You are on page 1of 50

Review Neuroanatomi

Otak Manusia mengendalikan semua fungsi tubuh Manusia. Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh Manusia. Jika otak Manusia sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental Manusia. Sebaliknya, apabila otak Manusia terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental Manusia bisa ikut terganggu. Semanusiainya jantung atau paru-paru Manusia berhenti bekerja selama beberapa menit, Manusia masih bisa bertahan hidup. Namun jika otak Manusia berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh Manusia mati. Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting. Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang anatomi dan fungsi otak secara detail bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu disini kita akan membahas anatomi dan fungsi otak secara garis besarnya saja sekedar membuat Manusia paham bagian-bagian dan fungsi otak Manusia sendiri.

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Cerebrum (Otak Besar) 2. Cerebellum (Otak Kecil) 3. Brainstem (Batang Otak) 4. Limbic System (Sistem Limbik)

Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan

berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Manusia juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area

yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional. Mengenai fungsi Otak Kanan dan Otak Kiri sudah kami bahas pada halaman tersendiri.

Cerebellum (Otak Kecil)


Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju.

Brainstem (Batang Otak)


Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur perasaan teritorial sebagai insting primitif. Contohnya manusia akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak Manusia kenal terlalu dekat dengan manusia. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.

Catatan: Kelompok tertentu mengklaim bahwa Otak Tengah berhubungan dengan kemampuan supranatural seperti melihat dengan mata tertutup. Klaim ini ditentang oleh para ilmuwan dan para dokter saraf karena tidak terbukti dan tidak ada dasar ilmiahnya.

Limbic System (Sistem Limbik)


Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang. Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Misalnya Manusia lebih memperhatikan anak Manusia sendiri dibanding dengan anak orang yang tidak Manusia kenal. Mengapa? Karena Manusia punya hubungan emosional yang kuat dengan anak Manusia. Begitu juga, ketika Manusia membenci seseorang, Manusia malah sering memperhatikan atau mengingatkan. Hal ini terjadi karena Manusia punya hubungan emosional dengan orang yang Manusia benci.
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung

menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya.

Lesi UMN dan LMN


Upper Motoneuron
Motoneuron adalah neuron yang mengontrol fungsi motorik. Unit motorik terdiri dari satu motoneuron dan sekelompok serabut otot yang diinervasi. Motoneuron yang mensuplai unit motorik (baik langsung maupun melalui interneuronnya) dikenal sebagai lower motoneuron (LMN). Sinapsis antara LMN dan serabut otot disebut neuromuscular junction. Sedangkan UMN adalah neuron yang mengontrol menyampaikan impuls motorik LMN, dimulai dari corteks motorik serebri hingga radix ventralis medula spinalis (sepenuhnya terdiri dari sistem saraf pusat). Secara anatomi dan fisiologi UMN dibagi menjadi susunan piramidal dan ekstrapiramidal.

TRACTUS PIRAMIDALIS
Tractus piramidalis merupakan serabut serabut saraf yang turun di dalam substansia alba dari berbagai pusat saraf supraspinal, dipisahkan dalam berkas-berkas yang disebut tractus descenden. Neuron supraspinal bersama traktusnya UMN 1. Tractus corticospinalis a. Fungsi: Merupakan jaras yang berkaitan dengan gerakan-gerakan volunter, tertentu, dan terlatih, untuk gerakan cepat dan tangkas terutama pada bagian-bagian distal ekstremitas b. Asal serabut: 1/3 dari korteks motorik primer serebri (area Broadman 4), 1/3 dari korteks premotorik (area 6) dan area motorik suplementer, dan 1/3 dari lobus parietalis (area 3, 1, 2) c. Tractus corticospinalis merupakan tractus piramidalis yang terpenting

d. Perjalanan serabut: corteks serebri serabut mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus posterius capsula interna (di antara nucleus caudatus dan putamen ganglia basalis) melalui 3/5 bagian medial basis pedunculi mesensefalon (di sini, serabut yang mengurus bagian servikal terletak sebelah medial sedangkan yang mengendalikan tungkai terletak di sebelah lateral) tractus memasuki pons saat memasuki pons, tractus terbagi menjadi banyak berkas oleh serabut pontoserebelaris transversal Masuk ke medula oblongata. Berkas membentuk kelompok di sepanjang pyramid medula oblongata Hampir semua serabut menyilang garis tengah pada decussatio pyramidum (pada pertemuan medula oblongata dan medula spinalis) Masuk ke columna alba lateralis medula spinalis tractus corticospinalis lateralis. Serabut berakhir di columna grisea medula spinalis regio intermediet semua segmen Sisa serabut yang tidak menyilang, berjalan turun di dalam columna alba anterior medula spinalis tractus corticospinalis anterior. Serabut-serabut ini akhirnya menyilang garis tengah dan berakhir pada columna grisea anterior medula spinalis pada segmen servikal dan torakal atas. Serat ini kemungkinan dikendalikan oleh area motorik suplementer dari gerakan postural bilateral. Area ini tepat berada di superior area premotorik. e. Cabang-cabang Tractus piramidal (tractus corticospinal) mengeluarkan banyak sekali serabut, semua ini menuju regio serebri yang lebih dalam dan ke batang otak, yaitu:

i. Akson dari sel Betz mengirim serat-serat kolateral pendek kembali ke korteks. Sel Betz merupakan sel piramidal raksasa, dari korteks motorik primer, kecepatan penghantaran impuls 70 m/detik, 3% dari selluruh serat piramidalis. Fungsi: untuk menghambat aktivitas korteks yang berdekatan, sehingga akan memperjelas batas-batas sinyal eksitasi. ii. Serat-serat dengan badan besar yang berjalan ke nucleus caudatus dan putamen. Dari daerah ini ada jaras tambahan yang menyebar melalui beberapa neuron ke batang otak. iii. Serat-serat yang cukup banyak berjalan ke nucleus rubra tractus rubrospinalis iv. Sebagian serat berbelok ke substansia reticularis dan nuclei vestibular batang otak tractus reticulospinal dan tractus vestibulospinal menuju medula spinalis. Serat lainnya menuju serebellum melalui tractus reticuloserebelar dan tractus vestibuloserebelar. v. Serat dalam jumlah banyak yang bersinaps di nuclei pontin serat pontoserebelar. vi. Serat kolateral juga berakhir di nuklei olivari inferior serar olivoserebelar vii. Cabang berjalan menuju nucleus caudatus dan formatio reticularis. Cabang ini menjaga agar daerah subcortical tetap mendapat informasi mengenai aktivitas motorik kortikal. Begitu disiagakan, daerah subcortikal dapat mengirim impuls sarafnya sendiri ke neuron motorik melalui jaras desenden lain. Jadi, setiap ada sinyal motorik yang berjalan ke medula spinalis, maka ganglia basalis, batang otak, dan serebellum juga menerima sinyal.

2. Tractus reticulospinalis a. Fungsi: memfasilitasi atau menghambat aktivitas neuron motorik alfa dan gamma di columna grisea antrior memfasilitasi atau menghambat gerakan volunter atau aktivitas refleks. b. Saat ini, serabut reticulospinalis diduga termasuk serabut desenden otonomik, dengan demikian tractus ini merupakan jaras agar hipotalamus dapat mengatur aliran simpatis dan parasimpatis dari daerah sacralis. c. Di seluruh mesensefalon, pons, dan medula oblongata terdapat kelompok sel dan serabut saraf yang tersebar, yang bersama-sama disebut formatio reticularis. Neuron in mengirim akson yang sebagian besar tidak menyilang, dari pons ke medula spinalis tractus tericulospinalis pontine, serabut ini turun melalui columna alba anterior. Neuron ini juga mengirim akson (baik menyilang maupun tidak) dari medula oblongata ke medula spinalis tractus reticulospinalis medullaris, serabut ini turun melalui columna alba lateral.

3. Tractus tectospinalis a. Berkaitan dengan gerakan refleks postural sebagai respon stimulus visual b. Serabut ini berasal dari colliculus superior mesensefalon c. Sebagian besar serabut menyilang garis tengah segera setelah keluar dari tempat asalnya dan turun melalui batang otak dekat fasciculus longitudinalis medialis. Turun dalam columna alba anterior dekat fissura mediana anterior medula spinalis. Umumnya berakhir di columna grisea anterior segmen servikalis atas. 4. Tractus rubrospinalis a. Memacu aktivitas otot-otot fleksor serta menghambat aktivitas otot-otot ekstensor atau antigravitasi b. Nukleus ruber terletak dalam tegmentum mesensefalon setinggi colliculus superior. neuron nucleus ruber menerima impuls dari korteks cerebri dan cerebellum. Akson dalam neuron ini menyilang setinggi nukleus dan berjalan turun sebagai tractus rubrospinalis melalui pons dan medula oblongata lalu masuk ke columna alba lateralis medula spinalis.

Nucleus Merah Nucleus ini menerima serat dari korteks motorik primer tractus corticorubral Nc rubra inferior (bagian magnoseluler) melanjukan diri ke tractus rubrospinalis Nukleus ini juga mempunyai hubungan erat dengan serebellum 5. Tractus vestibulospinalis a. Memfasilitasi otot-otot ekstensor, menghambat otot-otot fleksor, serta mengurus aktivitas postural yang berkaitan dengan keseimbangan (otot-otot aksial dan pinggang). b. Nukleus vestibulares terletak di pons dan medula oblongata di bawah lantai ventriculus quartus. Nuklei ini menerima serabut aferen dari telinga dalam dan dari serebellum. Akson neuron ini membetuk tractuk vestibulospinalis, tidak menyilang, dan melalui seluruh panjang medula spinalis dalam columna alba anterior. 6. Tractus olivospinalis Mungkin berperan pada aktivitas otot. Namun masih diragukan keberadaannya.

Sistem Ekstrapiramidal
Merupakan semua bagian otak dan batang otak yang ikut berperan dalam pengaturan motorik namun bukan merupakan bagian langsung dari sistem piramidal.

Meliputi jaras-jaras yang melalui ganglia basalis, formatio reticularis batang otak, nuclei vestibularis, inti-inti talamik, nc.subtalamicus, dan seringkali juga nucleus merah.

Oleh karena corpus striatum merupakan penerima tunggal dari serebut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit ini dinamakan sirkuit striatal. Sirkuit striatal terdiri dari sirkuit striatal prinsipal dan asesorik (1, 2, dan 3). Susunan ekstrapiramidal yang dibentuk oleh sirkuit ini terintegrasi dalam susunan motorik dan sensorik, sehingga memiliki sistem input dan output.

Sistem inputnya terutama adalah terutama impuls asenden non-spesifik yang disalurkan melalui diffuse ascending reticular system atau lintasan spinotalamik multisinaptik dan impuls proprioseptif yang diterima oleh serebelum. Sistem outpunya adalah lintasan yang menyalurkan impuls ke motoneuron. Impuls yang telah diproses dalam sirkuit striatal dikirim ke area 4 dan 6 melalui globus palidus dan inti talamik, selanjutnya disampaikan ke nc.ruber, formatio reticularis, dan akhirnya ke motoneuron. Seperti tampak pada gambar di atas. Istilah ekstrapiramidal lebih digunakan dalam klinik daripada fisiologi

Kelainan Upper Motor Neuron

Karakteristik: Tidak ada wasting/atrofi Hal ini disebabkan karena refleks spinal masih ada hanya saja informasi dari korteks serebri tidak dapat disampaikan Peningkatan tonus otot (spasme otot) tipe Clasp-Knife (pisau lipat) spastisitas sifat spastik yang terjadi umumnya dikarenakan lesi selalu terkait dengan lesi di piramidal dan ekstrapiramidal Hal ini disebabkan karena tidak ada kesinambungan informasi dari serebri, ganglia basalis dan serebelum sehingga pergerakan motorik volunter terganggu dan terjadi refleks spinalis yang tidak terkontrol Kelemahan umumnya pada otot yg bekerja melawan gravitasi dan hilangnya gerakan halus. Peningkatan Refleks dan Klonus

Hal ini disebabkan karena tidak ada kesinambungan informasi dari serebri, ganglia basalis dan serebelum sehingga pergerakan motorik volunter terganggu dan terjadi refleks spinalis yg tidak terkontrol Refleks eksteroseptif (superficial) hilang Rrefleks patologi (+) Contohnya Babinski, Gordon, Oppenheim; Mendel-Bechterew dll Respon ekstensor plantar Disused atrofi

Macam-macam lesi berdasarkan tinggi lesi: 1. Lesi Setinggi Kortikal umumnya terjadi monoparesis (jarang/membutuhkan lesi yang luas untuk terjadinya tetra-/hemi-paresis) bagian tubuh yang lumpuh tergantung daerah pada luas dan lokasi lesi hemispher area brodman 4; flaksid; kontralateral. Dapat disebabkan oleh tumor, perdarahan serebral, stroke dll. 2. Lesi setinggi Kapsula Interna lesi minimal pada hemisphere di kapsula interna dapat menyebabkan lesi yang luas karena pada daerah ini, jaras motorik mengalami penyempitan/mengerucut, umumnya terjadi hemiparesis dapat disertai hemianasthesia dan homonymous hemianopia (visual loss); kontralateral; dapat mengenai jaras piramidalis Cortikonuklearis Pada jenis lesi ini di awal terjadinya lesi bersifat flaksid lalu menjadi spastik. 3. Lesi Pedunkel hemiparesis/hemiplegia; kontralateral; spatik, paralisis ipsilateral saraf okulomotorius (sindrome Weber) 4. Lesi Pons hemiplegia kontralateral/bilateral, spastik mengenai CN V-VII. 5. Lesi Piramidal hemiparesisi flaksid kontralateral (jarang spastik, karena hanya mengenai jaras piramidalis (jaras ekstrapiramidal letaknya berjauhan pada bagian lebih dorsal medula oblongata). 6. Lesi pada dekusasi piramidalis

hemiplegi krusiata (menyilang), dimana kelumpuhan terjadi pada lengan kanan dan kaki kiri atau sebaliknya. 7. Lasi Medula Spinalis mengenai traktus cortikospinalis lateralis Jaras ekstrapiramidal (letaknya berdekatan di kornu anterior) hemiparesisi/monoparesisi (tergantung ketinggian lesi di Medul Spinalis), ipsilateral, spastik. Temuan Klinis: Monoparesis Kontralateral Lesi pada korteks serebri Tidak semua bagian korteks yang rusak (misalnya hanya pada bagian kaki saja) sedangkan bagian lain (misal: kepala, tangan) masih memberikan impuls motorik.

Hemiparesis Kontralateral Lesi pada KAPSULA INTERNA Semua informasi dari korteks presentral sudah diblok

Monoparesis Ipsilateral Lesi pada medulla spinalis sebelum bersinaps di kornu anterior, tetapi di bawah level Servikal (Pleksus Brakialis)

Hemiparesis Ipsilateral Lesi di medulla spinalis sebelum bersinaps dengan LMN di kornu anterior, tetapi di atas atau tepat di level Servikal (Pleksus Brakialis)

Paraparesis Lesi pada medulla spinalis di bawah level servikal (kedua sisi medulla spinalis, kiri dan kanan)

Tetraparesis/Quadriparesis Lesi pada medulla spinalis di atas level servikal (kedua sisi medulla spinalis, kiri dan kanan) atau pada medulla oblongata

Lower Motor Neuron

Kelumpuhan LMN
Kelumpuhan LMN timbul akibat kerusakan pada final common path, motor end plate dan otot.

Tanda
Kelemahan atau paralisis Hipotonia Kehilangan refleks tendon Normal pada abdominal dan tendon refleks.

Kelumpuhan LMN di uraikan menurut komponen-komponen LMN:

Kelumpuhan LMN akibat lesi di motorneuron 1. Sindrom lesi di kornu anterius Contohnya: pada poliomielitis anterior akut. Gejala awal berupa gejala infeksi umum: demam, lesu, sakit kepala, berkeringat banyak, anoreksia, sakit kerongkongan, muntah, diare, dan nyeri otot. Tahap kelumpuhan bermula pada akhir tahap nyeri muskular. Anggota gerak yang mengalami kelumpuhan adalah ekstremitas. Korban poliomyelitis anterior akut adalah terutama terjadi pada anak-anak. 2. Sindrom lesi yang selektif merusak motorneuron dan jaras kortikospinalis Karena sebab yang belum diketahui, motorneuron trunkus serebri dan medulla spinalis dalam kombinasi dengan serabut-serabut kortikobulbar/kortikospinal dapat bergenerasi. Beberapa patogenesis yang mungkin telah dikemukakan: a. Poliomielitis kronik b. Penyakit herediter c. Slow viral infection d. Akibat toksin yang berlokasi di substansia grisea sentralis. Menimbulkan kelumpuhan yang disertai tanda LMN dan UMN secara berbauran. Namun pada tahap lanjut hanya tanda LMN saja yang tertinggal. Di batang otak, intiinti saraf otak motorik terkena proses degeneratif itu juga, sehingga lidah dan otototot penelan lumpuh secara bilateral. Atrofi dan fasikulasi tampak pada lidah dengan jelas. Namun bisa ditemukan refleks maseter meninggi. 3. Sindrom lesi yang merusak motorneuron dan fusikulus anterolateralis. Biasanya disebabkan oleh penyumbatan a.spinalis anterior. Penyumbatan ini mengakibatkan lesi vaskular (infark) pada satu sampai beberapa segmen, sehingga menimbulkan: a. Kelumpuhan LMN bilateral pada otot-otot yang disarafi oleh motorneuron yang terkena lesi b. Hilangnya perasaan akan nyeri, suhu dan perabaan pada bagian tubuh secara bilateral dari tingkat lesi ke bawah c. Masih utuhnya kemampuan untuk merasakan rangsangan gerak, getar, sikap dan posisi bagian tubuh. Kelumpuhan LMN akibat lesi di radiks ventralis

1. Kelumpuhan akibat kerusakan pada seluruh radiks ventralis Kelumpuhan LMN yang disebabkan oleh kerusakan pada radiks ventralis dicirikan oleh adanya fibrilasi. Sebenarnya foramen elekromiografik itu mengungkapkan keadaan otot yang mengalami denervasi. Kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, berikut kelompok otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. 2. Kelumpuhan akibat kerusakan pada radiks ventralis setempat. Kelumpuhan LMN yang terjadi akibat kerusakan radiks ventralis dari satu atau dua segmen saja, tidak akan mempunyai arti, jika yang dilanda otot yang menyusun muskulatur toraks atau abdomen. Lain halnya jika otot anggota gerak yang terkena kelumpuhan, kecanggungan gerakan voluntar. Proses patologik yang mengganggu radiks ventralis (dan dorsalis) setempat, pada umumnya lebih jelas (dan juga lebih dini) diungkapkan oleh gangguan terhadap radiks dorsalisnya. Lesi yang mengganggu satu radiks menimbulkan gejala motorik dan sensorik yang khas. Kelebihan dan defisit sensoriknya atau nyerinya keduaduanya menunjukkan sifat radikular, yang berarti, yang terkena kelainan adalah kawasan satu dermatoma atau satu miotoma saja. Misalnya, penekanan pada radiks ventralis C.5 dan C.6 menimbulkan atrofia dan kelemahan tenaga otot-otot yang berasal dari miotoma C.5 dan C.6, yang menyusun otot-otot bahu (m.supraspinatus, m.teres mayor, m.deltoideus, m.infraspinatus, m.subskapularis, dan m.teres mayor).

Kelumpuhan akibat kerusakan pada pleksus brakialis Di tingkat torakal dan lumbal atas saraf spinal langsung berlanjut sebagai saraf perifer. Tetapi di tingkat intumesensia servikalis dan lumbosakralis saraf spinal menghubungi satu dengan yang lain melalui percabangan anastomosis masing-masing, sehingga membentuk anyaman, yang dinamakan pleksus servikalis dan pleksus brakialis. Kelumpuhan akibat lesi di pleksus brakialis dapat disebabkan oleh lesi yang merusak secara menyeluruh atau setempat. Proses degeneratif herediter, toksik, neoplamatik atau infeksi dapat merusak secara menyeluruh. Lesi yang menduduki sebagian dari pleksus brakialis biasanya berupa trauma, penekanan, dan penarikan setempat. Pada sindrom pleksus brakialis akibat proses difus di seluruh pleksus brakialis terdapat kelumpuhan LMN dengan fibrilasi dan nyeri spontan, yang dapat bergandengan dengan hipalgesia atau dengan parastesia. Walaupun terdapat manifestasi yang menyeluruh pada lengan dan bahu, pada umumnya gejala-gejala abnormal yang berat terdapat diarea sensorik dan motorik C.5 dan C.6 saja. Saraf perifer yang terutama disusun oleh serabut-serabut radiks ventralis dan dorsalis C.5 dan C.6 itu ialah, n.frenikus, n.torakalis longus, m.supraklavikularis, n.skapularis dorsalis dan n.ulnaris. Kelumpuhan akibat lesi di pleksus lumbosakralis Anyaman pleksus lumboskralis lebih sederhana daripada anyaman pleksus brakialis. Oleh karena semua saraf perifer bagia tungkai merupakan lanjutan langsungnya. Kelumpuhan akibat lesi setempat di pleksus lumbosakralis sukar dibedakan dari kelumpuhan akibat lesi di bagian proksimal n.femoralis, n.obturatorius, dan n.iskiadikus. Manifestasi sensorik akibat lesi di pleksus lumbosakralis lebih menonjol ketimbang manifestasi motoriknya. Kelumpuhan akibat lesi di fasikulus Lesi di fasikulus lateralis dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus ke lateral dan menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot biseps brakial, korakobrakial, dan lainlain otot yang dipersarafi oleh n.medianus, kecuali otot-otot intrinsik tangan. Kerusakan pada fasikulus posterior jarang terjadi. Jika karena sebab yang tidak dapat dipastikan lesi itu toh terjadi, maka kelumpuhan LMN dan defisit sensorik dapat dijumpai pada kawasan n.radialis. Lesi pada fasikulus medialis disebabkan oleh dislokasi humerus ke arah subkorakoid, sehingga menimbulkan kelumpuhan LMN dan defisit sensorik di kawasan dan sensorik

n.ulnaris. Paralisis LMN akibat lesi di pleksus dan fasikulus tidak banyak berbeda dengan kelumpuhan yang terjadi akibat lesi di n.radialis, n.ulnaris dan n.medianus Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer A. Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer yang berinduk pada pleksus brakialis 1. N. torakalis longus Kerusakan pada n.torakalis longus menimbulkan gejala winging. Ini disebabkan oleh kelumpuhan m.seratus anterior, yang bertugas untuk mengikat scapula pada dinding belakang toraks, apabila lengan melakukan gerakan mendorong melawan suatu tahanan. 2. N. aksilaris Lesi pada n.aksilaris jarang dijumpai, kecuali jika terpotong alat tajam, yang sekaligus merusak otot-otot deltoid dan teres mayor. Pasiennya mengeluh tentang kelemahan otot deltoid yang cepat menjadi atrofik. Kontur bahu mendatar dan lengan tidak dapat diabduksikan dan dieksorotasikan. Defisit sensorik mungkin dirasakan di daerah kecil di bagian lateral dari lengan. 3. N. radialis N. radialis sering mengalami trauma pada 1/3 bagian bawahnya. Dalam hal itu m.triseps dan m.brakioradialis ridak terkena kelumpuhan, sedangkan otot-otot lainnya yang dipersarafi n.radialis menjadi lumpuh. Lesi yang sering merusak bagian atas n.radialis adalah fraktur tulang humerus. Terutama bagian n.radialis yang melilit di bagian dorsomedial tulang humerus ke bagian ventrolateralnya. Pada kelumpuhan n.radialis baik akibat lesi di bagian atas maupun di bagian bawahnya, yang paling jelas adalah kelumpuhan yang diperlihatkan oleh tangan. Karena otot-otot ekstensor karpi radialis dan ulnaris lumpuh, maka tangan tidak dapat melakukan gerakan dorsofleksi pada sendi pergelangan tangan. Lagipula, karena otot-otot ekstensor segenap jari (m.ekstensor digitorum, m.ekstensor digiti kuinti, m.ekstensor polisis longus/brevis, dan m.ekstensor indiksis proprius) lumpuh, maka semua jari tangan tidak dapat diluruskan atau dikembangkan. Keadaan ini dikenal sebagai drop fingers dan drop hand (seluruh tangan dan jari-jarinya bersikap menjulai). 4. N. muskulokutaneus

Kelumpuhan akibat lesi pada n.muskulokutaneus sering terjadi secara bergandengan dengan kelumpuhan malam minggu. Dalah hal itu, n.muskulokutaneus ditindihi oleh kepala (wanita) yang jatuh tertidur dalam pelukan pacaranya, yang setelah mabuk alcohol tertidur duduk di kursi dengan lengannya bersandar di atas sandaran kursi. Oleh karena sebagian dari m.biseps lumpuh, namun m.brakioradialis tidak terkena kelumpuhan, maka lengan masih bisa ditekukkan dipersendian siku, meskipun tidak sekuat sebagaimana mestinya. 5. N. medianus N.medianus sering terjepit atau tertekan dalam perjalanannya melalui m.pronator teres, siku, dan retinakulum pergelangan tangan. Pada luka di pergelangan tangan, n.medianus dapat terpotong bersama dengan n.ulnaris. Hal itu sering terjadi pada kecelakaan dimana tangan menerobos kaca. Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi radial, sehingga ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah tidak dapat difleksikan, baik di sendi metakarpofalangeal, maupun di sendi interfalangeal. Ibu jari tidak dapat melakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-otot tenar akan cepat menyusul kelumpuhan tersebut.

6. N. ulnaris Lesi pada n.ulnaris dapat terjadi karena fraktur atau dislokasi siku. Oleh karena kubitus valgus atau osteofit n.ulnaris dapat tergeser, sehingga pindah dari belakang kondilus humeri ke depannya. Sering jumpa kita jumpai neuritis n.ulnaris karena kuman Hansen. Pada tahap dininya dirasakan nyeri sepanjang jari kelingking, namun pada tahap lanjutnya terdapat anesthesia dan clawhand. B. Kelumpuhan akibat lesi di saraf perifer yang berinduk pada pleksus lumbosakralis. 1. N. femoralis Kelumpuhan yang timbul akibat lesi di n.femoralis tampak jelas pada m.kuadriseps femoris. Karena itu lutut tidak dapat diluruskan dan atrofia cepat tampak padanya. Lesi pada n.femoralis dapat terjadi akibat abses psoas, karena tepat setinggi m.psoas, n.femoralis berinduk pada pleksus lumbosakralis. Pada bagianbagian yang lebih bawah letaknya dapat terjadi kerusakan karena neoplasma di pelvis, fraktur dari pelvis atau femur, dan dislokasi sendi panggul. Diabetes mellitus dapat mengakibatkan neuropati n.femoralis. 2. N. obturatorius Kelumpuhan akibat lesi di n.obturatorius dapat diungkapkan pada waktu penderita tidur telentang dengan kedua tungkai tertekuk di sendi lutut. Tungkai dengan kelumpuhanm.aduktor longus/brevis dan m.grasilis tidak dapat mempertahankan sikap itu, sehingga jatuh ke samping. 3. N. iskiadikus N.iskiadikus dapat terusak oleh fraktur tulang pelvis, tulang femur, atau kolum femuris atau pun suntikan yang tidak tepat. Penekanan/penarikan terhadap n.iskiadikus oleh neoplasma di pelvis atau osteofit di spina iskiadika, atau pun perandangan yang melanda n.iskiadikus dapat menimbulkan nyeri yang terasa menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus berikut selanjutnya (n.tibialis dan n.peroneus). Lesi pada n.peroneus sering terjadi karena fraktur kaput tulang fibula. Di dekat kaput fibulae itu n.peroneus bisa terjerat oleh jaringan pengikat. Kelumpuhan yang

timbul terutama melanda m.peroneus dan untuk sebagian kecil m.tibialis anterior. Gambaran drop foot sangat menonjol. Lesi pada n.tibialis jarang terjadi. Karena peluru atau tusukan n.tibialis bisa putus. M.gastroknemius, m.soleus, m.popliteus, m.plantaris, m.tibialis posterior berikut m.fleksor digitorum longusdan m.fleksor haluksis longus lumpuh dan kemudian menjadi atrofik. Karena itu kaki menunjukkan sikap yang khas, yaitu sikap talipes kalkaneovalfus, pada mana kaki menapak terutama dengan tumit dan bagian samping kaki saja, tanpa dengan telapak kakinya. Kelumpuhan akibat lesi pada motor end plate Misalnya pada penyakit miastenia gravis, yaitu kelemahan otot yang berbahaya, telah ditemukan adanya antibodi yang menduduki reseptor asetilkolin dari motor end plate, sehingga ia tidak dapat menggalakkan serabut-serabut otot skeletal. Antibodi ini dikenal sebagai anti-acetylcholine receptor antibody yang terbukti dibuat oleh kelenjar timus yang dihasilkan oleh proses imunologik. Menurut konsep lama, membrane postsinaptik dari sinaps itu menjadi atrofik akibat reaksi imunologi. Karena itu penyerapan asetilkolin sangat menurun. Lagi pula jarak antar membran ujung terminal akson motorneuron dan membrane motor end plaet menjadi lebih panjang sehingga cholinesterase mendapat kesempatan lebih besar untuk menghancurkan lebih banyak asetilkolin sehingga potensial aksi postsinaptik yang dicetuskannya menjadi lebih kecil. Konsep ini tampak sesuai dengan sifat khas kelemahan otot pada miestenia gravis. Kontaksi otot skeletal pertamatama berlangsnung normal, namun berangsur-angsur melemah dan berakhir dengan kelumpuhan total. Setelah istrahat, kontraksi otot pulih kembali untuk kemudian melemah dan lumpuh lagi. Kelemahan yang bergelombang ibni dikenal sebagai kelemahan miastenik. Otot-otot yang paling sering dilanda kelemahan miastenik adalah otot-otot ocular dan penelan. Otot-otot anggota gerak dan pernapasan dapat terkena juga pada fase lanjut dari miastenia gravis. Membrane motor end plate yang menghadap celah sinaptik Kelumpuhan akibat lesi di otot. (kelumpuhan miogenik) Lesi di otot dapat berupa kerusakan structural pada serabut otot atau selnya yang disebabkan oleh infeksi, intoksikasi eksogenik/endogenik dan degenerasi herediter.

Klasifikasi penyakit otot yang kini dianut adalah sebagai beikut ; a. Distrofia muskulorum. Segala macam penyakit otot yang disebabkan oleh faktor patologik kromosomal dinamakan distrifia otot. Factor patologik kromosomal mungkin mengganggu kegiatan enzim-enzim yang berperan dalam metabolism otot. Enzim yang menghasilkan gaya besar untuk memungkinkan serabut otot berkontraksi ialah Creatine phosphokinase (CPK) dan adenosine triphosphatase (ATP). Pada penderita distrofia muskulorum terdapat CPK serum dalam jumlah besar. b. Miopati. Penyakit-penyakit otot yang tidak herediter dan tidak disebabkan oleh proses infeksi dinamakan miopati. Kelainan morfologii yang terlihat pada kasus-kasus miopati berbeda-beda. Ada yang memperlihatkan penimbunan mitokondria pada garis Z, vakuolisasi, penimbunan glikogen dan banyak yang tidak memperlihatkan kelainan struktural. Kita kenal miopati yang timbul pada tahap tertentu berbagai penyakit endokrin, seperti tirotoksikosis, sindrom Cushing, penyakit Addison dan akromegalia. Akibat gangguan metabolik dapat berkembang miopati, misalnya, pada steatore, hipoglikemik kronik, mioglobinuria idiopatika, osteomalasia dan penimbunan glikogen. Miopati iatrogenik dapat terjadi akibat penggunaan obat kortikostreoid yang berlebihan. c. Miositis, ialah segala macam penyakit otot yang disebabkan oleh infeksi baik secara langsung maupun tak langsung. Miositis yang paling sering dijumpai adalah miositis reumatika atau polimiositis. Oleh karena reumatik merupakan gangguan autoimun maka miositis dianggap sebagai manifestasi proses autoimun juga. Demikian halnya dengan anggapan mengenai miopati yang timbul pada penderita-penderita neoplasma ganas. Miosistis infeksiosa adalah radang otot yang timbul bersama-sama dengan infeksi virus umum. Nyeri otot dan kelemasan merupakan gejala utamanya. Infeksi banal jarang berkomplikasi pada otot. Penyakit paralisis yang dapat menimbulkan miositis ialah trikinosis spiralis.

Perbedaan Kelumpuhan UMN dan LMN

Stroke Infark
Definisi
Reduksi atau penurunan darah ke bagian manapun pada otak dapat menyebabkan iskemia, kehilangan fungsi yang reversible, dan kemudian apabila reduksi aliran darah ini berat dan lama, akan terjadi infark dengan kematian sel ireversibel

Etiologi
Thrombosis arteri atau vena pada SSP dapat disebabkan 1 trias Virchow: a. Abnormalitas dinding pembuluh darah, umumnya penyakit degenerative, dapat juga karena inflamasi (vaskulitis), atau trauma (diseksi). b. Abnormalitas darah, misalnya polisitemia. c. Gangguan aliran darah. Embolisme dapat merupakan komplikasi dari penyakit degenerative arteri SSP, atau dapat juga berasal dari jantung: a. Penyakit katup jantung b. Fibrilasi atrium c. Infark miokard yang baru terjadi Dua mekanisme patogenetik yang menyebabkan stroke iskemik: 1. Thrombosis dengan cara mengoklusi large cerebral arteries (terutama arteri carotis interna, cereblar medial, atau basilar), arteri arteri kecil (lacunar stroke), vena-vena cereblar, atau sinus venosus. Gejala khasnya berkembang dari menit hingga berjam-jam, dan seringkali didahului oleh TIA. 2. Embolisme menyebabkan stroke saat arteri cereblar teroklusi oleh embolus, bisa berasal dari jantung, arkus aorta, atau large cerebral arteries. Karakteristik gejalanya adalah menyebabkan defisit neurologis yang onsetnya maksimal. Penyebab tersering stroke adalah penyakit degenerative arterial, baik arterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit pembuluh darah kecil

(lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya penyakit degenerative arteri yang signifikan meningkat pada beberapa factor resiko vascular.

Faktor Resiko Vaskular


1. Usia 2. Riwayat penyakit vascular/atheroma dalam keluarga 3. Hipertensi 4. Diabetes mellitus 5. Merokok 6. Hiperkolesterolemia 7. Alcohol 8. Kontrasepsi oral 9. Fibrinogen plasma

Patofisiologi
Insufisiensi hemodinamik Autoregulasi cerebrovaskular secara normal mampu mempertahankan aliran darah cerebral (CBF) konstan sebesar 50-69 ml/100 g jaringan otak/ menit sepanjang tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure - MAP) tetap berada dalam kisaran 50-150 mmHg. Apabila MAP turun hingga di bawah 50 mmHg, dan pada tingkat patologis tertentu (mis. Iskemia), maka autoregulasi akan jatuh dan CBF menurun. Stenosis vascular atau oklusi akan menginduksi terjadinya kompensasi berupa vasodilatasi downstream, yang meningkatkan volume darah cereblar dan CBF. Deficit neurologis mayor terjadi hanya jika CBF jatuh di bawah threshold iskemi kritis (20ml/100g/menit). Hipoperfusi Jika CBF yang adekuat tidak dikembalikan, terjadi disfungsi neurologis. Apabila terjadi lebih lama, depresi berat CBF hingga di bawah threshold infark (8-10ml/100g/menit) menyebabkan hilangnya proses metabolic selular yang progresif dan ireversibel, diikuti oleh kerusakan structural/nekrosis. Ischemic Penumbra, ialah area jaringan yang mengelilingi zona infark dimana CBF berada di antara threshold iskemi dan infark. Area ini beresiko, namun berpotensial kembali sembuh. Semakin lama terjadi iskemi, maka semakin besar kemungkinan terjadinya infark.

Manifestasi Klinis
Kehilangan fungsi yang terjadi tergantung dari area jaringan otak yang terlibat dalam proses iskemik. 1. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral medial: Kehilangan fungsi pada kontralateral wajah dan lengan Kehilangan rasa pada kontralateral wajah dan lengan Dysphasia Dyslexia, dysgraphia, dyscalculia Kehilangan fungsi dan/atau rasa pada kontralateral tungkai Contralateral homonymous hemianopia Keterlibatan wajah, lengan, dan tungkai dengan atau tanpa homonymous hemianopia 5. Menunjukkan iskemia pada arteri ophthalmicus: Monocular loss of vision Double vision (nervus cranialis III, IV, dan VI dan koneksinya) Kelumpuhan facial (nervus cranialis V) Kelemahan facial (nervus cranialis VII) Vertigo (nervus cranialis VIII) Dysphagia (nervus cranialis IX, dan X) Dysarthria Ataxia Kehilangan fungsi atau rasa pada kedua lengan dan tungkai Tanda-tanda lesi batang otak (vertigo, diplopia, perubahan kesadaran). Stroke murni/ kehilangan murni fungsi dari kontralateral lengan dan tungkai Stroke murni/ kehilangan murni rasa dari kontralateral lengan dan tungkai Infark lakunar multiple dapat menyebabkan deficit neurologis multiple termasuk gangguan kognitif (demensia multi infark) dan gangguan pola berjalan yang karakteristiknya seperti langkah-langkah kecil dan kesulitan untuk mulai berjalan. 6. Menunjukkan iskemia pada arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior):

2. Menunjukkan iskemia pada arteri cerebral anterior: 3. Menunjukkan iskemia pada arteri cereblar posterior: 4. Menunjukkan oklusi pada arteri carotis interna:

7. Menunjukkan iskemia pada pembuluh darah kecil (stroke lacunar):

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosis


Stroke merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk: a. Mencari penyebab b. Mencegah rekurensi dan, pada pasien yang berat, mengidentifikasi factor-faktor yang dapat menyebabkan perburukan fungsi SSP. Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien stroke: a. Darah lengkap dan LED b. Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid c. Rontgen dada dan EKG d. CT scan kepala terutama dilakukan apabila diagnosis klinis sudah jelas, tetapi pemeriksaan ini berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan, yang berguna dalam menentukan tatalaksana awal. Pemeriksaan ini juga menyingkirkan diagnosis banding yang penting seperti tumor intracranial atau hematoma subdural.

Komplikasi dan Prognosis


Pasien yang mengalami gejala berat seperti imobilisasi dengan hemiplegia berat, rentan terhadap komplikasi yang dapat menyebabkan kematian lebih awal, yaitu: Pneumonia, septikrmia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi saluran kemih) Deep vein thrombosis dan emboli paru. Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung. Ketidakseimbangan cairan.

Sekitar 10% pasien dengan infark serebri meninggal pada 30 hari pertama. Hingga 50% pasien yang bertahan akan membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Factor-faktor yang berkontribusi pada disabilitas (ketidakmampuan) jangka panjang a.l: Ulkus dekubitus Epilepsy Jatuh berulang dan fraktur Spastisitas, dengan nyeri kontraktur dan kekakuan sendi bahu. Depresi

Terapi
Hingga saat ini belum ada terapi medikamentosa yang pasti efektif untuk memulihkan stroke. Medical support Untuk mengoptimalkan perfusi serebral Menurunkan tekanan darah jika terdapat hipertensi maligna atau iskemi miokard yang bersamaan atau jika TD > 185/110 mmHg dan jika diantisipasi untuk pemberian trombolitik 1 adrenergik blocker. Glukosa serum harus di monitor dan dijaga < 6,1 mmol/L (110 mg/dL) menggunakan infus insulin. Pencegahan terjadinya komplikasi

Terapi trombolitik, misalnya dengan activator plasminogen jaringan (tissue plasminogen activator tPA) telah terbukti memperbaiki outcome jika diberikan dalam 3 jam onset gejala. Dapat diberikan secara intra vena.

Antitrombosis Inhibisi Platelet aspirin, satu-satunya agen yang telah terbukti efektif untuk terapi akut stroke iskemik. Aspirin diberikan 300mg per hari. Penggunaan heparin serta antikoagulan lainnya tidak direkomendasikan karena resiko perdarahan intracranial dan ekstrakranial dan pengobatan ini tidak menunjukkan manfaat yang signifikan terhadap stroke iskemik.

Skema Tatalaksana
Stroke,TI A
ABCs; glukosa

Stroke iskemik/TIA 85%


Consider trombolisis/ trombectomy

Obtain brain imaging

Stroke hemoragik 15%

Consider BP lowering Establish cause

Establish cause

Atrial fibtillation 17%

Carotid disease 4%

others 64%

Aneuris m SAH 4%

Hipertensi ICH, 7%

others , 4%

Conside r warfarin

Consider CEA / stent

Treat specific cause

Clip or coil

Conside r surgery

Treat specific cause

Deep venous thrombosis prophylaxis Physical, occupational, speech therapy Evaluate for rehab, discharge planning Secondary prevention based on disease

Stroke Hemorrhage
Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

Perdarahan Intraserebrum (Parenkimosa) Hipertensif


Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke jaringan otak. Hal ini menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan adalah tanda khas pertama terlibatnya kapsula interna. Infark serebrum setelah embolus di suatu arteri otak mungkin terjadi akibat perdarahan bukan embolus itu sendiri. Apabila embolus telah lenyap dibersihkan dari arteri, dinding permbuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan setelah beberapa hari pertama setelah oklusi sehingga terjadi kebocoran dan perdarahan di tempat ini.

Perdarahan Subarachnoid
Pada perdarahan ini, ada dua kausa utama; ruptur suatu aneurisma vaskular dan truma kepala. Penyulit yang dapat menyebabkan iskemia adalah Vasospasme reaktif disertai infark Ruptur berulang Hiponatremia Hidrosefalus

Patogenesis
Stroke hemoragik 1. Causa hipertensi

Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi. Perdarahan intraserebrum lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekena dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini. Ganglia basal memodulasi fungsi motorik volunteer dan bahwa semua serat aferen dan eferen di separuh korteks mengalami pemdatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna. Perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan deficit neurologi fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis dari sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna. 2. Causa Aneurisma Perdarahan terjadi karena pecah aneurisma sakular (berry), yang sebagian besar terletak pada sirkulus willisi yang menyebabkan perdarahan subaraknoid. Kerana perdarahan dapat massif dan ekstravasasi darah ke dalam ruang subarachnoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat, maka nangka kematian sangat tinggi. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa empat penyulit utama dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan mortalitas tipe lambat yang dapat etrjadi lama setelah perdarahan terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah - Vasospasme reaktif disertai infark - Rupture ulang - Hiponatremia - Hidrosefalus

3.

Causa Avm (Arteriovena Malformasi) Arteriovena Malformasi adalah jaringan kapiler yang mengalami malformasi konggenital dan merupakan penyebab pendarahan subaraknoid yang lebih jarang dijumpai. Pada AVM, pembuluh melebar sehingga darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan system vena bertekanan rendah. Akhirnya, dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan otak. Pasda sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intra parenkim dengan perembesan ke subaraknoid. dalam ruang

4. pendarahan.

Causa Koagulasi Kekurangan faktor koagulasi / platelet sehingga memudahkan terjadinya

Gambaran Stroke Hemoragik (intracerebral dan subaraknoid)

Gambar perbandingan macam-macam Stroke

Manifestasi Klinis
Gejala klinis stroke hemoragik dan non hemoragik menurut WHO, Stroke hemoragik dibagi atas: 1. Perdarahan intraserebral (PIS) Gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah.Sifat nyeri kepala hebat sekali.Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan.Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma. 2. Perdarahan Subarachnoid (PAS)

Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut.Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.Ada gejala/tanda rangsang meningeal.Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a.komunikans anterior atau a.karotis interna

Perbedaan perdarahan Intra Serebral(PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA) Gejala Timbulnya Nyeri Kepala Kesadaran Kejang Tanda rangsangan Meningeal. Hemiparese Gangguan saraf otak PIS Dalam 1 jam Hebat Menurun Umum +/++ + PSA 1-2 menit Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++ +/+++

Diagnosis
1. Anamnesis seputar gejala-gejala penanda stroke. 2. Pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan fungsi syaraf. 3. Pemeriksaan penunjang Tes Laboratorium Darah Head CT Scan. Pemeriksaan lumbal pungsi untuk mendeteksi adanya masalah lain yang menghambat proses pemulihan seperti penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes, infeksi atau dehidrasi stroke non hemorhargi terlihat adanya infark sedangkan pada stroke haemorhargi terlihat perdarahan Diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi, virologi . Disamping itu dilihat pula tetesan cairan cerebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intra spinal. Pada stroke non hemorargi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan Elektrokardiograf i (EKG) supervisi neurolog yang telah berpengalaman. Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah ke otak. d. Elektro Encephalo Grafi Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, Angiografi cerebral Magnetik Resonansi Imagine (MRI) Ultrasonografi dopler menunjukkan area lokasi secara spesifik. membantu secara spesifik dalam mencari penyebab stroke seperti perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur. Menunjukkan darah yang mengalami infark, haemorhargi, Malformasi Arterior Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan. Mengidentifikasi penyakit Malformasi Arterior Vena . (Harsono,1996).

Penatalaksanaan Umum pada Stroke


Cairan dan balans elektrolit harus dipertahankan. Hiponatremia menyebabkan edema otak. Saluran pernafasan harus bebas dari kuncup semenit yang baik harus dipertahankan. Cegah timbulnya dekubitus dengan bolak balik badan tiap 2-3 jam. Kejang-kejang harus cepat diatasi

Jangan beri infus glukosa oleh karena timbul asidosis laktat da memperburuk keadaan.

Tekanan darah: Pada orang sehat, aliran darah ke otak (ADO) dipertahankan konstan oleh autoregulasi antara 55 dan 125 mmHg [ tekanan arterial sistemik rata-rata = tekanan diastolik + (sistolik - diastolik)/ 3 ]. Kapasitas mengatur ADO ini berkurang pada usia lanjut. Pada penderita hipertensi menahun autoregulasi berawal pada tekanan darah sistemik yang lebih tinggi (bergeser ke kanan) dan di bawah tekanan darah ini terdapat hubungan langsung antara ADO dan tekanan arterial rata-rata. Pada PIS dengan tekanan darah sangat tinggi (tekanan sistolik> 200 mm Hg, tekanan diastolik> 120 mm Hg) harus diturunkan sedini mungkin, untuk membatasi pembentukan edema vasogenik akibat robeknya sawar darah-otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan. Di Inggris obat tekanan darah yang digunakan adalah vasodilator oral yang bekerja cepat dan singkat, seperti nifedipin sublingual atau melalui pipa nasogastrik bila terdapat kesukaran menelan. Natrium nitroprusid tak digunakan lagi karena ia menaikkan ADO dan tekanan intrakranial sehingga menambah edema otak. Sekarang digunakan ACE- inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor) atau penghambat reseptor alfa, oleh karena batas bawah dan autoregulasi kembali ke kiri. PSA temasuk kedaruratan medik. Timbulnya mendadak sekali, biasanya dengan sakit kepala hebat sekali (thunderclap), disertai hilangnya kesadaran sebentar, mual, muntah dan defisit neurologik fokal atau kaku kuduk. Diagnosis dalam 24 jam setelah serangan adalah dengan CT-scan tanpa kontras pada 92% kasus. Bila CT-scan negatif dapat dilakukan pungsi lumbal. MRI kurang diminati. Angiografi selektip adalah pilihan pertama untuk mendiagnosis aneurisma. MRA (magnetic resonance angiography) dan CT-scan dengan kontras kurang disenangi. TCD (transcranial doppler ultrasonography) dilakukan untuk mendiagnosis vasospasme, akan tetapi ahli bedah lebih percaya pada angiografi serebral. Penatalaksanaan PSA Aneurismal Istirahat total. Pengobatan antifibrinolitik (tranexamic acid atau epsilon aminocaproic acid ) hanya diberikan pada penderita tanpa vasospasme atau persiapan operasi. Antifibrinolitik dapat menimbulkan defisit neurologik fokal.

Untuk mencegah vasospasme dapat diberikan nimodipin per oral atau pro infus, atau tirilazad mesylate dalam 72 jam dan diteruskan selama 8-10 hari, setelah 3 bulan angka kematian berkurang 43 persen, dan vasospasme 28%. Angioplasti transluminal dianjurkan pada bila pengobatan konvensional tak berhasil. Antikonvulsan diberikan sebagai profilaksis karena pada pecah ulang sering diikuti oleh kejang. Pada hidrosefalus akut (obstruktif) dianjurkan ventrikulostomi. Ventriculo-peritoneal shunt sementara atau permanen dilakukan pada hidrosefalus kronis (komunikans). Penyulit hiponatremia dapat diberikan fludrokortison atau infus cairan isotonik. Perlu dipantau tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru-paru (pulmonary capillary wedge pressure), balans cairan dan berat badan. Operasi aneurisma dilakukan kurang dari 3 hari sebelum timbulnya vasospasme. Penatalaksanaan PIS Primer Pengobatan Medikal Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik> 200 mm/ Hg, penurunan tekanan darah tak boleh melebihi 40 persen, agar autoregulasi aliran darah ke otak (ADO) tak terganggu. Sebaiknya dipilih obat ACE inhibitor atau penghambat reseptor alfa, karena kurve autoregulasi bergeser ke kiri lagi dan penurunan tekanan darah tak mempengaruhi ADO. Obat-obat antifibrinolisis diberikan hanya pada PIS karena aneurisma yang pecah, dengan catatan dapat menimbulkan infark otak. Hiperventilasi dan obat-obat hiperosmolar seperti mannitol dianjurkan untuk mengobati edema otak. Pemberian mannitol sebaiknya diberikan setelah 4-6 jam pada waktu hematoma menggumpal. Kortikosteroid dan barbiturat tak dianjurkan. Obat antikonvulsan diberikan sebagai profilaksis, bila PIS terletak di korteks atau subkortikal. Tindakan Bedah

Aspirasi stereotaksik memberi hasil fungsional Iebih baik untuk perdarahan ringan atau sedang (stadium II dan III). Pada perdarahan besar (stadium IVa = semikoma tanpa herniasi) tindakan langsung lebih baik dari pada aspirasi stereotaksi. Pengobatan AVM (arterio-venous malformation) intrakranial dengan cara bedah mikro atau bedah radiologis dengan pisau gamma (gamma knife radiosurgery) pada AVM dengan diameter kurang dari 3 cm. Perbaikan gejala setelah pemberian oksigen hiperbarik adalah indikasi untuk operasi. Demikian juga bila pada pemberian mannitol atau gliserol terdapat perbaikan SSEP (somatosensoric evoked potential) dan BAEP (brainstem auditory evoked potential) merupakan indikasi untuk operasi. Dianjurkan dioperasi secepat mungkin, kurang dari enam jam. Bila tak dapat dioperasi sedini mungkin, dianjurkan operasi pada hari ke 5-15 saat badai vegetatif mulai mereda.

Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan: 1. Berhubungan dengan immobilisasi; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis. 2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh 3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsi dansakit kepala. 4. Hidrocephalus

Prognosis
Prognosis pada penyakit ini adalah sesuai dengan tingkat keparahan infark yang terjadi pada pasien. Semakin sering pasien terserang TIA akan semakin banyak kemungkinan terjadinya infark jaringan sehingga mempunyai prognosis buruk. Prognosis PIS tergantung pada tingkat kesadaran (pada koma atau stupor, angka kematian 70-100%); tempat lesi (perdarahan pons, talamus, mesensefalon prognosis buruk); volume perdarahan (volume perdarahan z 30 ml 5% meninggal, 30-50 ml 35% meninggal

dan > 50 ml diikuti oleh 85% kematian); penampang hematoma (penampang <3 cm di putamen, lobar biasanya sembuh sendiri).

Pencegahan
Mengurangi makanan berlemak sehingga mengurang resiko tertumpuknya lemak dalam pembuluh darah. Berolahraga teratur sesuai dengan kondisi kesehatan. Bila memiliki hipertensi harus terkontrol baik dengan obat-obatan maupun pemeriksaan berkala. Berhenti merokok dan diusahakan berat badan tetap ideal.

TIA
TIA (Transient Ischemic Attack) DEFINISI Transient ischemic attack (TIA) didefinisikan saat terdapatnya gejala dan tanda dari deficit neurologis yang sembuh secara komplit dalam waktu kurang dari 24 jam (biasanya < 30 menit). TIA biasanya disebabkan oleh adanya perkembangan trombosis atau emboli pada sirkulasi darah otak. Walaupun TIA tidak menghasilkan disfungsi neurologis, gejala dari TIA ini penting untuk dikenali, karena 1 dari 3 pasien TIA berkembang menjadi stroke dalam waktu kurang dari 5 tahun dan resiko untuk terkena stroke tersebut dapat diturunkan dengan terapi. ETIOLOGI Hemovaskular, terbanyak tromboemboli Faktor hemodinamik: hipotensi, aritmia jantung, heartblock Lain-lain: kompresi pembuluh darah, misalnya pada arteri vertebralis Etiologi tersering adalah akibat tromboemboli dari ateroma pembuluh darah leher. Penyebab lain adalah lipohialinosis pembuluh darah kecil intracranial dan emboli kardiogenik. Etiologi yang lebih jarang adalah vaskulitis atau kelainan hematologis. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis dari TIA dapat berupa serangan gangguan fungsi saraf yang berlangsung tidak lebih dari 24 jam, dengan gejala-gejala sesuai sistem, seperti: Insufisiensi karotis: Hemiparesis Hemianestesia Gangguan bicara afasia (bila lesi pada hemisfer dominan) Amaurosis fugax (kebutaan) Disartria Insufisiensi vertebro-basilar (frekuensinya lebih sering daripada insufisiensi karotis: Diplopia, dan paresis otot-otot ekstraokuler

Vertigo Disartria Disfagia Hemiparesis/tetraparesis Hemianestesia/ gangguan sensorik unilateral atau bilateral Beberapa gejala tidak menunjukan lokasi daerah arteri spesifik yang akurat, seperti hemianopia atau disartria saja, walaupun umumnya oleh kelainan ini disebabkan kelainan vertebrobasilar. Tanda-tanda neurologis biasanya tidak ada saat pasien diperiksa oleh dokter, tetapi emboli kolestrol dapat dilihat melalui funduskopi pada pasien amaurosis fugax. Dapat pula terdengar bruit karotis dan mempunyai hubungan tertentu bila terdapat pada sisi lesi TIA. Murmur dan aritmia jantung menunjukkan kemungkinan penyebab emboli kardiak. Penyebab TIA vertebrobasilar yang jarang adalah subclavian steal syndrome. Pada sindrom ini terjadi stenosis pada bagian proksimal arteri subklavia (kadang dengan bruit pada leher bawah dan penurunan tekanan darah dan volume nadi lengan ipsilateral) yang dapat menyebabkan aliran retrograde arteri vertebralis ke bawah saat lengan digerakkan. PEMERIKSAAN Untuk diagnosis, dapat dialakukan beberapa pemeriksaan yaitu diantaranya: Oftaldinamometri, untuk mengetahui keadaan sirkulasi oftalmik, dibandingkan mata kanan dan kiri DIAGNOSIS Diagnosis untuk TIA diidasarkan atas adanya bukti disfungsi fokal otak yang berlangsung tak lebih dari 24 jam TATALAKSANA Tujuan terapi dari TIA terutama dalah untuk mencegah dari berkembang stroke. Karena TIA merupakan tanda awal dan merupakan faktor resiko stroke yang sangat poten, sehingga tatalaksan dari TIA sangat penting untuk mencegah terjadinya stroke. Pemeriksaan Doppler ultrasonik EKG dan Echocardiogram Pungsi lumbal untuk pemeriksaan likuor

Terapi Antiplatelet Terapi Antiplatelet: dari berbagai macam pengobatan untuk profilaksis dari stroke, penggunaan antiplatelet terlihat memberikan efek yang paling menguntungkan terhadap pasien TIA. Agen antiplatelet menghambat fungsi platelet dengan menginhibisi ciklooksigenase 1, yaitu enzim yang mengkatalisis sintesis dari tromboxane A2 (suatu eksanoid procoagulan dan senyawa yang mengagregasi dari platelet). Agen-agen dari antiplatelet ini dapat berupa: Aspirin 80-1300 mg tiap hari Ticlopidine 250 mg 2 kali per hari Clopidogrel 75 mg tiap hari

Terapi Anticoagulant Terapi anticoagulant terutama diindikasikan untuk pasien dengan TIA yang disebabkan oleh cardiac embolus. Kombinasinya dengan antiplatelet memberikan hasil yang lebih superior dibandingkan terapi antiplatelet tunggal. Jenis anticoagulant Heparin digunakan sebagai anticoagulant akut, sedangkan warfarin digunakan untuk terapi jangka panjang.jenis-jenis anticoagulant yang dapat digunakan antara lain:: Heparin 1000-2000 unit/ jam Warfarin 5-15 mg/ oral

Carotid Enderectomy: Carotid enderectomyterapi merupakan terapi bedah untuk menghilangkan trombus dari arteri carotis communis dan arteri carotis internal pada leher. Metode ini merupakan prosedur yang aman untuk menurunkan resiko penyebab TIA ataupun stroke. Sebelum metode ini dilakukan, harus dilakukan pemeriksaan dengan angiografi untuk aksesibilitas pembedahan. Angka mortalitas operative dari metode ini berkisar antara 1-5% atau lebih. PROGNOSIS DAN TERAPI Risiko stroke dalam lima tahun pertama setelah TIA adalah 7% per tahun, sedangkan risiko terbesar adalah pada tahun pertama. Bersamaan dengan peningkatan risiko infark miokard setelah TIA, maka risiko gabungan stroke, infark miokard atau penyakit vascular berat lainnya adalah 9% per tahun. Hingga 15% pasien dengan stroke pertama kali memiliki riwayat TIA. Cara-cara untuk mencegah stroke:

Memodifikasi factor risiko Menangani hipertensi Berhenti merokok Menurunkan kolestrol serum dengan diet dan obat-obatan

Obat anti platelet (aspirin dosis rendah): Kontraindikasi pada pasien ulkus peptikum aktif Beberapa bukti menganjurkan kombinasi aspirin dan dipiridamol yang lebih efektif daripada pengobatan tunggal Klopidogrel merupakan obat antiplatelet pilihan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin Antikoagulan (warfarin): Jika diketahui sumber emboli dari jantung, meliputi fibrilasi atrium nonreumatik

Endarterektomi karotis: Setelah terjadi TIA atau stroke minor, mungkin diperlukan intervensi bedah untuk membersihkan ateroma pada arteri karotis interna pada kasus stenosis karotis berat yang simtomatik (stenosis lebih dari 70%). Peran pembedahan untuk kasus stenosis karotis yang lebih ringan atau asimtomatik masih belum ditetapkan. Sat ini, tidak ada pilihan pembedahan untuk TIA vertebrobasilar.

Skema Tatalaksana

I.

PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Kemungkinan pasien mengalami stroke akibat iskemia/infark, sesuai dengan gejala yang ada pada scenario

Daftar Pustaka

You might also like