Professional Documents
Culture Documents
BAB I.
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Gangguan kognitif pada pasien akan mempengaruhi kemampuan
berpikir rasional seseorang. Respon kognitif yang ditimbulkan berbeda,
tergantung pada bagian yang mengalami gangguan. Perubahan dalam
perilaku juga akan terjadi.
Pada kasus delirium akan terjadi gangguan pada proses
berpikir,sedangkan pada demensia akan mengalami respon kognitif yang
mal-adaptif.
Untuk mengetahui lebih lanjut masalah yang terjadi pada pasien
perlu dikaji lebih lanjut tentang Gangguan kognitif dan mental organic pada
pasien.
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan gambaran
secara umum tentang informasi penting pasien dengan gangguan kognitif,
sehingga dapat membantu para praktisi medis dalam penatalaksanaan
penyakit gangguan kognitif yang diaplikasikan dalam hal :
- Pengkajian
- Penegakan diagnosa
- Intervensi
- Implementasi
- Evaluasi.
Pemberian informasi yang maksimal dapat membantu pasien untuk
menghadapi masalahnya dan meminimalkan resiko yang akan terjadi.
1
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
2. Lobus Temporal
Secara umum berfungsi untuk :
- Diskriminasi bunyi
- Prilaku verbal
- Bicara
3. Lobus Parietal
Berfungsi untuk :
- Diskriminasi waktu
- Fungsi somatik
- Fungsi motorik
2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
4. Lobus Oksipitalis
Berfungsi untuk :
- Diskriminasi visual
- Diskriminasi beberapa aspek memori
5. Sisitim Limbik
Hal ini akan berpengaruh pada fungsi :
- Perhatian
- Flight of idea
- Memori
- Daya ingat
Secara umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan
mengalami gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu
:
1. Gangguan pada lobus frontalis , akan ditemukan gejala-gejala sebagai
berikut :
- Kemampuan memecahkan masalah berkurang
- Hilang rasa sosial dan moral
- Impilsif
- Regresi
2. gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sebagai
berikut:
- Amnesia
- Demensia
3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
BAB II.
PENGKAJIAN KHUSUS.
II. 1 .Definisi
Gangguan kognitif dapat menyebabkan gangguan perilaku,antara
lain dapat berupa delirium maupun demensia. Pada kasus refrat ini saya
akan membahas lebih dalam pada gangguan kognitif yaitu delirium.
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya
perubahan kognitif akut (defisit memori,disorientasi,gangguan berbahasa)
dan gangguaan pada sistem kesadaran manusia. Delirium bukanlah suatu
penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri
atas berbagai macam pasangan gejala akibat dari suatu penyakit dasar.
Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan
bermanifestasi klinis pada abnormalitas neuropsikiatri.
Delirium sering salah diintrepretasikan dengan
demensia,depresi,mania, schizophrenia akut, atau akibat usia tua, hal ini
dapat terjadi karena gejala dan tanda dari delirium juga muncul pada
demensia,depresi,mania,psikosis dll. Kata “delirium” berasal dari bahasa
latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa
Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium
tremens,kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy
Wernicke.3)
5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
II. 2. Patofisiologi
Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium.3)
1. Delirium hiperaktif : didapatkan pada pasien dengan gejala putus
substansi antara lain; alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide
atau LSD.
2. Delirium hipoaktif : didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic
encephalopathy dan hipercapnia.
3. Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang
hari mengantuk tapi pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan
sikap.
a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah
satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis
terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa
obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan
bingung,pada pasien dengan transmisi kolinergik yang
terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif
delirium serum antikolinergik juga meningkat.
6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
b. Dopamine
Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan
dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari
dopaminergik,pengobatan simptomatis muncul pada pemberian
obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat
dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan
encephalopati hepatikum.
GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic
encephalopati,peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan.
Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic
encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada asam
amino glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini
merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada
susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang
mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.
d. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti
interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium.
Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan
toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan
dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan
dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang dimediasi
oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
II. 3. DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik untuk delirium :4)
a. Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar ,dengan
penurunan kemampuan untuk fokus,mempertahankan atau
mengganti perhatian.
b. Perubahan kognitif ( defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa )
c. Gangguan perkembangan dalam periode waktu yang singkat
d. Bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan
laboratorium yang mengindikasikan bahwa gangguan disebabkan
8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
E. Gangguan tidur.
Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi
bangun pada waktu malam hari. Pola ini digabungkan dengan
disorientasi,kebingungan dapat menimbulkan situasi yang
berbahaya pada pasien yang resikonya dapat jatuh dari tempat
tidur,menarik kateter atau iv dan pipa nasogastric.
F. Emosi yang labil
Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti
gelisah,sedih,menangis dan kadang kadang gembira yang
berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang
mengalami delirium.
G. Gangguan persepsi
Terjadi halusinasi visual dan auditori
H. Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain : tremor
gait, asterixis mioklonus,paratonia dari otot terutama leher,sulit
untuk menulis dan membaca dan gangguan visual.
10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
progressif.
jaringan otak
Perilaku Fluktuasi tingkat kesadaran Hilang daya ingat
- Halusinasi - Gelisah
11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
pengambilan keputusan
- Afek labil
DELIRIUM MNEMONICS (suatu rangkaian kata yang dapat dipakai untuk
4)
membedakan diagnosis delirium):
“I WATCH DEATH”
Infection : HIV,sepsis,pneumonia
Withdrawal : alcohol, barbiturate, hipnotik-sedatif
Acute metabolic : asidosis,alkalosis,gangguan elektrolit, ga-
Gal hepar, gagal ginjal
Encephalitis, meningitis,sifilis
Endorinopati : hiper/hipoadenokortism,hiper/hipoglikemi,mix-
Udem, hiperparatiroidism.
Shock
Bahaya
12
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
13
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
15
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
1. CT Scan kepala
16
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
Pemeriksaan elektrofisiologi:9)
17
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
Haloperidol (haldol)
Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif
untuk delirium.
DOSIS :
Dewasa : gejala ringan ; 0,5-2 mg per oral
Gejala berat ; 3-5 mg per oral
Geriatric ; 0,5- 2 mg per oral
Anak : 3-12 tahun ; 0,05mg/kg bb/hari
6-12 tahun ; 0,15mg/kg bb/hari
Risperidone (risperdal)
Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit
dibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamineD2 dengan
afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-ht2-reseptor.
DOSIS :
Dewasa : 0,5-2 mg per oral
Geriatric ; 0,5 mg per oral
2. Short acting sedative ( lorazepam )
Digunakan untuk delirium yang diakibatkan oleh gejala putus obat atau
alcohol. Tidak digunakan benzodiazepine karena dapat mendepresi
18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
19
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
a. Kebutuhan Fisiologis
- Prioritas : menjaga keselamatan hidup
- Kebutuhan dasar dengan mengutamakan nutrisi dan cairan
- Jika pasien sangat gelisah perlu :
Pengikatan untuk menjaga therapi, tapi sedapat mungkin harus
dipertimbangkan dan jangan ditinggal sendiri
- Gangguan tidur :
* Kolaborasi pemberian obat tidur
∗ Gosok punggung apabila pasien mengalami sulit tidur
∗ Beri susu hangat
∗ Berbicara lembut
∗ Libatkan keluarga
∗ Temani menjelang tidur
∗ Buat jadwal tetap untuk bangun dan tidur
∗ Hindari tidur diluar jam tidur
∗ Mandi sore dengan air hanngat
∗ Hindari minum yang dapat mencegah tidur seperti : kopi, dll
∗ Lakukan methode relaksasi seperti : napas dalam
- Disorientasi :
∗ Ruangan yang terang
∗ Buat jam, kalender dalam ruangan
∗Lakukan kunjungan sesering mungkin
∗ Orientasikan pada situasi linkumngan
∗ Beri nama/ petunjuk/ tanda yang jelas pada ruangan/ kamar
20
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
b. Halusinasi
- Lindungi pasien dan orang lain dari perilaku merusak diri
- Ruangan :
∗ Hindari dari benda-benda berbahaya
∗ Barang-barang seminimal mungkin
- Perawatan 1 – 1 dengan pengawasan yang ketat
- Orientasikan pada realita
- Dukungan dan peran serta keluarga
- Maksimalkan rasa aman
- Sikap yang tegas dari pemberi/ pelayanan perawatan (konsisten)
c. Komunikasi
- Pesan jelas
- Sederhana
- Singkat dan beri pilihan terbatas
d. Pendidikan kesehatan
- Mulai saat pasien bertanya tentang yang terjadi pada keadaan
sebelumnya
- Seharusnya perawat harus harus tahu sebelumnya tentang :
∗ Masalah pasien
21
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
∗ Stressor
∗ Pengobatan
∗ Rencana perawatan
∗ Usaha pencegahan
∗ Rencana perawatan dirumah
- Penjelasan diulang beberapa kali
- Beri petunjuk lisan dan tertulis
- Libatkan anggota keluarga agar dapat melanjutkan perawatan dirumah
dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan.
22
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
23
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
24
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
BAB III.
KESIMPULAN
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa,
erat hubungannnya dengan gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari
gambaran secara umum perilaku/ gejala yang timbul akan dipengaruhi pada
bagian otak yang mengalami gangguan, misalnya pada lobus oksipitalis,
lobus parietalis, lobus temporalis, lobus frontalis maupun sistim limbik.
Pada delirium gangguan fungsi kognitif harus dapat diidentifikasi
dengan gangguan psikiatri yang lainnya, antara lain dengan demensia
,psikosis, depresi dikarenakan karena pada delirium dan gangguan psikiatri
lainnya terdapat gejala gejala yang hampir mirip.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien ,
hal utama yang dilakukan adalah : selalu menerapkan tehnik komunikasi
terapeutik. Pendekatan secara individu dan kelompok, juga keterlibatan
keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk mencapai
kesembuhan pasien.
Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat
penting diketahui apa penyebab terjadinya . Sehingga intervensi yang
diberikan tepat dan sesuai untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien
diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dan
terhindar dari kecelakaan yang ,membahayakan keselamatan pasien.
25
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
26
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
DAFTAR PUSTAKA
1. ( Stuart and Sundeen, 1987. Hal.612).
2. Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi
27
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009
Delirium Agustinus(406081005)
11. Day JJ, Bayer AJ, McMahon M. Thiamine status, vitamin supplements
and postoperative confusion. Age Ageing. Jan 1988;17(1):29-
34. [Medline].
12. Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing : Concept of
28
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 11 Mei – 14 Juni 2009