You are on page 1of 11

2.

3 EMBRIOLOGI PANKREAS

Dibentuk oleh 2 tunas, dorsal dan ventral yang berasal dari endoderm yang melapisi duodenum. Sementara tunas pankreas dorsal terletak di mesentrium dorsal, tunas pankreas ventral terletak dekat dengan duktus bulliaris. Ketika duodenum berputar kekanan membentuk huruf C, tunas pankreas ventral bergerak ke arah dorsal dengan cara serupa seperti bergesernya muara duktus biliaris. Akhirnya tunas ventral berada tepat dibawah dan belakang tunas dorsal. Kemudian parenkim dan sistem dalam tunas pankreas dorsal dan ventral menyatu. Tunas ventral membentuk processus fungsinatus dan bagian inferior kaput pangkreas bagian kelenjar berasal dari tunas dorsal. Duktus pankreatikus utama(wirsungi) dibentuk oleh bagian distal duktus pankreatikus dirsalis dan seluruh, duktus pankreatikus ventralis. Bagian proksimal duktus pankreatikus dorsalis mengalami obliterasi atau menetap sebagai suatu saluran kecil, duktus pankreatikus aksesorius(sartolini). Duktus pankreatikus utama bersama dengan duktus biliaris masuk ke duodenum di tempat papila mayor, muara duktus aksesorius(jika ada) adalah di papila minor. Pada sekitar 10% kasus, sistem duktus gagal menyatu dan ganda semula tetap dipertahankan. Pada bulan ketiga kehidupan janin, terbentuk pulau pankreas(langerhans) dari jaringan parenkim pankreas dan tersebar diseluruh pankreas. Sekresi insulin dimulai pada bulan ke-5. Penghasil glukagon dan somatostatin juga terbentuk dari sel parenkim. Mesoderm splanknik yang mengelilingi tunas pankreas membentuk jaringan ikat pankreas. 2.4 Vaskularisasi dan Inervasi Pangkreas Pembulu arteri dari arteri lienalis dan arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena yang sesui mengalirkan darah ke system portal. Pembulu limfe mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak sepanjang arteri yang memperdarahi kelenjar. Pembulu eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi lymhatici coeliacus mesentericus superior. Saraf yang mempersyarafi pangkreas berasal dari serabut saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus).

2.5 Patofisiologi Diabetes Militus Diabetes militus adalah gangguan metabolism yang secara genetis dan klinis termaksud hetegogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembng penuh secara klinis, maka diabetes militus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postpradndial, aterosklerotik dan penyakit vascular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vascular. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolic diabetes. Etiologi Ada bukti yang menunjukan bahwa etiologi diabetes bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetic biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes. Diabetes militus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejalagejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetic tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa inveksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta , yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi diabetes militus terjadi jik lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Pada diabetes militus dalam bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkait dengan defisiensi insulin . bukti untuk determinan genetic diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte antigen [HLA]) spesifek. Tipe dari gen

histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tupe 1 (DW3 dan DW4) adalah yang memberi kode kepada protein yang berperan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Proteinprotein ini mengatus respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam pathogenesis perusakan sel-sel pulau Langerhans. Juga terdapat bukti adanya peningkatan antibody-antibody terhadap sel-sel pulau Langerhans yang ditunjukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel beta. Kejadian pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetic dapat berupa infeksi virus coxsackie B4 atau gondongan atau virus lain. Epidemic diabetes tipe 1

awitan baru telah diamati pada saat-saat tertentu dalam setahun pada anggota-anggota dari kelompok social yang sama obat-obat tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses autoimun pada apsien-pasien diabetes tipe 1. Antibody sel-sel pulau Langerhans memiliki presentasi yang tinggi pada pasien dengan dengan diabetes tipe 1 awitan baru dan memberikan bukti kuat adanya mekanisme autoimun pada pathogenesis penyakit. Pelapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi insulin pada orang-orang dengan resiko tinggi terdapat diabetes tipe 1 akan memberikan jalan untuk pengobatan imunosupresif dini yang dapat menunda awitan manifestasi klinis defisiensi insulin Pada pasien dengan diabetes militus tipe 2 penyakitnnya mempunya pola familiar yang kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monizigot hampir 100%. Resiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (MODY), yaitu subtype penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominanan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2 rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti mambawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ini ditandai dengan 2 tanda kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT4 glukosa dan meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasie-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam mengikat insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang selnya reponsif terhadap insulin intrinsic. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan system transport glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat menggangu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitar berkaitan dengan insulin, maka kelihatanya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Penguranagan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.

Manifestasi klinis Manifestasi klinis diabetes militus dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin. Pasien-pasien dengna difisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan megakibatkan diuresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (polyuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negative dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungki akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk. Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awatan gejala \yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, turunya berat badan, polifagi, lemah, samnolen yang terjadi selama beberapa hari dan babarepa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul kotoasidosis, serta dapat meninggal jika tidak dapat pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolism dan umunya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sam sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan dara dilaboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut meungkin menderita polydipsia, polyuria, lemah dan samnolen. Biasanya merekan tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak difesiensi insulin secara absolut namu hanya relative. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalua hiperglikemia berat dan pasien tidak berespon terhadap terapi diet, atau tehdap obat-obat hipoglikemia oral, mungkin di perlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer tehadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malah tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resistensi terhadap insulin endrogen. 2.6 Efek insulin terhadap metaolisme 1. Efek insulin terhadap metabolism karbohidrat Insulin meningkatkan metabolism dan ambilan glukosa otot

Jaringan otot ini tidak bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak, karena membrane otot istirahat yang normal hany sedikit permeable terhada glukosa, kecuali bila serabut dirangsang oleh insulin ; diantara waktu makan jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk meningkatkan jumlah amblikan glukosa yang bermakna kedalam sel-sel otot. Penyimpanan glikogen di otot Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditransport ke dalam otot jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 % kemudian akan disimpan dalam bentuk glikogen otot dari pada gigunakan untuk energy. Glikogen ini dpat digunakan oleh otot untuk menghasilkan energy. Glikogen terutama digunakan selama masa penggunaan energy yang besar dan singkat oleh otot dan bahkan untuk menyediakan sejumlah besar anaebob selama beberapa menit pada suatu waktu melalui perombakan glikolisis menjadi asam laktat, yang dapat terjadi bahakan tampak adanya oksigen. Efek kuantitatif insulin untuk membantu transport glukosa melalui membrane sel otot. Insulin dapat meningkatkan kecepatan transport glukosa ke dalam sel otot yang sedang beristirahat paling sedikit 15 kali lipat.

Insulin Meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati. Mekanisme yang dipakai oleh insulin untukmenyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan penyimpanan di hati meliputi beberapa langkah yang hampir terjadi secara bersamaan: 1. Insulin menghambat fosforilasi hati , yaitu enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa. Keadaan ini mencegah pemecahan glikogen yang sudah tersimpan di sel-sel hati.

2. Insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati, terjadi dengan meningkatkan aktiveitas enzim glukokinase, yang

merupakan ysalah saltu enzim yang menyebbkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah glukosa berdifusi kedalam sel-sel hati. 3. Insulin yang meningkatkan aktifitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen, termaksud enzim glikogen sintetase, yang

bertanggung jawab untuk polimerasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen. Efek akhir kerja ini adalah menigkatkan jumlah glikogen dalam hati. Jumlah total glikogen dapat meningkatkan hingga 5 sampai 6 persen masa hati, yang setara hampir 10 gram glikogen yangdisimpan dihati. Glukosa dilepaskan dari hati diantara waktu makan Ketika kadar glukosa darah menurun sampai pada kadar yang rendah diantara waktu-waktu makan, sehingga akan melepaskan glukosa kembali ke dalam sirkulasi darah sehingga hati akan memindahkan glukosa dari darah bila terdapat kelebihan glukosa di dalam darah sesudah makan, dan hati akan mengembalikan glukosa kedalam darah lagi sewaktu konsentrasi glukosa turun diantara waktu makan. Biasanya dengan cara ini, sekitar 60 persen glukosa dalam makanan, akan disimpan dihati dan selanjutnya akan dikembalikan lagi. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi asam lemak dan menghambat gluconeogenesis di hati Bila jumlah glukosa yang masuk kedalam sel hati lebih banyak dari oada jumlah yang dapat disimpan sebagai glikogen atau dapat digunakan untuk metabolism sel hepatosis setempat, isnulin akan memacu mengubah semua kelebihan glukosa menjadi asam lemak. Asam ini diolah sebagai trigliserida di dalam lipoprotein berdensitas sangat rendah dan ditranspor dalam bentuk lipoprotein melalui darah ke jaringan adipose dan ditimbun sebagi lemak.

Berkurangnya efek insulin terhadap ambilan dan pemakaina glukosa oleh otak. Otak agak berbeda dengan sebagian besar jaringan tubuh lainya karena insulin sedikit berpengaruhatau tak memiliki pengaruh sama sekali terhadap ambilan atau pengambilan glukosa. Bahkan sel-sel otak bersifat permeable terhadap glukosa dan dapat menggunakan glukosa tanpa perantara insulin. Kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan di atas nialai kritis, yang merupakan salah satu fungsi terpenting dari sisitem pengaturan kadar glukosa darah. Bila kadar glukosa darah turun terlalu jauh, yakni mencapai kisaran antara 20 sampai 50mg/100ml. gejala syok hipoglikemik kan timbul, yang ditandai dengan adanya iritabilitas saraf progresif yang menyebabkan pasien menjadi pingsan, kejang bahkan timbul koma. Pengaruh insulin terhadap metabolism karbohidrat di sel-sel lain. Insulin meningkatkan pengangkutan ke dalam dan pemakaian glukosa oleh sebagian besar sel tubuh lain (kecuali sel-sel otak) dengan cara yang sama seperti yang dilakukan insulin dalam mengarungi pengangkutan dan penggunaan glukosa di sel otot. Penganggkutan glukosa ke dalam sel lemak terutama menyediakan substrat untuk gugus gliserol molekul lemak. Oleh karena itu, secara tidak langsung, insulin meningkatkan timbunan lemak dalam sel-sel ini.

2. Efek insulin terhadap metabolism lemak Insulin memacu sintesis dan penyimpanan lemak Insulin mempunyai berbagai efek yang dapat menyebabkan timbulnya penyimpanan lemak di jaringan lemak, beberapa factor yang mengarah pada peningkatan sintesis asam lemak di hati meliputi hal-hal berikut: 1. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel hati. 2. Kelebihan ion sistrat dan ion isositrat akan terbentuk oleh siklus asam sitrat bila kelebihan glukosa dipakai sebagai sumber energy. 3. Sebagian besar asam lemak ini kemudian disintesis di dalam hati itu sendiri dan digunakan untuk membentuk trigliserida.

Peran insulin dan penyimpanan lemak di sel adipose Insulin mempunyai dua efek penting lain yang dibutuhkan untuk menyimpan lemak di sel-sel adipose: 1. Insulin menghambat kerja lipase peka-hormon. Enzim ini

menyebabkan hidroliseri dan yang sudah di simpan dalam sel-sel lemak, oleh karena itu pelepasan asam lemak dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terlambat. 2. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membrane sel ke dalam sel lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan penganggkutan glukosa ke dalam sel-sel otot. Defisiensi insulin meningkatkan penggunaan lemak sebagai sumber energy. Bila tidak ada insulin, semua aspek pemecahan dan penggunaan lemak sebagi sumber energy akan sangat meningkat. Keadaan ini sangat normalbahkan terjadi diantara waktu makan saat sekresi insulin minimum, namun menjadi sangat berlebih pada keadaan diabetes mellitus saat sekresi insulin hampir nol, efek yang terjadi adalah sebagai berikut: Defisiensi insulin menyebabkan lipolysis simpanan lemak dan pelepasan asam lemak bebas. Bila tidak ada insulin, semua efek insulin yang menyebabkan penyimpanan lemak, akan berbalik. Efek yang terpenting yaitu peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon yang terdapat di sel-sel lemak. Keadaan ini akan menyebaban hidrolisis trigliserida yang disimpan, yang akan melepaskan sejumlah besar asam lemak dan gliserol kedalam sirkulasi darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma akan meningkat dalam beberapa menit. Asam lemak bebas ini selanjutnya menjadi subtrat energi yang digunakan oleh seluruh jaringan tubuh selain otak. Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid kan kolestrol plasma. Kelebihan asam lemak diplasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah asam lemak menjadi fosfolipid dan kolestrol dihati, yang merupakan dua zat utama yang dihasilkan dari metabolisme lemak, kedua zat ini bersama-sama dengan kelebihan

trigliserida yang dibentuk pada waktu yang sama dihati, kemudian dilepaskan kedalam darah dalam bentuk lipoprotein. Kadang-kadang, lipoprotein plasma meningkat sebanyak 3 kali lipat bila tidak ada insulin, yang memberikan konsentrasi total lipid plasma yang lebih tinggi beberapa persen dari konsentrasi normalnya yang sebesar 0,6 persen. Kolestrol yang tinggi-khususnya konsentrasi kolesterol yang tinggi-akan memacu perkembangan aterosklerosis pada pasien diebetes yang serius. Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan asidosis. Kekurangna insulin juga menyebabkan terbentuknya asam asetoasetat secara berlebihan disel-sel hati. Keadaan ini timbul akibat dari efek berikut ini : bila tidak ada insulin namun terdapat kelebihan asam lemak disel-sel hati, mekanisme pengankutan karnitin yang pakai untuk mengankut asam lemak kedalam mitokondria, akan menjadi sangat aktif. Didalam mitokondria, poses oksidasi beta asam lemak selanjutnya berjalan sangat cepat sehingga setil-koA dilepaskan dalm jumlah yang sangat besar. Sebagian bear kelebihan asetil-koA ini kemudian dipadatkan untuk membentuk asam asetoasetat, yang

selanjutnya dilepaskan kedalam sirkulasi darah. Sebagian besar asam asetoasetat ini akan melewati sel perifer, tempat asam aseto asetat di ubah lagi menjadi asetil-koA dan digunakan sebagai sumber energi seperti biasanya. Pada waktu yang sama, tidak ada insulin juga menekan pemakaian asam asetoasetat dijaringan perifer. Jadi,, begitu banyaknya asetoasetat yang lepaskan dari hati tidak semuanya dapat dimetabolisme oleh jaringan. Oleh karena itu, selama beberapa hari sesudah hilangnya sekresi insulin, konsentrasiasam asetoasetat meningkat, kadang kala konsentrasinya dapat mencapai 10mEq/liter atau lebih, yang merupakan suatu keadaan asidosis cairan tubuh yang berat. Sebagian asamasetoasetat ini juga diubah menjadi asam hidroksibutirat dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asam asetoasetat disebut sebagai benda-benda keton, dan bila terdapat dalam jumlah besar

dalam cairan tubuh akan disebut ketosis. Asetoasetat dan asam hidroksibutirat dapat menyebabkan timbulnya asidosis yang parah dan koma pada pasien diabetes berat, sering kali menimbulkan kematian.

BAB III PENUTUP Kesimpulan

Daftar Pustaka 1. Guyton,Arthur C.,Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi.11.Penerbit EGC : Jakarta. 2. Price A. Sylvia, & Wilson M. Lorraine. 2012. Patofisiologi Edisi 6. Penerbit EGC : Jakarta. 3. Dorland, W.A Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland terj. Retna

You might also like