termasuk leukopenia, trombositopenia, gangguan koagulasi juga penekanan sumsum tulang. Infeksi virus dengue dapat menyebabkan terjadinya perubahan yang kompleks dan unik pada berbagai
mekanisme homeostasis dalam tubuh penderita. Kompleks virus antibodi yang terbentuk akan dapat mengaktifkan sistem kaskade koagulasi hingga terbentuknya suatu fibrin. Di samping itu selain terhadap sistem koagulasi, juga mengaktifkan sistem fibrinolisis, sistem kinin dan sistem komplemen yang kesemuanya memberikan akibat yang kompleks yang ditimbulkan oleh infeksi virus dengue tersebut. Mekanisme gejala klinis berupa perdarahan didasari faktor yang multipel, yaitu trombositopenia, trombopati, vaskulopati, dan koagulasi intravaskuler diseminata (KID), masa perdarahan dan masa protrombin yang memanjang, penurunan beberapa kadar faktor koagulasi,
hipofibrinogenemia dan peningkatan produk pemecahan fibrin (fibrinogen degradation product). Disamping itu terjadi pula aktivasi sistem kinin, serta terbentuknya bradikinin. Berbagai kelainan hematologis telah
16
terbukti menyertai perjalanan penyakit demam berdarah dengue (DBD), keadaan ini dipakai sebagai alat penunjang diagnosis dan untuk
penatalaksanaan yang tepat serta untuk penelitian lebih jauh mengenai patofisiologi DBD.
Volume Plasma Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan antara DD dengan DBD ialah darah,
peningkatan
permeabilitas
dinding
pembuluh
penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya padam a s a s yo k . secara akut, nilai P a d a k a s u s b e r a t , s yo k t e r j a d i meningkat bersamaan
hematokrit
d e n g a n m e n g h i l a n g n ya p l a s m a m e l a l u i e n d o t e l dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan,
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu r o n g g a peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi t e r n ya t a melebihi cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema.1,2,3 Pada sebagian besar kasus, plasma ya n g
m e n g h i l a n g d a p a t d i g a n t i s e c a r a efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada
17
otopsi darah
tidak ya n g
ditemukan bersifat
kerusakan
dinding
pembuluh radang,
dekstruktif
atau
akibat
sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. G a m b a r a n biopsi kulit pasien kerusakan luka akibat mikroskop pada endotel elektron akut ya n g bakar.
DBD sel
anoksia
atau
Trombositopenia Trombositopenia merupakan salah satu kriteria sederhana yang diajukan oleh WHO sebagai diagnosis klinis penyakit DBD. Jumlah trombosit biasanya masih normal selama 3 hari pertama. Trombositopenia mulai tampak beberapa hari setelah panas dan mencapai titik terendah pada fase syok. Penyebab trombositopenia pada DBD masih
kontroversial, disebutkan terjadi karena adanya supresi sumsum tulang serta akibat destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Mekanisme peningkatan destruksi ini belum diketahui dengan jelas. Ditemukannya mengeluarkan kompleks ADP imun pada permukaan trombosit yang
(adenosin
agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya limpa dan hati. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III yang mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif. Pada suatu studi yang dilakukan pada 35 anak-anak dengan DBD di Thailand, ditemukan pada fase akut infeksi DBD baik dengan ataupun tanpa syok terjadi penurunan aktivitas agregasi trombosit, hal ini diimbangi dengan meningkatnya
18
Setelah
menyingkirkan
kemungkinan
dari
penyebab
lain
terjadinya trombositopenia, diperkirakan hal ini terjadi karena infeksi virus Dengue yang menyerang berasal dari jenis virus yang mengalami mutasi. Atau kemungkinan lain diperkirakan penderita terinfeksi virus dengue yang baru saat berada dalam fase konvalesen. Terdapat beberapa pendapat mengenai indikasi dan dosis pemberian transfusi merekomendasikan transfusi
trombosit konsentrat pada penderita DBD diberikan hanya pada kasus dengan perdarahan masif dan jumlah trombosit < 100.000 . Perdarahan
spontan dan masif termasuk perdarahan yang tampak ataupun yang tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 - 5 cc/kg berat badan/jam.
Sistem koagulasi dan fibrinolisis Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. M a s a perdarahan memanjang, masa
pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V,VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP).
Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan anti trombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, t e t a p i j u g a o l e h konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada Demam Berdarah Dengue d i b u k t i k a n d e n g a n p e n u r u n a n aktifitas -2 plasmin inhibitor dan penurunan
a k t i v i t a s plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa(1) pada Demam Berdarah Dengue stadium akut telah terjadi proses
19
koagulasi
dan
fibrinolisis(2)
Diseminated
intravaskular
c o a g u l a t i o n s e c a r a p o t e n s i a l d a p a t t e r j a d i j u g a Demam Berdarah Dengue tanpa syok. peran Pada DIC masa dini
perubahan
apabila pen yakit memburuk sehingga terjadi s yok dan asidosis maka s y o k akan memperberat DIC sehingga
perannya akan mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ - organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian (3 ) P e r d a r a h a n oleh faktor kulit pada
umumnya
disebabkan
k a p i l e r , gangguan
fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme gangguan faktor yang lebih komplek dan seperti
trombositopenia,
pembekuan,
kemungkinan
besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik
(4)Antitrombin III yang merupakan kofa ktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang. 1,2,3
Sistem Komplemen Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada
d e n g u e , a k t i v a s i k o m p l e m e n terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh a k t i v a s i s i s t e m k o m p l e m e n d a n b u k a n o l e h k a r e n a
20
produksi
yan g
menurun
atau
ekstrapolasi
komplemen. C 5a yang
mempunyai kemampuan stimulasi sel mast untuk merupakan mediator kuat permeabilitas
menimbulkan
peningkatan
kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop v i r u s p a d a s e l e n d o t e l , p e r m u k a a n trombosit dan lim fosit T, yang menimbulkan w a k t u paruh syok, trombosit dan memendek, kebocoran plasma,
merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1).1,2,3 Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya k o m p l e k s i m u n y a n g bersirkulasi ( circulating immune complex ) baik pada
D B D derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit. 1,2,3
Hematokrit dan Hemoglobin Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses
perjalanan penyakit DBD. Peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan,
21
Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti
peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematologi paling awal yang ditemukan pada DBD.
Respon Leukosit Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatanl i m f o s i t a t o p i k y a n g b e r l a n g s u n g s a m p a i h a r i k e d e l a p a n . P e m e r i k s a a n l i m f o s i t plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke enam.
proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. Definisi LPB ialah limfosit dengan sitoplasma biru tua, pada umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dengan daerha perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan kadang-ladang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak bertambah biru. 1,2,3
Koagulasi intravaskular diseminata (KID) KID dapat merupakan salah satu kedaruratan medik pada pasien DBD. Aktifasi dari sistem koagulasi dan penurunan jumlah
trombosit akibat ikatan virus antibodi pada pasien DBD dapat mencetuskan terjadinya KID. Selain itu kondisi lain seperti syok, hipoksia dan asidosis juga dapat menjadi pencetus terjadinya KID.
22
Gejala klinis yang bervariasi dapat timbul, namun pada dasarnya terjadi proses perdarahan dan trombosis pada waktu yang bersamaan. Manifestasi perdarahan yang sering muncul adalah petekie, ekimosis,
hematom di kulit, hematuri, melena, epistaksis dan perdarahan gusi, serta kesadaran menurun akibat perdarahan otak. Sedangkan gejala trombosis yang terjadi dapat berupa gagal ginjal akut, gagal nafas dan iskemia serta kesadaran menurun akibat trombosis pada otak. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis terjadinya KID pada pasien DBD sama dengan KID yang terjadi atas dasar penyakit lainnya, yaitu pemeriksaan hemostasis (masa protrombin dan masa trombin parsial), kadar faktor pembekuan, FDP, D-Dimer, serta plasmin. Suatu studi yang dilakukan di Thailand menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kadar D-dimer sebagai indikator terjadinya KID dengan beratnya penyakit pada pasien DBD.
C. Patogenesis Sampai saat ini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis atau teori antibody mendapatkan dependent enhancement model binatang (ADE) dikarenakan yang dapat
kesukaran
percobaan
dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. The secondary heterologous infection hypothesis menyatakan bahwa demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali mendapatkan infeksi berulang kedua virus dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis infeksi sekunder menyatakan bahwa seseorang yang terinfeksi kedua kalinya dengan virus dengue yang berbeda, maka akan terjadi reaksi anamnestik dari antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya. Ikatan virus-antibodi non netralisir ini mengaktivasi
makrofag dan akan bereplikasi di dalam makrofag. Sedangkan teori ADE menyatakan bahwa adanya antibodi yang timbul justru bersifat
23
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami
metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalami metamorfosis akan melepaskan factor trombosit 3 yang mengaktivasi system koagulasi. 1,2,3 Akibat aktivasi faktor Hagemann (factor XII) yang selanjutnya juga mengaktivasi system koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan
intravaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
24
penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP). Aktivasi factor XII akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah. Menurunnya factor koagulasi oleh aktivasi system koagulasi dan kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan. 1,2,3
The immunological Enhancement Hypothesis Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfunsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) Antobodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus.
25
Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antobodi nonneutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengu oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar urama hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis (the
immonological enchancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut: (a) Sel Fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer. (b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukelar. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen. (c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukelar yang telah terinfeksi (d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanis ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi. (e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan menaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. 1,2,3
Aktivasi Limfosit T Limfosit T juga memegan peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue ( serotipe berebda denga ninfeksi pertama), limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
26
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen.
1,2,3
D. Bentuk klinis
Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 dengan indikator demam 2-7 hari, tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan trombositopenia. Berdasarkan kepastian diagnosis: 4 1. Tersangka Demam Dengue (TDD) Demam akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi klinik seperti sakit kepala, sakit di belakang bola mata, mialgia, artralgia, rash, manifestasi perdarahan, leukopenia, tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak terbukti diagnosis klinis lain 2. Tersangka Demam Berdarah Dengue (TDBD) Demam + manifestasi perdarahn paling sedikit test torniquet (+) 3. Demam dengue (DD)
27
Apabila terdapat semua gejala TDD namun tidak dapat ditemukan peningkatan Ht >20% (tidak terbukti terjadi plasma leakage) 4. Demam berdarah dengue (DBD) Apabila ditemukan peningkatan Ht >20% dan penurunan hematokrit setidaknya 20% setelah resusitasi cairan.
Sering juga ditemukan kasus DBD yang tidak memenuhi ke empat kriteria WHO 1997 yang dipersyaratkan, namun terjadi syok. Sehingga disepakatilah panduan terbaru WHO tahun 2009. Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs), dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs) dan dengue berat (severe Dengue). 1. Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya : Dengue probable : Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue Demam disertai 2 dari hal berikut : Mual, muntah Ruam Sakit dan nyeri Uji torniket positif Lekopenia Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah : Nyeri perut atau kelembutannya Muntah berkepanjangan Terdapat akumulasi cairan Perdarahan mukosa Letargi, lemah Pembesaran hati > 2 cm Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat
28
*Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran plasma tidak jelas) 2. Kriteria dengue berat : Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan dengan distress pernafasan. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT 1000, gangguan kesadaran, gangguan jantung dan organ lain) *Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya mencapai 82 %.
29
Berdasarkan derajat penyakit (Demam Berdarah Dengue) : Derajat I Derajat II : demam + gejala non-spesifik + uji bendung (+) : derajat I + perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lainnya Derajat III : kegagalan sirkulasi ditandai dengan nadi lemah, takikardia, tekanan nadi 20 mmHg atau hipotensi, sianosis sirkum oral, kulit lembab dan dingin, dan anak gelisah Derajat IV : renjatan berat, nadi tak teraba, tekanan darah tidak terukur *Derajat III dan IV DSS
Menurut WHO, ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DBD :2,3,4 1. Demam Diawali dengan demam tinggi mendadak, kontinu, bifasik,
berlangsung
Pada hari ke-3 mulai terjadi penurunan suhu namun perlu hati-hati karena dapat sebagai tanda awal syok. Fase kritis ialah hari ke 3-5.
30
2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan Uji turniket positif berarti fragilitas kapiler meningkat. Hal ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid. Dinyatakan positif bila terdapat > 10 petekie dalam diameter 2,8 cm (1 inchi persegi) di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti. Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena, hematemesis 3. Trombositopenia ( 100.000 sel/ mm3) 4. Adanya bukti kebocoran plasma, ditandai dengan: Kenaikan hematokrit 20% dari hematokrit normal pasien. Penurunan hematokrit 20% setelah resusitasi cairan. Adanya efusi pleura, asites, hipoproteinemia.
E. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah uji torniquet, pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara serial, pemeriksaan albumin darah, CT, BT, PT dan PTT. Pemeriksaan laboratoris yang sering ditemukan pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Untuk menentukan hasil positif atau negatif penderita DHF dapat digunakan pemeriksaan serologis dengan dengue blot kit IgG dan IgM yang diperiksa mulai dari hari ke-4 demam berlangsung. NS1 adalah glikoprotein non struktural dari virus dengue yang dapat terdeteksi pada darah mulai awal demam sampai hari ke-5. Pemeriksaan radiologi juga terkadang dilakukan untuk mendeteksi adanya efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat dijumpai pada hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi plasma leakage yang hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. Menurut penelitian Chuamsumrit A. et al. Hasil laboratoris berikut yang merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit
31
>20%, platelet <40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT > 16 detik. F. Indikasi rawat4 Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk dirawat Tersangka demam berdarah derajat I dengan hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntah-muntah dan kejang serta Ht cenderung meningkat dan trombosit cenderung turun atau < 100.000 harus dirawat Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki dan tangan dingin, tekanan darah menurun dan oliguria harus dirawat Seluruh derajat II, III dan IV
G. Terapi4 Pada dasarnya pengobatan dari DHF atau DSS bersifat simptomatik dan suportif. 1. DHF tanpa shock Penderita perlu diberi minum banyak 1 - 2 liter dalam 24 jam berupa air the dengan gula, sirup, atau susu. Hiperpireksia (suhu >400C) diatasi dengan pemberian antipiretik dan kompres. Kejang yang timbul dapat diatasi dengan pemberian antikonvulsan. Anak berumur lebih dari 1 tahun diberi luminal dengan dosis 75 mg dan dibawah 1 tahun dengan dosis 50 mg IM. Pemberian IVFD dilakukan apabila penderita terus menerus muntah dan hematokrit cenderung meningkat. 2. Dengue Shock Syndrome Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan adalah Ringer Laktat. Dalam keadaan shock berat, cairan harus diberikan secara diguyur, artinya secepatnya dengan penjepit infuse dibuka. Dalam keadaan tidak berat, cairan diberikan dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
32