You are on page 1of 19

AIRWAY MANAGEMENT Adelia Anjani* Wahyu Hendarto**

Abstract The primary goal during early treatment of the severely injured patient is to provide sufficient tissue oxygen delivery to avoid organ failure and secondary central nervous system damage. 2 12% of major trauma victims have a cervical spine injury; 714% of these are unstable. Advanced airway interventions are associated with significant complications and have the potential to cause harm and benefit. Indications for immediate intubation are life-threatening hypoxaemia caused by airway obstruction not relieved by simple means, and inadequate ventilatory support because of an inadequate facemask seal. Keywords : airway intervention, intubation, indication

Abstrak Tujuan utama selama penatalaksanaan awal pasien terluka parah adalah untuk menyediakan pengiriman oksigen jaringan yang cukup untuk menghindari kegagalan organ dan kerusakan sistem saraf pusat sekunder. 2-12% korban trauma besar memiliki cedera tulang belakang leher, 7-14% di antaranya tidak stabil. Intervensi napas dengan alat berhubungan dengan komplikasi yang signifikan dan memiliki potensi untuk memberikan manfaat maupun menyebabkan kerusakan organ. Indikasi untuk intubasi segera adalah hipoksemia yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh obstruksi jalan napas yang tidak teratasi dengan cara sederhana, dan juga ventilasi yang tidak adekuat karena penggunaan masker sungkup tidak benar. Kata kunci : intervensi napas, intubasi, indikasi

*Coassistant Anestesi FK Universitas Tarumanagara periode 2 September 22 September 2013 **Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLU RSUD Kota Semarang

PENDAHULUAN Tugas terpenting dari ahli anestesiologi adalah manajemen jalan napas pasien. Meskipun banyak disiplin kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol pernapasan. Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan bahwa kelalaian dalam memberikan ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi mengalami mati jantung ( cardiac arrest). Tiga kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksana jalan napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%), dan kesulitan intubasi trakhea (17%). Berdasarkan data-data tersebut, telah jelas bahwa tatalaksana jalan napas yang baik sangat penting bagi keberhasilan proses operasi dan beberapa langkah berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi baik, yaitu : (1) anamnesa dan pemeriksaan fisik, terutama yang berhubungan dengan penyulit dalam sistem pernapasan, (2) penggunaan ventilasi supraglotik ( seperti face mask, Laryngeal Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan ekstubasi yang benar, (4) rencana alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi 1

DEFINISI Airway Management ialah tindakan membebaskan jalan napas untuk menjamin pertukaran udara secara adekuat. Tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran pernapasan, yaitu dengancara Tripel airway maneuver. Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu: 2 Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obtruksi hipofarings oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara larings dan rahang bawah. Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.2

ANATOMI

Pengetahuan tentang anatomi hipofaring penting untuk manajemen airway. Batas hipofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra cervical. Bila hipofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamnetum glossoepiglotika lateral pada tiap sisi.2 Valekula disebut juga kantong pil, sebab pada beberapa orang kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu. Dibawah valekula terdapat epiglottis yang berfungsi untuk melindungi glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan.2 Berikut gambaran anatominya

Gambar 1 : anatomi laring dikutip dari daftar pustaka nomer 2

Daerah yang sering mengalami sumbatan jalan napas adalah hipofaring, terjadi pada pasien koma ketika otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. Ini terjadi jika kepala pada posisi fleksi atau posisi tengah. Oleh karena itu ekstensi kepala merupakan langkah pertama yang terpenting dalam resusitasi, karena gerakan ini akan meregangkan struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang faring. Kadang-kadang sebagai tambahan diperlukan pendorongan mandibula kedepan untuk meregangkan leher anterior, lebih-lebih jika sumbatan hidung memerlukan pembukaan mulut. Hal ini akan mengurangi regangan struktur leher tadi. Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula kedepan dan pembukaan mulut merupakan gerak jalan napas tripel. 2

Pada kira-kira 1/3 pasien yang tidak sadar, rongga hidung tersumbat selama ekspirasi karena palatum molle bertindak sebagai katup. Selain itu rongga hidung dapat tersumbat oleh kongesti, darah atau lendir Jika dagu terjatuh, maka usaha inspirasi dapat menghisap dasar lidah ke posisi yang menyumbat jalan napas.2 Sumbatan jalan napas oleh dasar lidah bergantung kepada posisi kepala dan mandibula serta dapat saja terjadi dalam posisi miring, terlentang atau telungkup. Walaupun gravitasi dapat menolong drainase benda asing cair, gravitasi ini tidak akan meringankan sumbatan jaringan lunak hipofaring, sehingga gerak mengangkat dasar lidah seperti diterangkan diatas tetap diperlukan. Penyebab lain sumbatan jalan napas adalah benda asing, seperti muntahan atau lendir dijalan napas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan keluar oleh pasien yang tidak sadar. Laringo spame biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan nafas atas pada pasien stupor atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah dapat disebabkan oleh bronkospasme, sekresi bronkus, edema mukosa, inhalasi isi lambung atau benda asing.2

MENILAI OBSTRUKSI JALAN NAPAS Untuk menilai hambatan jalan nafas harus menggunakan indra yang kita miliki. Kita lihat( look ) , kita dengar ( listen ) dan kita raba ( feel ).3 Look : Feel: Rasakan adanya hembusan napas sari hisung atau mulut Lihat gerak dada dan perut , ada tertinggal , paradoksal ? Lihat tanda tanda distress pernafasan Lihat warna kulit /mukosa : pucat , sianosis , kemerahan ? Lihat tingkat kesadaran penderita dengan skala GCS atau AVPU

Listen : Dengarkan gerak udara nafas dengan telinga

Gambar 2. Look - Listen Feel dikutip dari daftar pustaka nomer 3

OBSTRUKSI JALAN NAPAS Secara klinis dapat dikenali tanda - tanda adanya hambatan jalan nafas. Suara mendengkur ( snoring ) disebabkan obstruksi lidah , suara berkumur ( gargling ) menunjukkan adanya sumbatan berupa cairan di faring , stridor karena odem di pita suara atau laring.3

MEMBEBASKAN JALAN NAFAS TANPA ALAT 1. Cross Finger Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari. Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea).Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.3

Gambar 3. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger dikutip dari daftar pustaka nomer 3 Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) : 3 a.Mendengkur (snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin lift, jawthrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal. b. Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi : finger sweep,pengisapan/suction. c.Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis.

Cara mengatasi : cricotirotomi, trakeostomi.3

2. Membersihkan jalan nafas Sapuan jari (finger sweep) Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang. Cara melakukannya : 3 Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi) Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.3

Gambar 4. Tehnik finger sweep dikutip dari daftar pustaka nomer 3

3. Chin Lift Terlentangkan penderita di atas alas keras. Posisi penolong di samping penderita. Dengan ibu jari atau dua jari telunjuk dan jari tengah angkat dagu pasien.3

Gambar 5. Chin lift dan head tild dikuti dari daftar pustaka nomer 3

4. Head tild 1.Terlentangkan penderita di atas alas keras 2.Posisi penolong di samping pasien 3.Letakkan telapak tangan di dahi pasien 4.Tekan dahi pasien ke bawah sehingga kepala sedikit ekstensi 5.Teknik ini tidak boleh dilakukan pada pasien trauma.

5.Jaw thrust 1.Terlentangkan penderita di atas alas keras 2.Posisi penolong di atas kepala pasien 3.Letakkan ibu jari kanan kiri di rahang bawah bagian depan dan ke empat jari lainnya diangulus mandibula 4.Dorong rahang bawah ke depan.3

Gambar 6. Jaw thrust dikutip dari daftar pustaka nomer 3

6. Mengatasi sumbatan nafas parsial Dapat digunakan teknik manual thrust 4 a.Abdominal thrust b.Chest thrust c.Back blow Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah jalan napas bebas 5

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas Beri oksigen bila ada 6 liter/menit Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral Nilai apakah ada suara nafas tambahan

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan : 5 Gelisah oleh karena hipoksia Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug) Gerak dada dan perut paradoksal Sianosis Kelelahan dan meninggal

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang. Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen). Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedualengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perutkorban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.4

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar) Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas. Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).4

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas. Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan yang

cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.4

Gambar 7. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri. Dikutip dari daftar pustaka nomer 3

Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil) Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jaritengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan.6

Back Blow (untuk bayi) Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulangpunggung/vertebrae).6

Gambar 8. Back blow pada bayi. Dikutip dari daftar pustaka nomer 4

MEMBEBASKAN JALAN NAPAS DENGAN ALAT Jika triple maneuver kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut faring lewat mulut ( OPA- Oropharyngeal airway) atau jalan napas hidung faring lewat hidung (NPANasopharyngeal airway). 7 NPA : berbentuk pipa bulat berlubang ditengahnya dibuat dari bahan karet lateks lembut. Pemasangan harus hati hati dan untuk menghindari trauma mukosa hidung, pipa diolesi dengan jelly OPA : berbentuk pipa gepeng, lengkung seperti huruf C berlubang ditengahnya dengan salah satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras, untuk mencegah bila pasien menggigit lubang tetap paten, sehingga aliran udara tetap terjamin.

Gambar 9. Nasopharyngeal airway. Dikutip dari daftar pustaka nomer 6

Gambar 10. Oropharyngeal airway. Dikutip dari daftar pustaka nomer 6

Sungkup Muka Sungkup muka menghantar udara atau gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam bergantung usia dan pembuatnya. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir, 02,01,1 untuk anak kecil, 2,3 untuk anak besar dan 4,5 untuk dewasa. Sebagian sungkup muka transparan supaya udara ekspirasi kelihatan (berembun) atau muntahan dapat terlihat.7

Gambar 11. Macam sungkup muka. Dikutip dari daftar pustaka nomer 8

1. Sungkup muka sederhana Aliran oksigen melalui alat ini sekitar 5-8lt/menit dengan konsentrasi 40-60%.8 Cara pemasangan :

Terangkan prosedur pada klien Atur posisi yang nyaman pada klien Hubungkan selang oksigen pada sungkup muka sederhana dengan humidifier. Tepatkan sungkup muka sederhana, sehingga menutupi hidung dan mulut klien Lingkarkan karet sungkup kepada kepala klien agar tidak lepas Alirkan oksigen sesuai kebutuhan.

Keuntungan

Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari nasal kanula sistem humidifikasi dapat di tingkatkan

Kerugian

Umumnya tidak nyaman bagi klien Membuat rasa panas, sehingga mengiritasi mulut dan pipi Aktivitas makan dan berbicara terganggu Dapat menyebabkan mual dan muntah, sehingga dapat menyebabkan aspirasi

Jika alirannya rendah dapat menyebabkan penumpukan karbondioksida

2. Sungkup muka dengan kantung rebreathing Konsentrrasi ooksigen yang di berikan lebih tinggi dari pada sungkup muka sederhana yaitu 6080% dengan aliran oksigen 8-12lt/menit. Indikasi penggunaan adalah pada klien dengan kadar tekanan karbondioksida yang rendah, udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi karbondioksida lebih tinggi dari pada sungkup sederhana.8 Cara pemakaian :

Terangkan prosedur pada klien Hubungkan selang oksigen dengan humidiflier dengan aliran rendah Isi oksigen kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantung dengan sungkup

Atur tali pengikat sungkup sehingga menutup rapat dan nyaman. Bila perlu pakai kasa pada daerah yang tertekan.

Sesuaikan aliran oksigen, sehingga kantung akan terisi waktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi

Keuntungan

Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari pada sungkup muka sederhana Tidak mengeringkan selaput lendir

Kerugian

Kantung oksigen bisa terlipat Menyebabkan penumpukan oksigen jika aliran terlalu rendah

3. Sungkup muka non rebreathing

Memberikan konsentrasi oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada kantong rebreathing. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak tercampur dengan ekspirasi. Indikasi penggunaan adalah pada klien dengan kadar tekanan karbondioksida yang tinggi.8 Cara pemasangan sama dengan sungkup muka kantong rebreathing. Keuntungan

Konsentrasi oksigen hampir diperoleh 100% karena adanya katup satu arah antara kantong dan sungkup, sehingga kantung mengandung konsentrasi oksigen yang tinggi dan tidak tercampur dengan udara ekspirasi.

Tidak mengeringkan selaput lendir

Kerugian

Kantung oksigen bisa terlipat Berisiko untuk terjadi keracunan oksigen Tidak nyaman bagi klien

Sungkup Laring

Gambar 12. Laryngeal Mask Airway. Dikutip dari daftar pustaka nomer 8

Sungkup Laring ( Laryngeal Mask Airway) ialah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat

dikembangkempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.8 Dikenal 2 macam sungkup laring : 1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standard an lainnya pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus Ukuran LMA Ukuran 1.0 1.3 2.0 2.3 3.0 4.0 5.0 Usia Neonatus Bayi Anak kecil Anak Dewasa kecil Dewasa normal Dewasa besar Berat (kg) <3 3-10 10-20 20-30 30-40 40-60 >60

Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya supaya dapat dipasang langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan jika intubasi trakea diramalkan mendapat kesulitan. LMA memang tidak dapat mengganti kedudukan intubasi trakea, tapi ia terletak diantara sungkup muka dan intubasi trakea. Pemasangan hendaknya menunggu anestesi cukup dalam atau menggunakan pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring laring, setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit maka dapat dipasang gulungan kain kassa atau pipa napas mulut laring (OPA).8

Tujuan Intubasi Endotrakeal Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal adalah untuk membersihkan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakeal adalah :9 a. Mempermudah pemberian anestesi. b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernapasan. c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung ( pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk ). d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial. e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama. f. Mengatasi obstruksi laring akut

Indikasi 7 Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun Kelainan anatomi, bedah khusus, bedah posisi khusus, pembersihan secret jalan napas dan lain lainnya Mempermudah ventilasi posistif dan oksigenasi Mencegah aspirasi dan regurgitasi

Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi Gambaran klasik yang benar adalah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.9

Gambar 13. Snifting position. Dikutip dari daftar pustaka nomer 9

Kriteria intubasi(salah satu di bawah ini)7 Cardiac or respiratory arrest Kehilangan kesadaran Hemodynamik instability dengan SBP < 70 mm Hg PaO2< 45 mm Hg walaupun sudah diberi oksigen ( 2 tanda-tanda Respiratory Distress):7 Respiratory rate > 35/min or < 6/min Tidal volume < 5 mL/kg Oxygen desaturation < 90% walau sudah diberi terapi oksigen yang adekuat Perubahan tekanan darah dengan SBP < 90 mm Hg

pH < 7.20 dan menurun sejak onset Hypercapnia (PaCO2> 10 mm increase) atau acidosis (pH decline > 0.08) Peningkatan encephalopathy ataupun penurunan derajat kesadaran Abdominal paradox

Persiapan intubasi endotrakeal Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alatalat dan memposisikan pasien. ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT. Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus setentang dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi. Persiapan untuk induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan nafas yang dalam dengan oksigen 100 %.9 Persiapan untuk intubasi antara lain : a) Jalur intravena yang adekuat b) Obatobatan yang tepat untuk induksi dan relaksasi otot c) Pastikan alat suction tersedia dan berfungsi d) Peralatan yang tepat untuk laringoskopi termasuk laryngoskop dengan blade yang tepat, ETT dengan ukuran yang diinginkan, jelly, dan stylet e) Pastikan lampu laringoskop hidup dan berfungsi serta cuff ETT berfungsi f) Sumber oksigen, sungkup dengan ukuran yang tepat, ambu bag dan sirkuit anestesi yang berfungsi g) Monitor pasien termasuk elektrokardiografi, pulse oksimeter dan tekanan darah noninvasive h) Tempatkan pasien pada posisi Sniffing Position selama tidak ada kontraindikasi i) Alatalat untuk ventilasi

Gambar 14. Perlengkapan intubasi. Dikutip dari daftar pustaka nomer 9

Kesulitan Intubasi : 7 Leher pendek berotot Mandibula menonjol Maksila / gigi depan menonjol Uvula tidak terlihat Gerak sendi temporo mandibula terbatas Gerak vertebra servikal terbatas

Kriteria Ekstubasi :7 Oksigenasi Adekuat o SpO2 > 92%, PaO2 > 60 mm Hg Ventilasi Adekuat o VT > 5 ml/kg o spontaneous RR > 7x/menit o PaCO2 < 60 mm Hg Hemodinamik stabil Pelumpuh otot pulih penuh o Sustained tetany, TOF ratio >0.9 o Sustained 5-second head lift or hand grasp Neurologis Intact o Mengikuti perintah o reflex batuk / gag intak Status asam-basa seimbang Status metabolik normal o Normal electrolytes o Normovolemic Normothermic Pertimbangan lain o Resiko aspirasi o Edema jalan napas Komplikasi intubasi: 7

1. Selama intubasi : a. Trauma gigi geligi b. Laserasi bibir, gusi, laring c. Merangsang saraf simpatis d. Intubasi bronkus e. Intubasi esophagus f. Aspirasi g. Spasme bronkus 2. Setelah ekstubasi:7 a. Spasme laring b. Aspirasi c. Gangguan fonasi d. Edema glottis-subglotis e. Infeksi laring, faring, trakea

Kesimpulan Ada dua jalan untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang menuju nasofaring, dan mulut yang menuju orofaring. Obstruksi pada jalan napas tersebut dapat dibedakan menjadi obstruksi total dan obstruksi parsial. Obstruksi tersebut dapat disebabkan berbagai hal seperti sumbatan benda asing, tersedak muntahan atau tersedak makanan. Selain itu dapat disebabkan lidah yang jatuh ke belakang pada pasien yang tak sadarkan diri. Dengan demikian tindakan pengelolaan jalan napas yang benar sangat diperlukan. Pengelolaan jalan napas dapat dilakukan dengan alat atau tanpa alat. Pengelolaan jalan napas tanpa alat dapat dilakukan dengan berbagai maneuver diantaranya adalah triple airway maneuver, cross finger, finger sweep, headtild-chin lift jaw thrust ( bila ada cedera spinal ), abdominal thrust, back blow dan chest thrust. Apabila pembebasan jalan napas dengan cara cara tersebut tidak berhasil mengoksigenasi dengan baik, kita dapat menggunakan alat alat bantu pembebasan jalan napas, antara lain oropharyngeal airway, nasopharyngeal airway, sungkup muka serta intubasi endotrakeal

DAFTAR PUSTAKA 1. Reza.Penatalaksanaan jalan napas. Available at http://rezaanestesi.

blogspot.com/2013/03/penatalaksanaan-jalan-napas.html. Diunduh tanggal 13 september 2013 2. AnggunS.Airway management. Available at

http://www.scribd.com/doc/94966301/Airway-Management?2=0.Diunduh pada tanggal 14 september 2013 3. Afriadi H. Pengelolaan jalan napas. Available at http://www.scribd.com/doc/126387605/ Teknik-Pengelolaan-Jalan-Nafas-Dan-Bantuan-Nafas?2=0. Diunduh pada tanggal 14 September 2013 4. Caplan RA, Benumof JL, Berry FA, et al. Practice guidelines for the difficultairway: a report by the American Society of Anesthesiologists Task Force onManagement of the Difficult Airway.Anesthesiology 1993;78:597 602. 5. The UCSD Department of Anesthesiology has an informative web site whichfeatures a virtual difficult airway cart at http://anes-lxin.ucsd.edu/Airway/index.html. 6. Sanders AB. The development of AHA (American Heart Association) guidelinesfor emergency cardiac care. Respiratory Care 1995; 40: 338 44 7. Muhiman M.Anestesiologi. In Said A. Latief, Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan (Bagian Anestesiologi FK-UI), editors.Petunjuk praktis : anestesiologi (edisi 2) ; 2009 : 3 : 37 45 8. Idhu.Tekhnik pemberian oksigen dengan face mask dan nasal kanul. Available at http://healthyenthusiast.com/teknik-pemberian-oksigen-dengan-face-mask-dan-nasalkanul.html. Diunduh tanggal 15 september 2013 9. Malik. Tinjauan pustaka chapter II. Available Diunduh

athttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34304/4/Chapter%20II.pdf. tanggal 14 September 2013

You might also like