You are on page 1of 16

LAPORAN PRAKTIKUM PEMERIKSAAN FUNGSI INDERA PENDENGAR

Disusun oleh : Nama NIM Kelompok : Anindya Rahadyani K : 41110037 : 1C

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Seperti kita ketahui bahwa telinga merupakan salah satu organ indera yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena dengan adanya indera ini manusia dapat mendengar suara dan menanggapi berbagai suara yang berasal dari lingkungannya untuk kemudian dapat bersosialisasi dengan lingkungan tersebut. Telinga merupakan organ yang terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Bagian luar dan tengah telinga berfungsi untuk menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga tengah yang berisi cairan, dimana energy suara akan mengalami penguatan pada proses ini. Pada telinga dalam memiliki dua system sensorik yang berbeda, yaitu koklea dan apparatus vestibularis. Koklea mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar, sedangkan apratus vestibularis berfungsi penting pada sensasi keseimbangan. Pemeriksaan fungsi indera pendengar ini akan membantu mahasiswa dalam memahami kemampuan organ telinga untuk mengubah gelombang suara menjadi suatu rangsang yang dapat diterima oleh saraf dan diteruskan menuju pusat pendengaran yang berada di otak yaitu area broadman 41 dan 42 (area Wernike) dan juga memahami adanya kemungkinan-kemungkinan kelemahan atau hambatan pada telinga untuk melakukan fungsinya.

B. Tujuan 1. Mahasiswa mampu melakukan pengujian kepekaan indera pendengar 2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan dan membedakan jenis-jenis ketulian

BAB II DASAR TEORI

Telinga terdiri dari 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga luar berawal dari pinna (auricularis externa), meatus acusticus externa hingga membrane tymphani; telinga tengah terdiri dari tulang-tulang pendengaran (Malleus, Incus, Stapes) dan saluran Tuba Eustachius; telinga dalam terdiri dari koklea, canalis semilunaris dan nervus (n.VII dan n.VIII).

Mekanisme pendengaran : Gelombang suara ditangkap oleh pinna masuk melalui meatus acusticus externa menggetarkan membrane timpani getaran tulang telinga tengah terjadi gerakan pada tulang-tulang di telinga tengah yang menggetarkan jendela oval terjadi getaran pada cairan di dalam koklea menggetarkan membrane basilaris menekuknya sel-sel rambut dalam organ Corti perubahan potensial berjenjang (potensial reseptor) di sel reseptor perubahan frekuensi potensial aksi yang dihasilkan di saraf auditorius perambatan potensial aksi ke korteks auditorius di lobus temporalis otak untuk presepsi suara (Sherewood, 2011, 238) Frekuensi suara yang dapat di dengar oleh orang muda adalah antara 20-20.000 siklus per detik. Pada usia tua, rentang frekuensi biasanya menurun menjadi 50-8.000 siklus per detik atau kurang. (Guyton, 2007, 687)

Penentuan arah sumebr suara : seseorang menentukan sumber suara dalam arah horizontal melalui 2 prinsip, yaitu : (1) Perbedaan waktu antara masuknya suara ke dalam satu telinga dan masuknya ke dalam telinga yang lain (2) Perbedaan intensitas suara dalam kedua telinga Mekanisme yang pertama paling baik berfungsi untuk frekuensi di bawah 3000 siklus per detik dan mekanisme kedua bekerja paling baik pada frekuensi yang lebih tinggi. Mekanisme perbedaan waktu dalam membedakan arah jauh lebih tepat daripada mekanisme intensitas, karena mekanisme ini tidak bergantung pada faktor luar. Jika seseorang melihat lurus kearah sumber suara, suara akan mencapai telinga dengan jarak waktu yang tepat sama, sedangkan jika telinga kanan lebih dekat dengan suara daripada telinga kiri, sinyal suara dari telinga kanan akan memasuki otak terlebih dahulu daripada sinyal dari telinga kiri. (Guyton, 2007, 690) Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil pemeriksaan dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli konduktif atau tuli persepstif (sensorineural). (Utama, 2007, 2) Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness) serta tuli campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit luar telinga atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur metupakan kombinasi tuli konduktif da tuli sensorineural. Tuli campur ini dapat merupakan satu penyakit, misalanya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau dapat merupakan dua penyakit berlainan misalnya tumor N.VIII (tuli saraf) dan radang telinga tengah (tuli konduktif). (Utama, 2007,16) Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala (penala) atau audiometer nada murni. Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18,000 Hz. Untuk pendengaran sehrai-hari yang paling efektif antara 5000-2.000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024, 2048 Hz. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala, maka diambil 512 Hz karena penggunaannya tidak terlalu dipengaruhi oleh suara bising sekitarnya. Tes ini merupakan tes yang bersifat kualitatif, terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing dan tes Stenger. 1. Tes Rinne : tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa 2. Tes Weber : tes pendengara untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan

3. Tes Schwabach : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal 4. Tes Bing (Tes Oklusi) : seperti pada tes Weber namun salah satu tragus telinga ditutup sehingga normalnya didapatkan lateralisasi ke telinga yang ditutup 5. Tes Stenger : digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura) Tes Rinne Positif Negatif Positif (Utama, 2007, 17-18) Penyakit telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif, disebabkan kelainan terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta dan osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran. Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran. (Maqbool, 2000, 102-109) Tes Weber Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke telinga yang sakit Lateralisasi ke telinga yang sehat Tes Schwabach Sama dengan pemeriksa Memanjang Memendek Diagnosa Normal Tuli konduktif Tuli sensorineural

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan 1. Garpu tala 112 Hz 870 Hz (yang digunakan 512 Hz) 2. Arloji atau jam yang bersuara 3. Pita ukur 4. Kapas atau jari sebagai penutup telinga B. Cara Kerja 1. Pemeriksaan Kepekaan Indera Pendengar Membutuhkan 2 naracoba (naracoba 1 dan naracoba 2)

Naracoba 1, tutup telinga kanan dengan jari dan tutup mata

Penguji menggerakkan arloji mendekati telinga kiri naracoba 1 Jarak dengan sumber suara

Catat jarak antara naracoba dengan sumber suara, mengulangi percobaan sebanyak 3x Lalu dengan memperlakukan cara yang sama pada telinga kanan, telinga kiri di sumbat Membandingkan hasil percobaan untuk telinga kanan dan kiri naracoba 1

Melakukan hal yang sama pada naracoba 2 Lalu membandingkan hasil pemeriksaan kepekaan indera pendengar antara naracoba 1 dan 2

2. Pemeriksaan Jenis Ketulian a. Percobaan Rinne Menggetarkan garputala lalu di letakkan di proc.masoideus Setelah naracoba tidak mendengar sura, garputala diletakkan di depan telinga

Hasilnya : (+) : naracoba masih mendengar suara garputala hantaran udara > tulang (-) : naracoba tidak mendengar suara garputala lagi hantaran udara < tulang

Melakukan percobaan yang sama pada naracoba 2, catat hasilnya, bandingkan kanan dan kiri serta antarnaracoba

Ulangi percobaan pada telinga yang lainnya, masing-masing sebanyak 3 kali

b. Percobaan Weber Getarkan garputala

Letakkan pangkalnya pada puncak kepala , minta naracoba untuk memperhatikan intensitas suara di kedua telinga

Hasil yang mungkin : - Suara terdengar sama kanan dan kiri - Lateralisasi telinga kanan - Lateralisasi telinga kiri

Mengulangi percobaan tersebut pada naracoba 2, masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali

c. Percobaan Schwabach Naracoba mengatakan bahwa suara sudah tak terdengar

Getarkan garputala

Lalu meletakkan di proc. Mastoideus naracoba

Mengulangi percobaan pada naracoba 2, masing-masing 3 kali. Mencatat dan bandingkan hasil

Hasil yang mungkin : (+) : pembanding masih dengar (-) : pembanding tidak mendengar suara

Memindahkan garputala pada proc. Mastoideus pembanding (pemeriksa normal)

d. Pemeriksaan Bing Getarkan garputala, minta naracoba untuk memperhatikan suara pada 1 telinga

Sebelum suara menghilang, meminta naracoba untuk menutup telinga tersebut dengan kapas/jari

Mengulang percobaan pada naracoba 2, masing-masing 3 kali dan pada telinga kanan dan kiri. Mencatat hasil dan membandingkan

Kemungkinan hasil : (+) : suara garputala terdengar makin keras Indifferent : suara garputala tidak mengalami perubahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pemeriksaan Ketajaman Indera Pendengar Naracoba 1 Nama : Anindya Rahadyani Umur : 20 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tinggi Badan : 160 cm Berat Badan : 53 kg

Naracoba 2 Nama Umur Jenis Kelamin Tinggi Badan Berat Badan

: Yessi Mekarsari : 19 tahun : Perempuan : 152 cm : 38 kg

Suara arloji/jam didekatkan dari arah samping (sejajar telinga), suara terdengar dari jarak (cm) Telinga Kiri Telinga Kanan Naracoba 1 112, 2 cm 62,2 cm 55 cm 54,5 cm Naracoba 2 72 cm 90 cm 70 cm 57 cm 2. Pemeriksaan Jenis Ketulian a. Data Naracoba Naracoba 1 Nama : Marcella Anggatama Umur : 21 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tinggi Badan : 163 cm Berat Badan : 45 kg Pekerjaan/hobi : mahasiswa/ditempat sunyi

Naracoba 2 Nama Umur Jenis Kelamin Tinggi Badan Berat Badan Pekerjaan/hobi

: Anindya Rahadyani : 20 tahun : Perempuan : 160 cm : 53 kg : Mahasiswa/ Mendengarkan musik

b. Percobaan Rinne Naracoba 1 Telinga Kiri Tulang : tidak mendengar Telinga Kanan Tulang : tidak mendengar Udara : 1. mendengar 2. mendengar 3. mendengar Udara : 1. mendengar 2. mendengar 3. mendengar

Udara : 1. mendengar 2. mendengar 3. mendengar 2 Tulang : tidak Udara : mendengar 1. mendengar 2. mendengar 3. mendengar Garputala frekuensi : (1) 512 Hz ; (2) 512 Hz

Tulang : tidak mendengar

c. Percobaan Weber Naracoba 1 Telinga kanan dan kiri 1. sama keras mendengar suara sama keras 2. sama keras atau tidak 3. sama keras Lateralisasi kea rah kanan tidak ada lateralisasi atau kiri Garputala frekuensi : (1) 512 Hz ; (2) 512 Hz d. Percobaan Schwabach Naracoba 1 Bone conduction orang pembanding/pemeriksa 1. tidak mendengar 2 tidak mendengar 3. tidak mendengar 2 Sudah tidak mendengar 1. tidak mendengar 2. tidak mendengar 3. tidak mendengar Garputala frekuensi : (1) 512 Hz ; (2) 512 Hz e. Percobaan Bing Setelah telinga ditutup Telinga Kiri Naracoba 1 1. lebih keras 2. lebih keras 3. lebih keras Naracoba 2 1. lebih keras 2. lebih keras 3. lebih keras Garputala frekuensi : (1) 512 Hz ; (2) 512 Hz Bone conduction naracoba Sudah tidak mendengar 2 1. sama keras 2. sama keras 3. sama keras tidak ada lateralisasi

Telinga Kanan 1. lebih keras 2. lebih keras 3. lebih keras 1. lebih keras 2. lebih keras 3. lebih keras

B. Pembahasan

Pemeriksaan ketajaman indera pendengaran bertujuan untuk mengetahui ketajaman atau kepekaan indera pendengar seseorang, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jarak sumber suara, faktor lingkungan yang bising atau gaduh dan juga arah datangnya suara. Suara dengan volume yang sama akan semakin terdengar bila sumber suara di dekatkan ke telinga, lingkungan yang sunyi akan membuat suara dengan frekuensi lemah pun dapat terdengar jelas, sedang pada suasana lingkungan yang gaduh akan sulit memfokuskan pada satu suara saja. Arah sumber suara dalam praktikum adalah dari samping (salah satu) telinga, horizontal dan sejajar dengan tinggi daun telinga, akan menghasilkan suara yang lebih terdengar dari sisi telinga yang dekat (didekati) sumber suara, hal ini dikarenakan sinyal suara lebih cepat diterima oleh sisi telinga tersebut dan segera mencapai otak yang kemudian muncul sebagai sensasi pendengaran. Pada praktikum, naracoba diminta untuk menutup mata, hal ini bertujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan faktor subyektifitas seseorang, karena jika mata terbuka dan dapat melihat arah datangnya suara maka seseorang akan dapat dengan mudah memfokuskan pendengarannya pada sumber suara dan memungkinkan munculnya perasaan mendengar suara dari pergerakan jarum jam, sehingga penghitungan jarak terdengarnya suara detak jarum jam ini menjadi tidak akurat. Sedangkan dengan menutup salah satu telinga, naracoba dapat lebih fokus oleh pendengaran sesisi telinganya, namun akan sulit membedakan arah datangnya suara. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada naracoba pertama, telinga kanan dan kiri memiliki ketajaman pendengaran yang berbeda, begitu juga dengan naracoba kedua. Hal ini normal jika tidak terdapat keluhan pada telinga seperti nyeri, keluarnya cairan yang bau atau seperti pus dan lain-lain. Ketajaman pendengaran dapat dinilai berdasar suara yang terdengar dengan jauhnya jarak dari sumber suara, semakin jauh jaraknya suara mulai terdengar maka semakin tajam pendengaran seseorang. Naracoba 1 memiliki ketajaman pendengaran yang lebih baik pada telinga kiri, namun jika dibandingkan secara keseluruhan naracoba dua memiliki ketajaman pendengaran yang lebih baik dan hampir sama pada setiap pengulangan. Tingkat ketajaman pendengaran antara seorang dengan yang lain jelas berbeda, karena faktorfaktor seperti dengan pengaruh mata (penglihatan), kemampuan memfokuskan pada satu suara di tempat yang gaduh dan subyektifitas sensasi dengar yaitu ketika adanya perasaan seperti mendengar sesuatu padahal belum mendengar bunyi apapun (bahasa jawa : rungonrungon) untuk menghindari hal ini sudah dilakukan dalam praktikum, dengan memulai pengukuran dari jarak jauh ke dekat naracoba. Pada pemeriksaan jenis ketulian bertujuan untuk mengetahui kualitas pendengaran. Yang pertama yaitu percobaan rinne untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada indera pendengaran seseorang, dilakukan pada telinga kanan dan kiri untuk membandingkan kondisi atau kemampuan kedua telinga. Pada percobaan digunakan garputala dengan frekuensi 512 Hz, karena suara yang dihasilkan cukup baik terdengar (tidak terlalu dipengaruhi kebisingan sekitar). Pada kedua naracoba didapatkan hasil yang sama, hantaran udara lebih baik daripada hantaran tulang (tes Rinne positif), naracoba dapat dikatakan

normal, namun harus dilakukan tes yang lainnya untuk membedakan dengan tuli sensorineural. Jika didapatkan tes Rinne negatif, yaitu jika didapat hantaran tulang lebih baik daripada hantaran udara ada kemungkinan terjadi tuli konduktif. Pada percobaan Weber, yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya lateralisasi atau suara yang terdengar lebih keras pada salah satu sisi telinga. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan meletakkan garputala di puncak kepala, di dahi, pangkal hidung ataupun di mandibular (dagu). Pada kedua naracoba didapat hasil normal, tanpa lateralisasi. Jika terjadi lateralisasi kebagian telinga yang sakit mengindikasikan pada tuli konduktif. Percobaan Schwabach bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Pada kedua naracoba hasilnya normal, tidak terjadi pemanjangan atau pemendekan suara yang terdengar (sama dengan pemeriksa normal). Pada pemeriksaan akan didapatkan hasil yang memanjang pada tuli konduktif, ditemukan memendek pada tuli sensorineural. Percobaan Bing atau tes oklusi ini bertujuan pengetahui adanya lateralisasi pada telinga yang ditutup. Pada kedua probandus terdapat lateralisasi pada telinga kanan maupun kiri yang ditutup tragusnya, hal ini menunjukkan kondisi normal. Jika terjadi bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras ataupun sama dengan sebelum ditutup maka mengindikasikan tuli konduktif. Gangguan pendengaran dapat diakibatkan salah satunya dengan paparan kebisingan, terutama penurunan pendengaran tipe sensorineural, faktor resiko yang berpengaruh pada derajat keparahannya adalah intensitas bising, frekuensi yang ditimbulkan, lama pajanan bising per hari, lama masa kerja atau berapa lama telah terpapar dengan suara bising, kepekaan setiap individu, faktor usia (usia tua sering terjadi presbikusis yaitu tuli sensorineural karena proses degenerasi organ pendengaran). Pada kedua probandus didapatkan hasil yang sama (normal) dari seluruh pemeriksaan ketulian, ditinjau dari pekerjaan atau hobi, hobi mendengarkan musik dengan suara keras dapat mempengaruhi pendengaran berupa tuli saraf dengan manifestasi yang perlahan-lahan. Orang yang terbiasa berada di tempat yang gaduh akan memiliki tingkat gangguan pendengaran yang lebih besar dibanding orang yang tidak sering terpapar kegaduhan atau bising, misalnya terlihat dari kepekaan atau ketajaman pendengaran, orang yang tidak terbiasa terpapar kebisingan akan cenderung lebih peka bahkan dengan suara yang berfrekuensi rendah. Hasil yang didapatkan pada tuli konduktif adalah tes Rinne negatif, akibat hantaran tulang lebih baik daripada hantaran udara, hal ini disebabkan oleh adanya gangguan pada telinga luar atau tengah dapat berupa sumbatan atau obstruksi hingga udara dari luar liang telinga tidak dapat dihantarkan dengan baik. Tes Weber lateralisasi kearah telinga yang sakit karena hantaran tulang pada telinga yang sakit lebih baik daripada hantaran udara di telinga tersebut, sehingga tidak mendapatkan gangguan dari suara lingkungan sehingga akhirnya suara garputala yang diletakkan di puncak kepala (tulang) terdengar lebih keras disbanding telinga normal yang mendapat hantaran udara. Tes Schwabach akan memberi hasil yang memanjang pada telinga yang sakit, karena hantaran udaranya buruk, justru tidak memberikan

gangguan pada pemeriksaan ini, sehingga jika disbanding dengan orang normal maka menghasilkan perpanjangan suara yang terdengar. Hasil yang didapatkan pada tuli sensorineural adalah tes Rinne positif, seperti halnya pada orang normal, hantaran udara lebih baik daripada tulang, tidak terjadi penyumbatan pada jalan masuk udara untuk menghantarkan gelombang suara. Tes Weber lateralisasi kearah telinga sehat karena tidak terdapat masalah pada hantaran udara maupun tulang pada telinga yang sehat, sedangkan pada telinga yang sakit dimungkinkan adanya gangguan pada saraf pendengaran sehingga sulit menangkap impuls. Tes Schwabach memberikan hasil memendek karena telinga yang mendapatkan gangguan bagian dalam (saraf) maka impuls yang diterima telinga yang sakit (penderita) akan lebih sedikit dibanding telinga normal.

BAB V KESIMPULAN 1. Tes kepekaan indera penengar dilakukan untuk mengetahui kepekaan kedua telinga terhadap sumber suara yang didekatkan, jarak mulai terdengarnya suara arloji semakin jauh menunjukkan semakin peka telinga pendengar, kepekaan telinga dipengaruhi oleh subyektifitas orang tersebut (penglihatan, fokus pendengaran), arah sumber suara dan suasana tenang. 2. Pemeriksaan jenis ketulian dilakukan untuk membedakan tuli konduksi dimana gangguan terjadi pada telinga bagian luar dan tengah untuk menyalurkan getaran/hantaran dan tuli sensorineural dimana gangguan terjadi di telinga bagian dalam untuk menangkap impuls dan mengirimnya ke pusat untuk menjadi sensasi pendengaran, beberapa tes yang dilakukan adalah tes Rinne, Weber, Schwabach dan Bing yang dapat digunakan untuk membedakan kedua jenis ketulian tersebut.

BAB VI DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A.C., dan Hall, J.E., 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC Maqbool, M., 2000. Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 9th ed. Sherwood, Lauralee., 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC. Utama, Hendra., 2007 Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

You might also like