You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS RUANGAN

EPIDURAL HEMATOMA

Pembimbing : Dr.Dasa Sariadi Sp.BS., M.Kes Disusun oleh : Idham Rizali Saleh 1102008117

SMF Bedah RSUD Gunung Jati Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2012

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelamin Agama Alamat Suku Tanggal Masuk

: Siska Amalia : 17 tahun : Perempuan : Islam : Blok Wades Ilir Rt 017/007, Tegal Sari, Plered : jawa : 26 07 2012

I. ALLOANAMNESA dengan ibu dan adik kandung pasien Keluhan Utama : Penurunan kesadaran, nyeri kepala dan mual Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien perempuan SA umur 17 tahun datang dengan keluhan nyeri kepala dan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pada saat menyebrang di jalan raya dan ditabrak oleh pengendara motor pada tanggal 21 Juli 2012 (7 hari SMRS) pukul 21.00 WIB di depan Bank BNI cabang Sikere, Cirebon. Pasien ditabrak dari sisi kanan, terjadi benturan antara stang motor dan OS frontal dextra, sehingga pasien kehilangan keseimbangan dan jatuh ke belakang sehingga Os Occipital membentur aspal. Pasien mengalami pingsan sesaat setelah kejadian, langsung dibawa ke Rumah Sakit Mitra Plumbon (RSMP). Selama di perjalanan pasien sadar dan menangis karena kesakitan di sekujur kepala, kemudian pingsan kembali. Terdapat darah yang keluar dari hidung dan mulut pasien. Pukul 22.00 pasien tiba di UGD RSMP, pasien sadar kembali, mengerang kesakitan, dan muntah muntah, kemudian mendapat perawatan darurat. 6 hari SMRS pasien dirawat di ICU. 2 hari SMRS terdapat hematoma periorbital. 1 hari SMRS dilakukan pemeriksaan CT-scan. Karena dokter bedah saraf di RSMP sedang tidak ditempat,1hari SMRS Pasien pindah ke Rumah Sakit Gunung Jati (RSGJ) pada jam 22.00. Berhubung ruang ICU di RSGJ penuh, maka pasien pindah ke Rumah Sakit Putera Bahagia (RSPB) pada jam 23.00. Dengan alasan tidak ada biaya operasi, pasien pun dipindahkan kembali ke RSGJ dan masuk pada tanggal 28 juli pukul 10.00. Pukul 10.55 pasien menjalani Craniotomy dengan menggunakan layanan jamkesmas. Berdasarkan surat rujukan RSPB, tingkat kesadaran pasien E3M5V4. Pasien datang datang ke RSGJ dari RSPB dengan GCS E3M5V4.

Riwayat penyakit dahulu : (-) Riwayat penyakit keluarga : (-)

III.

Pemeriksaan Fisik :

Status Internus Keadaan Umum Kesadaran Vital sign : Tampak sakit berat : Somnolen GCS E3M5V4 : Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu Kepala Mata : Normocephal : Konjungtiva anemis : -/Sklera ikterik Eksoftalmus Edema palpebra : -/: -/: -/: 110/70 mmHg : 73 x/mnt, regular teratur : 24 x/mnt : 37 C

THT : Kedua telinga lapang tidak hiperemis, hidung tampak secret berupa darah, dan keluar darah dan sisa makanan dari mulut Leher : JVP tidak meningkat, tidak teraba pembesaran KGB dan tidak teraba tiroid Thoraks : Cor BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/Abdomen : datar,lembut, bising usus (+)

NT/NL/NK -/-/Hepar dan lien tidak teraba pembesaran dan massa Ekstremitas : Akral hangat

Tidak ada edema dan sianosis pada ke empat ekstermitas

Status Lokalis a/r cephal : Inspeksi : Terlihat laserasi et regio occipitalis berukuran 3x1 cm dengan dasar jaringan subkutis Palpasi : nyeri tekan seluruh regio occipitalis

a/r frontalis dan periorbita : Inspeksi : Terlihat hematoma pada periorbita mata kanan Terlihat oedem dan hematoma et regio suprasiliaris dextra os frontalis Rhinore (+) Mulut keluar darah Palpasi : terdapat nyeri tekan et regio frontal kanan Status Neurologis Kesadaran Rangsang Meningeal Pemeriksaan N.Cranialis N I (N. Olfactorius) : (+) N II (N. Opticus) : RCL (+/+) RCTL (+/+) : somnolen , GCS E3 M5 V4 = 13 : Kaku Kuduk (-), Brudzinsky I/II (-/-), Kernig (-)

N III, IV, VI (N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abdusen) Gerakan bola mata : Mata kanan dan kiri dalam batas normal Pupil : anisokor , bulat (post op isokor) Kelopak mata : Dalam batas normal N V (N. Trigeminus) Sensorik : Sensibilitas wajah baik Motorik : Gerakan mengunyah baik N VII ( N. Fasialis): Mengangkat alis Membuka mata Lipatan nasolabial

(+/+) (+/+) (+/+)

N VIII ( N. Vestibulo-Cochlearis) Tidak dilakukan N IX, X ( N. Glossopharingeus, N. Vagus ) Gerakan menelan baik, Posisi uvula berada di tengah N XI ( N. Accesorius) Mengangkat bahu (+/+) Menoleh kanan dan kiri (+/+) N XII ( N. Hipoglossus ) Tidak ada deviasi lidah Fungsi Motorik Kekuatan otot : Ekstremitas superior (5/5) Ekstremitas inferior (5/5) Fungsi Sensorik Raba : Ekstremitas superior (+/+) Ekstremitas inferior (+/+) Nyeri : Ekstremitas superior (+/+) Ekstremitas inferior (+/+) IV. DIAGNOSA SEMENTARA

Moderate Head Injury (GCS 9-13) dengan laserasi et regio occipital dextra dan hematom et region frontalis dextra

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

V.1 Laboratorium Darah Rutin Hb Ht Leukosit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC Rontgen Foto Thorax Hasil 11.7 g/dl 35.8% 15 x 103 4.75 juta/ul 288 103/ul 75.4 m3 24.6 pg 32.7 g/dl Hasil Nilai Rujukan 11-18 g/dl 35-55 % 5-10 x 103 4.06-6.20 juta/ul 200-400 x 103/ul 80-100 m3 26.5 34 pg 31.5 35 g/dl

: : : : : : :

: Dalam batas normal, tidak terlihat fraktur iga, fraktur clavicula dan fraktur scapula, tidak terdapat efusi pleura, pneumothorax, dan hematothorax. Trakea tidak deviasi.

Foto Servikal

Alignment : korpus vertebra anterior, tepi anterior kanalis spinalis, tepi posterior kanalis spinalis dan ujung processus spinosus normal Bone : kontur korpus vertebra dan massa tulang intak, tidak terdapatnya deformitas maupun fraktur Cartilage : diskus intervertebralis tidak menyempit dan tidak ada pelebaran ruang antara prosessus spinosus. Soft tissue : ruang prevertebra dan ruang diantara processus spinosus normal, tidak terlihat penebalan bayangan soft tissue.

CT-scan

tanggal

27

juli

2012

Terdapat lesi hiperdens bentuk biconvex sebanyak 6 slices

Epidural hematoma et region frontal dextra

Fraktur linier et region frontalis VI. RESUME

Seorang perempuan 17 tahun, datang dengan keluhan penurunan kesadaran, nyeri kepala dan muntah muntah setelah mengalami kecelakaan lalu lintas, ditabrak oleh motor, stang motor membentur frontal dextra dan os occipital membentur aspal.Kesadaran somnolen, GCS 13. Lucid interval (+),rhinorea (+), ecchymosis periorbita (+), keluar cairan dari telinga disangkal, laserasi seluas 3x1 cm et regio occipital,nyeri tekan dan oedem et regio supracilliaris dextra os frantalis. Kekuatan otot +5 pada extremitas superior dan inferior, fungsi sensorik normal . Hasil pemeriksaan darah terdapat leukositosis. Pada rontgen thorax dan servikal kesan dalam batas normal. Pemeriksaan CT-scan tampak massa hiperdens biconvex et regio frontal dextra, fraktur linier et regio frontal, mid line shift >5mm. VI. DIAGNOSA KERJA

Epidural hematoma et regio frontal dextra Fraktur Linier A/R frontalis dextra

VII.

RENCANA TERAPI

Medikamentosa : IVFD Nacl 0,9% Analgetik Antibiotik Perawatan luka Antiemetik Antagonis H2-receptor

Tindakan invasif : Evakuasi hematoma epidural dengan craniotomy

VIII. -

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam : ad bonam

1. Anatomi Meninges Meninges merupakan selaput atau membrane yang terdiri dari connective tissue yang melapisi dan melindungi otak, terdiri dari tiga bagian yaitu : 1. Durameter Durameter atau pacymenix dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini terdiri dari dua lapis, yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali sepanjang tempat tempat tertentu,terpisah dan membentuk sinus sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, serin disebut dengan cranial durameter. Terdiri dari jaringan fibrous yang padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhir sampai segmen kedua dari os sacrum. Lapisan meningeal membentuk empat septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi ruang ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian bagian otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Falx cerebri adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit yang terletak pada garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium cerebella.

Tentorium cerebella adalah lipatan duramater berbentuk bulan sabit yang menutupi fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan menopang lobus occipitalis cerebri. Falx cerebella adalah lipatan duramater kecil yang melekat pada protuberentia occipitalis interna Diaphragm sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari duramate, yang menutupi sella turcica dan fossa fituitary pada os sphenoidalis. Diaphragm ini memisahkan pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse. Pada pemisahan dua lapisan duramater ini, diantaranya terdapat sinus duramatris yang berisi darah vena. Sinus ini menerima darah dari drainase vena pada otak dan mengalir menuju vena jugulris interna. Dinding dari sinus sinus ini dibatasi oleh endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior, sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basi crania antara lain : sinus occipitalis, sinus sphenoparietal, sinus cavernosus, sinus petrosus. Pada lapisan duramater ini terdapat banyak cabang cabang pembuluh darah yang berasal dari arteri carotis interna, a.maxillaris, a. pharyngeus ascendens, a.occi[otalis dan a.vertebralis/. dari sudut klinis, yang terpenting adalah a.meningea media ( cabang dari a.maxillaris ) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.Pada durameter terdapat banyak ujung ujung saraf sensorik, dan peka terhadap regangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat. 2. Arachnoid

Lapisan ini merupakan suatu membrane yang impermeable halus, yang menutupi otak dan terletak diantara piameter dan duramater. Membrane ini dipisahkan dari duramater oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale, dan dari piamater oleh cavum subarachnoid yang berisi LCS. Cavum subarachnoid merupakan suatu rongga yang dibatasi oleh arachnoid d bagian luar dan piamater pada bagian dalam. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi villid arachnoid disebut sebagai granulations arachnoidales.villi arachnoidales ini berfungsi sebagai tempat perembasan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah. Arachnoid berhubungan dengan piamater melalui untaian jaringan fibrosa halus yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dank e otak meuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid. 3. Piamater Lapisan piamater berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang, mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piamater ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan terdiri dari jaringan penyambung halus serta dilalui pembuluh darah yang member nutrisi pada jaringan saraf.

2. Definisi Epidural Hematom 2.I. DEFINISI Epidural hematoma adalah terkumpulnya darah dalam rongga potensial antara duramater dan tabula interna yang dapat terjadi intrakranial atau spinal. Sumber perdarahan biasanya dari laserasi cabang arteri meningea oleh fraktur tulang, walaupun kadang kadang dapat berasal dari vena atau diploe. Darah pada EDH membeku, berbentuk bikonveks. 2.II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI Cedera kepala merupakan penyebab hampir setengah dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan. Sedangkan do negara maju seperti di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak untuk kelompok usia muda 15-55 tahun dan merupakan penyebab kematian ketiga secara keseluruhan. Ada pun penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (49%) disusul dengan jatuh , terutama pada kelompok usia anak - anak Cedera primer otak berupa Intracranial Space Occupying Lession yaitu hematoma, merupakan suatu permasalahan yang sering ditemukan yaitu berkisar antara 20 40 % daripada trauma kapitis kecelakaan lalu lintas. Data dari Traumatic Coma Data Bank (TCDB) didapatkan bahwa kematian akibat cedera kepala : 17 /100.000 orang pada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit 6 / 100.000 orang pada pasien yang dirawat di rumah sakit

2.III.PATOFISIOLOGI Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.(8) Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. (8) Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.(1) Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

Sumber perdarahan : (8)


Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam ) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah terjadinya herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.(8,10) 2.IV MANIFESTASI KLINIS Bila terjadi gangguan yang menyebabkan ketimpangan antara volume rongga kepala dengan muatan yang ada di dalam rongga kepala, maka akan menyebabkan kenaikan TIK. Penyebab paling sering adalah lesi massa hematoma, seperti 1. Mual 2. Muntah 3. Nyeri kepala 4. Papil edema

Manifestasi dapat juga disebabkan oleh adanya sindrom herniasi uncal yaitu kompresi diensefalon ke lateral, mendesak tepi medial uncus dan girus hipokampus dan ke kolong tepi bebas daun tentorium,hal ini juga merupakan sebab terjadinya dekompensasi otak dalam menghadapi peningkatan TIK secara tiba - tiba. Desakan terhadap nervus okulomotorius disebabkan penggeseran diensefalon ke arah garis tengah dan bawah sehingga terjadi anisokor pupil yang dimana terjadi dilatasi pupil kontralateral. Hal ini juga dapat mengakibatkan gangguan pernapasan berupa pernapasan cheyne-stokes progresif menjadi hiperventilasi neurogenik sentral ( disfungsi rostrokaudal batang otak) 5. Lucid interval (mula-mula tidak sadar lalu sadar dan kemudian tidak sadar 2.V.DIAGNOSIS 1. Tingkat kesadaran mnggunakan Glasgow Coma Scale

2. Kekuatan Fungsi Motorik 3. Ukuran pupil Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Radiologik Foto Polos Kepala Foto polos kepala yang dibuat minimal harus dalam 2 posisi yaitu anteroposterior dan lateral. Untuk foto lateral. Posisi film ditempatkan pada sisi dengan jejas yang dicurigai ada fraktur. Beberapa hal yang diperhatikan dalam interpretasi foto polos kepala, antara lain : 1. Fraktur ditandai oleh garis kehitaman berbatas tegas. Garis tersebut biasanya tidak bercabang, cenderung membentuk garis lurus dan berhenti pada sutura, dan dapat disertai diastase pada sutura.

2. Fraktur depressed ditandai oleh daerah dengan densitas meningkat karena terdapat tulang yang saling tumpang tindih ( double contour appearance ). 3. Perhatikan adanya udara intracranial (pneumosefalus) yang menunjukkan adanya fraktur terbuka, terutama fraktur basis kranii Foto Servikal Indikasi foto servikal : a. Pada penderita yang tidak sadar atau dengan penurunan kesadaran b. Pada penderita yang sadar dan mengeluh adanya nyeri pada leher c. Adanya jejas di atas klavikula, sehubungan dengan mekanisme cedera yang dialami d. Setiap penderita dengan adanya kecurigaan trauma servikal. Foto servikal yang dibuat terutama posisi lateral, kadang kadang diperlukan posisi frontal. Sebaiknya foto meliputi craniocervical junction hingga C7-T1. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam interpretasi foto servikal, antara lain a. Sistematika pembacaan foto servikal yaitu ABCS Alignment, Bone, Cartilage, Soft tissue. b. Bayangan jaringan ikat longgar normal memiliki ketebakalan kurang dari 10 mm pada C1,kurang dari 5mm pada C2-4 dan kurang dari 22mm pada C5-7 untuk orang dewasa. Adanya penebalan bayangan ini dapat menunjukkan suatu subluksasi atau dislokasi yang baru terjadi dan sudah mengalami reduksi. c. Perhatikan apakah terdapat fraktur, dislokasi, subluksasi, atau pelebaran ruang diantara processus spinosus. CT-scan Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih ( gold standard ) untuk kasus cedera kepala mengingat selain prosedur ini tidak invasif, juga memiliki kehandalan yang tinggi. Dalam hal ini dapat diperoleh informasi yang lebih jelas tentang lokasi dan adanya perdarahan intracranial, edema, kontsio, udara, benda asing intracranial, serta pergesaran struktur di dalam rongga tengkorak. Indikasi pemeriksaan CT-scan pada penderita cedera kepala : GCS<15, terdapat penurunan kesadaran >2 point selama observasi Cedera kepala ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak Adanya tanda klinis fraktur basis cranii. Disertai kejang Adanya tanda neurologis fokal Sakit kepala yang menetap Pembacaan CT-scan dapat dilakukan dari sisi dalam ke sisi luar maupun sebaliknya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara sistematis dalam pembacaan CTscan, yaitu :

1. 2. 3. 4. 5. 6.

a. Tentukan tinggi pemotongan slice b. Lakukan penilaian terhadap pergeseran garis tengah, midline shift >5mm terdapat massa intracranial sebesar 25 cc. c. Lakukan penilaian sistem ventrikel dan cistern d. Lakukan penilaian parenkim paru, apakah terdapat lesi hiperdens atau hipodens, bagaimana bentuknya. Pada epidural hematoma terdapat lesi hiperdens berbentuk biconvex, untuk menghitung volumenya menggunakan rumus : PxLxT/2, dengan ukuran berpedoman terhadap lesi yang paling besar. e. Lakukan penilaian kontur gyrus, sulkus, fisura sylvi, apakah atropi atau tertutup. f. Lakukan penilaian tulang tulang, apakah ada fraktur,gambaran dan lokasi fraktur g. Penilaian jaringan lunak ekstrakranial. Kekurangan pemeriksaan radiologis CT-scan : Fraktur depressed pada vertex dapat terlewatkan Fraktur depressed dapat disalah artikan dengan lesi epidural hematoma, jika tidak dilakukan pemeriksaan bone window Kurang mampu menilai lesi vaskuler, jika tidak menggunakan kontras Pada pemotongan dengan ketebalan >5mm, lesi kecil dapat terlewatkan MRI Memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun kerusakan otak yang kronis, dan lebih akurat dalam menentukan luasnya kontusio dan hematoma, karena bisa melakukan pencitraan dari berbagai posisi. Sehingga MRI kurang sensitive dalam menilai perdarahan akut dan kurang baik dalam penialaian fraktur. Kontraindikasi penggunaan MRI a. Penderita dengan alat pacu jantung, neurostimulator yang ditanamkan. b. Penderita dengan benda asing atau logam yang ditanamkan dan mengandung unsure besi dan kobalt dapat bergeser, terdorong, bahkan logam dapat menjadi panas c. Tidak dianjurkan pada wanita hamil, terutama pada trimester 1, karena trimester ke1 terjadi organogenesis yang aktif. d. DIAGNOSIS BANDING
1.

a. b. c. d.

Hematoma subdural Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan

arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang. Perdarahan biasanya bersumber dari bridging veins yang diakibatkan pergeseran rotatorik pada otak, darah berkumpul biasanya berjumlah 100-200cc. perdarahan

biasanya berhenti karena tamponade sendiri.. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit. Keluhan bisa timbul secara langsung atau terjadi dalam hitungan minggu- tahun setelah trauma kepala terjadi, hal ini disebut juga latent interval. Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat robeknya vena jembatan. Gejala klinisnyaadalah : a. sakit kepala b.hemiparesis ringan c.organic brain syndrome d.kesadaran menurun + / -

Pada pemeriksaan CT scan otak didapati gambaran hiperdens (perdarahan) diantara duramater dan arakhnoid, umumnya robekan dari bridging vein dan tampak seperti bulan sabit.

Penatalaksanaan a. Unit Gawat Darurat Primary survey 1. Airway 2. Breathing 3. Circulation 4. Disability 5. Exposure Secondary survey 1. Evaluasi terhadap tanda tanda trauma eksternal seperti kontusio jaringan, ecchymosis,laserasi, atau pembengkakan jaringan lunak pada thoraks, abdomen, ekstremitas. 2. Kriteria rawat untuk cedera kepala ringan a. Penurunan kesadaran b. Fraktur tulang tengkorak c. Gejalan dan tanda defisit neurologis d. Adanya keadaan medis menyertai seperti epilepsy, hemophilia, atau DM

e. Sulitnya orang sekitar mengawasi keadaan pasien f. Adaya kriteria resiko sedang dan resiko tinggi b. Ruang perawatan 1. Observasi tanda vital dan gejala gejala tekanan tinggi intra cranial 2. Tanda tanda neurologis seperti GCS, dinilai oleh orang yang sama dan bermakna bila perubahan >2 3. Bentuk, ukuran, dan reaksi pupil terhadap cahaya, baik reflex cahaya langsung maupun tidak langsung 4. Kekuatan motorik, apakah ada tanda parese atau tidak c. Perawatan emergensi pasien sadar 1. Head up ( elevasi kepala ) 30-45, sehingga aliran balik vena dari kepala menjadi optimal 2. Pemberian oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksia 3. Berikan sedasi apabila pasien gelisah ( morfin IV 0.1mg/KgBB setiap 1-3 jam) atau lorazepam 0.02 0.05 mg/KgBB setiap 2-3 jam 4. Obat pencegah ulkus duodeni seperti antagonist H-2 receptor maupun proton pump inhibitor seperti simetidin,ranitidine, dan omeprazol 5. Obat antiemetic seperti metokopramid, dimenhidrinate, difenhidramin. 6. Penggunaan antibiotika untuk profilaksis seperti sefazolin 1 gram IV, bisa ditambah gentamisin 80mg IV pada fraktur terbuka. Atau pemberian antibiotika untuk pengobatan infeksi seperti ampisilin 3mg IV setiap 6 jam. 7. Penggunaan analgetik seperti tramadol 50-100mg peroral setiap 4-6 jam, maksimum 400mg / hari. Terapi operatif Indikasi dilakukan terapi operatif burrhole : a. Adanya perburukan keadaan neurologis dan kompresi batang yang progressif seperti Penurunan nilai GCS Midline shift >5mm atau volume hematom >25cc Salah satu pupil mengalami dilatasi Parese atau deserebrasi pada satu sisi tubuh Penderita dengan multiple trauma dalam keadaan tidak stabil.

Komplikasi dan Prognosis Komplikasi yang paling sering terjadi adalah edema serebri, iskemia serebral, pneumatokel ekstrakranial, infeksi dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan prognosis EDH sangatlah baik apabila ditangani dengan cepat. Namun derajat keparahan ditentukan oleh lokasi, besarnya dan kesadaran saat masuk kamar operasi. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.

Daftar Pustaka 1. Hafid A. Epidural Hematoma. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC, Jakarta, 2004, 818-819 2. Mc.Donald D. Epidural Hematoma, www.emedicine.com 3. Markam S. Trauma Kapitis. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua, Harsono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314 4. Mardjono M. Sidharta P.. Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat. Jakarta, 2003, 254-259 5. Price D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
6.

Satyanegara,Ilmu Bedah saraf. Edisi IV. Jakarta . Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2010

7. 8.

J. Iskandar, Cedera Kepala. Jakarta , Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Snell.S Richard. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Bagian 3, Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997.

You might also like