You are on page 1of 38

FRACTURE ANKLE

Oleh Dr H Subagyo SpB - SpOT I. PENDAHULUAN Adanya fracture pergelangan kaki yang menyembuh telah dideskripsikan pada mumi dari Mesir kuno. Pada abad ke-5 sebelum Masehi, Hipokrates menyatakan bahwa fracture tertutup direduksi dengan cara traksi (hiperekstensi)dari kaki tapi fracture terbuka tidak disarankan untuk direduksi agar pasien tidak meninggal karena inflamasi dan gangren dalam 7 hari. Vesalius kemudian membahas tentang anatomi pergelangan kaki, dan Pare membahas tentang fracture fibula sehingga pemahaman tentang fracture pergelangan kaki telah lebih maju pada pertengahan abad ke-18. Tulisan dari zaman ini menyebutkan bahwa fracture pergelangan kaki sering disebut luksasi berakibat pada insidensi yang tinggi dari deformitas dan kehilangan fungsi. 1 Beberapa orang bahkan beranggapan bahwa fractureluxatio hanya bisa disembuhkan dengan amputasi primer. Petit menulis bahwa talus dapat mengalami luxatio tapi selalu berhubungan dengan suatu fracture atau diastasis dari maleolus. Dia kemudian merekomendasikan reduksi ke posisi anatomis dengan hati-hati untuk meningkatkan prognosis.Pada tahun 1978, Percival Pott mendeskripsikan suatu fracture fibula 2 atau 3 inchi di atas ujung distal dengan ruptur yang berhubungan dari ligamentum medialis dan subluxatio lateral dari talus. Walaupun deskripsi dan ilustrasinya tidak menunjukkan suatu cedera terhadap ligamentum syndesmosis, dia menekankan pentingnya reduksi anatomis dalam pengobatan fracture ankle.Dia merekomendasikan bahwa tungkai bawah diflexikan untuk merelaksasi otot pergelangan kaki, sehingga dapat dilakukan reduksi dengan traksi minimal. Cedera pada pergelangan kaki adalah cedera yang sering terjadi terutama pada populasi lakilaki dan usia yang muda karena aktivitasnya yang tinggi.3,4 Terutama sering terjadi pada olahragawan terutama pemain sepak bola, ski, basket, dan olahraga lain yang memerlukan pergerakan aktif kaki. Pada usia yang lebih tua angka kejadian fracture pergelangan kaki kebanyakan terjadi pada wanita post menopause karena osteoporosis.2 Untuk menentukan terapi, sangat penting memahami mekanisme cedera pergelangan kaki tersebut, yaitu arah cedera dari sumbu dan besarnya tekanan yang dialami.Kemudian menentukan cedera pada komponen apa saja yang terjadi dan resiko dari tindakan yang akan dilakukan.6,7 Jean-Pierre David, adalah orang pertama yang mencoba menjelaskan mekanisme cedera pada fracture ankle. Dia menuliskan bahwa ligamentum yang menahan fibula dengan kombinasi bersama pergerakan ke arah luar (exorotasi) menghasilkan fracture fibula distal. Boyer, dokter pribadi Napoleon mendeskripsikan 2 mekanisme berbeda dari fracture fibula. Dia menemukan bahwa pada terjadinya subluksasi dari persendian harus terdapat fracture maleolus, cedera ligamentum, atau keduanya. Baron Dupuyten, murid dari Boyer, adalah orang pertama yang melakukan metode eksperimen dalam studi cedera pada ankle dengan membuat fracture pada kadaver. Tulisannya merupakan kombinasi dari hasil-hasil eksperimennya dan observasi klinis,

ditambah pendapat pribadinya. Dia menekankan peranan abduksi dan posisi kaki dalam mekanisme cedera pada ankle dan mendeskripsikan pola fracture yang sama dengan Pott, tapi memasukkan cedera sindesmosis. Penentuan clasificasi penting untuk dilakukan agar dapat dilakukan penanganan dengan tepat.Apabila segera ditangani dengan benar, maka komplikasi akan dapat dihindari dan fungsi pergelangan kaki dapat kembali seperti semula sehingga tidak timbul kecacatan.6,7 II. ANATOMI PERGELANGAN KAKI Anatomi dan Fisiologi pergerakan pada pergelangan kaki disini tidak dibahas

III. FRACTURE PERGELANGAN KAKI Fracture dan fracturedislocasi pada pergelangan kaki merupakan bentuk cedera yang sering ditemukan. Pertama ditemukan oleh Percivall Pott pada tahun 1768 dan sekarang disebut fracture Pott. 6,7,23. V.1. Mekanisme cedera Pola terjadinya cedera pada pergelangan kaki tergantung dari banyak faktor termasuk usia pasien, kualitas dari tulang itu sendiri, posisi kaki saat terjadi cedera, arah, dan besarnya gaya yang harus ditanggung. Menurut Lauge-Hansen, pengaruh pola cedera yang berhubungan dengan posisi kaki saat cedera dideskripsikan lebih dulu dan arah dari gaya yang dihasilkan dideskripsikan kemudian. Gaya yang terbentuk pada saat cedera pergelangan kaki adalah adduksi, abduksi, exorotasi, dan penahanan beban vertikal. Pronasi dan supinasi adalah posisi kaki selama berotasi di sekeliling aksis dari sendi subtalaris. Adduksi dan abduksi adalah gaya yang terbentuk pada saat rotasi talus di sekeliling aksis panjangnya, sementara endorotasi dan exorotasi adalah gerakan rotasional sekeliling aksis vertikal dari tibia.Mekanisme cedera ini dideskripsikan dengan berbagai terminologi di bawah ini. 24,27

Gambar 21.Mekanisme dasar cedera pergelangan kaki. Supinasi-Adduksi Bersamaan dengan supinasi kaki, struktur lateral menegang. Supinasi berlanjut dan gayaadduksi dapat menyebabkan ruptur dari ligamentum collateralis atau avulsi ligamentumligamentum dari tempat perlekatannya dengan tulang pada distal fibula, yang menyebabkan terkilirnya pergelangan kaki. Fibula distal dapat teravulsi menghasilkan fracture melintang di bawah level ligamentum syndesmosis yang masih intak. Adduksi yang lebih jauh membawa talus ke arah medial dari sendi, menghasilkan fracture vertikal pada maleolus medialis dan seringkalifracture impaksi dari permukaan artikulasi medialis tibia.Gaya ini juga dapat mengakibatkan impaksi atau fracture osteokondral pada talus atau cedera pada permukaan artikulasinya.

Gambar 22.Pola cedera supinasi-adduksi. Supinasi-Exorotasi Saat kaki berexorotasi atau kaki berendorotasi pada kaki yang supinasi, struktur lateral dan ligamentum syndesmosis anterior menegang.Sindesmosis anterior biasanya cedera dengan ruptur ligamen atau avulsi dari tempat insersio tulangnya.Exorotasi menghasilkan fracture spiral dari fibula, yang berjalan anteroinferior ke posterosuperior.Fracture dapat dimulai di bagian bawah, tepat, atau di atas tempat melekat dari ligamentum tibiofibularis anterior pada tuberkulum anterior dari fibula. Bila fracture mulai di bawah tuberkulum anterior dari fibula, ligamentum tibiofibularis anterior akan tetap utuh. Fracture berjalan oblik melalui permukaan artikulasi superior dari fibula. Yang paling umum, fracture dimulai pada atau di atas level tuberkulum anterior dan sindesmosis anterior sebagian atau seluruhnya mengalami disrupsi.

Gambar 23.Pola supinasi-exorotasi. Walaupun jarang, pola supinasi-exorotasi bisa ada pada fracture fibula yang muncul di atas level sindesmosis dengan disrupsi dari kedua sindesmosis dan membrana interoseus. 23,25 Dengan gaya yang berkelanjutan, talus yang berotasi dapat memberikan tekanan pada sindesmosis posterior mengakibatkan ruptur ligamentum tibiofibularis posterior atau lebih umum avulsi dari tuberkulum posterior lateralis. Pada beberapa kasus fracture fibula dapat mendekompresi struktur-struktur ini sehingga gaya pada talus diarahkan ke medial dan tidak ada cedera posterior yang terjadi. Pada akhirnya, bila terjadi gaya yang cukup besar, terdapat tension pada struktur medial yang berakibat fracture avulsi dari maleolus medialis atau ruptur ligamentum deltoidea. Dengan cedera medial ini, talus bebas untuk bergeser ke lateral. 25,28 Pronasi-Abduksi Pada pronasi, struktur-struktur medial menegang dan mengalami cedera untuk pertama kalinya. Akan terjadi fracture avulsi dari maleolus medialis atau ruptur ligamentum deltoidea. Gaya abduksi kemudian akan menyebabkan ruptur ligamentum syndesmosis atau avulsi dari tulang tempat melekatnya ligamentum-ligamentum tersebut. 25,27

Gambar 24.Pola pronasi-abduksi. Gaya lateral yang berlanjut dari fracture talus pada sisi fibula tepat pada atau di atas level dari sindesmosis dan ruptur membrana interoseus bisa terjadi pada fracture ini. Fracture ini merupakan akibat dari pembengkokan dan antara fracture oblik atau melintang sebagian dengan kominusi lateral atau pembentukan buterfly fragment. Pola fracture fibula ini menandakan adanya cedera medial yang berhubungan. 25,28 Pronasi-Exorotasi Cedera terjadi pada sisi medial terlebih dahulu.Exorotasi kemudian berakibat pada ruptur dari ligamentum tibiofibularis anterior atau pada tempat insersio tulangnya, diikuti fracture fibula pada level yang sama atau di atas sindesmosis. 25,28,29.

Gambar 25.Pola pronasi exorotasi. Fracture fibula berbentuk spiral tapi berjalan anterosuperior ke posteroinferior dan membrana interoseus ruptur pada level fracture fibula.Dengan rotasi yang berlanjut, sindesmosis posterior mengalami cedera dengan ruptur ligamen atau fracture avulsi dari tibia posterolateralis. Fractureproximal dari fibula (tipe Maisonneuve) merupakan akibat dari exorotasi. Ada beberapa variasi pada pola fracture fibula, yang mencerminkan tipe cedera supinasieksorotasi atau pronasi-exorotasi.Kaki bahkan dapat bergerak dari pronasi relatif ke supinasi selama cedera timbul. Titik beban vertikal (Vertical Loading) Titik beban vertikal mengarahkan talus ke tibia distal. Posisi dari kaki dan kecepatan penahanan beban mempengaruhi pola cedera yang dapat berkisar dari fracture terisolasi dari permukaan anterior atau posterior tibia ke fracture kompleks, intra artikular dari tibia distal (fracture pilon). 25,27, 29

Gambar 26.Titik beban vertikal. Dari semua pola cedera di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak kombinasi cedera tulang dan ligamen.Posisi kaki mempengaruhi lokasi dari derajat inisial cedera tersebut.Supinasi dari kaki menegangkan struktur lateral.Pronasi kaki menegangkan struktur medial.Pada sisi lateral, adduksi mengakibatkan cedera pada ligamentum collateralis lateralis atau avulsi dari fibula distal. Abduksi diakibatkan oleh fracturetension, sering dengan kominusi, sementaraexorotasi menghasilkan fracture spiral yang khas. Cedera pada ligamentum syndesmosis harus dicurigai ketika terjadi fracture fibula pada atau di atas level sindesmosis. Cedera pada sisi medial disebabkan oleh trauma langsung dari talus atau dari tahanan saat talus berotasi atau bergerak ke lateral mengikuti fibula. Beberapa kombinasi mungkin terjadi: Ligamentum deltoidea profunda dapat robek. Kolikulus anterior dapat mengalami avulsi oleh ligamentum deltoidea superfisialis sedangkan ligamentum deltoidea profunda bisa ruptur atau intak.27,30,32 Fracture dari maleolus posterior disebabkan oleh abduksi atau exorotasi, dislocasi poterior dari talus, titik beban vertikal, atau kombinasi dari gaya-gaya ini. Pada abduksi atau exorotasi, ligamentum tibiofibularis posterior berada di bawah tekanan dan dapat ruptur atau lebih umum mengalami avulsi pada sudut posterolateral tibia (segitiga Volkmann). Maleolus posterior atau posteromedial dapat mengalami fracture oleh trauma langsung talus saat berotasi. Disrupsi syndesmosis dapat terjadi akibat exorotasi atau abduksi. Ligamentum yang terlibat akan ruptur atau mengalami avulsi dari insersionya pada tulang. Pada cedera yang lebih berat, bagian dari membrana interoseus dapat robek secara distal atau proximal dan dapat terjadi fractureproximal fibula.Mekanisme ini terjadi pada sebagian besar cedera pergelangan kaki.28,29,32 V.2. Clasificasi

Suatu sistem clasificasi berguna untuk memilih tatalaksana yang tepat, dapat digunakan untuk menentukan prognosis dari hasil pengobatan, atau membuat perbandingan dari hasil pengobatan pada cedera yang serupa.Banyak sistem clasificasi telah dilaporkan, masingmasing berdasarkan kombinasi dari klinis, penelitian, dan kriteria radiologis dengan beberapa sistem juga menyebutkan mekanisme cederanya, cedera tulang dan ligamen yang terjadi, dan stabilitas sendi. 30 Beberapa sistem clasificasi yang berbeda pada cedera pergelangan kaki masih digunakan.Clasificasi dari Henderson berdasarkan gambaran radiologis yang memisahkan cedera menjadi 3 kelompok: (1) Fracture terisolasi dari medial, lateral, posterior atau maleolus anterior (2)Fracture bimaleolar (3) Fracture trimaleolar Ini adalah sistem clasificasi yang sederhana, deskriptif, dan umum digunakan. Sistem Lauge-Hansen6,7,25 Clasificasi ini didasarkan dari pengamatan eksperimental, klinis, dan radiografik.LaugeHensen menemukan bahwa cedera muncul pada pola sekuensial, yang dipisahkan menjadi beberapa tahap. Pada sistem ini posisi dari kaki (pronasi dan supinasi) pada saat cedera dideskripsikan terlebih dahulu dan arah gaya yang menyebabkan deformitas dideskripsikan kemudian.Lebih dari 95% dari cedera pergelangan kaki dapat digolongkan pada 1 dari 4 kelompok yang ada. Istilah eversi dan inversi yang digunakan oleh Lauge-Hensen artinya sama dengan exorotasi dan endorotasi dari kaki. Grup kelima, pronasi-dorsiflexi, ditambahkan kemudian untuk fracture yang diakibatkan oleh beban aksial.Masing-masing grup ini memiliki beberapa derajat cedera yang disebutkan pada tabel 1. Tabel 1.Clasificasi Lauge-Hansen- Pengelompokan dengan derajat cedera. Clasificasi Lauge-Hansen I. Supinasi-Exorotasi tanpa diastasis Talus tereksorotasi dan strukturnya mengalami kerusakan. Tahap Ruptur ligamentum tibiofibularis anterior (inferior) atau 1: fracture Tillaux Tahap Fracture fibula dengan pola oblik atau spiral 2: Tahap Fragmen dari fibula menarik maleolus posterior atau 3: menyebabkan robeknya ligamentum tibiofibularis. Tahap Fracture maleolus medialis atau robeknya ligamentum 4: deltoidea II. Cedera pronasi/ abduksi Kaki tereversi dan talus terabduksi Tahap Bisa terjadi ruptur ligamentum deltoidea atau adanya

1:

fracture avulsi (horizontal) dari maleolus medialis. Ligamentum tibiofibularis anterior dan posterior Tahap keduanya ruptur (atau tulang tempat melekatnya 2: teravulsi). Fracture fibula tertutup setingkat sendi. Garis fracture Tahap sering horizontal, dapat muncul kominusi, dan fragmen 3: fibula distal tertarik ke lateral. III. Cedera pronasi/ exorotasi dengan diastasis Tahap Talus yg terotasi menyebabkan fracture oblik dari 1: maleolus medialis atau ruptur dari ligamentum deltoidea Tahap Ligamentum tibiofibularis anterior atau avulsi dari tempat 2: perlekatannya (fracture Tillaux) Tahap Adanya fracture spiral atau oblik dari fibula yang bisa 3: terletak proximal (fracture Maizonneuve) Ruptur ligamentum tibiofibularis posterior atau tertarik Tahap lepas dari tulang tempat melekatnya. Membran interoseus 4: robek dan terjadi diastasis yang jelas (Fracture Dupuyrendislocasi pergelangan kaki). IV. Cedera supinasi/adduksi Talus teradduksi dalam mortise pergelangan kaki. Terdapat robek total dari ligamentum lateral atau fracture Tahap avulsi dari ujung lateral maleolus. Bila gaya yang 1: ditanggung ringan akan menghasilkan suatu robekan parsial dari ligamentum lateralis Talus yang teradduksi melawan maleolus medialis menyebabkan fracture vertikal atau oblik. Bisa terjadi Tahap fracture kompresi dari sudut dan seringkali maleolus 2: medialis bisa fracture tanpa adanya kerusakan ligamentum lateralis lebih dahulu. V. Cedera pronasi-dorsiflexi (cedera kompresi) Dorsiflexi dari pergelangan kaki dikombinasikan dengan kompresi vertikal paling sering terjadi karena jatuh dari ketinggian. Bagian talus anterior yang lebar dipaksa melalui kedua Tahap maleolus sehingga menyebabkan patahnya maleolus 1: medialis. Tahap Batas anterior tibia mengalami fracture 2: dengan tingkat keparahan cedera yang tinggi, permukaan Tahap artikular inferior dari tibia ( plafon tibia) akan mengalami 3: fracture dengan pola ireguler, sering dengan kominusi hebat. VI. Cedera kompresi lainnya Bila seseorang jatuh dengan posisi kaki plantarflexi, permukaan artikulasi posterior dari tibia dapat mengalami fracture. Sebagai tambahan, fracture kedua maleolus (seperti pada cedera pronasi/dorsiflexi) dapat terjadi ketika bagian anterior yang lebar dari talus mengarah ke antara kedua maleolus.

Gambar 27. Cedera supinasi/ Exorotasi tanpa diastasis.

Gambar 28. Cedera pronasi/ abduksi

Gambar 29.Cedera pronasi/ exorotasidengan diastasis.

Gambar 30. Cedera supinasi/ adduksi

Gambar 31. Cedera pronasi/ dorsiflexi (cedera kompresi)

Gambar 32. Cedera kompresi yang lain.

Sistem Danis-Weber6,7 Sistem Danis-Weber adalah sistem clasificasi berdasarkan level fracture dari fibula. Semakin proximalfracture dari fibula, makin besar resiko cedera untuk sindesmosis dan lebih mungkin untuk sendi tersebut menjadi tidak stabil. Ada 3 tipe fracture dalam sistem clasificasi ini. Cedera tipe A adalah fracture fibula yang terjadi di bawah level atap tibia. Ada fracture avulsi yang disebabkan supinasi dari kaki. Bila gaya ini berlanjut akan terjadi fracture oblik atau vertikal dari maleolus medialis. Fracture Weber A mirip dengan cedera supinasi-adduksi pada clasificasi Lauge-Hansen. Cedera tipe B adalah suatu fracture spiral atau oblik yang disebabkan exorotasi.Fracture dimulai pada atau dekat level sindesmosis. Ligamentum syndesmosis anterior sebagian atau seluruhnya robek pada 50% cedera tipe B, sementara ligamentum syndesmosis posterior biasanya tetap melekat pada aspek posterior dari framen fibula distal.Dapat terjadi cedera yang berhubungan pada sisi medial dari pergelangan kaki seperti pada maleolus posterior.Fracture Weber B mirip dengan cedera supinasi-eversi dari clasificasi cedera Lauge-Hansen. Cedera tipe C adalah fracture dari fibula di atas level sindesmosis. Sindesmosis mengalami disrupsi dan hampir selalu ada cedera yang berhubungan pada sisi medial dari pergelangan kaki. Cedera tipe C dibagi menjadi fracture yang melibatkan diafisis dari fibula dan fibula proximal (tipe Maisonneuve). Fracture Weber C mirip dengan cedera derajat tiga dari clasificasi Lauge-Hansen, yaitu pronasi-eversi atau pronasi-adduksi. Clasificasifracture menurut AO dibagi menjadi 3 kelompok untuk mengelompokkan spektrum cedera yang terjadi pada masing-masing tipe seperti ditunjukkan pada table 2 Tabel 2.Clasificasi AO untuk fracture maleolus Clasificasi AO Tipe A: Fracture fibula di bawah sindesmosis (infrasyndesmosis) A1- terisolasi A2-dengan fracture dari maleolus medialis A3-dengan fracture posteromedialis Tipe B: Fracture fibula pada level sindesmosis (transsyndesmosis) B1-terisolasi B2-dengan lesi medial (maleolus atau ligamentum) B3-dengan lesi medial dan fracture tibia posterolateral Tipe C: Fracture fibula di atas sindesmosis (suprasyndesmosis) C1- fracture diafisis fibula, simpel C2- fracture diafisis fibula, kompleks C3- fractureproximal fibula

Gambar 33.Clasificasi Sistem Danis-Weber disesuaikan dengan sistem clasificasi AO. Cedera pergelangan kaki juga dibagi secara lebih sederhana menjadi 3 kelompok berdasarkan mekanisme cederanya secara umum.Kelompok ini termasuk cedera yang diakibatkan adduksi-inversi (supinasi), berakibat cedera lateral di bawah sindesmosis oleh exorotasiabduksi, berakibat cedera lateral pada atau di atas sindesmosis dan oleh titik beban vertikal, berakibat terjadi fracture yang melibatkan terutama tibia distal (fracture pilon). Stabilitas sendi penting untuk dinilai sebagai bagian dari perencanaan tatalaksana dan harus dimasukkan ke dalam sistem clasificasi.Tile membagi cedera adduksi-inversi dan exorotasiadduksi menjadi tipe stabil dan tidak stabil. Sistem ini didasarkan pada 2 faktor: karakteristik cedera pada sisi lateral dari persendian dan klinis dan penilaian radiologis dari stabilitas. Clasificasi Lauge-Hansen dan Danis-Weber keduanya secara umum digunakan.Sistem Lauge-Hansen berguna karena membagi berdasarkan mekanisme dan urutan terjadinya cedera dan secara khusus menekankan pada cedera ligamentum yang berkaitan. Ini termasuk kompleks dan semua fracture tidak dapat digolongkan secara tepat pada pola yang dideskripsikan. Pada fracture supinasi-exorotasi sebagai contohnya, cedera level 1 tidak selalu ada dan cedera medial (derajat 4) dapat muncul tanpa cedera posterior (derajat 3). Sistem clasificasi Danis-Weber lebih sederhana, menekankan pada pentingnya sisi lateral dari pergelangan kaki dan berguna dalam perencanaan terapi pembedahan. Pada awalnya sistem ini tidak memasukkan keterlibatan bagian lain dan terlalu sempit.Sebagai contoh tipe B, termasuk spektrum cedera supinasi-exorotasi yang dapat memiliki prognosis yang berbedabeda. 6,7 Clasificasi Pott30 Clasificasi ini telah jarang digunakan karena dianggap kurang dapat diterapkan tapi masih belum sepenuhnya hilang.Clasificasi ini memiliki keuntungan karena sederhana dan memiliki relevansi yang cukup dalam memutuskan cara tatalaksana.

Gambar 34.Clasificasi Pott. Pada fracture Pott derajat I, terdapat fracture maleolus tunggal (medial atau lateral). Pada fracture Pott derajat II, malelolus medialis dan lateralis keduanya mengalami fracture. Pada fracture Pott derajat III, maleolus medialis, lateralis, dan posterior semuanya mengalami fracture. Kegunaan clasificasi ini dapat ditingkatkan dengan: (1) Menganggap bahwa fracture maleolus lateralis berhubungan dengan robeknya ligamentum deltoidea sebagai cedera derajat II. (2) (3) Menambahkan adanya diastasis pada deskripsi. Menambahkan adanya kompresi vertikal dari permukaan artikulasi inferior tibia.

Fracture Pilon Fracture pilon adalah salah satu masalah yang paling menantang bagi ahli bedah ortopedi. Dari sejarahnya, kata pilon pertama digunakan oleh Destot pada tahun 1911.Dia membandingkan cedera karena ledakan dari talus yang terimpaksi melawan tibia seperti palu memukul paku. Tidak seperti twisting injury yang menyebabkan fracture pergelangan kaki yang umum, cedera ini muncul pada pergelangan kaki ketika gaya yang besar mendorong talus ke atas melawan atap tibia. Terdapat kerusakan yang harus diperhatikan pada kartilago artikular dan tulang subkondral dapat patah menjadi beberapa bagian.Pada kasus yang berat kominutif dapat mencapai pertengahan tibia. Pada fracture ini harus diperhatikan ada atau tidaknya kerusakan jaringan lunak yang berhubungan dengan fracture tersebut karena trauma hebat. Fracture jenis ini kebanyakan disebabkan karena kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian. Jaringan lunak dapat terkelupas dan nekrosis jaringan juga sering ditemukan pada kasus ini karena jaringan lunak yang hacur. Mekanisme cedera Komponen utama dari cedera yang terjadi adalah gaya yang arahnya vertikal mengarah ke talus dan tibia distal. Derajat kerusakan tulang, kartilago, dan jaringan lunak proposional dengan jumlah energi yang terlibat pada kejadian trauma tersebut.Cedera pada olahraga seperti kecelakaan saat main ski cenderung mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan high energy injury seperti kecelakaan kendaraan bermotor dan jatuh dari ketinggian.Adanya cedera kompresi juga mengakibatkan kerusakan persendian pada plafond tibia dan talus.Prognosis ditentukan dari derajat keparahan cedera. Posisi kaki saat terjadi cedera dengan adanya kombinasi dengan torsio, bending, atau shearing forcesakan mempengaruhi pola dari fracture. Pada plantarflexi, gaya kompresif mengarah ke posterior. Ini mengakibatkan peningkatan kecenderungan untuk fragmen posterior yang lebih besar dan kominusi akan terjadi lebih

posterior juga. Sebaliknya, pada posisi kaki dorsoflexi, gaya kompresif akan terutama mengarah ke anterior, mengakibatkan kominusi akan lebih banyak terjadi pada daerah anterior. Gaya angular dan rotasional akan menyebabkan fracture metafiseal yang lebih hebat dengan berbagai derajat kominusi di medial atau lateral. Sering pula terjadi gaya-gaya tambahan selain yang disebutkan disini sehingga dapat menyebabkan pola fracture yang tidak dapat dimasukkan ke dalam clasificasi apapun. Clasificasi Pengelompokan fracture ini tidak mudah karena mekanisme cedera yang kompleks. Gay dan Evard membuat clasificasi pada literatur Eropa. Lauge-Hansen menambahkan tipe fracture kelima ke dalam clasificasifracture ankle untuk memasukkan fracture Pilon ini. Ruedi dan Allgower membuat caraclasificasi yang sederhana dan relevan secara klinis seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 35 . Clasificasifracture tibia distal (Ruedi dan Allgower, 1969). Fracture tipe I adalah fracturecleavage dari permukaan artikular dengan pergeseran fragmen intra-artikular yang minimal. Fracture tipe II melibatkan pergeseran fragmen-fragmen intra-artikular yang signifikan tanpa kominusi tapi terdapat ketidaksesuaian antar fragmen intra-artikular sedang (moderate intraarticular incongruity). Fracture tipe III hampir sama dengan fracture tipe II tapi memiliki kominusi yang signifikan dengan impaksi pada tibia distal dan grossincongruity dari permukaan artikular. Maale dan Seligson menambahkan suatu kategori untuk fracture spiral tibia distal pada clasificasi ini.

Mast dan Spiegel juga mendeskripsikan suatu sistem clasificasi dengan signifikansi pada prognosis. Pada sistem ini, fracture tipe I sama dengan fracture maleolar yang dideskripsikan oleh Lauge-Hansen dengan fragmen plafon posterior yang besar. Fracture tipe II adalah fracture spiral seperti yang dideskripsikan oleh Maale dan Seligson. Fracture tipe III adalah fracture kompresi sentral dari impkasi talus ke plafon tibia. Fracture tipe III ini dibagi menjadi subdivisi oleh clasificasi Ruedi Allgower. Prognosis makin memburuk dari tipe I sampai tipe IIIc. Clasificasilain yang populer diajukan oleh AO. Fracture Pilon dibagi menjadi tipe A: Fracture ekstra-artikular; Tipe B: Fracture artikular parsial dengan tibial shaft intak; dan Tipe C: Fracture artikular komplit dengan terputusnya kontinuitas antara permukaan artikular dengan tibial shaft. Pada setiap tipe, fracture dibagi lagi menurut lebarnya celah antar fragmen, depresi pada sendi, dan derajat kominusi. Gejala dan tanda Pemeriksaan menyeluruh pada kulit, jaringan lunak, dan struktur neurovascular termasuk pulsasi harus dilakukan. Tibia terletak dekat di bawah kulit sehingga pergeseran fragmen fracture atau penekanan berlebihan dari kulit dapat menyebabkan fracture tertutup menjadi terbuka. Pembengkakan biasanya terjadi dengan cepat dan masif, dan fracture harus direduksi dan di splint segera setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Edema yang timbul kemudian dan nekrosis kulit dari cedera yang mengenai bisa mengubah fracture tertutup menjadi terbuka, sehingga pengawasan jaringan lunak sangat diperlukan. Karena kebanyakan pasien datang dengan multitrauma, cedera yang berkaitan sering muncul dan harus ditangani dengan baik. Pengambilan foto roentgen standar 3 posisi pada ankle dan satu posisi 45 derajat exorotasi untuk melihat permukaan anteromedial dan posterolateral dari tibia harus dilakukan. CT scan dengan rekonstruksi koronal dan sagital mungkin perlu dilakukan untuk mengevaluasi pola fracture dengan lebih baik. Pemilihan pengobatan didasarkan pada banyak faktor, termasuk usia dan status fungsional pasien, derajat cedera tulang, jaringan lunak, dan kartilago. Derajat osteoporosis dan kominusi. Pengobatan I. Penatalaksanaan non-operatif a. Reduksi tertutup dan pemasangan cast Reduksi akurat dari fragment intra-artikular .Pemasangan cast membuat observasi pembengkakan dan keadaan kulit menjadi tidak memungkinkan, dan tergeser kembalinya fragmen yang telah direduksi sering terjadi. Pengobatan dengan cara ini diindikasikan untuk fracture tanpa pergeseran (undisplaced) atau pada pasien yang tidak dapat banyak bergerak. b. Traksi Distraksi dari fracture menggunakan traksi calcaneus dapat menyebabkan alignment yang memuaskan bila bagian sentral dari permukaan artikular tidak remuk dan terimpaksi. Traksi membuat akses langsung dan elevasi kaki memungkinkan dan dapat dikombinasikan dengan

pergerakan awal dan rehabilitasi sendi.Manajemen dengan traksi mempunyai syarat bahwa pasien harus tetap di tempat tidur sampai terdapat bukti bahwa union sudah terjadi.Biasanya minimum 6 minggu. Traksi juga dapat digunakan secara inisial pada fracture-fracture yang telah direncanakan untuk operasi namun harus ditunda karena status jaringan lunaknya.Pada kasus-kasus semacam ini efek ligamentoaxis dari traksi calcaneus dapat menghasilkan reduksi yang cukup dan mempertahankan panjang sampai intervensi bedah dapat dilakukan dengan aman. II. Tatalaksana operatif a. Reduksi terbuka dan fixasi internal (Open Reduction and Internal Fixation)

Tujuan dari pembedahan dijabarkan oleh Ruedi dan Allgower sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. Mempertahankan panjang dan stabilitas fibula Memulihkan permukaan sendi tibia Memulihkan kerusakan yang terjadi pada tulang Memperkuat bagian medial tibia

Dalam mengobati fracture Pilon tibia, banyak cara pembedahan yang dapat dipilih. Tetapi pengobatan fracture harus selalu mempertimbangkan kepekaan jaringan lunak dan manajemen setiap kasus fracture harus disesuaikan tergantung status jaringan lunaknya. Penekanan pada reduksi anatomis dari plafon tibia dengan restorasi permukaan sendi secara umum merupakan tujuan utama pengobatan. Estimasi derajat osteoporosis dan kominusi harus dipertimbangkan karena kualitas tulang yang buruk akan menghambat stabilisasi bedah. Insisi posterolateral digunakan untuk fixasi fibula.Suatu insisi anteromedial 1 cm medial tendon tibia anterior melengkung ke arah maleolus medialis digunakan untuk memperbaiki plafon tibia dan metafisis tibia. Care harus digunakan untuk menguatkan jaringan lunak dan tendon anterior. Care juga harus digunakan untuk mempertahankan skin bridge 8cm untuk mencegah nekrosis kulit anterior dan hancurnya luka, terutama pada insisi medial. Ada 4 prinsip dasar yang dideskripsikan oleh Ruedi sebagai berikut: 1. Langkah pertama adalah reduksi dan stabilisasi fibula. Langkah ini mengembalikan panjang dan sindesmosis permukaan artikular lateral dan dapat digunakan sebagai titik referensi rekonstruksi selanjutnya. Teknik reduksi indirek atau penggunaan distraktor femoral berguna pada fase ini. 2. Permukaan artikular tibia distal kemudian direstorasi secara anatomis dan distabilkan dengan multiple K-wires. Konfirmasi radiologik dan visual dari reduksi artikular harus dilakukan. 3. Dilakukan pemasangan implant untuk menstabilkan tibia distal. Pemilihan implan yang digunakan tergantung dari konfigurasi fracture. Lag screws digunakan untuk mengkompresi fragment fracture. Butress plate digunakan untuk pada bagian medial untuk mencegah kolaps. 4. Langkah terakhir melibatkan penggunaan transplantasi tulang fibrosa untuk memperbaiki defek metafisis.

Care harus diambil untuk mencegah devascularisasi tibia anterior. Kemudian splinting denganJones type dressing dengan suplemental plaster, aplikasi kantong es, dan elevasi extremitas digunakan segera setelah operasi. Latihan pergerakan dimulai segera setelah dapat ditoleransi oleh pasien, tapi pemberian beban ditunda sampai fracture telah menyatu biasanya 3-4 bulan post operatif. 1. Fixasiexternal Pada pasien dengan kerusakan jaringan lunak yang signifikan atau pada fracture terbuka, fixatorexternal dapat digunakan sebagai portable traction device mula-mula. Reduksi dapat dilakukan dengan distraksi dan ligamentoaxis.Fixatorexternal dapat digunakan untuk mengobati fracture sampai jaringan lunak membaik dan dapat dilakukan terapi operatif. Dapat pula digunakan sebagai terapi definitif bila suatu reduksi yang adekuat dapat dicapai atau terapi operatif lebih jauh dikontraindiikasikan. Fixatorexternal dapat juga digunakan sebagai penguat medial (medial buttress).Pada situasi ini, fixatorexternal menggantikan medial buttress plate tapi mengurangi pentingnya diseksi jaringan lunak dalam jumlah besar.Prinsip dari reduksi terbuka dan fixasiexternal digunakan dengan reduksi fibula dan restorasi panjang yang dilakukan terlebih dahulu.Permukaan sendi tibia dapat direduksi secara anatomis dan difixasi dengan screws.Suatu fixatorexternal diganti dengan plate setelahnya atau tetap dipasang sebagai terapi definitif.Defek metafiseal apapun yang terjadi dapat ditangani dengan transplantasi pada waktu operasi dimulai. Dapat juga dilakukan kemudian, terutama bila fixatorexternalakan diganti dengan plate. Variasi cara penggunaan fixator atau pin sirkular kecil telah banyak dipakai. Manuver reduksi ditingkatkan dengan pin kecil untuk mengembalikan permukaan sendi dan mempertahankan stabilitas tulang. Teknik ini terutama berguna bila luka terbuka dikontraindikasikan dengan penggunaan fixator internal apapun.Setiap kali fixatorexternal digunakan, perhatian khusus harus diberikan untuk pin calcaneus untuk distraksi dari sendi tibiotalaris. Pada pasien yang pergerakan ankle-nya dikontraindikasikan, sendi dapat didistraksi dan dipertahankan dengan pin calcaneus. Pin tersebut dapat membantu mengurangi kekakuan sendi. Komplikasi I. Komplikasi jangka pendek Biasanya diakibatkan oleh status cedera jaringan lunak, juga penanganan jaringan saat pembedahan. Hematoma, kulit yang rusak dan nekrosis jembatan jaringan akan mempengaruhi penyembuhan luka. Terpaparnya jaringan lunak karena jaringan yang menutupinya hilang dapat membuat masalah infeksi seperti osteomielitis selain juga menghambat penyembuhan luka. Penggunaan penutupan kulit sekunder ketika kehilangan jaringan lunak ataupun devascularisasi jaringan lunak muncul bisa dipertimbangkan. Cedera terbuka, crush necrosis, degloving injuries dapat mengakibatkan nekrosis jaringan lunak jangka panjang, infeksi, non union, ataudelayed union.

II. Komplikasi jangka panjang

Termasuk osteomielitis,delayed union, malunion, dan non union dari fracture. Walaupun angka kejadian non union telah berkurang dengan manajemen jaringan lunak yang baik, transplantasi tulang, dan teknik fixasi yang baik, delayed union masih sering ditemukan. Malunion sering terjadi terutama pada reduksi fracture non anatomis atau hilangnya metafisis medial dengan teknik buttressing yang inadekuat. Osteotomi untuk mengkoreksi malalignment dapat dilakukan kemudian setelah union telah dicapai, tapi terapi inisial dari medial buttress selama penyembuhan fracture dapat meminimalisasi malalignment. Artritis traumatik sering terjadi ketika ada kerusakan artikular yang signifikan.Kerusakan kartilago artikular tidak boleh diabaikan walaupun rekonstruksi anatomis telah dilakukan karena artritis traumatik degeneratif dapat terjadi sebagai sekuelae.Arthrodesis telah diterima secara umum sebagai pengobatan alternatif untuk masalah ini. V.4. Fracture Pergelangan Kaki pada Anak-anak Cedera epiphyseal plate (lempeng epiphysis) cukup sering pada anak-anak dan hampir sepertiga dari kejadian ini muncul pada pergelangan kaki. Mekanisme cedera Pergelangan kaki terfixasi ke lantai atau ter-trap pada sebuah permukaan bercelah (crevice) dan kaki bergerak memutar ke sisi lainnya.Lempeng epiphysis tibialis atau fibularis robek, biasanya mengakibatkan fracture Salter-Harris tipe 1 atau 2.Dengan mekanisme cedera berupa eksorotasi atau abduksi, fibula juga dapat mengalami fracture lebih proximal.Bagian tajam dari metafisis tibia dapat lepas ke arah posterior, lateral, atau posteromedial.Posisi lepasnya ditentukan oleh mekanisme cedera dan menentukan metode reduksi. Dengan fracture adduksi, ujung dari fibula dapat teravulsi.

(a) (c)

(b) (d)

Gambar 36.Fracture ankle pada anak-anak (a) Cedera Salter-Harris tipe 2 setelah reduksi (b) Pertumbuhan tulang telah berlangsung normal (c) Cedera Salter-Harris tipe 3 (d) Sisi medial dari epiphyseal plate telah menyatu sebelum waktunya, menyebabkan gangguan pertumbuhan. Fracture tipe 3 dan 4 jarang terjadi. Disebabkan oleh gaya supinasi-adduksi. Pemisahan epiphysis vertikal dan satu bagian dari epiphysis (biasanya bagian medial) dapat terdislocasi. 2 cedera yang jarang terjadi dari pergelangan kaki yang masih dalam masa pertumbuhan adalah fracture Tillaux dan fracture triplane yang terkenal. Fracture Tillaux adalah avulsi dari suatu fragmen dari tibia oleh ligamentum tibiofibularis anterior ; di orang dewasa atau anakanak fragmen ini merupakan bagian lateral dari epiphysis dan cedera tersebut disebut fracture Salter-Harris tipe 3.

Gambar 37 .Fracture Tillaux. (a), (b): fracture avulsi dari lempeng epiphysis lateral. (c) dan (d): telah dilakukan reduksi fixasi secara perkutaneus. Fracture triplane muncul pada sisi medial dari tibia dan merupakan kombinasi dari cedera Salter-Harris tipe 2 dan 3. Garis fracture muncul pada bidang koronal, sagital, dan transversal. Cedera pada lempeng epiphysis dapat mengakibatkan antara pertumbuhan yang asimetris ataupun pertumbuhan yang terhambat.

Gambar 38.Fracture Triplane. Gejala klinis

Dapat berupa ankle yang sangat nyeri, bengkak, hematom, dan nyeri pada penekanan. Dapat pula tampak deformitas yang jelas terlihat, tapi kadang-kadang hanya deformitas ringan yang terjadi dan mengelabui pemeriksa akan keadaan sebenarnya yang terjadi. Foto roentgen Fracture lempeng epiphysis undisplaced (tanpa pergeseran) terutama pada fibula distal, sering luput dari diagnosis. Walaupun hanya tampak pelebaran lempeng epiphysis pada gambaran radiologisnya, seorang anak harus dicurigai akan adanya fracture tersebut di atas dan difoto roentgen kembali setelah satu minggu. Pada anak-anak bila fracture lempeng epiphysis dapat terjadi gejala yang timbul tidak begitu jelas, namun beberapa minggu setelah cedera terjadi dapat terjadi pembentukan periosteum baru secara ekstensif. Pada fracture triplane, epiphysis tibia dapat terpisah dalam 1 bidang dan metafisisnya pada bidang lain sehingga fracturenya sulit dilihat dalam foto yang sama. Dalam kasus seperti ini CT-scan mungkin dapat berguna.Demikian juga untuk cedera tipe 3 lainnya. Pengobatan Cedera Salter-Harris tipe 1 dan 2 ditangani secara tertutup.Bila terjadi pergeseran (displacement), fracture direduksi secara perlahan dengan anestesi umum. Tungkai bawah diimobilisasi dengan cast sepanjang tungkai selama 3 minggu dan diganti dengan cast di bawah lutut yang bisa digunakan untuk berjalan selama 3 minggu berikutnya. Kadang-kadang pembedahan diperlukan untuk mengekstraksi periosteal flap yang mengganggu reduksi yang adekuat. Pada fracture tipe 3 dan 4, bila tidak terjadi pergerseran (undisplaced), dapat ditangani dengan cara yang sama,tapi ankle harus di foto roentgen kembali setelah 5 hari untuk memastikan fragmen-fragmennya tidak bergeser (slipped).Fracturedisplacedkadang-kadang dapat direduksi secara tertutup dengan membuat gaya yang berkebalikan dari arah gaya yang menyebabkan cedera. Tetapi, kecuali reduksi tertutup bisa dilakukan sampai mendekati sempurna, fracture tersebut harus direduksi secara terbuka dan difixasi dengan interfragmentary screw yang dimasukkan paralel terhadap lempeng epiphysis. Pada penanganan post operatifnya, tungkai bawah diimobilisasi dengan cast di bawah lutut selama 6 minggu. Fracture Tillaux ditangani dengan cara yang sama dengan fracture tipe 3. Fracture triplane bila tidak bergeser (undisplaced) dapat ditangani secara tertutup tapi memerlukan monitoring yang sering untuk mengamati ada tidaknya pergeseran yang terjadi kemudian. Fracture dengan pergeseran (displaced) harus direduksi dan difixasi. Komplikasi 1.Malunion :Reduksi yang tidak sempurna dapat menyebabkan deformitas angular pada ankle, biasanya menyebabkan valgus. Pada anak-anak di bawah usia 10 tahun, deformitas ringan dapat diakomodasi dengan pertumbuhan selanjutnya dan modelling. Pada anak yang lebih tua, deformitas harus dikoreksi dengan supramalleolar closing-wedge osteotomy. 2.Pertumbuhan asimetris

Fracture melalui epiphysis (Salter-Harris tipe 3 atau 4) dapat mengakibatkan fusi terlokalisir dari lempeng epiphysis. Bony bridge biasanya pada setengah medial dari lempeng pertumbuhan. Setengah lateral terus bertumbuh dan tibia distal perlahan melengkung (veers) mengakibatkan varus. MRI atau CT biasanya berguna untuk menunjukkan secara tepat dimana arrest dari lempeng epiphysis muncul. Bila bony bridge kecil (kurang dari 30% dari lebar lempeng epiphysis) , maka dapat dieksisi dan diganti dengan bantalan dari lemak (pad of fat) dengan harapan bahwa lempeng epiphyseal dapat pulih kembali. Bila lebih dari setengah lempeng epiphysis terlibat, atau anak tersebut telah berada pada akhir masa pertumbuhan, suatu supramalleolar closing wedge osteotomy diindikasikan. 3. Pemendekan (shortening)

Penutupan lempeng epiphysis lebih awal muncul pada 20% anak dengan cedera tibia distal.Untungnya perbedaan panjang (discrepancy) tungkai bawah yang diakibatkan biasanya ringan. Bila kebetulan perbedaan panjang tersebut lebih dari 2 cm dan anak tersebut masih cukup muda, epifiodesis tibia proximal pada tungkai bawah kontralateralnya dapat mengembalikan panjang yang sama. Tapi bila perbedaan panjang tungkai (discrepancy) cukup bermakna, atau anak yang mengalaminya telah berada pada akhir masa pertumbuhan, pemanjangan tungkai diindikasikan. V.3. Diagnosis Fracture Pergelangan Kaki Anamnesis Pasien biasanya dapat mengingat peristiwa cedera tapi sering juga tidak dapat mendeskripsikan mekanisme terjadinya cedera secara tepat.Riwayat kejadian dapat memberikan informasi tentang beratnya cedera dan kecenderungan terjadinya cedera yang berhubungan. Titik beban vertikal dari kejadian jatuh atau deselerasi dari kecepatan tinggi dapat mengakibatkan kompresi aksial dan cedera pada kaki, pergelangan kaki, dan tulang belakang, sementara pemelintiran biasanya mengakibatkan cedera exorotasi.Riwayat masalah pada pergelangan kaki sebelumnya atau adanya cedera sebelumnya dapat merupakan informasi penting.Cedera rekuren, khususnya ligamen yang terkilir sering terjadi dan sering bersamaan dengan terjadinya kelemahan atau instabilitas, dan pada pemeriksaan radiografik dapat terjadi abnormalitas yang sering disalah artikan sebagai cedera akut.Riwayat penyakit pasien dapat dilihat ulang karena adanya masalah sistemik seperti diabetes, penyakit vascular perifer, atau penyakit tulang metabolik dapat mempengaruhi rencana tatalaksana. 30, 31 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang teliti diperlukan untuk menentukan status struktural dari kulit, jaringan lunak dan neurovascular yang menyertai tulang dan ligamentum.Keseluruhan kaki bagian bawah termasuk fibula harus diperiksa.Kombinasi gejala nyeri tekan, bengkak, atau adanya ekimosis pada tulang, ligamen, atau garis persendian menandakan kemungkinan adanya cedera di daerah tersebut.

Gambar 39.Diagnosis cedera pada ankle.

Pemeriksaan Fisik pada Ankle 1. Perhatikan adanya deformitas. (a) Secara khusus untuk eksorotasi dari kaki relatif dari tungkai bawah, bila maleolus medialis mengalami fracture dan tergeser ke lateral, ujung distal tibia dapat menjadi terlihat jelas di bawah kulit. (b) Pergeseran posterior dari kaki. (c) Merupakan penampakan yang sering ditemukan pada fracture maleolus posterior. 2. Perhatikan adanya pembengkakan. Bila ditemukan pembengkakan, adakah hematoma yang timbul bersamaan tempat munculnya dan distribusinya. (d) Edema yang difus muncul pada anterior dari maleolus lateralis. Merupakan bentuk edema yang banyak terjadi pada cedera ankle. (e) Edema berbentuk seperti telur (egg-shaped edema) muncul pada maleolus lateralis segera setelah robeknya ligamentum lateralis secara komplit. (f) Edema gross dan hematoma ditemukan pada banyak fracture trimaleolar dan fracture kompresi. 3. Bila ada nyeri tekan perhatikan lokasinya. Secara khusus periksalah maleolus medialis dan ligamentum deltoidea, area anterior ligamentum tibiofibularis, panjang keseluruhan dari fibula, basis dari metatarsal kelima (fracture avulsi dari dasar metatarsal kelima yang mengikuti cedera inversi sering disalah artikan dengan fracture ankle). Stabilitas dari sendi harus dinilai, khususnya ketika penemuan ini berhubungan dengan ronsen yang normal.Stabilitas sendi ankle terutama tergantung dari 4 kelompok struktur tulang dan ligamentum: (1) Maleolus medialis dan ligamentum collateralis medialis

(2)

Maleolus lateralis dan ligamentum collateralis lateralis

(3) Ligamentum syndesmosis anterior dan tempat perlekatannya pada tulang tibia dan fibula (4) Ligamentum syndesmosis posterior dan maleolus posterior.

Tile menekankan bahwa terdapat spektrum instabilitas, terutama pada derajat jaringan lunak dan cedera skeletal.Jika hanya salah satu dari struktur di atas mengalami cedera, stabilitas masih dapat dipertahankan. Jika ada lebih dari satu struktur yang mengalami cedera, stabilitas sendi akan lebih sulit dipertahankan. Pada tungkai bawah, 1/6 beban berat tubuh ditanggung oleh fibula dan sisanya pada tibia. Fibula tertarik ke arah distal pada stance phase karena kontraksi muskulus extensor, membrana interoseus menegang, fibula tertarik ke medial menyebabkan peningkatan stabilitas rotasional pada ankle. Berdasarkan pemeriksaan, stress test penarikan anterior, inversi, eversi, atau eksorotasi mungkin dapat berguna. 31,36 Stress testing sering sulit dilakukan pada keadaan akut dan premedikasi analgesik dan anestesi lokal atau regional barangkali diperlukan. Walaupun rasa sakit atau nyeri tekan pada struktur yang diuji menandakan adanya cedera, akan sulit ditentukan keparahan cedera tersebut hanya dengan stress test.Stress ray pada kedua pergelangan kaki akan memberikan pengukuran obyektif dari instabilitas dan harus diambil pada saat yang sama. 30,31 Manuver penarikan anterior mengevaluasi ligamentum talofibularis anterior. Dengan pergelangan kaki berada pada posisi netral, tahanan ke depan diberikan pada tumit pada saat tahanan ke belakang diberikan pada tibia. Perbedaan dari lebih dari 8mm dibandingkan dengan sisi sebelahnya menandakan adanya cedera.Uji ini juga dapat dilakukan dengan mengistirahatkan tumit pada permukaan yang keras dan dengan lembut menekan distal tibia ke belakang.Gerakan inversi (supinasi) untuk uji tahanan ini dapat dilakukan dengan posisi pergelangan kaki plantarflexi untuk menguji ligamentum talofibularis anterior dan pada posisi netral atau sedikit dorsiflexiuntuk menguji ligamentum calcaneofibularis.Pergelangan kaki terinversi dan dibandingkan dengan sisi kontralateralnya.Suatu uji tahanan eversi dilakukan dengan pergelangan kaki pada posisi netral dan uji ini dilakukan pertama pada kompleks ligamentum deltoidea superfisialis.Suatu uji tahanan exorotasi mengevaluasi ligamentum syndesmosis dan juga ligamentum deltoidea profunda.Tibia distabilisasi, pergelangan kaki diposisikan pada posisi netral dan kaki diexorotasi. 31,36 Walaupun cedera pada struktur neurovascular tidak biasa pada cedera pergelangan kaki, bengkak hebat, khususnya ketika berhubungan dengan cedera remuk atau penetrasi, dislocasi pergelangan kaki, atau fracture pada tibia atau tulang kaki dapat mengganggu aliran darah dan berakibat pada iskemia, dan pemeriksaan tekanan kompartemen, pencitraan Doppler, dan pengukurang PO2 transkutaneus dapat digunakan untuk menilai klinis untuk mengetahui status vascular dan menentukan apakah terdapat indikasi untuk dilakukan dekompresi atau intervensi lain. 33, 41 Sebagai bagian dari evaluasi awal, pergelangan kaki harus secara perlahan direduksi dan diimobilisasi dengan splint yang diberi bantalan untuk mencegah cedera jaringan lunak lebih

lanjut dan mengurangi bengkak.Aplikasi kantong es, elevasi extremitas, dan kompresi digunakan untuk mengurangi pembengkakan sebagai evaluasi dan perencanaan pengobatan. Pemeriksaan Radiologis32 Standar evaluasi radiografik pada pergelangan kaki termasuk sisi anteroposterior, lateral, dan mortise.Sejumlah penilaian radiografik dapat dibuat dari posisi-posisi ini dan bila perlu dibandingkan dengan sisi kontralateralnya.

Gambar 40.Posisi anteroposterior pergelangan kaki. Parameter ini dapat memberikan penilaian obyektif dari instabilitas dan berguna tidak hanya untuk membuat diagnosis tapi juga dalam merencanakan tatalaksana dan dalam menilai akurasi reduksi dan hasil akhir.32,36 Posisi anteroposterior pada pemeriksaan foto ronsen diambil sejajar dengan aksis panjang dari kaki. Seluruh fibula harus termasuk dalam foto radiografi ini bila terdapat nyeri tekan lateral di atas garis persendian. Posisi ini digunakan untuk mengevaluasi fracture dari maleolus medialis atau lateralis, tibia anterolateralis, fibula proximal, dan fracture osteokondral dari tibia distal atau talus. Penilaian dari penyatuan artikular dan pengukuran panjang maleolar relatif, integritas syndesmosis dan pergeseran talus dapat dibuat. 35,36 Posisi lateral diambil dengan extremitas sejajar dnegan aksis panjang dari kaki. Atap talus harus berpusat di bawah tibia dan sejajar dengan permukaan persendian tibia distal.Asimetri dari rongga artikular ini khususnya pelebaran anterior menandakan instabilitas.Fibula tumpang tindih dengan aspek posterior dari tibia tapi tuberkulum posterior dari tibia masih dapat terlihat. Posisi ini digunakan untk mengevaluasi pergeseran talus pada arah anterior

atau posterior, fracture pada batas tiba posterior atau anterior, fracture dari talus, dan dislocasi fibula posterior atau fracture fibula.30,32 Posisi mortise didapatkan dengan tungkai bawah endorotasi 15-20 derajat sehingga sinar X hampir sejajar dengan garis intermaleolar. Permukaan artikular dari talus harus sejajar dnegan tibia distal.Celah artikular antara talus dan maleolus medialis, tibia distal dan melolus lateralis harus sama. Panjang fibula, talus, sudut talocruralis, celah medial, tibiofibularis yang tumpang tindih dan jarak antara tibiofibularis (celah interoseus) dapat diukur.Lesi osteokondral kecil dapat sulit untuk dilihat karena talus yang berbentuk seperti kubah. Posisi mortise saat pergelangan kaki digerakkan dari plantarflexi ke dorsiflexi dapat menunjukkan lesi ini lebih jelas. 32,41 Arthrografi Artrografi telah digunakan untuk mengevaluasi integritas kapsul dan ligamen dari pergelangan kaki.Pewarnaan radioopak diinjeksikan ke persendian pergelangan kaki.Ekstravasasi anterior ke maleolus lateralis mengindikasikan robekan dari ligamentum tibiofibularis anterior.Komunikasi dari zat pewarna antara sendi dan pembungkus peroneal setelah injeksi pada lokasi manapun mengindikasikan adanya robekan pada ligamentum calcaneofibularis. Artrografi adalah suatu cara yang akurat untuk mengidentifikasi adanya disrupsi ligamen tapi harus dilakukan dalam 1 minggu pertama setelah onset cedera, sebelum robekan pada Capsula mulai menyembuh. Uji tahanan, sebagai pembanding, juga cukup akurat tapi hanya ketika dilakukan dengan benar dengan analgesia pasien yang adekuat.MRI telah banyak digunakan untuk menggantikan artrografi pada pergelangan kaki.32 CT-scan Digunakan untuk mengevaluasi fracture kompleks atau kominutiva khususnya pada tibia distal atau saat pola cedera tidak jelas dilihat dengan foto ronsen polos. Rekonstruksi bidang multipel dan 3 dimensi dapat memberikan informasi tambahan.CT juga telah digunakan untuk membantu merencanakan prosedur rekonstruktif seperti koreksi dari malunion dan untuk menentukan derajat dan memonitor perbaikan dari defek osteokondral. MRI Memungkinkan pencitraan multiplanar tanpa radiasi.MRI adalah alat diagnostik yang berguna dalam menilai cedera akut dan kronik tendon dan ligamen pada pergelangan kaki. Alat ini juga telah digunakan dalam evaluasi fracture lain seperti osteokondral dan pada fracture dimana uji tahanan tidak dapat digunakan untuk diagnostik pada foto polos. Suatu pemeriksaan MRI terdiri atas kombinasi pencitraan setinggi T1-T2 pada bidang aksial, koronal atau sagital. Walaupun cedera ligamen pergelangan kaki dapat terlihat dengan MRI, pemeriksaan fisik dan uji tahanan ronsen juga dapat memberikan informasi akurat dengan biaya yang jauh lebih sedikit.Bidang koronal dan sagital paling berguna dalam mengevaluasi talus. Pada MRI fracture tahanan dan fracture tanpa pergeseran terlihat sebagai regio linear pada intensitas sinyal yang lemah yang berlanjut ke permukaan. Suatu pola amorf dari intensitas sinyal yang lemah dengan ketinggian T1 dan sinyal tinggi pada level T2 biasanya terlihat pada sumsum tulang yang berdekatan dan jaringan lunak pada cedera serperti ini.

Scan tulang Scan pada tulang digunakan terutama untuk evaluasi pada masalah pergelangan kaki yang kronis khususnya pada suspek cedera osteokondral, infeksi, fracture tekanan, dan distrofi refleks. Arthroscopy Arthroscopy pada pergelangan kaki telah digunakan dalam evaluasi dan manajemen lesi osteokondral dari talus dan masalah pergelangan kaki kronis dengan suspek patologi intraartikular.Lesi osteokondral lateralis biasanya dangkal dan relatif mudah untuk dibuang dengan artrotomi anterolateral standar sementara lesi medial posterior pada atap talus dan sering memerlukan osteotomi maleolus medialis.Fragmen osteokondral yang lepas dapat dibuang dan cekungan dikuret atau diabrasi dengan memuaskan menggunakan teknik arthroscopy.33,34 Prosedur arthroscopy yang lebih kurang invasif mengurangi morbiditas postoperatif dan fasilitas rehabilitasi.Sebagai tambahan, keseluruhan sendi pergelangan kaki dapat diinspeksi untuk mencari adanya tanda yang berhubungan dengan penyakit tersebut. Terdapat beberapa pengalaman menggunakan arthroscopy untuk memonitor reduksi dari bagian intra-artikular dari fracture pergelangan kaki. Tetapi, kegunaan teknik ini memerlukan evaluasi lebih jauh.Fracture barangkali dapat direduksi dengan arthroscopy dengan Kirschnerwire untuk memanipulasi fragmen dan difixasi dengan obeng berkanula melalui insisi tusuk kecil. Lesi osteokondral pada talus dapat didiagnosis 68% lebih banyak pada metode ini dibanding dengan radiografi preoperatif.Kondromalasia dapat ditemukan 38% lebih banyak. Tatalaksana dengan arthroscopy juga mengurangi trauma pembedahan, menyediakan metode delineasi fragmen fracture yang lebih akurat dan menjamin keakuratan reduksi di bawah visualisasi langsung.34 V.5. Tatalaksana Ada 4 prinsip pengobatan fracture yang adalah: 1. 2. 3. 4. Jangan menunda Obati keseluruhan cedera, bukan hanya fracturenya Lakukan reduksi dengan akurat Kontrol dan pertahankan reduksi

Bengkak yang ada biasanya terjadi dengan cepat dan parah. Bila cedera tidak ditangani dalam beberapa jam pertama, pengobatan definitif dapat harus ditunda untuk beberapa hari sementara kaki diletakkan dalam posisi elevasi sampai bengkak mereda. Hal ini dapat dipercepat dengan menggunakan pompa kaki (yang juga mengurangi resiko terjadinya trombosis vena dalam). 35,36 Fracture dapat terlihat dengan sinar X, tapi ligamen tidak. Cedera pada ligamen harus dicari dari tanda adanya pelebaran celah tibiofibularis, asimetri dari celah talotibialis, pelebaran

sendi medial atau penarikan talus.Hal ini harus dilakukan sebelum menentukan arah penatalaksanaan. Seperti cedera intra artikular lainnya, fracture pergelangan kaki harus direduksi secara akurat dan dipertahankan supaya dapat mencegah mekanisme disfungsi selanjutnya.Pergeseran persisten pada talus atau adanya ketidaksejajaran pada permukaan artikular menyebabkan beban tekanan bertambah dan menjadi predisposisi untuk osteoartritis sekunder.32,37 Dalam menilai akurasi reduksi, ada 4 obyektif yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Fibula harus dikembalikan ke panjang semulanya 2. Talus harus ditempatkan secara tepat pada mortise, dengan permukaan artikular talus dan tibia terletak paralel. 3. Celah sendi medial harus dikembalikan ke lebarnya yang normal, yang sama dengan lebar celah tibiotalaris (sekitar 4 mm). 4. Foto ronsen oblik harus menunjukkan bahwa tidak ada diastasis tibiofibularis. Fracture pada pergelangan kaki sering tidak stabil. Metode reduksi dan fixasi apapun yang digunakan, posisi harus dicek menggunakan foto ronsen selama masa penyembuhan. 32, 33 Untuk undisplaced fracture, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan apakah cedera tersebut stabil atau tidak stabil. Suatu fracture dengan pergeseran Danis-Weber tipe A adalah fracture yang stabil dan memerlukan minimal splintage; suatu ikatan yang kuat diaplikasikan terutama demi kenyamanan sampai fracture menyembuh. Fracture tanpa pergerseran tipe B dapat menjadi tidak stabil hanya bila ligamentum tibiofibularis robek atau avulsi atau bila terdapat cedera sisi medial yang signifikan. Fracture tanpa pergeseran tipe C sering terlihat baik dari luar tapi sering disertai dengan disrupsi struktur sendi medial juga sindesmosis tibiofibularis dan membrana interoseus. Ada yang berpendapat bahwa fracture tipe ini lebih baik difixasi dari luar. 32,34 Fracture dengan pergeseran (displacement)32,38 Reduksi dari persendian yang mengalami disrupsi ini penting untuk dilakukan pertama kali sebelum melakukan semua pengobatan lebih lanjut.Penyebab cedera penting untuk diketahui sehingga dapat dimasukkan dalam clasificasi Lauge-Hansen untuk membantu menentukan metode reduksi tertutup.Walaupun fixasi internal biasanya dilakukan untuk menstabilkan reduksi, tidak semua fracture seperti itu memerlukan pembedahan.33,34 Fracture dengan pergeseran Weber tipe A, dimana fracture maleolus medialis letaknya hampir vertikal dan setelah reduksi tertutup sering tetap tidak stabil; dianjurkan dipasang fixasi internal dari fragmen maleolar dengan satu atau dua sekrup diarahkan hampir paralel terhadap persendian pergelangan kaki. Reduksi sempurna idealnya harus dapat dicapai dengan restorasi akurat dari permukaan artikular tibia.Fragmen tulang yang longgar dibuang. Fracture maleolus lateralis harus difixasi dengan plate dan screw atau wire tahan tekanan kecuali sudah tereduksi sempurna dan stabil. Fracture dengan pergeseran (displacement) Weber tipe B paling sering memiliki pola fracture spiral dari fibula dan suatu fracture oblik dari maleolus medialis. Mekanisme

kausalnya adalah exorotasi dari pergelangan kaki ketika kaki dalam posisi supinasi.Reduksi tertutup memerlukan traksi (untuk membalikkan impaksi dari fracture) dan kemudian endorotasi kaki lalu dipasang fixasi.Kegagalan dari reduksi tertutup atau keterlambatan pengembalian posisi tulang yang bergeser biasanya merupakan indikasi untuk pengobatan operatif.37 Fracture tipe B biasanya diakibatkan abduksi. Sering aspek lateral dari fibula mengalami kominusi dan garis fracture lebih horizontal. Walaupun reduksi akurat telah dilakukan (adduksi pergelangan kaki dan kaki posisi supinasi), cedera ini tidak stabil dan sering sulit dikontrol dengan cast dan karena itu diperlukan fixasi internal. Fracture dengan pergeseran Weber tipe C. Fracture fibula di atas sindesmosis dan sering berhubungan dengan fragmen medial dan posterior dari maleolus. Fracture fibula tipe C ini harus dicurigai akan adanya kerusakan ligamen utama terhadap sindesmosis dan sisi medial dari sendi. Hampir semua fracture tipe C tidak stabil dan memerlukan reduksi terbuka dan fixasi internal. Langkah pertama adalah mereduksi fibula, mengembalikan panjang dan kesejajarannya; fracture kemudian distabilkan menggunakan plate dan screw. Bila ada fracture medial, juga harus difixasi. Sindesmosis kemudian diperiksa, menggunakan kait untuk menarik fibula ke lateral.Bila persendian terbuka berarti ligamen-ligamennya robek; dan sindesmosis distabilkan dengan memasukkan screw melintang melalui fibula ke tibia (pergelangan kaki harus ditahan dalam posisi 10 derajat dorsiflexi ketika sekrup dimasukkan). 37 Pengobatan yang terlambat Fracture dengan subluksasi lebih dari 1 minggu yang dibiarkan begitu saja dapat menjadi sulit untuk direduksi karena adanya penggumpalan pada sindesmosis. Jaringan granulasi harus dibuang dari sindesmosis dan fixasi melintang tibiofibularis dibuat paten. Manajemen post operatif Setelah reduksi terbuka/terapi terbuka dan fixasifracture pergelangan kaki, pergerakan harus dapat dilakukan sebelum memasang cast di bawah lutut. Pasien diijinkan menahan beban parsial dengan alat bantu berjalan. Cast dipasang sampai fracture telah mengalami konsolidasi (antara 6-12 minggu). Bila screw melintang tibiofibularis telah dimasukkan, pasien harus diingatkan untuk melepasnya setelah 3 bulan. 34,41 Fracture terbuka pada pergelangan kaki memiliki masalah khusus. Bila fracture tidak direduksi dan distabilisasi pada fase awal, dapat menjadi mustahil untuk dikembalikan ke posisi anatomisnya. Karena alasan ini cedera-cedera yang tidak stabil tidak terlalu parah kerusakannya dan luka tidak terkontaminasi.Bila fixasi internal kelihatannya terlalu beresiko, suatu fixatorexternal dapat digunakan. IV.4.1. Tatalaksana Non-operatif Tujuan akhir pengobatan adalah untuk mendapatkan reduksi anatomis, mempertahankan reduksi ini sampai fracture menyembuh, dan mengembalikan pasien ke level sebelum cedera dalam fungsinya dengan pergelangan kaki yang tanpa rasa sakit dan bebas bergerak. Banyak

penelitian telah dilakukan untuk membandingkan hasil dari tatalaksana operatif dan nonoperatif. Ada yang melaporkan hasil yang sama dari 2 cara tatalaksana tersebut. Hasil pengobatan berkaitan langsung dengan bagaimana baik pemulihan anatomis pergelangan kaki. Pada beberapa pola fracture suatu reduksi tertutup dapat menjadi sulit untuk dicapai atau dipertahankan. Kehilangan reduksi dan manipulasi berulang dapat diasosiasikan dengan hasil yang tidak memuaskan.Imobilisasi berkepanjangan juga dapat menyebabkan osteoporosis disuse dan kekakuan sendi. Reduksi tertutup diindikasikan untuk fracture tanpa pergeseran atau fracture yang stabil, dan untuk fracture dengan pergeseran ketika reduksi anatomis telah dicapai dan dipertahankan tanpa manipulasi berulang dan ketika terapi operatif tidak diindikasikan karena kondisi umum pasien atau kakinya tidak memungkinkan.Reduksi tertutup juga diindikasikan ketika operasi telah direncanakan namun tertunda. a. Teknik Reduksi Tertutup Reduksi tertutup ini memerlukan pemahaman tentang mekanisme terjadinya cedera dan penilaian terhadap kestabilan cedera tersebut.Suatu reduksi tertutup dicapai dengan membalikan mekanisme cedera pada pergelangan kaki. Pemeriksaan ronsen post reduksi harus dinilai dengan hati-hati. Fracture avulsi dari maelolus lateralis (supinasi-adduksi atau Weber tipe A) biasanya stabil dan pergeserannya minimal. Eversi merelaksasikan ligamentum collateralis lateralis dan fibula distal dapat direduksi bila diperlukan.Fracture oblik yang berkaitan dari maleolus medialis membuat pengobatan tertutup lebih sulit. Pronasi dari kaki dan abduksi akan mereduksi fracture tapi sulit dipertahankan karena merupakan pola yang tidak stabil. Kebanyakan fracture dengan pola ini akan memerlukan terapi operatif. Fractureexorotasi pada level syndesmosis (supinasi-exorotasi atau Weber tipe B) direduksi dengan traksi perlahan-lahan, endorotasi, dan tekanan varus. Pemeriksaan radiologis post reduksi diperlukan karena pemendekan dan exorotasi fibula mungkin ringan dan sulit dilihat. Terapi tertutup lebih sulit bila sisi medial juga mengalami fracture. Bila fracture pada maleolus medialis relatif distal dan axilla barangkali masih terdapat masih intak dan masih terdapat tumpuan di medial terhadap talus yang dapat menahan beban pada posisi anatomis. Tetapi bila fracture maleolus medialis lebih proximal, reduksi tertutup sering gagal dan cedera harus diobati dengan operasi.34,41 Fracture yang berhubungan dengan disrupsi syndesmosis (pronasi-exorotasi, abduksiexorotasi, atau Weber tipe C) biasanya tidak stabil dan sering memerlukan stabilisasi dengan operasi.Bila operasi tidak memungkinkan, reduksi tertutup dilakukan dengan distraksi perlahan, inversi, dan adduksi dari kaki.Ligamentum collateralis lateralis biasanya merupakan satu-satunya ligamen yang intak pada fibula distal dan tidak menyediakan kontrol yang cukup bagi fragmen ini untuk mempertahankan panjang fibula dan rotasinya. 38 Fracture terisolasi dari maleolus medialis jarang terjadi dan kemungkinan adanya cedera bergeser lateral harus dipertimbangakan. Fracture terisolasi diobati secara tertutup bila tidak terdapat pergeseran melibatkan bagian distal dari maleolus atau dapat direduksi secara anatomis dengan manipulasi.

b. Mempertahankan Reduksi Metode inisial dari imobilisasi tergantung dari besarnya pembengkakan dan kondisi jaringan lunak.Suatu perban lembut dan lunak tipe Jones dengan gips tambahan lebih toleran terhadap pembengkakan dan biasanya menyediakan proteksi adekuat selama beberapa hari pertama setelah cedera. 33,34 Cast sepanjang kaki biasanya digunakan untuk fracture yang tidak stabil pada rotasi. Imobilisasi pergelangan kaki pada equinus harus dihindari. Pemantauan radiografik pada interval frekuen diperlukan untuk mendeteksi dan memperbaiki kehilangan reduksi sebelum fracture menyembuh. Cast sepanjang kaki biasanya dipertahankan selama 4-6 minggu dan kemudan cast pendek atau bebat fracture digunakan. Pemberian beban harus ditunda sampai terdapat bukti penyembuhan awal. Cedera pergelangan kaki stabil atau tanpa pergeseran dapat ditatalaksana dengan gips pendek untuk kaki atau bebat fracture fungsional untuk 4-6 minggu. Pemberian beban biasanya mungkin diberikan setelah gejala awal mereda. 37 IV.4.2. Tindakan operatif Tujuan dari tindakan operatif adalah untuk mencapai reduksi anatomis yang dipertahankan dengan fixasi stabil, sehingga diharapkan hasil fracture menyembuh dan fungsinya normal kembali. Terapi operatif direkomendasikan untuk fracture dengan kegagalan reduksi tertutup: ketika reduksi tertutup memerlukan tekanan tinggi, posisi abnormal dari kaki, seperti plantarflexi dan inversi yang dipaksa, untuk fracture tidak stabil atau bergeser pada salah satu atau kedua maleolus yang menyebabkan pergeseran talus atau pelebaran mortise lebih dari 1-2 mm., dan pada banyak fracture terbuka. 35,41 Yang banyak dilakukan saat ini adalah reduksi terbuka dan fixasi internal untuk semua fracture dengan pergeseran yang melibatkan permukaan artikular. Bagaimanapun, setiap pasien harus dinilai secara individual dan adanya penyakit sistemik seperti diabetes melitus, umur fisiologis, level aktivitas dan osteoporosis harus dievaluasi sebelum merekomendasikan pengobatan operatif. 41,45 a. Prinsip umum Perencanaan preoperatif didasarkan pada evaluasi dari pasien dan keadaan roentgen pergelangan kakinya.Posisi anteroposterior, lateral, dan mortise dan pada beberapa pola cedera diperlukan ronsen keseluruhan tungkai bawah. Posisi mortise dari pergelangan kaki kontralateral dapat berguna sebagai pembanding pada fracture yang sulit. Prosedur bedah dilaksanakan secepat mungkin tapi tergantung pada evaluasi keadaan pasien secara keseluruhan, kondisi jaringan lunak, dan ukuran pembengkakan yang ada. Untuk mengawalinya, pergelangan kaki harus direduksi dengan perlahan dan diimobilisasikan dengan gips berbantalan untuk mencegah cedera jaringan lunak lebih lanjut dan mengurangi bengkak. Aplikasi kantong es, elevasi extremitas, and kompresi digunakan untuk mengurangi pembengkakan sampai terapi operatif dapat dilakukan dengan aman. 32,45

Pembengkakan pergelangan kaki dapat memuncak pada 1-7 hari dan tindakan operatif paling baik dilakukan sebelum periode bengkak maksimum atau setelah pembengkakan awal telah diatasi.Kadang-kadang, suatu fracture tertutup dengan cedera jaringan lunak berat distabilisasi sementara dengan traksi atau elevasi atau fixasiexternal untuk memungkinkan pengobatan cedera jaringan lunak sebelum fixasi definitif. Tidak ada efek samping dari penundaan tindakan bedah, karena reduksi anatomis akan tetap tercapai.Tetapi, dengan berlalunya waktu fracture dapat menjadi lebih sulit untuk direduksi dan fixasi menjadi lebih kurang stabil. 43,44 Posisi supinasi dan torniket secara umum digunakan.Pantat ipsilateral dapat diposisikan lebih tinggi dengan kantong pasir atau meja yang dirotasikan untuk meningkatkan paparan sisi lateral. Pasien dapat diposisikan pronasi atau lateral bila suatu pendekatan ke aspek posterior pergelangan kaki diperlukan. Untuk sebagian besar fracture tertutup, sefalosporin generasi pertama diberikan sebelum inflasi torniket dan dilanjutkan sampai 24-48 jam setelah pembedahan walaupun efektivitas antibiotik dalam prosedur ortopedi agak terbatas. 46 b. 1) Teknik pembedahan Persiapan preoperatif

Karena normal flora banyak terdapat pada kaki terutama pada sela-sela jari yang sering lebih lembab karena tertutup sepatu, extremitas yang hendak dioperasi discrub selama 8-10 menit dari jempol ke lutut dengan sabun antibakterial. Setelah dibersihkan extremitas ditutup kain steril.Pasien kemudian dipindahkan ke meja operasi lalu kaki pasien didesinfeksi lagi dengan solusio antiseptik. Lampu operasi diarahkan ke lapangan operasi.Seorang asisten harus memegang kaki dengan tidak bergerak.Hal ini penting untuk mengurangi cedera pada nervus kutaneus yang rentan pada kaki dan bila mengalami cedera dapat berakibat buruk. Penggunaan torniket membuat diseksi pada lapangan operasi mengalami perdarahan minimal, mengurangi resiko cedera nervus, pembuluh darah, dan tendon. Walaupun demikian pembedahan pada kaki dapat dilakukan secara adekuat tanpa torniket dan pada beberapa pasien entah karena usia tua atau keadaan vascularnya, torniket bisa dikontraindikasikan. Bila torniket digunakan, tekanannya harus diset antara 100-125 mmHg lebih tinggi dari tekanan darah sistolik dan diinflasi setelah elevasi kaki selama 2 menit atau setelah pembungkusan extremitas dari jempol ke torniket dengan elastic rubber wrap selebar 10cm. Torniket jarang dibiarkan terinflasi selama lebih dari 90 menitselama prosedur pembedahan, tapi kadang dapat dibiarkan sampai 120 menit. Bila prosedur diperpanjang, dan operator memerlukan waktu tambahan 60-75 menit, dianjurkan untuk mendeflasi torniket terlebih dahulu, mengelevasikan kaki selama 10-15 menit, dan inflasi torniket yang kedua kali tidak melebihi 30 menit. Penggunaan elastic wrap untuk torniket telah terbukti aman. Ketika suplai darah ke kaki dipertanyakan, penggunaan torniket tidak dianjurkan dan wrap yang terlalu kencang pada ankle harus dihindari.

Instrumen yang akan digunakan ada 2 set, yaitu foot tray-soft tissue dan foot tray-bone.Tray pertama harus termasuk 2 retraktor bergigi dan forceps dengan 1,5mm di antara giginya.Satu forsep Brown-Adson berguna untuk memegang fragmen tulang yang kecil dan jaringan lunak. Blade no. 15 Bard-Parker menempel pada multisided handleakan berguna untuk mengubah sudut dengan cepat pada saat diseksi. Diseksi tajam dengan skalpel diindikasikan untuk mencegah robeknya jaringan dan reaksi edema yang dapat mengikuti diseksi yang kasar.Ketika diseksi tumpul diperlukan, gunting kecil dengan kurva dan ujung tumpul dapat digunakan. Kemudian retraktor mini-Hohmann dan retraktor double ended, right angle untuk mengekspose lapangan operasi. Hemostat mosquito untuk mengoklusi pembuluh darah kecil, Webster needle holder dengan smooth jaws untuk memegang jahitan halus (4-0 sampai 5-0) dan probe 70 derajat. Pada bone-tray untuk prosedur tulang memiliki banyak instrumen yang sama tapi dalam skala lebih besar. Blade yang lebih berat, forsep, dissecting scissors, retraktor, dan needle holderakan diperlukan untuk prosedur tulang dan tendon besar. Kirschner wire juga sering digunakan dalam prosedur ini untuk stabilisasi fragmen tulang. Dalam operasi kaki, anestesi blok dianjurkan. 2) Prosedur operasi

Insisi longitudinal digunakan dan harus cukup panjang untuk memberikan paparan yang cukup dan memberikan retraksi perlahan tanpa memberikan tegangan pada kulit.Insisi langsung di atas prominensia tulang dan di bawah kulit harus dihindari.Insisi dapat berlanjut sampai ke periosteum di tulang.Ujung-ujung kulit harus diperlakukan dengan lembut, penekanan berlebihan dari forsep dan retraktor penahan dapat merusak kulit. Periosteum dari ujung-ujung fracture dielevasikan dengan lembut 1-2 mm untuk memberikan reduksi akurat. Tempat fracture dapat dibuka dengan distraksi perlahan mengulangi mekanisme terjadinya cedera dan hematoma dan jaringan lunak yang telah terpapar dibuang dari permukaan fracture dengan irigasi atau dengan probe kecil. Permukaan artikular yang terlihat dari tempat fracture harus dinspeksi untuk melihat kerusakan artikular. Persendian diirigasi dan fragmenfragmen yang longgar dibuang. Suatu reduksi direk atau indirek dilakukan secara hati-hati tanpa twisting paksa dari pergelangan kaki untuk meminimalisasi cedera jaringan lunak lebih lanjut.43 Reduksi ditahan dengan klem atau distabilkan dengan K-wire sebelum memasukkan fixasi internal. Masing-masing fracture yang memerlukan fixasi harus dipaparkan, direduksi, dan distabilkan sebelum dilanjutkan ke fixasi definitif karena fixasi dari satu maleolus kadang-kadang dapat membuat reduksi fracture sisanya menjadi sulit.Setelah fixasi internal, pergelangan kaki digerakkan dengan range of motion maksimum dengan tempat fracture terlihat untuk memeriksa stabilitas fixasi.Konfirmasi radiologik, khususnya dengan foto posisi mortise yang baik untuk pemasangan implan dan reduksi dicapai sebelum penutupan luka. 32,41 Walaupun prinsip umum dan tujuan dilakukannya fixasisama, teknik fixasi yang digunakan untuk maleolus medialis, lateralis, dan maleolus posterior dan sindesmosis berbeda-beda. 43,49 V.6. Komplikasi V.6.1. Komplikasi jangka pendek/ segera

a.

Cedera vascular

Dengan adanya fracture subluksasi yang parah, pulsasi dapat terganggu. Pergelangan kaki harus segera direduksi dan ditahan dengan splint sampai terapi definitif dilakukan.46 b. Luka berat dan infeksi

Pada pasien dengan diabetes terdapat resiko yang lebih besar dari resiko pada orang biasa untuk mendapat nekrosis pada tepi luka dan infeksi dalam. Dalam menangani fractureyang bergeser(displaced), resiko-resiko ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati terhadap kerugiannya bila dilakukan terapi konservatif. Cast juga dapat menyebabkan masalah pada kulit bila tidak diberi bantalan dengan baik dan lebih tidak efektif dalam mencegah malunion.
40

V.6.2. Komplikasi jangka panjang a. Reduksi inkomplit

Merupakan komplikasi yang sering terjadi dan kecuali posisi talus sesuai dengan mortise secara akurat, perubahan degeneratif dapat muncul. Hal ini kadang dapat dicegah dengan osteotomi korektif. 39,51 b. Non-union

Maleolus medialis kadang-kadang gagal untuk menyatu karena ada bagian yang terbuka dari periosteum di antara maleolus medialis dan tibia.Hal ini dapat dicegah dengan reduksi operatif dan fixasi dengan screw. 43,49 c. Kekakuan sendi

Pembengkakan dan kekakuan pergelangan kaki biasanya merupakan akibat penelantaran pengobatan cedera jaringan lunak. Pasien harus berjalan dengan benar dengan cast, dan setelah cast dilepas pasien harus mengenakan bebat sampai kontrol sirkulasi pulih dan diharuskan mengelevasikan kakinya kapanpun sedang tidak digunakan secara aktif. Fisioterapi juga dapat membantu. 40,50,51 d. Algodistrofi

Sering mengikuti fracture pergelangan kaki. Pasien mengeluh nyeri pada kaki; dapat muncul gejala bengkak dan nyeri tekan difus dengan perkembangan perlahan trofik dan osteoporosis yang parah.48,50.51 e. Osteoartritis

Malunion dan atau reduksi inkomplit dapat menyebabkan osteoartritis sekunder pergelangan kaki.Bila gejala menjadi berat, barangkali diperlukan arthrodesis.50

IV. KESIMPULAN

Fracture pada ankle ini telah diketahui sejak dahulu kala dan banyak orang telah menerapkan berbagai cara penanganan. Fractureankle merupakan jenis fracture yang banyak terjadi dan bila tidak ditangani dengan tepat dapat menimbulkan penurunan fungsi. Berbagai clasificasi juga telah dijabarkan dengan dasar mekanisme cedera yang terjadi, tipe fracture yang dihasilkan dan cedera jaringan lunak yang menyertainya.Beberapa sistem clasificasi yang telah banyak digunakan yaitu sistem clasificasi Lauge-Hansen, Danis-Weber, AO, dan clasificasi Pott.Clasificasilain yang ditambahkan adalah fracture Pilon dan SalterHarris pada anak-anak. Clasificasi ini sangat penting dalam menentukan prognosis dan tatalaksana yang diperlukan. Berbagai tatalaksana pada fractureankle dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu tatalaksana non operatif dan operatif. Tatalaksana non operatif dilakukan bila tidak ada pergeseran pada fracture dan dengan demikian fracture bersifat stabil dan dapat direduksi tertutup sampai ke posisi anatomisnya yang sempurna, atau bila terdapat kontraindikasi untuk dilakukan tindakan operatif, misalnya pada keadaan umum pasien yang buruk. Tindakan operatif dilakukan bila adanya indikasi melakukan reduksi terbuka dan bila keadaan memungkinkan bagi pasien sendiri.Setelah reduksi terbuka fixasi dapat dilakukan secara internal ataupun external. Prognosis tetap dilihat dari derajat keparahan cedera yang terjadi dan banyak faktor yang juga menentukan, misalnya derajat osteoporosis pasien itu sendiri, proses yang terjadi selama penanganan maupun penyembuhan.

You might also like